Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PEMIKIRAN ISLAM JABARIYAH DAN QODARIYAH

Untuk memenuhi tugas harian mata kuliah

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM

Dosen : Ust. Dr. Subur Wijaya , M.Pd.I

Oleh :

Abdurrohman Nawawi

Syamsudin

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM DEPOK

Jl. H. Amat No.21,RT.6 / RW.1, Kukusan, Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16425

2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah berjudul
“PEMIKIRAN ISLAM JABARIYAH DAN QODARIYAH”.

Makalah ini telah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ust. Dr. Subur Wijaya, M, Pd.I Selaku dosen
pengampuh mata kuliah SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM, serta kepada semua pihak yang
sudah ikut berkontribusi di dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik
dan benar.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberi
manfaat ataupun inspirasi bagi pembaca.

Depok, 21 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................ iv
PENDAHULUAN ................................................................................................................... iv
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... iv
A. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... v
B. TUJUAN .................................................................................................................................... v
BAB II ....................................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 1
A. Pengertian Aliran Pemikiran Islam ........................................................................................ 1
A. ALIRAN QODARIYAH ........................................................................................................... 2
B. Doktrin-Doktrin Qodariyah ..................................................................................................... 4
C. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Qodariyah ............................................................... 7
ALIRAN JABARIYAH .................................................................................................................... 9
BAB III.................................................................................................................................... 19
PENUTUP............................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan Iman (Aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwah kan oleh Nabi Muhammad. Pentingnya masalah Aqidah ini dalam ajaran Islam
tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah
ini, persoalan Aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syariat,
sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat
yang menyerukan kepada masalah keimanan.1

Munculnya berbagai kelompok teologi dalam Islam tidak terlepas dari faktor historis
yang menjadi landasan kajian. Bermula ketika Nabi Muhammad Saw wafat, riak-riak
perpecahan di antara kaum Muslim timbul ke permukaan. Perbedaan pendapat di kalangan
sahabat tentang siapa pengganti pemimpin setelah Rasul, memicu pertikaian yang tidak bisa
dihindari. Semua terbungkus dalam isu-isu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang
pada persoalan keyakinan tentang tuhan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok
mereka sebagai pemegang “predikat kebenaran”.

Ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrem (berlebihan) dan
saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era para sahabat. Di antara kelompok
tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah. Pemikiran Qadariyah ini bercorak liberal, sedangkan
Jabariyah mempunyai corak pemikiran tradisional.

Munculnya corak pemikiran yang beragam dalam Islam disebabkan karena semakin
luasnya wilayah Islam ke Timur dan ke Barat. Umat Islam mulai bersentuhan dengan
keyakinan dan pemikiran dari ajaran-ajaran lain, terutama filsafat Yunani. Seperti diketahui
wilayah-wilayah yang bergabung dengan Islam, terutama di bagian Barat adalah wilayah-
wilayah yang pernah diduduki oleh bangsa Romawi(Yunani).

Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam
makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah dan

1
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an. 2004.
Jakarta: Litera AntarNusa, hal. 86.

iv
Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-
ajarannya secara umum.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Aliran Qodariyah dan Jabariyah?
2. Bagaimana Aliran Qodariyah dan Jabariyah muncul?
3. Bagaimana pokok pemikiran Aliran Qodariyah dan Jabariyah?

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Aliran Qodariyah dan Jabariyah.
2. Untuk mengetahui kemunculan Aliran Qodariyah dan Jabariyah.
3. Untuk mengetahui pokok pemikiran Aliran Qodariyah dan Jabariyah.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Pemikiran Islam

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam
mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakalim yaitu
ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau
ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan
memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah
teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan
perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.2
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat
bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis di luar persoalan
keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi
yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan
Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu
kemudian memunculkan berbagai macam aliran. Diantara-Nya yaitu Jabariyah dan Qadariyah.

