Anda di halaman 1dari 15

ALIRAN- ALIRAN DALAM ILMU KALAM INDONESIA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Dodo Suhada, M.Pd

Disususn Oleh :

1. Mia Yuliana (220310031)


2. Nurlaeli (220310015)
3. Nadia Djawas Dara (220310012)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR
CITANGKOLO – KOTA BANJAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat,kenikmatan,dan kesehatan lahir batin,sehingga saya bisa menyelesaikan tugas penulisan
makalah Ilmu Kalam ini dengan baik, dengan judul Aliran-aliran dalam ilmu kalam di
Indonesia.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini bukan lain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Kalam dari Bapak Dodo Suhada,M.Pd. sebagai Dosen Pengampu. Juga sharing
wawasan dengan mahasiswa kelas Ekonomi Syariah dan khususnya untuk saya sendiri.
Penulisan makalah ini telah diusahakan dengan optimal ,namun saya menyadari bahwa
memang banyak sekali kekurangan dan keterbatasan .Oleh karena itu jika didapati adanya
kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, saya pribadi mohon maaf
dan mohon kritik dari para pembaca.
Serta sangat diharapkan saran dari dosen pengampu untuk dapat menyempurnakan
makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Terima kasih

Banjar, 04 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang...………………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….
Bab 2 Pembahasan
A. H.M Rasyidi……………………………………………………………………..
1. Riwayat Hidup H.M Rasyidi……………………………………………….
2. Pemikiran H.M Rasyidi……………………………………………………..
a. Perbedaan ilmu kalam dan teologi………………………………………
b. Tema tema ilmu kalam………………………………………………….
B. Harun Nasution
1. Riwayat Hidup Harun Nasution……………………………………………
a. Peranan akal……………………………………………………………
b. Pembaruan teologi……………………………………………………..
c. Hubungan akal dan wahyu……………………………………………..

Bab 3 Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ilmu kalam adalah salah satu ilmu yang dipelajari dalam islam, yang muncul pada masa
– masa awal dipelajarinya islam. Menurut bahasa ilmu kalam berarti ucapan atau perkataan dan
dalam islam kalam bisa berarti firman ALLAH SWT. Perkataan “kalam” sebenarnya
merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi, khususnya bagi kaum muslimin. Secara
harfiyah, perkataan kalam dapat ditemukan baik dalam Al-Qur’an maupum berbagai sumber
lain.

Menurut Ali Asy-Syahbi bahwa istilah kalam mula-mula muncul pada masa pemerintahan

Khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari daulah Abbasiyah dan diciptakan oleh kaum
Mu’tazilah. Alasan mereka menggunakan istilah kalam ini, boleh jadi karena masalah yang
menonjol mereka perdebatkan yaitu tentang bicara sebagai salah satu sifat tuhan. Maka dari
perkara – perkara itu dapat disimpulkan bahwa sejarah ilmu kalam dikarenakan Masalah
perselisihan yang paling diperdebatkan antar golongan islam adalah masalah-masalah teologis,
terutama menyangkut firman Allah.

Pada intinya, ilmu kalam maupun teologi membahas tentang:

1. Kepercayaan tentang tuhan dengan segala seginya, seperti : tentang wujud keesaan, dan
sifatsifat Allah
2. Pertalian dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya persoalan terjadinya
alam, leadilan dan kebijaksanaan tuhan, pengutusan rasul-rasul yang meliputi soal-soal
penerimaan wahyu dan berita.

Sebagai salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui oleh
seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang
aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah Islam ini
memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana
seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari
jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiran
pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam
telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya
itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam
sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya,
karena Islam dengan bersumber pada al—Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan
pertumbuhan masyarakat luas.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup pesat,
banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang
berbedabeda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri
semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya
pemikiranpemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu
sendiri.
Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak pula
pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu kalam ini. Sebagai
contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu
pada dua tokoh yaitu:HM.Rasyidi dan Harun Nasution. Oleh karena itu, penulis mencoba
mengangkat makalah dengan judul “Pemikiran kalam di indonesia”. Hal ini sebagai bahan
diskusi, sehingga akan mendapatkan wawasan keilmuan terkait dengan permasalahan ilmu
kalam.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis akan merumuskan beberapa masalah yang akan
dibahas sebagai berikut:
1. Apa Sajakan Aliran-aliran ilmu kalam di Indonesia?
2. Bagaimana Riwayat hidup Tokoh kalam di Indonesia H.M Rasyidi?
3. Bagaimana pemikiran Tokoh Kalam H.M Rasyidi?
4. Bagaimana Riwayat Hidup Tokoh kalam di Indonesia Harun Nasution?
5. Bagaimana pemikiran Tokoh Kalam Harun Nasution?
BAB II

PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG KALAM INDONESIA (HM RASYIDI DAN HARUN NASUTION)


