Anda di halaman 1dari 15

PEMIKIRAN DAN TOKOH ALIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN

(MUHAMMAD ABDUH, SAYYID AHMAD KHAN, DAN MUHAMMAD


IQBAL)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tauhid

Disusun Oleh :

1. Yaspi Khairil Ansori (23190006)


2. Aulia Amanda (23190001)
3. Putri Khodijah Mardia (23190010)
4. Nur Asiah Mtd (23190015)

Dosen Pengampu

Tauhid, S. Pd. I, M.A

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL

2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah swt. atas segala nikmat yang
diberikannya kepada kita semua termasuk terselesaikannya makalah ini. Sebagaimana
amanat yang telah diberikan kepada kami dalam memenuhi tugas mata kuliah Tauhid.
Kami selaku pemakalah berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah
memberikan tugas makalah ini.

Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
untuk itu, kami mengharap kritik dan saran serta masukan pada makalah ini. Atas
segala kekurangan tersebut, kami mohon dibukakan pintu seluas-luasnya. Demikian
dari kami, semoga segala tujuan baik dengan hadirnya makalah ini dapat tercapai.

Panyabungan, 26 November 2023

Pemakalah

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................I
DAFTAR ISI...............................................................................................................II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran kalam ulama modern (Abduh, Ahmad Khan dan Iqbal)...................2
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................10
B. Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sering dengan perkembangan zaman Ketika umat islam dalam kondisi
yang oleh Sayyid Qutub dapat digambarkan sebagai suatu masyarakat yang beku,
kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad , mengabaikan peranan akal dalam
memahami syari’at Allah atau mengistimbatkan hukum-hukum, karena mereka
merasa telah cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup dalam
masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat. Dengan
kondisi tersebut maka lahirlah para pembaharu-pembaharu Islam seperti Syekh
Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal.1

Islam dalam pandangan Iqbal bersifat tidak statis, tetapi dapat


disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup
karena ijtihad merupakan ciri dinamika yang harus dilambangkan dalam Islam.
Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran kalam para pembaharu tersebut. Untuk
lebih jelasnya, marilah kita simak isi makalah dibawah ini.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pemikiran kalam ulama modern (Abduh, Ahmad Khan dan Iqbal)?
C. Tujuan
Untuk mengetahui Pemikiran kalam ulama modern (Abduh, Ahmad Khan dan
Iqbal).

1
Rosihon Anwar, dan Drs Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung:Pustaka Setia, 2003), h. 45.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Kalam Ulama Modern
1. Syekh Muhammad Abduh
a. Riwayat Singkat Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh
bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr Kabupaten Al-
Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. mula-mula Abduh dikirim ayahnya
ke Mesjid Al-Ahmadi Tanta belakangan tempat ini menjadi pusat
kebudayaan selain al-Azhar. Setelah 2 tahun disana, ia memutuskan untuk
kembali kedesanya dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya.
Pada saat umur 16 tahun, ia dikawinkan. Atas dorongan dan bimbingan
pamannya, Syekh Darwis, akhirnya ia menyelesaikan studinya.
Kemudian ia melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari 1866
dan selesai pada tahun 1877 dengan gelar Alim, Abduh mulai mengajar di
Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan dirumahnya sendiri. Pada tahun 1899,
Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir.2 Kedudukan tinggi itu dipegangnya
sampai ia meninggal dunia. Beliau wafat pada tanggal 11 juli 1905 di
Alexandria. Setelah banyak mewarisi peninggalan berharga bagi generasi
selanjutnya. Pembaharuan dalam pemikiran keislaman serta perbaikan
dibidang politik dan ekonomi.
b. Pemikiran-Pemikiran Kalam Muhammad Abduh3
1) Kedudukan akal dan fungsi wahyu

