Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH URGENSITAS STUDI AL-QUR’AN

DOSEN PENGAMPU:
MUHAMMAD NAZIB, M.Pd

MATA KULIAH:
PENDIDIKAN AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

DWI WAFI MULYO 19810229 MONICA NIDYA PUTRI 18810192


RIDWAN MAULANA 19810445 NUR AMANDA 19810416
RIAN INDRA GUNAWAN 2008010733 MEILY ANISA 19810378
MUHAMMAD DONNY 19810230
RAHMADIANSYAH
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-
BANJARI
FAKULTAS HUKUM
PROGAM STUDI S1 ILMU HUKUM
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang,

puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,

Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah

pendidikan al quran dengan judul urgensitas studi al-qur’an. Penyusunan makalah ini

semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga

dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan

makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih

terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh

kaerna itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para

pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat meharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat

diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat mengispirasi para pembaca

untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah- makalah

selanjutnya.

Banjarmasin, 9 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................2

1.1 Latar Belakang..............................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.........................................Error! Bookmark not defined.

1.4 Sistematika Penulisan...................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5

2.1 Sistem Pemungutan Pajak.............................................................................5

2.2 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia........................................................9

2.3 Dasar Hukum Pajak Indonesia....................................................................10

2.4 Jenis Asas Pemungutan Pajak Indonesia....................................................15

2.5 Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia..Error! Bookmark not defined.

BAB III PENUTUP.....................................................................................................23

3.1 Kesimpulan.................................................................................................23

3.2 Saran............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................iv

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umat islam pada saat ini berada dalam kondisi problematika Kita

telah menyadari bahwa saat ini umat islam masih berada dalam posisi

marginal(pinggiran) dan lemah dalam segala bidang kehidupan social

budaya, dan harus berhadapan dengan dunia modern yang serba maju dan

serba canggih.

Dalam posisi problematik, jika mereka hanya berpegang pada ajaran

islam hasil penafsiran terdahulu yang merupakan warisan doktriner turun-

temurun dan dianggapnya sebagai ajaran yang mapan, tidak ada

keberanian untuk melakukan pemikiran ulang berarti mereka mengalami

kemandegan intelektual yang pada akhirnya akan menghadapi masa depan

yang suram.

Melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional studi islam

diharapkan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan

keluar dari kondisi yang problematic tersebut.Dengan tetap berpegang

teguh pada sumber dasar ajaran islam yang asli dan murni yaitu Al-Quran

dan As-Sunah.

Pesatnya perkembangan dan ilmu pengetahuan telah membuka era

baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia, yang

dikenal dengan era globalisasi. Pada era ini ditandai dengan semakin dekat
2

nya jarak hubungan komunikasi antar manusia, jadi semacam ini

dibutuhkan aturan-aturan dan norma-norma. Masalah nya dari mana

aturan-aturan dan norma-norma tersebut diperoleh? Umat manusia dalam

sejarah dan peradaban memang telah berhasil menemukan aturan dan

norma tersebut berupa : agama, filsafat, serta ilmu pengetahuan dan

tekenologi.

Namun demikian agama telah ditinggalkan oleh perkembangan

filsafat,ilmu pengetahuan dan teknologi.Dalam sejarah kebudayaan dan

peradaban modern,agama dipandang tidak ada kaitannya bahkan tidak

mampu mengontrol dan mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi

modern.1

1.2 Rumusan Masalah


Dari perumusan masalah di atas, maka disusun tujuan sebagai berikut:

