Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Pemikiran kalam di
indonesia menurut para tokoh ( H.M rasyidi, Harun Nasution, Nur Cholis Majid ) ” dengan
lancar.
Adapun maksud penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Ilmu Kalam
yang dibimbing oleh ibu Dr. Yayuk Fauziyah, M. Pd. I.
Penulis menyadari atas keterbatasan yang penulis miliki, sehingga makalah ini masih
jauh dari sempurna. Jika dalam penulisan makalah terdapat berbagai kesalahan dan
kekurangan maka kepada para pembaca, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
koreksi-koreksi yang telah dilakukan.
Penulis mengharapkan bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah…............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.........................................................................................................13
B. Saran...................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang utuh, mengandung konsep yang menyeluruh terhadap
semua aspek kehidupan manusia dalam mencapai hakikat dan tujuan hidupnya.
Dorongan dan upaya untuk mengimplementasikan ajaran- ajaran Al-Quran yang
terkandung dalam Al-Quran dan hadis tidak dapat dilepaskan dari perkembangan politik,
sosial, budaya.
Sejarah mencatat bahwa diantara sekian banyak disiplin ilmu yang tumbuh dan
berkembang dalam islam yang melingkupi tiga aspek yaitu tauhid, fiqh dan tasawuf yang
menjadi polemik dikalangan para ulama yang menimbulkan berbagai aliran dalam islam.
Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang keesaan Allah, asma (nama- nama),
af’al (perbuatan- perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, jaiz, dan sifat wajib, mustahil,
jaiz bagi Rasullnya. Secara objektif ilmu kalam dan ilmu tauhid itu sama yang
membedakan yaitu argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan oleh penguatan logika.
Pemahaman dan penggalaman suatu ajaran yang berkembang dalam bidang keilmuan
islam tidak terlepas dari usaha pemikir-pemikir islam yang berkaitan erat dengan peran
dan fungsi keulamaan yang tumbuh dalam sejarah islam. 1
Banyak sekali tokoh- tokoh pemikiran islam dalam teologi kalam (teologi) di
indonesia seperti H. M. Rasyidi, Harun Nasution, Nurcholas Madjid, dan lainnya. Tokoh-
tokoh diatas memiliki peran aktif dalam meningkatkan kualitas dan pencerahan kajian
islam di indonesia yang menyumbangkan pemikirannya lewat buku-buku karangan
mereka yang dengannya kita dapat mengetahui pandangan-pandangan mereka mengenai
aspek– aspek agama islam.
B. Rumusan Masalah
1
http://jenudin22.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ilmu-kalam-di-indonesia.html?m=1 /, pada tanggal 27 Mei
2019 pukul 13:40.
3
BAB II
PEMBAHASAN
H. M. Rasyidi adalah salah satu tokoh umat islam yang memiliki kepedulian
dengan kehidupan umat islam terutama akibat pendangkalan iman akibat
pengaruh aliran kebatinan maupun kristenisasi. H.M.Rasyidi lahir di kotagede,
Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H. Wafat 30 Januari 2001.
Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi murid Ahmad Syurkati,
pemimpin Al- iryad, sebelum lulus dari pelajaranya Saridi diberi nama baru oleh
Ahmad Syurkati sebagai “Muhamamad Rasjidi”. Namun nama baru tersebut resmi
dipakai oleh Saridi pasca menunaikan ibadah haji beberapa tahun kemudian.2
2
http://susiyanto.wordpres.com/2009/03/17/prof-dr-h-m-rasjidi-garda-depan-muslim-indonesia, pada tanggal
27 Mei 2019 pukul 13:40.
3
Anwar Rohison,Rozak Abdul, ilmu kalam,cet 3,(Bandung: CV Pustaka,2010), hlm 278
4
Hasjim sebagai menteri agama pada kabinet sebelumnya, yaitu Kabinet
presidensil I yang berusia cukup singkat (2 September 1945 -14 November 1945 )
di bawah pemarintahan Presiden Soekarno.
4
http://jenudin22.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ilmu-kalam-di-indonesia.html?m=1 /, pada tanggal 27 Mei
2019 pukul 13:40.
5
Nurcholis Majid,Kaki langit Peradaban Islam, Paramadina, jakarta, 1997, hlm. 61.
6
Anwar Rohison,Rozak Abdul, ilmu kalam,cet 3,(Bandung: CV Pustaka,2010),hlm 279
5
Salah satu tema ilmu Kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah
Islam sekarang, khususnya Indonesia. Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan
perbedaan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah akan melemahkan iman para
mahasiswa.