METODOLOGI DAN POKOK PEMIKIRANNYA

A. H. M Rasyidi

1. Riwayat Hidup H. M Rasyidi

H. Mohamad Rasjidi lahir pada 20 Mei 1915 di Kotagede Jakarta, dan wafat 30 Januari
2001. Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi murid Ahmad Syurkati,
pimpinan Al-Irsyad diberi nama baru sebagai “Muhammad Rasjidi”. Nama baru itu secara
resmi digunakan oleh saridi pasca menunaikan ibadah haji, beberapa tahun kemudian. Ia
lahir di tanah jawa yang kental dengan nuansa keislamanya. Walau pun demikian, praktek
praktek kebatinan masih kental dalam nuansa jawa dalam keluargan dan lingkunganya pada
masakecil. Bahkan, pada masa selanjutnya beliau mengakui bahwa dirinya berasala dari
latar belakang “keluarga abangan”, yaitu penganut agama islam, namun tidak melakukan
ibadah islam dalam keseharianya sebagaimana mestinya. Keluarga bernaung di rumah
joglo, tempat ia dibesarkan yang pada hari hari tertentu tidak melewatkan adanya
pemasangan sesajen.

Tidak jauh dari rumah rasjidi, terdapat masji dan makam penembahan senopati dan
kiageng pemanahan serta beberapa sumber air yang jarangf sepi dari praktek-praktek mistik
kejawen. Banyak di temukan rakya jelata yang mempersembahkan sesajen pada penunggu
tempat tempat tersebut seraya mengharapkan berkah tertentu, seperti kekayaan,
keberuntungan, cepat mendapat jodoh, dan sebagainya. Meskipun hidup dalam lingkungan
demikian, pada akhirnya rasjidi menyadari dirinya membutuhkan asupan rohani yang
bersifat keagamaan. Kesadaranya tentang islam kemudian terbentuk menjadi pandangan
hidupnya.
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah
mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas
Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru
pada

Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar


Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta. H.M. Rasyidi, lulusan
lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian
memperoleh pengalaman mengajar di Kanada.

Dalam konteks pertumbuhan kajian akademik islam di Indonesia, orang akan sulit
mengesampngkan arti kehadiran H.M. Rasjidi seorang lulusan dari Lembaga Pendidikan
tinggi di Mesir yang melanjutkan ke Paris, yang kemudian memperoleh pengalaman
mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika anti baratnya, orangislam tidak akan
luput mendapatkan bahwa hampir keseluruhan konstruksi akademiknya dibangun atas
dasar lebih banyak unsur unsur yang lebih banyak dari barat, tegasnya, kaum orientalis
dari pada lainya, ia adalah diantara intelektual Indonesia yang paling banyak memperoleh
perkenalan, bahkan penyerapan ramuan ramuan intelektualdari Gudang orientalisme. Ia
yang berpengaruh dalam usaha mengirimmkan para lulusan IAIN atau sarjana lainya
kemontreal. Apa yang telah dirintisnya kemudian di teruskan dalam sekala yang lebih
besar oleh Munawir Sjadzali.[1]

2. Pemikiran Kalam H. M Rasyidi

Pemikiran kalam Rasjidi dapat ditelusuri dari kritikan-kritikan yang dialamatkan


kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Secara garis besar pemikiran kalamnya
dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Tentang Perbedaan Ilmu Kalam Dan Teologi

Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam
dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam,
dan teologi adalah ilmu kalam Kristen. Selanjutnya Rasyidi menelusuri sejarah
kemunculan teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan
tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain.
Teologi terdiri dari dua perkataan, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan logos, artinya
ilmu. Jadi teologi adalah ilmu ketuhanan. Adapun sebab timbulnya teologi dalam Kristen
adalah ketuhanan Nabi Isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun, kata
teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan
(yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
[2]

b. Tema-Tema Ilmu Kalam

Salah satu tema-tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah
deskripsi aliranaliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam
sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan
perbedaan pendapat antara

Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan


melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal
seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan
buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat
absolut-universal, berarti meremehkan ayat-ayat Al-Quran seperti,

‫وهللا يعلم وانتم التعلمون‬...

“Wallahu ya’lamu wa antum lata’ lamun”

“ Artinya: Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”
(QS. AlBaqarah: 322).

Rasyidi menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak
mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme
sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.

Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua abad
yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah
tidak relevan. Pada waktu sekarang, masih dirasakan oleh umat Islam pada umumnya
adalah keberadaan Syi’ah.

c. Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan
Nurcholish Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap
apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini
disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.

Apresiasi ketuhan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh,


sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan. Menanggapi
pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya
manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau
hubungan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Perlu dijelaskan
bahwa bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah
dicapai, mungkin hanya seorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang lebih penting dari
aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.[3]

B. Harun Nasution

1. Riwayat hidup Harun Nasution

Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya,
Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.

Pendidikan formalnya dimulai disekolah Belanda HIS. Selama tujuh tahun di HIS,
Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam
lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, Harun memulai pendidikan agama
dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya.

Ia meneruskan ke MIK (Modern Islamietische Kweekschool) di Bukit Tinggi pada


tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah
di Al-Azhar, ia kuliah pula di Universitas Amerika di Mesir. Pendidikannya lalu
dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.