1. Pengertian al Quran?

2. Perbedaannya dengan wahyu yang lain (hadist nabi,hadist qudsi?

3. Fungsi dan peranan al Quran?

4. Bagaimana memahami al Quran secara tektual dan kontektuan?

1
Rosihon Anwar dkk,Pengantar Studi Islam,Pustaka Setia,Bandung,2009,hlm.26-28.
3

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika dalam makalah ini terdiri dari BAB I Pendahuluan,
BAB II Pembahasan, dan BAB III Penutup. Rincian sistematika
pembahasan sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan masalah,


dan sistematika pembahasan.
2. BAB II Pembahasan yang berisi dasar-dasar teori yang menjawab
rumusan masalah.
3. BAB III Penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan dan saran
dari kelompok kami.
4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian AL QUR’AN

Pengertian al-Quran. Secara etimologi, ada beberapa pendapat

tentang asal-usul kata al-Quran. Namun, secara garis besar bisa

dikelompokkan menjadi tiga:

(1) Kata al-Qur‘an adalah isim ‘alam (nama) yang digunakan untuk

menyebut kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Ia tak

ubahnya seperti: Taurat dan Injil yang digunakan untuk menyebut kitab

yang diberikan kepada Musa dan Isa. Menurut pendapat ini, al-Qur‘an

bukan turunan (musytaqq) dari kata apapun, melainkan isim murtajal,

yakni kata yang terbentuk seperti itu sejak semula. Pendapat ini

dikemukaan antara lain oleh Al-Syafi‘i (150-204 H/767-820 M).2

(2)Kata Al-Qur‘an berasal dari qarana yang berarti ―menghimpun

atau menggabung‖. Hal ini sesuai dengan sifat al-Qur‘an yang

menghimpun huruf, ayat, dan surat. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu

al-Hasan al-Asy‘ary (260-324 H/767-820 M). Pendapat yang hampir sama

dikemukakan oleh al-Farra (w. 207 H/823 M) yang mengatakan al-Qur‘an

berasal dari kata qara’in (jamak qarinah). Secara morfologis, kata qara’in

juga berasal dari qarana. Qara’in

2
Subhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ilmi li al-Malayin, 1977), hal. 18.
5

berarti pasangan, bukti, atau sesuatu yang menjelaskan. Dinamakan

demikian karena ayat-ayat al-Qur‘an bersifat saling berhubungan dan

saling menjelaskan satu dengan lainnya.3

(3) Kata Al-Qur‘an adalah bentuk masdar dari qara’a yang berarti

membaca‖. Qur’an merupakan masdar yang juga bermakna maf‘ul,

sehingga artinya bacaan. Bentuk ini sama dengan ghufran (ampunan) yang

merupakan masdar dari ghafara (mengampuni), atau rujhan yang

merupakan masdar dari rajaha. Pendapat ini disampaikan oleh Al-Lihyany

(w. 215 H/831 M) dan AlZajjaj (w. 311 H/928 M). Hanya saja, Al-Zajjaj

memilih ―mengumpulkan‖ sebagai makna qara’a. Meskipun begitu,

antara membaca dan mengumpulkan sesungguhnya memiliki kaitan

makna, karena membaca hakikatnya adalah mengumpulkan huruf dan kata

dalam ucapan, sehingga antara keduanya bisa berarti sama. Pendapat ini

juga didasarkan pada ayat al-Qur‘an yang berbunyi: Sesungguhnya

tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu

pandai) membacanya. Maka, apabila Kami selesai membacakannya,

ikutilah bacaannya itu. (al-Qiyamah: 17-18)4 Dari tiga pendapat tersebut,

tampak bahwa pendapat al-Lihyany lebih mendekati kebenaran. Apalagi di

dalam al-Qur‘an terdapat banyak kata quran yang hadir dengan pengertian

3
Jalaluddin al-Suyuthy, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Muassasatu al-Risalah Nasyirun,

2008), hal. 116.

4
al-Shalih, Mabahits., hal. 19
6

bacaan, seperti pada ayat berikut: Sesungguhnya al-Qur’an adalah bacaan

yang mulia. (al-Waqi’ah: 77) Dan Kami tidak mengajarkan syair (pantun)

kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu (sama sekali) tidaklah layak

baginya. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan dan bacaan yang

terang. (Yasin: 36)

Secara terminologi, al-Qur‘an memiliki beberapa definisi.