2
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 1986. Jakarta: UI-Press, Cet ke-
5, hal.1

1
A. ALIRAN QODARIYAH

a. Pengertian dan Asal-usul Qodariyah


Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan dan
kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah
atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan berasal
dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan Allah.3 Dalam
istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will dan free act.4
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya. Seseorang dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal
dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.5
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang
berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.6
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetapi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi
yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan
Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.7
Menurut Ibnu Nabatah dalam bukunya syarh al-‘uyun, Ma’bad al-Juhani dan Ghailan
mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Iraq.8 Dan menurut al-Zahabi,
Ma’bad adalah seorang tabi’I yang baik, tetapi ia memasuki kawasan politik dan memihak
‘Abd al-Rahman Ibn Asy’as dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad mati

3
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 43
4
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 33
5
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.
6
AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. 2008. Banjarmasin: Antasari
Press, hal. 68.
7
Ibid,.
8
Ahmad Amin, Fajr Islam. 1965. Kairo: al-Nahdhah, hal. 255

2
terbunuh dalam tahun 80 H.9 Ia mati dibunuh oleh al-Hajjaj, seorang gubernur dari Bani
Umayyah yang terkenal kejam dan berdarah dingin.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa
paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh
Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.10
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang
politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaannya selalu
mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat
dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya
ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.11
Setelah kematian Ma’bad, Ghailan terus menyebarkan paham qadariyah di Damaskus,
tetapi ini tidak berjalan lancar karena mendapat tantangan dari khalifah ‘Umar Ibn ‘Abd al-
‘Aziz. Baru setelah kematian ‘Umar ia melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti pada
masa itu. Tapi akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam ‘Abd al-Malik. Sebelum
dilaksanakan hukuman tersebut diadakanlah debat antara Ghailan dan Awza’i yang langsung
dihadiri oleh Hisyam mengenai paham yang dibawa Ghailan.12
Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan
hambanya dan mereka berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap
makhluknya. Mereka berpendapat bahwa tidak ada takdir, mereka mengingkari iman dengan
qadha dan qadar. Mereka juga mengatakan bahwa Allah tidak menentukan dan tidak
mengetahui sebuah perkara sebelum terjadi, bahkan Allah baru mengetahui sebuah perkara
setelah terjadi.
Dalam kitab Al-Milal wa Al-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah di satukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas
oleh kalangan Mu’tazilah, sebab paham ini juga dijadikan salah satu doktrin Mu’tazilah.
Akibatnya, sebahagian orang juga menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua
aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan

9
Ibid,.
10
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.
11
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, 1996.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 74
12
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 34.

3
tindakan tanpa campur tangan Tuhan.13

B. Doktrin-Doktrin Qodariyah

Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah di satukan dengan


pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas.
Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan
Mu’tazilah sebab paham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang
menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa
manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.

a. Manusia Mempunyai Qudroh


Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah telah
menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang
dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, maka
beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak
boleh terjadi”.
Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia.
Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan. Qudrat Tuhan bersifat
abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah
sementara, berproses, bertambah dan berkurang, dapat hilang.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau
menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah
yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia
berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh
karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.

13
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, hal. 38.

4
b. Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Paham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang
umum di pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak
menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam paham Qadariyah,
takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak
azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah. Seseorang diberi ganjaran
baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka
kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan akhir Tuhan. Sungguh tidak
pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan
dan kemampuannya sendiri.14
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu
berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah
yang mampu membawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai
daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga
dapat tampil membuat sesuatu, dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat
dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang
di laut lepas. Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya
membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, di sinilah terlihat
semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak
sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia? siapa yang
membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, di mana batas akhir
kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.
Hampir semua paham-paham Qadariyah bertentangan dengan apa yang dipahami ahlu
al-sunnah wa al-jamaah. Adapun paham yang dikembangkan kaum qadariyah diantaranya
adalah:
1. Meletakkan posisi manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam tingkah laku dan
semua perbuatan, baik dan buruknya. Mereka meyakini bahwa manusia mempunyai

14
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 73.