Memang tidak ada agama yang mengagunngkan akal kecuali islam,tetapi
dengan menggambarkan akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu
membuat nilai yang dipikirkan manusia bersifat absolut - universal berarti
meremehkan ayat Al- Quran Seperti, Wallahu ya’lamu wa antum la ta’lamu
( Dan Allah- lah yang Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.”(Q.S. Al – Baqarah (2) :232).7
Rasyidi menegaskan pada saat ini, di Barat akal dirasakan tidak lagi mampu
mengetahui man yang baik dan mana yang buruk. Buktinya adalah kemunculan
Eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Rasyidi juga
mengakui bahwa soal- soal yang yang pernah diperbincangkan pada dua belas
abad yang lalu, memang masih ada yang relevan pada masa sekarang, tetapi ada
pula yang tidak relevan dengan masa sekarang. 8
c. Hakikat Iman
7
Ibid, hal 279-280
8
Ibid, hal 280
6
Bersatunya manusia dengan Tuhanya bukan merupakan aspek yang mudah
dicapai oleh karena itu yang lebih penting dari penyatuan adalah kepercayaan,
ibadah,dan kemasyarakatan.9
9
Ibid
10
Ibid, hal 281
11
Mustopa, mazhab- mazhab ilmu kalam,(Cirebon: nurjati IAIN publiser,2010)
7
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (1974).
Teologi Islam : Aliran- Aliran, Sejarah, Analisa, dan perbandingan (1977).
Falsafah Agama (1978).
Falsafah dan Mistisme dalam Islam (1978).
Pembaharuan dalam islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1978)
Akal dan wahyu dalam islam (1980).
Muhammad Abduh dan teologi Rasional Mu’tazilah (1987).
Islam Rasional (1995).12
a. Peranan Akal
Harun nasution memilih wilayah kajian tentang akal dalam sistem teologi
Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas McGill,
Montreal, kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu ajaran
islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian, “ akal
melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai
kesanggupan untuk menaklukan kekuatan mahluk lain sekitarnya. Bertambah
tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan
makhluk lain.13
Menurut Harun Nasution, bahwa dalam ajaran islam, akal diberikan
kedudukan tinggi dan banyak dipakai. Jangkauan akal bukan hanya dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam
perkembangan ajaran-ajaran keagamaan islam sendiri. Pemakaian akal dalam
islam diperhatikan al-Quran sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada
penulis-penulis, baik di kalangan islam sendiri maupun di kalangan non islam,
yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional14
b. Pembaharuan Teologi
12
Harun Nasution, akal dan wahyu dalam islam,(Jakarta: UI Press,1986)
13
Anwar Rohison,Rozak Abdul, ilmu kalam,cet 3,(Bandung: CV Pustaka,2010), hlm 282
14
Harun Nasution, akal dan wahyu dalam islam,(Jakarta: UI Press,1980) hlm, 101.
8
Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama.
Dalam Islam, teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum, pemikiran
Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus
mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah. Namun bukan berarti
menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-Qur’an hanya memuat
sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup
bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur.
Menurutnya, di dalam Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al
dalalah dan zhanniy al-dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah
jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah
kandungan di dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas sehingga menimbulkan
interpretasi yang berlainan. Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang
semua hal tersebut. Dalam hal ini, keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan
dengan kerelatifan akal. 15
Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat islam, menurut Harun
Nasution, umat islam hendaklah merubah teologi mereka menuju teologi yang
berwatak, rasional serta mandiri. Tidak heran jika teori moderenisasi ini
selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah islam klasik sendiri yakni
teologi Mu’tazilah.16
Hubungan akal dan wahyu menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal
memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Orang
15
http://jenudin22.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ilmu-kalam-di-indonesia.html?m=1 /, pada tanggal 27 Mei
2019 pukul 13:40.
16
Anwar Rohison,Rozak Abdul, ilmu kalam,cet 3,(Bandung: CV Pustaka,2010), hlm 282-283
9
yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-
galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua pemasalahan keagamaan.
Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.
Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan
kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang dipertentangkan
dalam sejarah pemikiran islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu, tetapi
penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu
juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama
tertentu dengan akal ulama lain.17
10
Cak Nur meyakinkan bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika
menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang, akan bertanggung jawab atas
apa yang ia lakukan dan kebebasan memilih adalah konsep yang logis. Manusia
akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang dilakukan dengan yakin.