Banyaknya definisi al-Qur‘an tidak lepas dari sudut pandang ulama yang

menyusunnya atau kepentingan kajiannya. Meskipun demikian, definisi-

definisi itu memiliki esensi yang sama. Beberapa di antaranya:

(1) Al-Qur‘an ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw untuk melemahkan orang yang menentangnya sekalipun

hanya dengan surat terpendek, dan membacanya dianggap sebagai ibadah.5

(2) Al-Qur‘an ialah firman Allah yang berfungsi sebagai mu‘jizat,

diturunkan kepada penutup nabi dan rasul melalui perantara malaikat Jibril

As, ditulis dalam mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir,

membacanya dianggap ibadah, dimulai dengan surat al-Fatihah dan

ditutup dengan surat al-Nas.6

5
al-Suyuthy, al-Itqan, hal. 2

6
Muhammad ‗Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Dar al

Shabuni, 2003), hal. 7


7

(3) Al-Qur‘an ialah wahyu Allah yang diturunkan dari sisi Allah

kepada Rasul-Nya Muhammad bin Abdillah sang penutup para nabi, yang

dinukilkan secara mutawatir baik lafal maupun maknanya, dan merupakan

kitab samawi terakhir yang diturunkan.7

(4) Al-Qur‘an adalah: firman Allah Swt yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad Saw, yang tertulis dalam mushaf, diriwayatkan secara

mutawatir, embacanya bernilai ibadah, dan berfungsi sebagai mu‘jizat

meski hanya dengan satu surat darinya.8

Jika ditelaah, maka definisi-definisi di atas mengandung beberapa

elemen dasar yang membentuk pengertian al-Quran. Elemen dasar itu

adalah:9

Pertama, al-Qur‘an adalah wahyu atau kalam Allah. Dengan

demikian, sabda Rasulullah tidak termasuk al-Qur‘an, begitu juga Hadits

Qudsi.

Kedua, al-Qur‘an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Ini

berarti wahyu yang diturunkan kepada nabi dan rasul selain Muhammad

7
Afif ‗Abd al-Fattah Thabbarah, Ruh al-Din al-Islami (Beirut: Darul ‗Ilm lil-Malayin, t.t.), 18

8
Dr. Nuruddin ‗Atar, Ulum Al-Qur’an al-Karim (Damaskus: As-shabah, 1414 H/1993 M), hal.

20

9
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an I (Jakarta: Pustaka Firdaus), hal. 26-27.
8

Saw tidak bisa disebut al-Quran. Karena itu, kitab Taurat, Zabur dan Injil

tidak bisa dikatakan sebagai al-Qur‘an meskipun sama-sama wahyu dari

Allah Swt.

Ketiga, al-Qur‘an diturunkan dalam bahasa Arab. Ulama sepakat

bahwa yang disebut al-Qur‘an adalah yang tertera atau terucap dalam

bahasa Arab. Karena itu, tarjamah al-Qur‘an atau tafsir al-Qur‘an meski

dengan bahasa Arab tidak bisa disebut al-Quran.Berdasarkan penjelasan di

atas, maka definisi yang sederhana namun memuat elemen pokok

pengertian al-Qur‘an adalah: firman Allah Swt yang diwahyukan kepada

Nabi Muhammad Saw, yang tertulis dalam bahasa Arab, dan membacanya

bernilai ibadah. Sedangkan keterangan bahwa ia diriwayatkan secara

mutawatir, ditulis dalam mushaf, diawali surat al-Fatihah dan diakhiri

surat an-Nas, berfungsi sebagai mu‘jizat, dapat dianggap sebagai

penjelasan tambahan yang melengkapi definisi al-Quran.10

2.2 Perbedaannya dengan wahyu yang lain (hadist nabi,hadist qudsi?


Perbedaan al-Qur’an dan hadis Qudsi Ada beberapa perbedaan

antara al-Qur’an dengan hadis Qudsi, dan yang terpenting adalah sebagai

berikut.

1. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw.

Firman Allah: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang

Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)

10
Dr. H. Sahid HM, M.Ag, Ulumul Quran (Surabaya: Pustaka Idea, 2016), hal. 36
9

yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,

jika kamu orang-orang yang benar.(al-Baqarah:23).

2. Al-Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah Taala

berfirman.

3. Seluruh isi al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak.

Adapun hadis-hadis Qudsi kebanyakan adalah kabar ahad, sehingga

kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih, hasan, dan

daif.

4. Al-Qur’an dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadis Qudsi (masih

diperdebatkan oleh para ulama). Ada yang berpendapat maknanya dari Allah

dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis Qudsi ialah wahyu dalam makna,

tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis,

diperbolehkan meriwayatkan hadis Qudsi dengan maknanya saja.

5. untuk perbedaan Al-quran dengan hadist nabawi dapat dilihat dengan beberapa

analogi dibawah ini:

a. Al quran mukjizat Rasul sedangkan Hadist bukan mukjizat sekalipun Hadis

qudsi

b. Al quran terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan

orang-orang jahil (lihat Qs Al-hijr :9) sedangkan hadis tidak terpelihara

seperti Al-quran . Namun Hubungan keduanya tidak bisa dipisahkan antara

satu dengan yang lain . Maka terpeliharanya Al-Quran bearti pula

terpeliharanya juga Hadis

c. Al-Quran diriwayatkan seluruh secara mutawatir sedangkan hadis tidak

banyak diriwayatkan secara mutawatir . mayoritas Hadis diriwayatkan

secara Ahad .
10

d. Kebenaran ayat ayat Al-Quran bersifat qath'i al-wurud (pasti mutlak

kebenaran nya) dan kafir yang menginkarinya sedangkan hadis kebanyakan

bersifat zhanni al-wurud (relatif kebenaranya) kecuali yang mutawatir

2.3 Fungsi dan peranan al quran?

A. Fungsi Al-Qur‘an Dilihat dari Kedudukannya.

Selain dilihat dari nama-namanya, fungsi al-Qur‘an juga bisa dilihat

dari kedudukannya dalam konteks kesejarahan kitab suci. Sebagaimana

diketahui, Al-Qur‘an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah Swt

kepada nabi dan rasul-Nya. Ia diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw

yang merupakan penutup para nabi dan rasul. Tidak ada kitab suci lain

sesudahnya. Sebagai konsekuensi dari kitab suci terakhir, al-Qur‘an

mengemban misi yang lebih besar dibanding kitab-kitab suci sebelumnya.

Jangkauan misinya pun lebih luas. Kalau kitab suci sebelumnya ditujukan

untuk kaum tertentu dan masa yang terbatas, al-Qur‘an diturunkan bagi

seluruh manusia hingga akhir zaman. Hal itu karena Nabi Muhammad

yang membawanya adalah rasul untuk segenap umat manusia hingga akhir

masa. Selain itu, al-Qur‘an juga berperan sebagai sarana ibadah untuk

mendekatkan diri kepada Allah Swt melalui membacanya dan menangkap

pesan-pesan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, fungsi al-Qur‘an bagi

manusia dapat dirinci sebagai berikut:

1. Petunjuk bagi manusia

Fungsi pertama al-Qur‘an adalah sebagai petunjuk bagi manusia.

Seperti diketahui, fungsi utama sebuah kitab suci dalam agama dan
11

keyakinan apapun adalah menjadi pedoman bagi penganutnya. Begitu pula

al-Quran, menjadi pedoman bagi umat Islam. Meskipun begitu, al-Qur‘an

menyatakan bahwa ia bukan hanya menjadi petunjuk bagi kaum Muslimin,

tapi juga bagi umat manusia seluruhnya. Kemenyeluruhan misi al-Qur‘an

ini tidak lepas dari kemenyeluruhan misi Nabi Muhammad Saw yang

diutus untuk seluruh manusia. Hal ini ditegaskan Allah Swt dalam

beberapa firman-Nya yang di antaranya adalah sbb. : Dan Kami (Allah)

tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia

seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi

peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S. Saba: 28).