5
kekuatan untuk menentukan nasibnya tanpa ada intervensi dari Allah Swt. Jadi manusia
mendapatkan surga dan neraka karena kehendak mereka sendiri bukan karena taqdir.
Paham ini merupakan ajaran terpenting dalam keyakinan qadariyah.15
2. Kaum qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa, dalam artian bahwa Allah tidak
memiliki sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat. Menurut mereka Allah
mengetahui semuanya dengan zat-Nya, dan Allah berkuasa dengan zat-Nya, serta hidup
dengan zat-Nya, bukan dengan sifat-sifat qadim-Nya tersebut. Mereka juga
mengatakan, kalau Allah punya sifat qadim tersebut, maka sama dengan mengatakan
bahwa Allah lebih dari satu.16
3. Takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam semesta sejak zaman
azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an disebut sunnatullah,17 seperti matahari terbit
dari timur, rotasi bumi dll. Tidak termasuk perbuatan dan tingkah laku manusia.
4. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Agama tidak
menyebabkan sesuatu menjadi baik karena diperintahkannya, dan tidak pula menjadi
buruk karena dilarangnya. Bahkan perintah atau larangan agama itu justru mengikuti
keadaan segala sesuatu, kalau sesuatu itu buruk, tentu saja agama melarangnya, begitu
sebaliknya.18

Sebenarnya dalam golongan Qadariyah sendiri ada perbedaan pendapat dan


pemahaman seputar masalah taqdir. Ada golongan qadariyah yang berpendapat bahwa
kebaikan berasal dari Allah Ta’ala, sedangkan keburukan berasal dari manusia itu sendiri.
Pemahaman ini sama dengan menganggap ada dua pencipta. Ada yang berpendapat bahwa
semua kebaikan dan keburukan penciptanya adalah pelakunya sendiri. Sebagian golongan
qadariyah lainnya menyebutkan bahwa setelah Allah menciptakan makhluk, lalu Allah
menciptakan kemampuan pada makhluk tersebut untuk berbuat sesuai kemauannya tanpa ada
pengaturan lagi dari Allah. Pemahaman ini berarti setelah Allah menciptakan alam semesta
Allah menganggur, hanya menonton kejadian yang terjadi di alam.
Karena pendapat dan pemahaman-pemahaman seperti inilah muncul celaan-celaan

15
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 44.
16
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, hal. 38.
17
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 44.
18
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 47

6
terhadap qadariyah. Sebagaimana Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata,
"Rasullah saw. bersabda, “Qadariyah adalah majusi ummat ini. Jika mereka sakti jangan
kalian jenguk dan jika mereka mati jangan kalian saksikan jenazahnya," (Hasan, Silsilah
Jaami' ash-Shaaghiir [4442]). Ibnu Abi 'Izz al-Hanafi dalam kitab al-Aqidah ath-Thahaawiyah
(hal.524) berkata, "Akan tetapi penyerupaan mereka dengan Majusi sangatlah nyata. Bahkan
keyakinan mereka lebih buruk dari majusi. Karena Majusi meyakini adanya dua pencipta
sedangkan qadariyah meyakini adanya banyak pencipta."
Dalam kitab Al Ibana al-Kubra Li Ibni Batha, disebutkan bahwa Imam Al- Au'zai
mengatakan :

‫القدرية خصماء هللا عز وجل في األرض‬


"Qadariyyah adalah musuh Allah di dunia"

Yang dimaksud musuh Allah di sini adalah musuh mengenai taqdir Allah, karena taqdir
Allah terdiri dari kebaikan dan keburukan. Demikian pula perbuatan manusia terdiri dari dua
macam yaitu baik dan buruk.
Dalam kitab As-Sunnah, Ibn Abi 'Ashim meriwayatkan dari Sa'ad bin Abd al-Jabbar,
katanya: "Saya mendengar Imam Malik bin Anas berkata: Pendapat saya tentang kelompok
Qadariyyah adalah, mereka itu disuruh bertaubat. Apabila tidak mau, mereka harus dihukum
mati".
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman seperti kelompok
Qadariyyah itu sesat dan menyesatkan. Karena itu kaum muslimin hendaklah berhati-hati
terhadap orang atau kelompok yang memiliki pendapat seperti mereka. Allah yang Maha
Suci, tidak mungkin kekuasaan-Nya ditembus oleh sesuatu tanpa kehendak-Nya. Memang
seorang hamba memiliki keinginan dan kehendak, akan tetapi semua itu tetap mengikut
kehendak dan keinginan Allah. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat, namun kebebasan
yang mengikuti kehendak dan keinginan yang memberi kebebasan yaitu Allah.

C. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Qodariyah

Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri. Ada
beberapa dalil al-Quran yang dijadikan landasan untuk mendukung paham-paham Qadariyah.
Dalil-dalil tersebut diantara-Nya:

7
b. Dalam surat Al-Kahfi ayat 29:

‫س َرا ِدقُ َه ْۗا َوا ِْن‬ َ ‫ار ۙا اَ َحا‬


ُ ‫ط ِب ِه ْم‬ ّٰ ‫ق ِم ْن َّر ِب ُك ْۗ ْم فَ َم ْن ش َۤا َء فَ ْليُؤْ ِم ْن َّو َم ْن ش َۤا َء فَ ْليَ ْكفُ ْۚ ْر اِنَّا اَ ْعتَ ْدنَا ِلل‬
ً َ‫ظ ِل ِم ْينَ ن‬ ُّ ‫﴿ َوقُ ِل ا ْل َح‬
)18:29/‫﴾ (الكهف‬٢٩ ‫س ۤا َءتْ ُم ْرتَفَقًا‬ َ ‫اب َو‬ ُ ْۗ ‫ْس الش ََّر‬ َ ‫ش ِوى ا ْل ُو ُج ْو ْۗ َه ِبئ‬ْ ‫ستَ ِغ ْيث ُ ْوا يُغَاث ُ ْوا ِب َم ۤاءٍ كَا ْل ُم ْه ِل َي‬
ْ ‫َّي‬

29. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka, siapa
yang menghendaki (beriman), hendaklah dia beriman dan siapa yang menghendaki (kufur),
biarlah dia kufur.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang-orang zalim
yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (dengan meminta
minum), mereka akan diberi air seperti (cairan) besi yang mendidih yang menghanguskan
wajah. (Itulah) seburuk-buruk minuman dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-
Kahf/18:29)

c. Qs. Ar-raad:11:

‫ّٰللاَ ََل يُغَ ِي ُر َما ِبقَ ْو ٍم َحتّٰى يُغَ ِي ُر ْوا َما ِبا َ ْنفُس ِِه ْۗ ْم‬ ُ َ‫﴿لَ ٗه ُمعَ ِق ٰبتٌ ِم ْۢ ْن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْل ِف ٖه يَحْ ف‬
ِ ّٰ ‫ظ ْونَ ٗه ِم ْن اَ ْم ِر‬
ّٰ َّ‫ّٰللا ْۗاِن‬
﴾١١ ‫س ۤ ْو ًءا َف ََل َم َر َّد َل ٗه َْۚو َما َل ُه ْم ِم ْن د ُْونِ ٖه ِم ْن َّوا ٍل‬ ّٰ ‫َواِذَا اَ َرا َد‬
ُ ‫ّٰللاُ ِب َق ْو ٍم‬

11. Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran


dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

d. Qs. An-Nisa’:111:
﴾١١١ ‫ع ِل ْي ًما َح ِك ْي ًما‬ ّٰ َ‫سبُ ٗه ع َٰلى نَ ْفس ِٖه ْۗ َوكَان‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ِ ‫ِب اِثْ ًما فَ ِانَّ َما يَ ْك‬
ْ ‫﴿و َم ْن يَّ ْكس‬
َ

111. Siapa yang berbuat dosa sesungguhnya dia mengerjakannya untuk merugikan
dirinya sendiri. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

e. Q.S. al-Fussilat: 40

8
‫علَ ْينَ ْۗا اَفَ َم ْن يُّ ْل ٰقى فِى النَّ ِار َخي ٌْر اَ َّم ْن يَّأْتِ ْي ٰا ِمنًا يَّ ْو َم ا ْل ِق ٰي َم ِة ْۗاِ ْع َملُ ْوا َما‬
َ َ‫﴿اِنَّ الَّ ِذ ْينَ يُ ْل ِحد ُْونَ فِ ْي ٰا ٰيتِنَا ََل يَ ْخفَ ْون‬
﴾٤٠ ‫شئْت ُ ْم ۙاِنَّ ٗه ِب َما تَ ْع َملُ ْونَ بَ ِصي ٌْر‬
ِ

40. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak


tersembunyi dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih
baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah
apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

f. Q.S. Ali Imran: 164

َ ‫علَي ِْه ْم ٰا ٰي ِت ٖه َويُ َز ِكي ِْه ْم َويُ َع ِل ُم ُه ُم ا ْل ِك ٰت‬


‫ب‬ َ ‫س ْو ًَل ِم ْن اَ ْنفُس ِِه ْم َيتْلُ ْوا‬ َ ‫ع َلى ا ْل ُمؤْ ِم ِن ْينَ اِ ْذ َب َع‬
ُ ‫ث ِفي ِْه ْم َر‬ ّٰ َّ‫﴿ َل َق ْد َمن‬
َ ُ‫ّٰللا‬
ْۚ
﴾١٦ ‫َوا ْل ِح ْك َمةَ َوا ِْن كَانُ ْوا ِم ْن قَ ْب ُل لَ ِف ْي ض َٰل ٍل ُّم ِبي ٍْن‬

164. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

D. ALIRAN JABARIYAH

1. Pengertian dan Asal-usul Jabariyah


Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam istilah
Inggrisnya paham ini disebut fatalism atau predestination19. Dalam kamus Jhon M. Echols,
pengertian fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya,

19
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 33.

9
sedangkan predestination adalah takdir.20 Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama
Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha
Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia
dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).21 Sehingga makna secara umum
adalah bahwa perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qodo dan Qadar Tuhan.
Dalam konteks pemikiran kalam, istilah jabariyah diartikan bahwa manusia makhluk
yang terpaksa di hadapan Tuhan.
Menurut Syahrastani, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba
secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya, manusia tidak
punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-
galanya.
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya
adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai
kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa
Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.22
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan
yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa
Bani Umayyah.23 Paham Jabariyah ini dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan pertama kali
oleh al-Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang mengembangkannya kemudian adalah Jahm Ibn Safwan
dari Khurasan.24 Jahm Ibn Safwan merupakan pendiri golongan Jahmiyah dalam kalangan
Murji’ah. Ia ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Jahm yang terdapat dalam
aliran jabariyah sama dengan Jahm yang mendirikan golongan al-Jahmiah dalam kalangan
Murji’ah sebagai sekretaris dari Syuraih ibn al-Harits, ia turut dalam gerakan melawan
kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan itu Jahm dapat ditangkap dan kemudian

20
Jhon M.Echols, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XXVIII. 2006. Jakarta: Gramedia, hal. 234 dan 443.
21
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 63.
22
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.
23
Tim, Enseklopedi Islam, Jabariyah. 1997. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet ke-4, hal. 239.
24
Adapun riwayat Jahm tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa dia
berasal dari Khurasan yang juga dikenal dengan tokoh murjiah, dan sebagai pemuka golongan Jahmiyah.
Karena kelerlibatanya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah, sehingga dia ditangkap.

10
dihukum mati di tahun 131 H25. Sepeninggalnya, faham jabariyah terbagi menjadi tiga firqoh
yaitu aliran Jabariyah Jahamiyah (ekstrim), Jabariyah Najjamiyah (moderat) dan Jabariyah
Dhirariyah.26
Selain dua tokoh tersebut, ada satu nama lagi yang cukup dikenal di kalangan Jabariyah,
yaitu al-Husein Ibn Mahmud al-Najjar, seorang tokoh dari golongan Jabariyah moderat. Paham
yang dibawa tokoh-tokoh Jabariyah ini adalah lawan ekstrim dari paham yang dianjurkan
Ma’bad dan Ghailan.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir
sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang
disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak
memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh
hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara.27
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang
diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya
mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabkan mereka kepada paham
fatalisme.28
Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh
Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh
yang mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-
Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan Bani Umayah. Sebenarnya faham al-
Jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh di atas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa
sejarah berikut ini:
a. Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir
tuhan. Nabi melarang mereka untuk mendebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir.29
b. Khalifah umar bin khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri.

25
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 35.
26
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. Ke-3. 2000. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal. 132.
27
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 64.
28
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.
29
Aziz Dahlan, Sejarah Pemikiran Perkembangan dalam Islam. 1987. Jakarta: Beunneubi Cipta. hal 27-29.