Apa yang di yakini, itulah yang dipertanggung jawabkan, maka pahala ataupun
dosa akan menjadi benar-benar imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.18
Pemikiran Cak Nur tentang pluralisme sama sekali berbeda jauh dengan
definisi pluralisme yang dipahami dan di haramkan oleh MUI. “pluralisme
(agama): paham bahwa semua agama sama dan kebenaran setiap agama adalah
relative. Setiap pemeluk agama boleh mengklaim hanya agamanya yang benar dan
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
Dalam pandangan Cak Nur, ada tiga sikap keagamaan : pertama, Sikap
ekslusif. Yakni sikap keagamaan yang tertutup dan memandang bahwa
keselamatan hanya ada pada agama dan teologinya. Bagi Kristen keselamatan
hanya ada dalam gereja atau tidak ada diluar gereja.
Kedua, Sikap Inklusif. Yaitu sikap keagamaan yang membedakan antara
kehadiran penyelamatan dan aktifitas Tuhan dalam ajaran-ajaran agama-agama
lain, dengan penyelamatan dan aktifitas Tuhan hanya ada pada satu agama
(Kristen). Dalam islam sikap dan pandangan-pandangan seperti ini dikembangkan
oleh ibn. Taymiyah.
Ketiga, sikap Paralelisme. Yaitu sikap keagamaan yang memandang bahwa
keselamatan ada pada semua agama. Pengembangan sikap keagamaan ini melihat
semua agama yang ada di dunia ini, prinsipnya sama. Semua agama dengan
ekspresi teologi keimanan dan ibadahnya yang beragama.
Pluralisme Cak Nur berdiri tegak atas fundamen ajaran dan nilai etis al-Qur’an
seutuhnya. Teologi ini berangkat dari kesadaran kemajemukan secara social
budaya-religio yang tidak mungkin ditolak. Inilah yang oleh Cak Nur disebut
11
pluralisme, yaitu system nilai yang memandang secara positif-optimis dan
menerimanya sebagai pangkal tolak untuk melakukan upaya kontuktif dalam
bingkai karya-karya kemanusiiaan yang membawa kebaikan dan kemaslahatan.19
Pluralisme Cak Nur berdiri tegak atas fundamen ajaran dan nilai etis al-quran
seutuhnya. Teologi ini berangkat dari kesadaran kemajemukan atau pluralitas umat
manusia yang merupakan kenyataan yang telah menjadi kehendak Tuhan.
Menurut Cak Nur pluralisme yaitu system nilai yang memandang secara
positif-optimis dan menerimanya sebagai pangkal tolak untuk melakukan upaya
konstruktif dalam bingkai karya-karya kemanusian yang membawa kebaikan dan
kemaslahatan. 21
BAB III
19
Ibid
20
Ibid
21
Ibid
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa peran para cendikiawan muslim
dalam ilmu kalam di Indonesia adalah sebagai berikut: H.M. Rasyidi secara garis besar
yaitu tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi,tema-tema ilmu kalam, hakikat iman.
Pemikiran Harun Nasution dalam beberapa karya intelektualnya yaitu islam ditinjau
dari beberapa aspek (1974), teologi islam : aliran-aliran, sejarah, analisa, dan
perbandingan (1977), falsafat agama (1978), falsafat dan mistisme dalam islam (1978),
pembaharuan dlam islam: sejarah pemikiran dan gerakan (1978), akal dan wahyu dalam
islam (1980), Muhammad Abduh dan Teologi rasional Mu’tazilah (1978), islam rasional
(1995). Sedangkan konsep Harun Nasution meliputi peranan akal, pembaharuan teologi,
hubungan wahyu dan akal.
Pemikiran dan ide Nurcholis Madjid dalam ilmu kalam meliputi pluralisme dan sikap
keagamaan, prinsip-prinsip dan landasan plulisme, Pangkal tolak teologi pluralisasi,
Modernisasi, sekularisasi, dan desakralisasi.
Semoga dengan kita mengenal tokoh-tokoh pemikir muslim di Indonesia dari segi
biografi, latar belakang pendidikan, pemikiran kalamnya dan kritikan orang lain terhadap
pemikiran kalam lainnya dapat memberikan kita inspirasi untuk memperdalam kajian
ilmu kalam. Amin
B. Saran
Demikian pemahasan makalah yang penulis uraikan. Saran dan Kritik yang membangun
sangat penulis harapkan demi terciptanya pengetahuan-pengetahuan baru khususnya
mengenai ilmu kalam. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
13
http://jenudin22.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ilmu-kalam-di-indonesia.html?m=1
http://susiyanto.wordpres.com/2009/03/17/prof-dr-h-m-rasjidi-garda-depan-muslim-
indonesia
Nurcholis Majid,Kaki langit Peradaban Islam, Paramadina, jakarta, 1997, hlm. 61.
14