Di dalam al-Qur‘an memang ada dua versi penyebutan al-Qur‘an

sebagai petunjuk. Pertama, ia petunjuk bagi seluruh manusia. Kedua, ia

petunjuk bagi orang-orang yang beriman atau bertakwa. Ayat yang

menyatakan hal pertama di antaranya adalah:

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan

(permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-

penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang

bathil). (Q.S. al-Baqarah:185)

Sedangkan ayat yang menyatakan hal kedua di antaranya adalah:

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka

yang bertakwa. (Q.S. al-Baqarah: 2)


12

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk

menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar

gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (Q.S. al-Nahl: 89).

Dua versi pernyataan yang berbeda tersebut tidak berarti ada

pertentangan di dalam al-Quran. Perbedaan antara keduanya sesungguhnya

hanya pada batas pengertian petunjuk yang dimaksud oleh masing-masing

pernyataan. Para ulama tafsir mengatakan bahwa kata huda/hidayah

(petunjuk) memiliki dua pengertian, umum dan khusus. Dalam pengertian

umum, petunjuk berarti pedoman atau bimbingan bagi siapa saja menuju

jalan yang benar. Sedangkan dalam pengertian khusus, petunjuk berarti

taufik yang diberikan Allah kepada hambanya yang telah

menerima kebenaran. Yang pertama masih dalam tahap proses,

yang kedua sudah menjadi hasil. Yang pertama bisa dilakukan oleh siapa

saja termasuk manusia, yang kedua hanya Allah yang bisa melakukannya11

2. Penyempurna kitab-kitab suci sebelumnya

Al-Qur‘an juga berfungsi sebagai penyempurna kitab-kitab suci

sebelumnya. Fungsi ini hadir karena al-Qur‘an adalah kitab suci terakhir

yang diturunkan oleh Allah Swt kepada rasul dan nabi-Nya. Sebagai kitab

suci terakhir, al-Qur‘an membawa tugas menyempurnakan kitab-kitab suci

terdahulu

11
http://midad.com/article/195973
13

Pertama, al-Qur‘an membenarkan kitab-kitab suci yang diturunkan

sebelumnya. Al-Qur‘an hadir bukan untuk menyangkal adanya kitab-kitab

suci tersebut. Bahkan, dalam doktrin Islam, seorang Muslim diwajibkan

percaya adanya kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi

sebelum Muhammad, seperti yang terdapat pada ayat berikut: Dan (di

antara ciri orang yang bertakwa adalah) mereka yang beriman kepada

Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang

telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)

akhirat. (Q.S. al-Baqarah: 4).

Kedua, al-Qur‘an meluruskan hal-hal yang telah diselewengkan dari

ajaran kitab-kitab terdahulu. Hal ini karena kitab-kitab sebelum al-Quran,

dalam perjalanan sejarah, tidak bebas dari penyimpangan, perubahan,

pergantian, penambahan atau pengurangan, sehingga diperlukan upaya

pemurnian. Kitab suci terdahulu seperti Taurat, Zabur dan Injil yang ada

sekarang tidak bisa disebut asli atau sama dengan kitab yang diturunkan

kepada nabi-nabinya dahulu. Fenomena penyimpangan semacam ini telah

disinggung oleh al-Quran:

Di antara orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan (dalam

kitab suci) dari tempat-tempatnya. (Q.S. An-Nisa: 46)

Sesungguhnya diantara mereka (ahli kitab) ada segolongan yang

memutarmutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang

dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan

mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal
14

ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang

mereka mengetahui. (Q.S. Ali Imran: 78)

B. Peranan al Quran

1. Sebagai “Al Huda” (Petunjuk)

Alquran bisa dijadikan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang


bertakwa dan juga beriman. Tidak hanya itu, namun Alquran juga bisa
dijadikan sebagai petunjuk bagi manusia yang hidup di dunia.

2. Sebagai “Al Furqon” (Pemisah)

Alquran berperan juga sebagai pemisah antara mana yang haq


dan mana yang batil. Artinya, Alquran bisa dijadikan sebagai pembeda
antara mana yang benar dan mana yang salah. Dalam Alquran
dijelaskan mana yang buruk yang tidak boleh dilakukan dan mana hal
yang baik dan boleh dilakukan.

3. Sebagai “Asy Syifa” (Obat)

Alquran bisa dijadikan sebagai obat untuk penyakit mental dan


juga penyakit hati. Dalam hal ini, isi dari dalam Alquran seperti halnya
petunjuk di dalamnya sebaiknya diamalkan agar bisa memberikan
pencerahan bagi mereka yang menjalankannya.

4. Sebagai “Al Mau’izah” (Nasehat)

Alquran juga berperan sebagai nasehat yang di dalamnya


terdapat nasihat, pengajaran, peringatan mengenai kehidupan untuk
orang-orang yang beriman dan berjalan di jalan Allah. Adapun nasehat
yang terdapat di dalam Alquran bisanya memiliki kaitan dengan
15

peristiwa yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk manusia yang


hidup setelahnya.

1. Peran Alquran untuk Kehidupan Manusia

Hingga sekarang, Alquran masih terjaga keasliannya dan dibukukan

ke dalam bahasa Arab. Meski demikian, Alquran juga sudah diterjemahkan

ke dalam berbagai bahasa. Sebagai pedoman dalam menjalankan

kehidupan, Alquran memiliki peran yang cukup beragam bagi kehidupan

manusia, seperti yang berikut ini :

Menjelaskan masalah yang terjadi pada umat sebelumnya


Penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya Memantapkan iman

Islam Tuntutan dalam menjalankan kehidupan Dengan peran di atas,

Alquran bisa dijadikan sebagai pedoman agar umat bisa kembali ke jalan

yang benar dan jauh dari kegelapan.

2. Peran Alquran Sebagai Sumber Ilmu Berperan juga sebagai sumber ilmu
seperti yang berikut ini: :
 Ilmu hukum
 Ilmu sejarah Islam
 Ilmu tentang pendidikan agama Islam
 Ilmu Tauhid
 Ilmu Hukum
Alquran Dibagi Menjadi 30 Bagian Atau Yang Disebut Juga

Dengan Juz. Pedoman Bagi Umat Manusia Ini Terdiri Dari 114 Surah

Dengan Surah Pendek Serta Surah Panjang Di Dalamnya.


16

2.4 Bagaimana memahami al quran secara tektual dan kontektual?

Sebelum kita masuk kita harus mengerti apa itu DEFENISI

PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL

Dalam memahami suatu nash (teks), terutama nash al-Qur’an dan

hadits, ada dua pendekatan yang biasa dilakukan para ulama dalam

pemahaman, yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual.

Secara prinsip sifat al-Qur’an berbeda dengan hadits. Al-Qur’an

lafadz dan maknanya dari Allah, sedangkan Hadits, ada bagian yang

lafadznya dari Rasul dan maknanya dari Allah, itulah bagian tauqifi. Dan

ada pula yang murni bersumber dari ijtihad nabi, yang dikenal dengan

bagian taufiqi .Pada bagian ijtihadinya, sekiranya benar akan dikuatkan

oleh ayat, dan sekiranya kurang tepat akan dikoreksi pula oleh ayat.12

Secara praktis, pendekatan tekstual terhadap nash al-Qur’an ini

dilakukan dengan memberikan perhatian pada ketelitian redaksi dan

bingkai teks ayat-ayat Al-Qur’an.