Setiba di tanah air pada tahun 1969, Harun Nasution langsung mencemplungkan diri
dalam bidang akademis dengan menjadi dosen pada IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan
Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam jaringan intelektual yang
terbentuk di kawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas
harun Nasution di dalam jaringan itu tentu banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya,
dan kedudukan formalnya sebagai rector sekaligus pengajar di IAIN. Dalam kapasitas
terakhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah
perkembangan pemikiran yang terbukti menjadi salah satu sarana awal menuju
pembentukan jaringan antara Harun Nasution dan Mahasiswanya.

2. Pemikiran kalam Harun Nasution

a. Peranan Akal

Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal


dalam sistem teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disetasinya di
Universitas McGiill, Montreal, Kanda. Besar kecilnya peranan akal dalam sistem
teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang
tentang ajaran Islam. Berkenaan akal ini, Harun Nasution menulis, “Akal
melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan
untuk menaklukan kekuatan makhluk lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia,
bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah
lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendah pula kesanggupannya menghadapi
kekuatankekuatan lain tersebut.”
Tema Islam agama Rasional dan Dinamis sangatt kuat bergema dalam tulisan-tulisan
Harun Nasution. Terutama dalam buku Akal dan Wahyu dalam Islam, Teologi Islam:
Aliran-aliran, sejarah, Analisis perbandingan, dan Muhammad Abdul dan Teologi
Rasioonal Muhammad Abdul.

Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai,
bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam
perkembangan ajaranajaran keagamaan Islam sendiri. Pemakaian akal dalam Islam
diperintahkan Al-Quran sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada penulis-
penulis, baik dikalangan Islam maupun non Islam, yang berpendapat bahwa Islam
adalah agama rasional.
b. Pembaharuan teologi

Pembaharuan teologi, yang menjadi predikat Harun Nasution pada dasarnya


dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam
Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi
mereka. Pandangan ini, serupa dengan pandangan kaum modernis (Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Al-Afghani, Sayid Amor Ali, dan lainnya) yang memandang
perlu untuk kembali pada teologi Islam yang sejati. Retorika ini mengandung
pengertian bahwa umat Islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre-determinisme
serta penyerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan
keterbelakangan.

Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution
umat islam hendaklah mengubah teologi mereka meuju teologi yang berwatak free-
wiil, nasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjtnya
menemukan teologi kalam dalam khasanah Islam klasik sendiri yakni teologi
Mu’tazilah.

c. Hubungan Akal Dan Wahyu

Harun Nasution menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang


menimbulkan pertanyaan, tetapi kedua tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam AlQuran. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu
sudah mengandung segalagalanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua
permasalahan keagamaan.

Dalam pemikiran Islam, baik dibidang filsafat, ilmu kalam, apalagi dibidang
fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks wahyu.
Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak
untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interperstasi terhadap teks wahyu sesuai
dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interprestasi. Yang dipertentangkan
dalam sejarah pemikiran Islam bukan akal dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari
teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan
sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan akal ulama lain.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

H. Mohamad Rasjidi lahir pada 20 Mei 1915 di Kotagede Jakarta, dan wafat 30 Januari
2001. Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi murid Ahmad Syurkati, pimpinan
Al-Irsyad diberi nama baru sebagai “Muhammad Rasjidi”. Namun nama baru tersebut secara
resmi baru dipakai oleh Saridi pasca menunaikan ibadah haji, beberapa tahun kemudian nama
kecil Saridi demikian menjadi nama besar H. M Rasyidi.

Salah satu tema-tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah
deskripsi aliranaliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang,
khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan perbedaan
pendapat antara
Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman
para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi
dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu
hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolut-universal, berarti
meremehkan ayat-ayat Al-Quran seperti, Wallahu ya’lamu wa antum lata’ lamun (Dan Allah-
lah yang Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui) (QS. Al-Baqarah: 322).
Rasyidi menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu
mengetahui baik dan buruk.
Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.

Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Pendidikan
formalnya dimulai disekolah Belanda HIS. Selama tujuh tahun di HIS, Harun belajar bahasa
Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan disiplin yang
ketat. Di lingkungan keluarga, Harun memulai pendidikan agama dari lingkungan keluarganya
dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya. Ia meneruskan ke MIK (Modern
Islamietische Kweekschool) di Bukit Tinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan
ke Universitas Al-Azhar, Mesir.

Harun Nasution menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan
pertanyaan, tetapi kedua tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
AlQuran. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung
segalagalanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.

Akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai
untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi
interperstasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi
interprestasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam bukan akal dengan wahyu,
tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu juga. Jadi,
yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan akal
ulama lain
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional. Jakarta: Ciputat Pers.

Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
hlm. 238.

Ibid., hlm. 239. [3] Ibid., hlm. 240.

Halim Abdul, Teologi Islam Rasional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), hlm. 3.

Rosihon Anwar dan Abdul Rozak , Op.Cit., hlm. 241-242.

Ibid., hlm. 243.

Anda mungkin juga menyukai