Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM INDONESIA HM RASYIDI DAN


HARUN NASUTION

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : Ilmu Kalam Dan Tauhid
Dosen Pengampu : Nawir Radjaming, S.Ag.,S.Pd.I,M.Pd.I

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

SUTRISMAN : 223312006
MIRNAWATI : 223312007
ASHABUL KAHFI : 223312008
KASMI WULANDARI : 223311007
SUKMAWATI : 223311008

FAKULTAS HUKUM SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AMANAH
JENEPONTO
KATA PENGANTAR

        Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., yang berkat
rahmat dan karunianya-lah penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini yang berjudul
“ALIRAN DALAM ILMU KALAM INDONESIA HM RASYIDI DAN HARUN
NASUTION ”. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah saw., yang
dengan perantaraannya-lah kita semua dapat merasakan nikmatnya kehidupan.
        Harapan penulis, semoga tugas makalah ini dapat membantu pembaca dalam
mempelajari ILMU KALAM . Sehingga tugas makalah ini bukan hanya sekedar memperkaya
khazanah keilmuan, tetapi juga benar-benar membawa manfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak luput dari
kekurangan, karena kesempurnaan hanya-lah milik Allah semata. Oleh karena itu, kritik
konstruktif dan saran yang baik dari para pembaca sangat penulis nantikan, demi
penyempurnaan tugas makalah ini.

Jeneponto, 07 Desember 2022

Penulis 
DAFTAR ISI

Halaman
Cover
Kata Pengantar ........................................................................................................................ i
Daftar Isi .................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
Tujuan kegiatan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3
Sejarah Ilmu Kalam ................................................................................................................. 3
H.M. Rasyidi ........................................................................................................................... 3
Riwayat Hidup H. M Rasyidi .................................................................................................. 3
Pemikiran Kalam H.M Rasyidi ............................................................................................... 6
Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi. ........................................................................... 6
Tema-tema ilmu kalam ............................................................................................................ 7
Hakikat iman ........................................................................................................................... 7
Harun Nasution ........................................................................................................................ 8
Riwayat Singkat Harun Nasution .......................................................................................... 8
Pemikiran Harun Nasution .................................................................................................... 10
Peranan Akal ........................................................................................................................ 10
Pembaharuan Teologi ........................................................................................................... 10
Hubungan akal dan wahyu .................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 12
Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
Saran ...................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ajaran Islam, yang sumber ajarannya berasal dari Al-qur’an dan sunnah Nabi,
diyakini oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh
perputaran zaman. Pada dasarnya Islam itu satu, tetapi pada kenyataannya bahwa tampilan
Islam itu beragam, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam,
perubahan jaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda. Misalnya, ada
komunitas yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang
senang pemerintahan republik. Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah bentuk
khilafah Ada yang terikat dengan teks Al-Qur’an dan Hadis dalam memahami ajaran Islam.
Tidak bisa dihindari lagi, semua merasa pemikirannyalah yang paling benar antara sesama
Muslim yang terjadi dimana-mana dalam rangka menampilkan Islam. Tampaknya,
pemahaman itu utuh, pesan ketuhanan dapat ditangkap, fanatik buta dapat diredam, sejarah
tampilan ajaran Islam dari waktu ke waktu perlu dicermati.
Dengan cara ini proses terselengaranya syariat Islam di masa Nabi dan generasai-
generasi berikutnya dapat dipahami. Alasan kebijakan para tokoh Islam untuk maksud ini pun
dapat dimengerti. Dalam era kontemporer ini kemudian teraktualisasi perdebatan kalam
dikalangan tokoh modernis. Di antara tokoh yang ada di era kontemporer ini adalah Hm
Rasyidi Dan Harun Nasution. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang ilmu kalam
masa kini tentang pemikiran Tokoh Khususnya tokoh Hm Rasyidi Dan Harun Nasution.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup
pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang
berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu
sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu
timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu
kalam itu sendiri.
Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak
pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu kalam ini.
Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas teologi atau ilmu kalam yang
mengacu pada dua tokoh yaitu:HM.Rasyidi dan Harun Nasution. Oleh karena itu, penulis
mencoba mengangkat makalah dengan judul “Pemikiran kalam di indonesia”. Hal ini sebagai
bahan diskusi, sehingga akan mendapatkan wawasan keilmuan terkait dengan permasalahan
ilmu kalam.

Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah kali ini ialah pemikiran kalam di Indonesia:Harun
Nasution dan H.M.Rasyidi.
Tujuan kegiatan

Untuk mengetahui riwayat hidup H.M.Rasyidi


Untuk mengetahui pemikiran kalam H.M.Rsayidi
Untuk mengetahui riwayat hidup Harun Nasution
Untuk mengetahui pemikiran kalam Harun Nasution
BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Ilmu Kalam


Ilmu kalam atau teologi sudah kita kenal sejak zaman Khulafaur Rasyidin, menurut Harun
Nasution kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut
peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup pesat,
banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang
berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu
sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu
timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu
kalam itu sendiri.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tentang ilmu kalam ini akan menambah
wawasan keilmuan bagi para tokoh pemikir itu sendiri maupun bagi orang-orang yang terlibat
dalam keilmuan tersebut. Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang
berbeda, maka banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang
permasalahan ilmu kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di
bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi dan Harun
Nasution. Akan tetapi dalam makalah ini akan di bahas hanya terkait dengan teologi atau
ilmu kalam kontemporer saja dan hanya terfokus pada teologi dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi
dan Harun Nasution.

H.M. Rasyidi
Riwayat Hidup H. M Rasyidi
Prof. Dr. H. Mohammad Rasjidi (lahir di Kotagede, Yogyakarta, 20
Mei 1915 – meninggal 30 Januari 2001 pada umur 85 tahun) adalah Menteri Agama Republik
Indonesia yang pertama yang diangkat pada tanggal 3 Januari 1946 berdasarkan maklumat
Pemerintah Republik Indonesia tentang berdirinya Kementerian Agama RI.[1] Ia juga
merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia bidang Hukum Islam dan
Lembaga-Lembaga Islam, yang diangkat pada 20 April 1968.
Ia adalah teman dekat Alm. Faisal dari Arab Saudi Sumbangsih Jasa – Jasanya buat Republik
Indonesia tak ternilai harganya dari kacamata Pendidikan Internasional. Jepang, Prancis,
Kanada, Amerika memerlukan tenaganya pada zamannya. Sarjana Cairo pertama dari
Mahasiswa Indonesia dengan Nilai A. Sederhana, jujur dan amanah.
Ia adalah Ketua Diplomatik RI pertama yang mengikuti utusan diplomat Mesir yang
berkunjung ke Ibu kota Yogyakarta pada tahun 1947. Saat Blokade Agresi Militer
Belanda diperketat, rombongan diplomat Indonesia menembus dengan mengikuti pesawat
diplomat Mesir yang berangkat menuju negara-negara Arab. Maka lahirlah perjanjian-
perjanjian dengan Belanda Konferensi Meja Bundar yang diakui oleh dunia Internasional.

Pendidikan
Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938)
Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956)

Karier
Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941)
Pegawai Departemen P & K pada zaman Jepang
Pegawai RRI Jakarta, siaran luar negeri
Menteri Agama Kabinet Sjahrir (1946)
Ketua delegasi diplomatik RI Pertama ke negara- negara Arab, Mesir, Yordania, Syria,
Lebanon,Irak (1947-1949)
Dubes RI di Mesir dan Arab Saudi(1949-1951)
Dubes RI di Iran (1953-1954)
Dirjen Penerangan Deparlu/Deplu (1954-1955)
Dubes RI di Pakistan (1956-1958)
Associate Professor pada Institut Studi Islam, Universitas McGill, Kanada (1959)
Direktur Islamic Center, Washington, AS ( 1964-1967)
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ( 1968-1985 )
Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta

Kegiatan Lain
Anggota Pengurus Besar PII Partai Islam Indonesia (1940)
Anggota Allience Francaise (Perhimpunan Prancis) (1940)
Anggota Islam Studie Club (1940)
Anggota PP Muhammadiyah
Anggota Dewan Pusat Dakwah
Karya
Consideration critique du Centini ou evolution de I’Islam en Indonesie (1956)
Unity and Diversity in Islam dalam Prof. Kenneth Morgan, Islam the Straight Path, Ronald
Press New York (1956)
Filsafat Agama (1965)
Keutamaan Hukum Islam
Islam dan Kebatinan (1967)
Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekuralisme (1972)
Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi (1974)
Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta (1975)
Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Bulan
Bintang, (1977)
Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terjemahan dari buku La Bible, le coran et la science, dr.
Maurice Bucaille (1978)
Kebebasan Beragama, Media Dakwah (1979)
Humanisme dalam Islam terjemahan I’Humanisme de I’Islam oleh Dr. Marcel Boisard
(1980)
Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional (1980)
Janji-janji Islam, terjemahan dari Promesses de Islam karya Roger Garaudy, Bulan Bintang
(1982)
Persoalan Filsafat terjemahan The Living Issue of Philosophy oleh Titus cs, Amerika (1984)
Apakah itu Syiah (1984)

Dalam konteks pertumbuhan akademik Islam di Indonesia, orang akan sulit mngesampingkan
kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang
mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas
dari retorika-retorika anti-Baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hamper
keseluruhan kontruksi akademiknya dibangun atas dasar unsur-unsur yang ia dapatkan dari
Barat. Maka tidak heran, kalau ia koreksi karya Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau
dari berbagai aspeknya, Bulan Bintang, 1977, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan
Pendidikan Nasional, Media Dakwah, 1979. Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979.
Janji-janji Islam, terjemahan dari Roger Garandy, Bulan Bintang, 1982.[1]
Pemikiran Kalam H.M Rasyidi
Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh seangkatannya. Hal ini
dilihat dari keritikan beliau terhadap Harun Nasution, dan Nurcholis Majid. Secara garis
besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi.
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan
teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan
teologi adalah ilmu kalam Kristen.”[2] Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan
teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau
kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari dua perkataa, yaitu teo
(theos) artinya Tuhan, dan logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan.adapun
sebab timbulnya teologi dalam Kristen adalah ketuhananNabi Isa, sebagai salah satu dari tri-
tunggal atau trinitas. Namun kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama
Kristen, yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama
dengan tauhid atau ilmu kalam.[3]

Tema-tema ilmu kalam


Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah deskripsi
aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang,
khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan
pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan
melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal
seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk,
sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-
universal, berarti meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:

‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َوَأ ْنتُ ْم ال تَ ْعلَ ُمون‬


Artinya; “Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 232)
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak
mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai
reaksi terhadap aliran rasionalisme.[4]
Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang
lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan.
Pada waktu sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh umat
Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.[5]

Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholis
Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada
Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut takwa. Takwa
diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan. Apresiasi ketuhanan menumbuhkan
kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba
dengan Tuhan.”[6]
Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju
bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau
hubungan dengan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya
seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya
seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah
kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.[7]

Harun Nasution
Riwayat Singkat Harun Nasution
Prof. Dr. Harun Nasution (lahir di Pematangsiantar, Sumatra Utara, 23 September 1919 –
wafat di Jakarta tanggal 18 September 1998) adalah seorang akademisi, intelektual, pemikir,
filsuf dan tokoh muslim Indonesia. Pernah menjabat sebagai rektor IAIN Syarif
Hidayatullah. [1]
Masa Muda
Harun Nasution bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada
tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan
pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih
gelar sarjana muda di American University of Cairo.
Karier
Harun Nasution menjadi pegawai Deplu Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Dia
meraih gelar doktor di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968. Selanjutnya,
pada 1969 menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Negeri Jakarta. Pada
tahun 1973, menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Harun Nasution wafat pada
tanggal 18 September 1998 di Jakarta.
Karya
Disamping sebagai seorang pengajar, Harun Nasution juga dikenal sebagai penulis. Beberapa
buku yang pernah ditulis oleh Harun Nasution antara lain:[2]
Akal dan Wahyu dalam Islam (1981)
Filsafat Agama (1973)
Islam Rasional (1995)
Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975)
Islam ditinjau dari berbagai aspeknya
Teologi islam
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar
Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi. Pendidikan formalnya
dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh tahun, Harun
belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan
disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan Agama dari
lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya.[8] beliau
meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934.
Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar
beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc.
Gill, Kanada pada tahun 1962.[9]
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang akademisi, yakni
menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga pada Universitas Nasional.
Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk
dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution
di dalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan kemudian
kedudukan formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang pengajar di IAIN. [10]
Pemikiran Harun Nasution
Peranan Akal 
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam system
teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill, Mentreal,
Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat menentukan
dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan dengan akal
ini, Harun Nasution menulis demikian: “Akal melambangkan kekuatan manusia”.
Karena akal manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain
disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi pula kesanggupannya untuk
mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah lemah
pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.[11] Dalam
sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi dalam perkembangan
ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam Islam diperintahkan Al-Qur’an
sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada penulis-penulis, baik di kalangan Islam
sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama
rasional.[12]

Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya dibangun atas
asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia (juga di mana saja)
adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa dengan
pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-
Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada
teologi Islam yang sejati. Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan
teologi fatalistic, irasional, predeterminisme serta penyerahan nasib telah membawa nasib
mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak mengubah
nasib umat Islam. Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi yang
berwatak free-will rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya
menemukan teologi dalam khazanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.[13]

Hubungan akal dan wahyu


Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia menjelaskan
bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak
bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Orang yang
beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu
bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.[14]
Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu fiqih,
akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu
tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahu dan tidak untuk menentang
wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan
dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam
sebenarnya bukan akal dan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan lain dari
teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal
ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.[15]
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa H.M. Rasyidi berpandangan bahwa ilmu
kalam sama sekali berbeda dengan teologi. Beliau tidak sependapat dengan Harun yang
sangat mengagungkan akal yang dapat mengetahui baik dan buruk dilihat dari perkembangan
zaman.Tentang iman, Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar bersatunya manusia
dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia
dengan manusia,yakni hidup dalam masyarakat. Jadi, yang lebih penting dari aspek
penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.
Sementara, Harun Nasution adalah seorang tokoh pemikir ilmu kalam/teologi di mana beliau
memilki beberapa pemikiran-pemikiran terkait dengan masalah ini, di antaranya yaitu: beliau
pernah menulis bahwa Akal Melambangkan Kekuatan Manusia, hal ini mengartikan bahwa
dengan akal lah manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
keperluan hidupnya. Dengan akal manusia dapat mengalahkan makhluk lain, dan bertambah
tingginya akal manusia maka bertambah tinggi pula kesanggupannya untuk mengalahkan
makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah lemah pulalah
kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.
Beliau juga berpendapat bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia (juga
di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka, maka dari itu beliau
memiliki pemikiran tentang pembaharuan teologi. Beliaupun berpendapat bahwa ada
hubungan antara akal dan wahyu. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an,
orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya.
Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah mantan
Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat,
Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada
Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar
Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.
Pemikiran kalam Rasyidi antara lain : tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi, tema-tema
ilmu kalam, hakikat iman.
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar
Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya
dimulai dari sekolah Belanda HIS. Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe
Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas
Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di
Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.        
Pemikiran Harun nasution ialah : peranan akal,pembaharuan teologi, hubungan akal dan
wahyu.
Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini
agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003
Faqih, Mansoer, Mencari Teologi Tertindas (Kidmat Dan Kritik) Untuk Guruku Prof. Harun
Nasution, dalam Suminto
Halim. Abdul, Teologi Islam Rasional. Jakarta: Ciputat Pers, 2001
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta: UI
Press, 1983
Rasjidi, H.M. Koreksi Terhadap Dr. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, Jakarta: Bulang
Bintang, 1977

https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Rasjidi
https://id.wikipedia.org/wiki/Harun_Nasution

[1]Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 61
[2] H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 32
[3] H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution,…, hal. 33-34
[4] Ibid, hal. 52
[5] Ibid, hlm. 104
[6] H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, (Jakarta:
Bulang Bintang, 1977), hlm. 61.
[7] Ibid, hlm. 63
[8] Abdul Halim. Teologi Islam Rasional. (Jakarta: Ciputat Pers, 2001) hlm. 3
[9] Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003) hal. 240
[10] Ibid., hlm. 241
[11] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:
UI Press, 1983) hlm. 56.
[12] Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1980) hlm. 101
[13] Mansoer Faqih, Mencari Teologi Tertindas (Kidmat Dan Kritik) Untuk Guruku Prof.
Harun Nasution, dalam Suminto, hlm.167
[14] Anwar, Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003) hal.
243
[15] Nurcholis Madjid. Teologi Islam Rasional ”Apresiasi Terhadap Wacana Praktis Harun
Nasution” (Ciputat: Cetakan, 2005), hal. 234

Anda mungkin juga menyukai