Pendekatan ini banyak dipergunakan oleh ulama-ulama salaf dalam

menafsirkan Al-Qur’an dengan cara menukil hadits atau pendapat ulama

yang berkaitan dengan makna lafal yang sedang dikaji. 13 Secara etimologi,

kata kontekstual berasal dari kata benda bahasa Inggris yaitu context yang

diindonesiakan dengan kata ”konteks”, yang dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata ini setidaknya memiliki dua arti, 1) Bagian suatu uraian

12
Lihat: al-Qashabi Mahmud Zalath, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Dubai: Daar al-Qalam, 1987),
hlm 23
13
M.F.Zenrif, Sintesis paradigm Studi Al-Qur’an, (UIN- Malain Press, 2008), hlm. 51
17

atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, 2)

Situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. 14 Sehingga dapat

dipahami bahwa kontekstual adalah menarik suatu bagian atau situasi yang

ada kaitannya dengan suatu kata/kalimat sehingga dapat menambah dan

mendukung makna kata atau kalimat tersebut. Kata kunci yang sering kali

di gunakan dalam tafsir kontekstual adalah “akar kesejahteraan”. Istilah

kontekstual tampaknya diarahkan ke pernyataan tersebut. Konteks yang

dimaksud disini adalah situasi dan kondisi yang mengelilingi pembaca.

Jadi Kontekstual

Berarti hal-hal yang bersifat atau berkaitan dengan konteks

pembaca.Dalam kajian al-Qur’an, sebenarnya ada begitu banyak bentuk

siyaq atau konteks, yaitu:

1. Siyaq makani ,(yaitu konteks tempat dan posisi suatu ayat dalam

suatu surah. Sangat menetukan apa maksud makna suatu lafaz

memandang apa ayat sebelumnya (sibaq) dan apa pula ayat

setelahnya (lihaq). Termasuk juga konteks tempat ini posisi

kalimat dalam ayat. Suatu lafaz tidak dapat dipahami dengan tepat

jika terpisah dari kalimat dimana ia disebutkan.

2. Siyaq Zamani yaitu konteks masa dan zaman turunnya ayat.

Dalam kajian tafsir, dilihat apakah ayat tersebut ayat makkiyah

yang turun sebelum hijrah, atau ayat madaniyah yang turun

14
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 485 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,hlm. 485
18

setelah hijrah. Dikaji pula urutan turunnya surah dimana ayat itu

berada bukan hanya urutan surahnya berdasarkan tartib mushaf

3. Siyaq Maudhu'i yaitu konteks tema dan topik yang dibahas

sekumpulan ayat dalam suatu surah, dimana ayat tersebut ada di

dalamnya. Sebagai contoh, tema ayat seputar kisah qur’ani, atau

perumpamaan (amtsal), atau hukum – hukum fiqh, atau kisah

khusus tentang salah seorang figur nabi, atau hukum tertentu dari

hukum –hukum yang ada.

4.Siyaq Maqashidi yaitu konteks tujuan yang ingin disampaikan ayat

dalam hubungannya dengan maqashid syari’ah atau visi umum al-

Qur’an terhadap suatu permasalahan yang ingin dicari jalan

keluarnya.

5. Siyaq Tarikhi yaitu konteks sejarah baik yang sifatnya umum

ataupun khusus. Yang umum mencakup konteks peristiwa

bersejarah yang dikisahkan Al-Qur’an, atau ang sezaman dengan

masa turunnya wahyu. Sedangkan yang khusus mencakup asbab

nuzul.

6. Siyaq Lughawi yaitu mengkaji nash al-Qur’an dalam konteks

hubungan antar lafadz dalam suatu kaliamat dan hurf yang

digunakan untuk menghubungkan satu sama lainnya, dan dampak

yang ditimbulkannya terhadap makna yang lahir, baik secara

keseluruhan (kulli) maupun secara parsial (juz’i) Produk tafsir al-


19

Qur’an tidak dapat dipisahkan dari masa dan tempat dimana

seorang mufassir itu hidup. Kehidupan seseorang tidak lepas dari

kebutuhan. Dan segala problematika hidup pasti memiliki solusi

dalam al-Qur’an. Untuk itu, dibutuhkan pemahaman al-Qur’an

yang tidak sempit yang dapat menjelaskan pesan qur’ani terkait

permasalahan yang dihadapi.

Untuk itu, pemahaman al-Qur’an dan Hadits secara kontekstual

berdasarkan kebutuhan merupakan suatu kemutlakan, akan tetapi

pemahaman ini tetaplah harus sesuai dengan koridor dan batasan yang

telah ditetapkan. Intinya, tetap tidak dapat menabrak aturan yang sudah

ada.

Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dari al Qosim bin Abdir

Rohman, "Sesungguhnya seorang laki-laki mencuri dari Baitul Maal.

Kemudian Saad ibn Abi Waqqosh melaporkannya kepada Umar. Umar

menyatakan kepada Saad agar tidak memotong tangannya karena bagi

pencuri itu ada bagian dari harta Baitul Maal itu."

Imam Malik dan Syafi'i memandang bahwa apa yang dilakukan oleh

Umar adalah sebuah takhsish atas ayat al Qur'an yang masih muthlaq,

yang terdapat dalam lafadz sariq dan sariqah yaitu hukum potong tangan

dikecualikan atas orang-orang yang memiliki unsur hak atas harta yang

dicuri sehingga orang yang mencuri di Baitul Maal dan Tuannya tidak

dihukum potong tangan. Hal ini juga difatwakan oleh Nabi bahwa orang

yang memiliki bagian atas harta yang dicuri dia tidak dipotong tangannya.
20

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kita
sebagai umat muslim sangat berpegang teguh dengan pedoman kehidupan
kita yaitu AlQuran, sebagai petunjuk bagi manusia, penyempurna kitab-
kitab suci sebelumnya. Disebut sebagai firman Allah yang diturunkan
kepada rasul atau Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan
perantara Malaikat Jibril.
21

3.2 Saran
Setelah mempelajari dan menganalisa terhadap pengertian AlQuran
dan sebagainya, alquran merupakan kitabullah yang mencakup keilmuan
yang sangat tinggi sehingga masih banyak yang belum mampu
diungkapkan makna nya. Diharapkan kepada generasi yang akan datang
memiliki tekad yang kuat sehingga kajian mengenai kitab suci selalu ada
perkembangan yang membuktikan bahwa Aquran adalah solusi dari segala
aspek kehidupan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Afif ‗Abd al-Fattah Thabbarah, Ruh al-Din al-Islami. Beirut: Darul ‗Ilm lilMalayin,

t.t.

Jalaluddin al-Suyuthy, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muassasatu al-Risalah

Nasyirun, 2008.

Manna‘ al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah, tt.

Muhammad ‗Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Dar alShabuni,

2003.

Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an I. Jakarta: Pustaka Firdaus,

t.t.

Nuruddin ‗Atar, Dr., Ulum Al-Qur’an al-Karim. Damaskus: As-shabah, 1414

H/1993 M.

Sahid HM, Dr, M.Ag, Ulumul Quran. Surabaya: Pustaka Idea, 2016.

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/ihya/article/download/1734/pdf

https://www.google.com/url?q=https://media.neliti.com/media/publications/269116-

peran-nabi-dalam-proses-pewahyuan-studi-

c5929db2.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwi7sN2v3NL6AhUgyzgGHc6QD84Q6sMDegQ

IHxAB&usg=AOvVaw10mWVdRhkwRa0EYp56atdL

iv
https://www.gemarisalah.com/fungsi-dan-peranan-alquran/

Anda mungkin juga menyukai