11
Ketika dientrogasi, pencuri itu berkata” tuhan telah menentukan aku mencuri”
mendengar ucapan itu, umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta
kepada tuhan. Oleh karena itu, umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri
itu. Pertama, hukuman potong tangan. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil
takdir tuhan.30
c. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa
dan pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi
dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali
menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Sekiranya
qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur
pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak
ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Pada pemerintahan Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-Jabar semakin
mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya memberikan reaksi
kertas kepada penduduk syria yang diduga berfaham jabariyah.
e. Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan bahwa
kemunculannya dilibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen bermazhab Yacobit.31

2. Tokoh dan Pemikiran Jabariyah


Sebelum membahas lebih jauh tentang pemuka dan doktrin Jabariyah, maka perlu
dipahami dengan seksama, jika terdapat beberapa penggolongan tentang aliran-aliran dalam
Islam, sebagaimana yang dikutip oleh Hanafi dalam bukunya as-Syihritsani. Penggolongan
tersebut sebagai berikut;
Sifat-sifat Tuhan dan peng-Esaan sifat. Perselisihan tentang pokok persoalan ini
menimbulkan aliran-aliran Asy-‘Ariyah, Karramiah, Mujassimah dan Mu’tazilah.
Qadar dan Keadilan Tuhan. Perselisihan tentang soal ini menimbulkan golongan-
golongan: Qodariah, Nijariah, Jabariyah
Sama’ dan Akal (maksudnya apakah kebaikan dan keburukan hanya diterima dari syara’
atau dapat diketemukan akal pikiran), keutamaan nabi dan imamah (khalifah). Persoalan ini
menimbulkan aliran: Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Karramah dan Asy’Ariyah.32

30
Ali Musthafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah. 1958. Kairo:t.t, hal. 15.
31
Sahiludin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali, hal. 133.
32
M. Hanafi, Theologi Islam. 1992. Jakarta:Pustaka Al-Husna, hal. 58.

12
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim
dan moderat. Diantara dokrin jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan
yang dipaksakan oleh dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu
bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha’ dan qadhar tuhan yang
menghendaki demikian.33
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a. Jahm bin shofwan, nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia
barasal dari Khurasan bertempat tinggal di kuffah.
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut ini;
1. Syurga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
2. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini pendapatnya
sama dengan aliran kaum Murji’ah.
3. Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat.34
4. Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, karena hal ini akan menjadikan Allah serupa
dengan makhluk.Pendapat ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh
Mu’tazilah.
5. Bid’ah jabr. yaitu pernyataan bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan dan
daya upaya sama sekali, bahkan semua kehendaknya muncul karena dipaksa oleh
Allah Swt.
6. Bid’ah irja’, yaitu bahwa iman cukup hanya dengan ma’rifat. barang siapa yang
inkar di lisan maka hal tersebut tidak membuatnya kafir sebab ilmu dan ma’rifat
tidak bisa lenyap karena ingkar, dan keimanan tidak berkurang dan semua hamba
setara dalam keimanannya serta iman dan kufur hanya dalam hati tidak dalam
perbuatan.35
b. Ja’ad bin Dirham. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang kristen yang senang
membicarakan tentang teologi. Ia adalah seorang maulana dari bani Hakam dan tinggal
di Damaskus. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu Khalid bin Abdullah El-
Qasri. Dokrin pokok Ja’ad secara umum sama dengan fikiran jahm Al-Ghuraby yang

33
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 286-287.
34
Taib Thakhir Abd. Mu’in, Ilmu Kalam, Cet. Ke- 8. 1980. Jakarta : Penerbit Wijaya, hal. 102.
35
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, hal. 35.

13
menjelaskan sebagai berikut;
1. Al-quran itu adalah mahluk, oleh karena itu dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak
dapat disifatkan kepada Allah.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat, dan mendengar.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun yang baik. Tetapi manusia
mempunyai bagian dalamnya. Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut;
a. An-Najjar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar, para pengiktnya
disebut An-Najariyyah atau Al-Husainiyah. Najjariyyah juga terbagi menjadi beberapa
kelompok kecil (Barghutsiyah, Za’faraniyah dan Mustadrikah), tetapi mereka tidak
berbeda dalam prinsip-prinsip pokok dalam aliran Jabariyah.36 Diantara pendapat-
pendapatnya adalah sebagai berikut;
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab
dalam teori Al-Asy’ry.37
2. Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat, akan tetapi ia menyatakan bahwa tuhan dapt
saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat
melihat tuhan.38
b. Adh-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan husein an-najjar, bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang
yang digerakkan dalang, manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya
dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Mengenai ru’yat tuhan
di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera
keenam.39

E. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Jabariyah

36
Ibid, 75.
37
Ibid, 89.
38
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 35.
39
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, hal. 78.

14
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran
sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham
Jabariyah, diantaranya:

a. QS ash-Shaffat: 96
﴾٩٦ َ‫ّٰللاُ َخلَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُ ْون‬
ّٰ ‫﴿و‬َ

96. Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.”

b. QS al-Anfal: 17

ّٰ َّ‫ّٰللاَ قَتَلَ ُه ْم َو َما َر َميْتَ اِ ْذ َر َميْتَ َو ٰل ِكن‬


َ ‫ّٰللاَ َرمٰ ْۚى َو ِليُ ْب ِل َي ا ْل ُمؤْ ِمنِ ْينَ ِم ْنهُ بَ َ َۤل ًء َح‬
‫سنً ْۗا‬ ّٰ َّ‫﴿فَلَ ْم تَ ْقتُلُ ْو ُه ْم َو ٰل ِكن‬
﴾١٧ ‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫س ِم ْي ٌع‬ ّٰ َّ‫اِن‬
َ َ‫ّٰللا‬

17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan
untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang
baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

c. Q.S. al-Insan: 30

َ َ‫ّٰللاَ كَان‬
﴾٣٠ ‫ع ِل ْي ًما َح ِك ْي ًما‬ ّٰ ‫﴿و َما تَش َۤا ُء ْونَ ا ََِّل اَ ْن يَّش َۤا َء‬
ّٰ َّ‫ّٰللاُ ْۗاِن‬ َ
30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

d. Q.S. al-An’am: 112

15
‫ف ا ْلقَ ْو ِل‬ ٍ ‫ض ُه ْم ا ِٰلى بَ ْع‬
َ ‫ض ُز ْخ ُر‬ ُ ‫اَل ْن ِس َوا ْل ِج ِن يُ ْو ِح ْي بَ ْع‬
ِ ْ َ‫ش ٰي ِط ْين‬
َ ‫عد ًُّوا‬ َ ٍ ‫﴿وك َٰذ ِلكَ َجعَ ْلنَا ِلك ُِل نَبِي‬ َ
﴾١١٢ َ‫غ ُر ْو ًرا َْۗولَ ْو ش َۤا َء َربُّكَ َما فَعَلُ ْوهُ فَذَ ْر ُه ْم َو َما يَ ْفتَ ُر ْون‬ ُ

112. Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-
syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak
mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia
agar tidak beriman kepada Nabi.

e. Q.S. al-Hadid: 22

﴾٢٢ ‫سي ٌْر‬


ِ َ‫ّٰللا ي‬ َ َ‫ب ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن نَّب َْراَ َها ْۗاِنَّ ٰذ ِلك‬
ِ ّٰ ‫علَى‬ ٍ ‫س ُك ْم ا ََِّل فِ ْي ِك ٰت‬
ِ ُ‫ض َو ََل فِ ْي اَ ْنف‬
ِ ‫اب ِم ْن ُّم ِص ْيبَ ٍة فِى ْاَلَ ْر‬
َ ‫ص‬َ َ‫﴿ َما ا‬

22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Setelah melihat ayat-ayat yang menjadi sandaran bagi kaum Qadariyah dan Jabariyah
di atas, maka tidak mengherankan kalau dua paham ini masih tetap berkembang dalam
kalangan umat Islam, walaupun pelopor-pelopor paham ini sudah tiada. Dalam sejarah teologi
Islam, selanjutnya paham Qadariyah dianut oleh kaum Mu’tazilah, sedangkan paham
jabariyah, dilanjutkan oleh Asy’ariyah.40
F. ANALISIS ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH

Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya
perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang
bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam

40
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 39

16
menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk
mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan
yang absolut?.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling
bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan
istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan
perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan
perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman
Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Berbeda dengan Jabariyah. Hal pertama yang akan menjadi fokus utama pembicaraan
adalah mengenai iktiqad Jabariyah tentang penyerahan totalitas dalam Qada dan Qadar kepada
Tuhan. Secara tidak langsung, dalam iktiqad ini mereka telah menuduh Allah. Seolah-olah
Dia itu jahat dan zalim kepada umat-Nya.
Akan tetapi keseimbangan dari analisis di atas, bahwa mempercayai takdir tidak identik
dengan mempercayai paham Jabariyah. Semuanya akan menjadi demikian itu hanya apabila
kita tidak memberikan peranan apa pun kepada manusia dalam menciptakan perilakunya
sendiri, yakni dengan menyerahkannya bulat-bulat kepada takdir. Padahal sungguh tak dapat
diterima apabila kita mengatakan bahwa Allah SWT melakukan segala sesuatu tanpa
perantaraan.
Qadha dan qadar tidak memiliki arti lain kecuali terbinanya sistem sebab akibat umum
atas dasar pengetahuan dan kehendak Ilahi. Di antara konsekuensi penerimaan teori kausal dan
kemestian terjadinya akibat pada saat adanya penyebab, serta keaslian hubungan antara
keduanya, ialah bahwa kita harus mengatakan bahwa nasib setiap yang telah terjadi berkaitan
dengan sebab-sebab yang mendahuluinya.
Dari makna ini, kita berani mengatakan bahwa ucapan yang menyebutkan bahwa
kepercayaan Jabariyah berasal dari kepercayaan kepada qadha dan qadar Ilahi, sungguh
merupakan puncak kebodohan. Oleh sebab itu, wajiblah kita menyanggah kepercayaan seperti
ini agar terlepas dari kesimpulan tersebut.
Pandangan sekilas tentang indikasi-indikasi paham Jabariah, merupakan refleksi dari
kehidupan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung, sengaja ataupun tidak
berpulang kepada tawakal atau kepasrahan kepada Tuhannya. Hal ini menimbulkan ketenangan
tersendiri setelah adanya usaha ataupun ikhtiar yang dilakukan oleh seorang hamba.

17
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham
tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai paham
rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas
dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran
dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum
Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang
berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan
dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham
Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan
perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak
peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham
Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang
sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah, semangat
investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan peranan (perbuatan)
manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai makhluk yang
merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Posisi
manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan
posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang
Jabariyah

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:


1. Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan
hambaNya dan berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap
makhlukNya.
2. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya, manusia tidak punya andil
sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-
galanya.
3. Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu rukun dari
enam rukun iman.
4. Agama kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullahi Saw: “Laa diina
liman laa ‘aqla lah”. Tetapi tidak semuanya yang bisa kita terima dengan akal, ada
beberapa hal yang harus kita terima dengan iman. Imam ‘Ali pernah berkata:
“Seandainya semua hal dalam agama ini bisa diakali, pastilah telapak khuf lebih utama
untuk disapu.”
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kita, terutama dalam memahami paham-paham
Qadariyah dan Jabariyah. Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika penulisan, dan lain lain. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih atas
kerjasama dan saran dari pembaca semua. Wassalam.

19
DAFTAR PUSTAKA

. AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam.


2008. Banjarmasin: Antasari Press.
Ahmad Amin, Fajr Islam. 1965. Kairo: al-Nahdhah.
Ali Musthafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah. 1958. Kairo:t.t.
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta.
Al-Qur’an In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq.
Aziz Dahlan, Sejarah Pemikiran Perkembangan dalam Islam. 1987. Jakarta:
Beunneubi Cipta.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 1986.
Jakarta: UI-Press, Cet ke-5.
Jhon M.Echols, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XXVIII. 2006. Jakarta: Gramedia.
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. Ke-3. 2000. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
M. Hanafi, Theologi Islam. 1992. Jakarta:Pustaka Al-Husna.
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari Mabahits fi
Ulum al-Qur'an. 2004. Jakarta: Litera AntarNusa.
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-
Kutub Ilmiah.
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2.
Sahiludin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali.
Taib Thakhir Abd. Mu’in, Ilmu Kalam, Cet. Ke- 8. 1980. Jakarta : Penerbit Wijaya.
Tim, Enseklopedi Islam, Jabariyah. 1997. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet ke-4.
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan
Pemikiran, 1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta).

20

Anda mungkin juga menyukai