2
Rosihon Anwar, dan Drs Abdul Rozak, Ilmu Kalam, ……, h. 47
3
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 63

2
Ada dua pendapat persoalan pokok yang menjadi fokus utama
pemikiran
Abduh, yaitu :
a) Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang
menghambat perkembangan pengetahuan agama yakni dengan
memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an.
b) Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam
percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam
tulisan-tulisan di media masa.
2) Kebebasan manusia dan fatalism
Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga
mempumyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami
yang ada dalam diri manusia, namun tidak mempunyai kebebasan
absolut.
3) Sifat-sifat Tuhan
Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat
bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas
mengatakannya.
4) Kehendak mutlak Tuhan. Tuhan tidak bersifat mutlak.
5) Keadilan Tuhan
Sifat ketidak adilan Tuhan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena
ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan alam semesta.
6) Antrofomorfisme
Tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh
atau ruh makhluk di alam ini.
7) Melihat Tuhan
Kesanggupan melihat Tuhan hanya dianugerahkan kepada orang-
orang tertentu di akhirat.
8) Perbuatan Tuhan

3
Wajib bagi Tuhan untuk berbuat yang terbaik bagi manusia.
2. Sayyid Ahmad Khan
a. Riwayat Singkat Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817. Menurut suatu
keterangan, ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad
SAW. Melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar
istana pada zaman Alamghir II (1754-1759). Karya pertamanya adalah
Asar As-Sanadid. Pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah
Mohammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang
merupakan karyanya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk
memajukan umat Islam India.4
b. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan memiliki kesamaan pemikiran dengan
Muhammad Abduh di Mesir-setelah Abduh berpisah dengan Jamaludin Al-
Afghani dan kembali dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat
penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun demikian, sebagai
penganut ajaran Islam yang taat dan percaya akan kebenaran wahyu, ia
berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun
terbatas. Ia mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah.
Menurutnya manusia telah dianugerahi Tuhan berbagai macam daya,
diantarnya adalah daya berpikir berupa akal, dan daya fisik untuk
merealisasikan kehendaknya.
Sejalan dengan faham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang keras
faham taklid. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid,
Khan memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk
menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situai dan kondisi

4
Rosihon Anwar, dan Drs Abdul Rozak, Ilmu Kalam, ……, h. 50

4
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Dapat disimpulkan
pemikiran-pemikiran kalam Sayyid Ahmad Khan, antara lain:
1) Kedudukan Akal
Akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas.
2) Kebebasan Manusia
Manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan.
3) Sayyid Ahmad Khan menolak adanya taklid percaya adanya hukum
alam.
3. Muhammad Iqbal
a. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir.5 Ayahnya bernama Nur Muhammad
yang terkenal saleh. Pada tahun 1895 ia pergi ke Lahore, salah satu kota
di India yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota
ini ia bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering diundang
musyara'ah, yakni pertemuan - pertemuan di mana para penyair
membacakan sajak - sajaknya. Ini merupakan tradisi yang masih
berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore ini, sambil
melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government
College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia
mengambil program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia
bertemu dengan Sir Thomas Arnold orientalis Inggris yang terkenal yang
mengajarkan filsafat Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin
kedekatan melebihi hubungan guru dan murid, sebagaimana tertuang
dalam sajaknya Bang-I Dara.
Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi terkenal
sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Sajak-

5
KH. Sirajudin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jama’ah, (Jakarta:Pustaka Tarbiyah, 1978),
h. 75

5
sajaknya banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia belajar di
Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan
seorang Neo-Hegelian, yaitu Jhon M.E.McTaggart. Iqbal kemudian
belajar di Heidilberg dan Munich. Di Munich ia menyelesaikan doktornya
pada tahun 1908 dengan disertasi, The Development of Metaphysics in
Persia.( disertasi ini kemudian diterbitkan di London dalam bentuk buku,
dan dihadiahkan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas Arnold ).
Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke London untuk belajar
di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di
Universitas London. Selama di Eropa Iqbal tidak pernah bosan menemui
para ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang
persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga
memperbincangkan Islam dan peradabannya. Di samping itu Iqbal
memberikan ceramah dan berbagai kesempatan tentang Islam. Isi
ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai penerbitan surat
kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengkaji kebudayaan
Barat, ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat kebudayaan
tersebut. Iqbal tetap concern pada budaya dan kepercayaannya.
Karya - karya Muhammad Iqbal : Asrar-i Khudi (Rahasia Pribadi,
1915), Bang-i Dara (Seruan dari Perjalanan, 1924), The Recunstruction of
Relegious Thought in Islam, 1930), Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur,
1923) dan lain-lain. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah
setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan ia meninggal
pada tanggal 20 April 1935.6
b. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal

6
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI
Press, 1983), h. 62

6
Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih
terkenal sebagai seorang filosof eksistensialisme. Sebagai seorang
pembaharu, iqbal pun menyadari perlunya umat Islam untuk melakukan
pembaharuan agar keluar dari kemundurannya. Katanya, kemunduran
umat Islam disebabkan kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan
ditutupnya pintu ijtihad. Hal inilah yang dianggapnya sebagai
penyimpangan dari semangta Islam, semangat dinamis dan kreatif. Lebih
jauh ia menegaskan bahwa syariat pada prinsipnya tidak statis, tetapi
merupakan alat untuk merespon kebutuhan indiviu dan masyarakat
karena Oslam selalu mendorong terwujudnya perkembangan.
Islam dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang mengatakan
bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya mempertahankan konsep
dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan social
manusia. Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus
menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan
perubahan ini membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an
dan hokum Islam. Tujuan diturunkannya Al-Qur’an, menurutnya adalah
membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan
menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita
kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat
yang selalu berubah inilah yang dalam rumusan fiqih disebut ijtihad.
Ijtihad disebut oleh Iqbal sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan
membuang kekakuan serta kejumudan hukum Islam. Ijtihad harus
dialihkan menjadi ijtihad kolektif.7
1) Hakikat Teologi

7
Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 211-
213

7
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi
keimana, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik).
Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan,
kesetiakawanan dan kebebas merdekaan”.
2) Pembuktian Tuhan
Dalam pembuktian eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argument
kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak argument teleologis
yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-
Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia menerima landasan
teleologis yang imanen (tetap ada). Jadi, Iqbal telah menafsirkan
Tuhan yang imanen bagi alam.
3) Jati Diri Manusia
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan
dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni
melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang
menundukan jiwa sehingga fana dengan Allah.
4) Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-
Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh
risiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia.
Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan
ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan
pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari
keterbatasan kemandirian itu.
5) Surga dan Neraka
Surga dan neraka, adalah keadaan, bukan tempat. Neraka, menurut
rumusan Al-Qur’an adalah “api Allah yang menyala-nyala dan
membumbung keatas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai

8
kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan
kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada
perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah kawah tempat
penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan. Ia adalah pengalaman
korektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitive
terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah. Surga juga
bahkan bukan merupakan tempat berlibur. Kehidupan itu hanya satu
dan berkesinambungan.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran kalam ulama modern ini muncul karena pada masa itu umat
islam digambarkan sebagai masyarakat yang beku , kaku, menutup rpat-rapat
pintu ijtihad dan mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah.
Karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang
juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta berdasarkan khurafat-
khurafat. Adapun pemikiran kalam ulama modern disini diantaranya:
1. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh memberikan peranan yang sangat besar kepada akal.
Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution
menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh member kekuatan yang lebih tinggi
kepada akal daripada Mu’tazilah. Sedangkan wahyu bagi Abduh berfungsi
sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan
pengetahuan akal dan informasi.
2. Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan juga mempunyai kesamaan pemikiran dengan
Muhammad Abduh terutama tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi
dalampandangannya. Meskipun demikian sebagai penganut ajaran Islam yang
taat dan percaya akan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukanlah
segalnya dan kekuatan akal pun terbatas. Ia menentang keras terhadap faham
taklid. Sebagai konsekuensinya, ia memandang perlu diadakannya ijtihad-
ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan
situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
3. Muhammad Iqbal
Ijtihad dalam perspektif Iqbal disebut sebagai prinsip gerak dalam struktur
Islam. Menurutnya, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan

10
membuang kekakuan serta kejumudan hukum Islam. Ijtihad harus dialihkan
menjadi ijtihad kolektif. Dan menyerukan kepada kaum muslimin agar
menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun dan semoga bermanfaat untuk
menambah khazanah keilmuwan kita. Kritik dan saran yang membangun kami
harapkan untuk perbaikan penyusunan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, dan Drs Abdul Rozak, 2003, Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Setia.

Nurcholis Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina.

KH. Sirajudin Abbas, 1978, I’tiqad Ahlussunah Wal Jama’ah, Jakarta:Pustaka


Tarbiyah.

Harun Nasution, 1983, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,


Jakarta: UI Press.

Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, 2003. Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai