Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL SKRIPSI

KONSEP MERDEKA BELAJAR DITINJAU DARI PERSPEKTIF


PENDIDIKAN KARAKTER THOMAS LICKONA

OLEH
MOCHAMMAD RIZKY
NPM. 17.20710.00012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020
PROPOSAL SKRIPSI

KONSEP MERDEKA BELAJAR DITINJAU DARI PERSPEKTIF


PENDIDIKAN KARAKTER THOMAS LICKONA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana


strata satu (S-1) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

OLEH
MOCHAMMAD RIZKY
NPM. 17.20710.00012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020
BERITA ACARA
MUNAQOSAH PROPOSAL SKRIPSI

Panitia ujian proposal skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
telah mengadakan sidang munaqosah proposal skripsi pada :

Hari : Kamis
Tanggal : 23 Juli 2020
Tempat : Kampus 1 UMSIDA JL. Mojopahit 666 B Sidoarjo

MEMUTUSKAN

Nama : Mochammad Rizky


NPM : 17.2071.000012
Semester : 6 (Enam)
Judul Proposal Skripsi : Konsep Merdeka Belajar ditinjau dari Perspektif Pendidikan
Karakter Thomas Lickona

Dinyatakan : Lulus/Tidak Lulus*, untuk melanjutkan dalam penulisan skripsi.

Sidoarjo, 23 Juli 2020

Penguji I Penguji II

(Dr. Nyong ETIS, M.Fil.L.) (Dr. Isa Anshori, Drs., M.Si.)

*) Coret salah satu


PROPOSAL SKRIPSI

Konsep Merdeka Belajar ditinjau dari Perspektif Pendidikan


Karakter Thomas Lickona

Nama : Mochammad Rizky


NPM : 17.2071.000012
Fakultas : Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Diterima dan disetujui


Pada tanggal, 30 Juli 2020

Ketua prodi

Anita Puji Astutik, S. Ag. M. Pd.I


LEMBAR PERSETUJUAN
MUNAQOSYAH PROPOSAL SKRIPSI

Setelah membaca, meneliti, mengoreksi dan memberi bimbingan serta saran maka kami
selaku pembimbing bahwa proposal skripsi saudara :

Nama : Mochammad Rizky

NIM 172071000012

Prodi : Pendidikan Agama Islam

Semester 6

Judul : Konsep Merdeka Belajar ditinjau dari Perspektif Pendidikan Karakter


Thomas Lickona

Telah memenuhi syarat dan dapat mengikuti munaqosyah proposal skripsi.

Sidoarjo, 5 Juli 2020


Pembimbing

(Dr. Nyong E.T.I.S., M.Fil.I)


A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang indah, bisa kita lihat
sendiri dari keadaan geografisnya, negara ini memiliki beraneka ragam baik
bahasa, suku, serta budaya.1 Namun tampaknya pendidikan budi pekerti yang
menyangkut karakter seseorang di Indonesia masih bisa dibilang lemah. Tidak
sedikit orang yang sudah melakukan berbagai cara untuk mengobati masalah
tersebut.2
Pada kenyataanya masih banyak masalah yang dihadapi bangsa ini,
seperti perkelahian antar pelajar, bullying, banyaknya koruptor, perampasan,
narkotika, pergaulan bebas, pemerkosaan, kejahatan seksual, pembunuhan
bahkan sampai ada yang dimutilasi serta berbagai masalah lainnya yang bisa
merubah keindahan bangsa Indonesia menjadi sirna.3
Permasalahan tersebut seperti tidak dapat kita pungkiri, sebab dalam
kehidupan itu pasti ada suatu problematika yang kita hadapi. Akan tetapi,
permasaahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini memang harus
segera ditangani karena permasalahan tersebut menunjuhkan bahwa Indonesia
sedang mengalami krisis moral yang sangat mengkhawatirkan. 4 Pendidikan
adalah salah satu media yang dipercaya menjadi solusi yang ampuh dalam
menjadikan manusia untuk mencapai kesehjahteraannya.5
Berkualitasnya sebuah pendidikan juga bisa menggambarkan sebuah
tatanan kehidupan masyarakat yang modern dan berkembang. Bahkan
pendidikan bisa menghasilkan sebuah hal-hal yang kreatif, inovatif dalam
menjalankan perkembangan zaman. Pendidikan adalah salah satu elemen
penting dalam kehidupan untuk mewujudkan impian atau cita-cita manusia.6

1
Edo Dwi Cahyo, “Pendidikan Karakter guna Menanggulangi Dekadensi Moral yang Terjadi
2
pada Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9, No. 1 (Januari, 2017), 16.
Sutiyono, “Penerapan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Pembentukan Karakter Siswa di
Sekolah”, Jurnal pendidikan Karakter, No. 3 (Oktober, 2013), 309.
3
Cahyo, “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral yang Terjadi pada
Siswa Sekolah Dasar”, 16.
4
Ibid.
5
Siti Magfiroh, “Konsep Merdeka belajar Perspektif Aliran Progrevisme John Dewey”,
Jurnal studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1 (Maret, 2020), 141.
6
Ibid.

1
Oleh karena itu pendidikan secara terus menerus dibangun dan
dikembangkan agar menghasilkan generasi yang bisa diharapkan. Terkait
dengan pendidikan ini, pemerintahan sendiri sudah memberikan perhatian
sejak zaman Orde Lama hingga saat ini. Pemerintahan terus menerus
melakukan perbaikan disektor pendidikan dengan cara merubah kebijakan-
kebijakan yang diyakini kurang efektif dalam memperbaiki permasalahan
moral pada manusia. Hal tersebut dilakukakan tidak lain karena ingin
mengurangi beban permasalahan moral di bangsa ini. Terbukti dengan
beberapa kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam sektor
pendidikan. Dimulai dari adanya suatu program wajib belajar, memberikan
bantuan pendidikan kepada masyarakat yang tidak mampu, serta berbagai
program lainya dalam membuat pendidikan bangsa ini menjadi meningkat.7
Salah satu gebrakan kebijakan dalam sektor pendidikan yang sedang
dilakukan oleh Kemendikbud saat ini adalah program “Merdeka Belajar”.
Nadiem Makarim selaku Menteri pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud)
saat ini membuat program Merdeka Belajar yang bertujuan untuk menciptakan
kebahagiaan pada proses pendidikan bagi peserta didik serta pendidik.8
Merdeka belajar adalah kebijakan baru yang dicetuskan oleh Bapak
menteri yang tergabung dalam kabinet Indonesia maju Nadiem Anwar
Makarim. Merdeka belajar terlahir dari banyaknya problem yang ada dalam
pendidikan, terutama yang terfokus pada pelaku atau pemberdayaan
manusianya.9
Secara keseluruhan, program Merdeka Belajar yang dirancang oleh
Kemendikbud saat ini yaitu Nadiem Makarim, mempunyai empat poin penting
yakni penggantian format ujian nasional (UN) yang dirubah dengan sistem
penilaian kompetensi minimum serta survei karakter, mengembalikan hak
USBN (Ujian Sekolah Berstandart Nasional) ke sekolah, merubah metode

7
Ibid., 142.
8
Bay, Merdeka Belajar Menuju Pendidikan Ideal, (https://m.mediaindonesia.com, diakses 18
Juni 2020), 1.
9
Siti Baro’ah, ”Kebijakan Merdeka Belajar sebagai Strategi peningkatan Mutu Pendidikan”,
Jurnal Tawadhu, Vol. 4, No. 1 (2020), 1068.
pengerjaan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) hanya 1 lembar serta
bertambahnya kuota pada jalur prestasi dalam penerimaan peserta didik baru
(PPDB) menjadi 30% yang tadinya hanya 15%.10
Program Merdeka Belajar yang hangat dibicarakan di ruang publik ini
dikeluarkan karena banyaknya keluhan di sistem pendidikan. Salah satu
keluhan tentang banyaknya peserta didik yang diharuskan mempunyai nilai-
nilai tertentu, bahkan pendidik dituntut untuk mencapai target-target tujuan
yang harus dicapai.11 Hal itu bisa membuat peserta didik dan pendidik merasa
mempunyai beban untuk mendapatkan nilai atau target tujuan yang dipatok
oleh sistem pendidikan tersebut. Seperti yang terjadi pada kebijakan
pemerintah pada tahun 2007 tentang batasan kelulusan yang dicapai, dimana
aturan tersebut mengharuskan peserta didik yang mengikuti ujian nasional
harus mempunyai nilai rata-rata 5,25 untuk seluruh mata pelajaran bila ingin
dinyatakan lulus.12
Memang kebijakan tersebut bisa meningkatkan kualitas pendidikan
yang ada di Indonesia agar lebih baik lagi, namun di sisi lain dari kebijakan
pada tahun 2007 tersebut, banyak peserta didik yang menjadi korban karena
tidak mampu memenuhi nilai minimal ujian nasional, yang akhirnya peserta
didik tersebut dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang satu tahun
lamanya.13
Hal tersebut bisa mempengaruhi mental peserta didik yang dipastikan
tidak lulus tersebut menjadi melemah, kehilangan semangat dalam belajar,
mungkin juga peserta didik memilih tidak melanjutkan pendidikanya tersebut.
Oleh karena itu program Merdeka Belajar dikeluarkan agar pendidikan tidak
lagi membuat peserta didik menjadi susah dengan standar nilai yang terlihat
memaksa serta meringankan beban pendidik dalam menempuh target-target
yang harus dicapai.14

10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ikwan Efendi, Mengarahkan kembali Hakikat merdeka Belajar Menuju Indonesia Maju dan
Berkarakter, ( https://www.timesindonesia.co.id, diakes tanggal 18 Juni 2020).
13
Ibid.
14
Ibid.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Siti Baro’ah dalam jurnalnya
yang berjudul “Kebijakan Merdeka Belajar sebagai strategi Peningkatan mutu
pendidikan. Beliau mengatakan bahwa mutu dalam dunia pendidikan
merupakan suatu hal yang membedakan antara baik dan yang sebaliknya.
Sehingga jelaslah bahwasannya mutu merupakan masalah pokok yang akan
menjamin suatu lembaga pendidikan dalam meraih status di tengah-tengah
persaingan dunia pendidikan. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan
yang diharapkan mampu memperdayakan peserta didik menjadi manusia yang
cerdas, manusia berilmu dan berpengetahuan, serta manusia terdidik.15
Oleh karena itu pendidikan yang bermutu merupakan suatu keharusan
yang harus dibenahi oleh seluruh institusi pendidikan. Pemerintah juga
memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, tidak
hanya sekedar menjadi pihak yang berwenang menyalurkan dana, akan tetapi
pemerintah juga berwenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan peningkatan mutu. Sepertihalnya gebrakan baru mengenai
merdeka belajar yang diharapkan akan memberikan kontribusi lebih terhadap
pengembangan sumber daya manusia, karena sumber daya manusia yang
berkualitas merupakan aset dan potensi bangsa yang sangat penting untuk
mengisi pembangunan di berbagai bidang.16
Konsep Merdeka Belajar ini menjelaskan pada kita, bahwa salah satu
cara untuk memajukan bangsa yaitu dengan cara mengembangkan
pendidikannya. Maka dari itu seorang pendidik dalam program Merdeka
Belajar memegang peranan penting di sekolah untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik. Peran pendidik juga bukan sekedar menjadi
seorang yang hanya menyampaikan pelajaranya (Transfer of Knowledge),
namun dalam program ini pendidik juga dituntut untuk menyampaikan
pelajaran beserta nilai yang terkandung dalam pelajaran tersebut.17

15
Siti Baro’ah, ”Kebijakan Merdeka Belajar sebagai Strategi peningkatan Mutu Pendidikan”,
Jurnal Tawadhu, Vol. 4, No. 1 (2020), 1072.
16
Ibid. 1073
17
Ikwan Efendi, Mengarahkan kembali Hakikat merdeka Belajar Menuju Indonesia Maju dan
Berkarakter, ( https://www.timesindonesia.co.id, diakes tanggal 18 Juni 2020).
Sebagai contoh pendidik bukan sekedar memberikan motivasi lewat
kata-kata, akan tetapi harus juga memberikan suatu kreasi dalam bentuk yang
jelas. Pendidik bukan hanya menjelaskan tentang materi perilaku akhlak,
namun pendidik juga harus menjadi pedoman bagi peserta didiknya. Perilaku
tersebut dilakukan agar membuat peserta didiknya memberikan respon postitif
sebagai teladan baginya.18
Oleh karena itu, dasar perkembangan pendidikan juga menyangkut
pengembagan potensi pendidik, karena tidak mungkin bagi pendidik untuk
melaksanakan perubahan, melakukan inovasi pembelajaran serta membentuk
peserta didik untuk lebih kritis jika pendidikan masih belum memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perubahan yang ada pada dirinya. Selain itu,
kemampuan akademik yang dimiliki perlu dikembangkan oleh pendidik dalam
menjadi teladan (uswatun khasanah). Harapannya dari seluruh jenjang
pendidikan memiliki kemampuan untuk melahirkan penerus kehidupan bangsa
yang memiliki pemikiran kritis secara intelektual dan mampu mempunyai
keterampilan atau karakter yang baik.19
Akan tetapi kita harus menggarisbawahi tentang permasalahan
pendidikan karakter itu bukan hanya tanggung jawab pendidik, namun
melainkan tanggung jawab bersama dalam mecapai tujuannya. Seperti
pendidikan karakter yang digagas oleh Thomas Lickona. Beliau mengatakan
bahwa pendidikan karakter yang efektif apabila terdapat kerjasama antara
keluarga dan sekolah. Keluarga diyakini sebagai sumber kebaikan pertama.
Keluarga adalah tempat di mana kita belajar tentang kasih sayang, komitmen
dan pengorbanan.20
Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hidup, sebagai
proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Oleh karena itu pendidikan
karakter memerlukan suatu keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini hingga

18
Ibid.
19
Ibid.
20
Thomas Lickona, Character Matters, persoalan karakter. Ter. Juma abdu wamaungo &
Jean Antunes Rudolf Zien dan Editor. Uyu wahyudin & Dasim Budimansyah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), 4.

5
dewasa. Periode yang paling sensitif dan menentukan adalah pendidikan
dalam keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau
parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut
membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan
utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga
pendidikan manapun. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga, untuk
membangun sebuah comunity of leaner tentang pendidikan anak, perlu
menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun
karakterbangsa secara berkelanjutan.21
Dalam pandangan Islam, pendidikan karakter ini memiliki perbedaan
dengan pendidikan karakter di dunia barat. Perbedaan-perbedaan tersebut
mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan
hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang
kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan
moral, dan penekanan pahala diakhirat sebagai motivasi perilaku bermoral.22
Sebagaimana diungkapkan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 149
yang berbunyi:
‫س ْٓو ٍءَف ِاَّناٰللّ َه َكا َن َعُف ّ`ًّواَق ِد ْي ًرا‬ ‫ْوتُ ْخُف ْوهُاَ` ْوت‬ ‫اِ ْن̀تُ ْبُ̀د ْوا‬
ْ‫ْعُف ْوا خ ْي ًراَ ن‬
‫ع‬

Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau


memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha
pema'af lagi Maha Kuasa.23

Dengan ayat tersebut, maka akhlak dalam Islam sangat mulia dan
agung bagi orang yang mampu melakukannya. Dalam hadits Nabi Muhammad
SAW juga dijelaskan akhlak yang berbunyi:

21
Thomas Lickona, Educating For Character : Mendidik untuk Membentuk Karakter . Ter.
Juma abdu wamaungo dan Editor. Uyu wahyudin, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), viii.
22
La Adu, “Pendidikan Karakter dalam perspektif Islam”, Jurnal Biology Science &
Education, Vol. 3, No. 1 (Januari-Juni, 2014), 74.
23
al-Qur’an, 4: 149.
‫حا َك ِف‬
‫ِق لأثْ ُم‬ ‫سنُا‬ ‫وع نِ الَّن َّوا سا َنرضيا لّهعنهَقاَل س ْلتُ ِهصلّىال ّلهعليهوسلّم َع نِ ا ْل ِب ِّ`ر ِمَفَقا ََل ْل ِب‬
‫َما‬ ْ‫َوا‬ ‫ْل‬ ْ‫رح لأث‬ ‫َواْ س ْو‬ ‫ْم َعا َر‬ ‫ْب ِن‬
‫خُل‬ َ‫سأ‬
‫لل ّل‬
‫ىصْد ِر َك َو َك ِر ْهتَ`أَ` ْن َيط ِل َع َعلَ ْي ِهالنَّاس‬

Dari Nawwas bin Sam’an al-Anshori. Ia berkata: Aku bertanya kepada


Rasulullah mengenai arti kebajikan dan dosa. Beliaupun
bersabda,“Kebajikan itu ialah akhlak yang baik dan dosa adalah sesuatu
yang tersembunyi dihatimu dan kamu tidak suka jika orang lain
mengetahuinya.24

Dari hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad SAW sangatlah


memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, bahkan Nabi
Muhammad dalam hadits di atas menyebutkan orang yang berakhlak adalah
orang mampu melakukan kepada sebuah kebaikan. Dalam sabdabnya yang
lain yakni:
‫ِإنَّ َماُب ِعثُْ̀ت أُ̀ل َ̀ت ِّ`م َم َم َكا ِر َماألَ` ْخالق‬

Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.25

Dengan hadits Nabi Muhammad SAW tersebut di atas, sangat jelas


bahwa akhlak menjadi persoalan yang sangat penting dalam kehidupan di
muka bumi ini. Sebagaimana dalam hadits yang juga disebutkan oleh
Rasulullah dalam sabda-Nya:
`‫جا َء إ ٌلَِلى َر ْو ُه َعلَ ْي سَّل َمَفَقال‬ ‫ُه َ ع ْ ن‬ ‫ع ْنأَ` ِب ْي ُه َر ْي َر̀ةَ َر‬
‫ِه َ و‬ ‫ج‬ ‫َر‬ ‫ُهَقاَل ض‬
‫صل‬ ‫للل ِه‬
‫ّىال‬ ‫س‬
‫َقا َلَ̀أ ب‬،‫َّم َم ْن‬ `ُ‫س َب ِتي؟َقا َألُ` َّم َم ْن؟َقا َألُ` َّم َم ْن؟َقا َأل‬ ‫ َم ْنأَ` َحق الَّنا س‬،‫ِله‬ ‫ َيا َر‬:
‫َقاَلُث‬،‫ْوك ك‬ ُ‫قَالَث‬،‫م ك‬ ُ‫قَالَث‬،‫م ك‬ ‫م صحا‬ ‫س ْو ََل ِبح‬

Dari Abu Hurairahra. Ia berkata: Seorang laki-laki bertanya kepada

7
Rasulullah SAW: Ya Rasulullah, Siapa dari keluargaku yang berhak atas

24
La Adu, “Pendidikan Karakter dalam perspektif Islam”, 74.
25
Ibid.

8
kebaktianku yang terbaik. Beliau menjawab, “Ibumu, kemudian ibumu,
kemudian ibumu, kemudian baru ayahmu.26
Dengan berbagai penjelasan di atas, yang berkaitan dengan pendidikan
karakter dalam perspektif Islam, maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan
karakter dalam Islam sama halnya dengan “akhlak”. Sehingga pendidikan
karakter dalam pespektif Islam lebih menitik beratkan pada sikap peserta
didik, ke arah positif yang dibiasakan, sehingga mampu menimbulkan
perbuatan dengan mudah, tanpa pertimbangan pemikiran lebih dahulu dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter membutuhkan sebuah penguatan, agar para
peserta didik memiliki karakter dan kompetensi yang baik untuk masa depan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Isa Anshori dalam jurnalnya yang
berjudul “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah”. Beliau menjelaskan
bahwa penguatan pendidikan karakter di madrasah merupakan sebuah hal
yang urgen dan harus dilakukan.
Melalui penguatan pendidikan karakter inilah karakter peserta didik
akan dibentuk lebih sempurna dengan penguatan melalui; Pertama,
harmonisasi olah pikir (literasi) yang akan membuat setiap individu akan
memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajaran
sepanjang hayat. Kedua, olah rasa (estetik) yang akan membuat individu
memiliki integrasi moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan. Ketiga, olah
hati (etik) yang akan membuat individu memiliki kerohanian mendalam,
beriman dan bertakwa. Yang terakhir olah raga (kinestetik) yang akan
membuat individu sehat serta mampu berpartisipasi aktif sebagai warga
negara.27
Penguatan pendidikan karakter juga membutuhkan dukungan yang
melibatkan publik dan diperlukan juga adanya kerjasama antara madrasah,
keluarga dan masyarakat. Sehingga dari gerakan penguatan pendidikan

26
27
Ibid, 75.
Isa Anshori. (2017), “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah”. HALAQA: Islamic
Education Journal, 1 (2), Desember, 63-74..
karakter ini akan ditanamkan suatu nilai-nilai karakter yang meliputi nilai
religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integrasi. 28
Penguatan Pendidikan Karakter dilakukan melalui tiga cara, yakni:
berbasis kelas, dilakukan terintegrasi dalam mata pelajaran, optimalisasi
muatan lokal, dan manajemen kelas; berbasis budaya madrasah, dilakukan
dengan pembiasaan nilai-nilai dalam keseharian madrasah, keteladanan guru,
ekosistem madrasah, norma, peraturan, dan tradisi madrasah; serta berbasis
masyarakat, melibatkan orang tua, komite madrasah, dunia usaha, akademisi,
pegiat pendidikan, seniman dan budayawan, ahli bahasa dan sastrawan, serta
pemerintah. Dari gerakan penguatan pendidikan karakter inilah diharapkan
pesrta didik dapat menjadi sumber manusia yang menjadi generasi emas
dalam pondasi pembangunan bangsa untuk menghadapi menurunya moral,
etika dan budi pekerti.29
Dari berbagai maksud, tujuan bahkan teori dari program Merdeka
Belajar yang digagas oleh Kemendikbud saat ini yakni Nadiem Makarim dan
pendidikan karakter Thomas Lickona. Penulis tertarik untuk membuat
penelitian mengenai konsep Merdeka Belajar yang akan ditinjau dari
perspektif pendidikan karakter Thomas Lickona. Dengan cara mengkonsep
program Merdeka Belajar dalam tingkat dasar dan menengah dengan
menganalisis pemikiran dari prespektif pendidikan karakter Thomas Lickona.
Thomas Lickona merupakan satu diantara sekian banyak tokoh
pendidikan karakter yang memiliki kemampuan dalam menyelaraskan antara
teori dan praktik dalam persoalan-persoalan moral yang tengah dihadapi oleh
para pendidik. Menurut beliau pendidikan karakter mempunyai tujuan utama
yakni membuat peserta didik tidak hanya bisa merasakan kemerdekaan saat
melakukan proses belajar, namun bisa menghasilkan pribadi yang memiliki
kekuatan karakter yang baik dan pintar.30 Salah satu contohnya seperti

28
29
Ibid., 66-67.
Ibid., 72-73.
30
Thomas Lickona, Character Matters, persoalan karakter. Ter. Juma abdu wamaungo &
Jean Antunes Rudolf Zien dan Editor. Uyu wahyudin & Dasim Budimansyah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), 4.
memiliki rasa hormat serta tanggung jawab agar memiliki hubungan dalam
kehidupan pribadi yang positif dalam bermasyarakat.31
Sama halnya dengan tujuan program Merdeka Belajar yang digagas
oleh Kemendikbud saat ini yakni membentuk suasana belajar bagi peserta
didik serta para pendidik yang bahagia.32 Dari beberapa maksud serta teori
itulah yang sudah dijelaskan oleh penulis mengenai penelitianya, yang
membedakan dengan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
mengenai pendidikan karakter dan merdeka belajar.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dan pemahaman terhadap istilah


yang ada pada skripsi ini, maka penulis perlu memberikan penegasan pada
istilah yang digunakan sebagai berikut :

1. Konsep
Kata konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) bisa
diterjemahkan dengan pengertian yaitu ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret.33 Adapun yang dimaksud oleh penulis
pada penelitian ini yaitu suatu ide program pendidikan Merdeka Belajar
yang dilihat dari sudut pandang pendidikan Karakter Thomas Lickona.

2. Merdeka Belajar
Merdeka Belajar adalah suatu kebijakan baru dalam sektor
pendidikan yang dilakukan oleh Kementrian pendidikan dan kebudayaan
(Kemendikbud) Indonesia, yang digagas oleh Nadiem Makariem selaku
Menteri pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dimunculkan

31
Ibid., 5.
32
Ikwan Efendi, Mengarahkan kembali Hakikat merdeka Belajar Menuju Indonesia Maju dan
Berkarakter, ( https://www.timesindonesia.co.id, diakes tanggal 18 Juni 2020).
33
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi versi online/daring (https://kbbi.web.id/konsep,
diakses tanggal 4 Juli 2020).

10
untuk membuat suasana belajar yang dirasakan oleh peserta didik ataupun
pendidik menjadi bahagia.34

Jadi maksud dari Merdeka Belajar dalam penelitian ini yaitu,


mengenai segala aktivitas Merdeka Belajar yang digagas oleh Nadiem
Makarim sebagai Kemendikbud saat ini. Seperti beberapa kebijakan dalam
proses pembelajaranya yang bisa berdampak pada kemerdekaan proses
pembelajaran baik pendidik maupun peserta didik.

3. Perspektif
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata perspektif bisa
diartikan sebagai sudut pandang. Jika dilihat dari uraian kata judul
penelitian ini “Konsep Merdeka Belajar ditinjau dari Prespektif
Pendidikan Karakter Thomas Lickona”, berarti konsep Merdeka Belajar
dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang pendidikan karakter
Thomas Lickona.35

4. Pendidikan Karakter
Dalam hal ini Pendidikan karakter bisa dimaknai sebagai
pendidikan moral, pendidikan budi pekerti dan pendidikan nilai, serta
pendidikan watak, yang mempunyai tujuan dalam meningkatkan potensi
peserta didik agar bisa menentukan baik dan buruk dalam kehidupan, serta
menerapkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.36

Thomas Lickona mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah


pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah

34
Bay, Merdeka Belajar Menuju Pendidikan Ideal, (https://m.mediaindonesia.com, diakses
20 Juni 2020), 1.
35
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoesia versi online/daring (https://kbbi.web.id/perspektif
diakses tanggal 22 Juni 2020).
36
Edo Dwi Cahyo, “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral yang terjadi
pada Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9, No. 1 (Januari, 2017), 18.

11
manusia Kaafah, yang memerlukan suatu keteladanan dan sentuhan mulai
sejak dini sampai dewasa.37

Jadi maksud dari pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah


suatu pengajaran nilai-nilai baik yang umum maupun yang khusus
mengenai sikap hormat dan tanggung jawab yang diberikan oleh Thomas
Lickona dalam pendidikan karakter. Dimana nilai-nilai tersebut akan
menjadi dasar pembentukan karakter seseorang yang baik dan pintar
dalam menghadapi masa depan.

Adapun maksud dari keseluruan judul Konsep Merdeka Belajar ditinjau


dari Perspektif Pendidikan Karakter Thomas Lickona dalam penelitian ini
adalah membahas mengenai konsep yang berhubungan dengan segala
aktivitas dan kebijakan dari merdeka belajar dengan memadukan nilai-nilai
pendidikan karakter Thomas Lickona.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan


dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana konsep Merdeka Belajar pada pendidikan dasar dan


menengah yang dikemukakan oleh Nadiem Makarim apabila ditinjau
dari perspektif pendidikan karkter Thomas Lickona?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan konsep Merdeka Belajar yang
dikemukakan oleh Nadiem Makarim pada pendidika pendidikan dasar
dan menengah apabila dikaji dengan teori Pendidikan Karakter
Thomas Lickona?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan penelitian

37
Thomas Lickona, Educating For Character : Mendidik untuk Membentuk Karakter . Ter.
Juma abdu wamaungo dan Editor. Uyu wahyudin, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), viii.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk
memahami dan menganalisis
1. Konsep Merdeka Belajar pada pendidikan dasar dan menengah
yang dikemukakan oleh Nadiem Makarim dalam perspektif
pendidikan karkter Thomas Lickona.
2. kelebihan dan kekurangan konsep Merdeka Belajar yang
dikemukakan oleh Nadiem Makarim pada pendidikan dasar dan
menengah dalam perpektif Pendidikan Karakter Thomas Lickona.
b. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini bermanfaat untuk
mencabar teori pendidikan karakter Thomas Lickona. Yang
menyatahkan bahwa pendidikan karakter menekankan tiga unsur
pokok yaitu mengenai kebaikan, mencintai kebaikan, dan
melakukan kebaikan. Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
yang baik sehingga anak-anak mengerti, paham, merasakan, dan
melakukan yang baik. Dalam penerapannya Thomas Lickona
menerapkan pentingnya kerjasama sekolah dan keluarga. Teori
ini digunakan untuk mengkaji konsep Merdeka Belajar pada
pendidikan dasar dan menengah yang dikemukakan oleh Nadiem
Makarim.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah;
Pertama, hasil penelitian dapat digunakan sebagai seumber
informasi yang bersifat ilmiah yang diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat, paraktisi pendidikan dan peneliti
selanjutnya, untuk memecahkan masalah dalam dunia pendidikan.
Kedua, hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dalam
memberikan pemahaman bagi pihak-pihak yang terkait terutama
bagi para pengajar terkait pendidikan karakter dan jugaprogram
Merdeka Belajar yang digagas oleh Kemendikbud saat ini yakni
Nadiem Makarim. Sehingga dari penelitian ini dapat memberikan
pemberdayaan bagi masyarakat ataupun praktisi pendidikan.

Penelitian ini juga diharap bisa menjadi sumbangan


informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami
konsep Merdeka belajar ditinjau dari perspektif pendidikan
karakter Thomas Lickona, khususnya bagi mahasiswa yang
mengambil program pendidikan, agar bisa mempersiapkan diri
sebelum terjun menjadi para tenaga pendidik.

E. Penelitian Terdahulu

Salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian dengan


menggunakan penelitian terdahulu ini agar penulis dapat memperkaya teori
yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada
penelitian terdahulu, penulis sama sekali belum menemukan penelitian dengan
judul yang sama seperti judul penelitian yang dilakukan penulis. Akan tetapi
pada penelitian ini, penulis memaparkan beberapa penelitian sebagai referensi
dalam memperluas bahan kajian pada penelitian penulis. Tujuannya agar
khazanah keilmuan dapat bertambah dan semakin luas mengenai manajemen
budaya literasi. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa
jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

1. Penelitian yang berjudul “Merdeka Belajar Sebagai Metode Pendidikan


Islam dan Pokok Perubahan (Analisis Pemikiran K.H. Hamim Tohari
Djazul)”. Yang ditulis oleh Kholis Mu’amalah, Mahasiswa Pascasarjana
IAIN Purwokerto pada tahun 2020.38 Jurnal ini menjelaskan tentang
program Merdeka Belajar yang digagas oleh menteri pendidikan kita saat
ini. Di jurnal ini dijelaskan bahwa Merdeka Belajar adalah sebuah
pendidikan yang memberikan rasa bahagia dalam pembelajaran antara
pendidik dan peserta didik, dimana dalam program Merdeka Belajar ini

38
Kholis Mua’malah, “Merdeka belajar sebagai metode pendidikan Islam dan pokok
perubahan (Analisis Pemikiran K.H. Hamim Tohari Djazu)”, Jurnal Tawadhu, Vol. 4,
No. 1 (2020), 977.
pendidik tidak tertekan dengan banyaknya materi yang harus terselesaikan
dan berharap agar para peserta didik juga mendapatkan nilai ujian yang
baik dengan dibuktikan lulus ujian nasional. Dalam jurnal ini juga
dikolaborasikan antar konsep Merdeka Belajar dengan metode pendidikan
yang diajarkan oleh Gus Miek yang kita kenal dengan nama aslinya
adalah K.H. Hamim Tohari Djazul. Gus Miek ini adalah salah satu tokoh
ulama Nusantara yang sangat terkenal di masyarakat. sebelum Merdeka
Belajar ini muncul, Gus Miek sudah mempraktikkan konsep ini kepada
santrinya di manapun beliau berada. Konsep pendidikan yang diajarkan
oleh Gus Miek ini dengan mengajak santrinya sebagai teman bukan
sebagai guru. Tujuannya agar mereka mau diajak untuk kearah kebaikan
yang diridhoi oleh Allah tanpa adanya paksaan atau dengan memberikan
sebuah ancaman kepada santirnya. Dan Alhamdulillah konsep yang
dipakai oleh Gus Miek ini berhasil, dimana konsep tersebut akan
diterapkan dalam dunia pendidikan yang dimotori oleh pak Menteri
Nadiem Makarim. Cara ilmiah yang digunakan oleh penulis dalam
mendapatkan data dalam jurnal ini yaitu menggunakan metode induktif
dan deduktif, serta metode histories dan analisa komparatif. Sedangkan
jenis penelitiannya adalah library research.

2. Penelitian ini berjudul “Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar


(Telaah Metode Pembelajaran)”. Yang ditulis oleh Muhammad Yamin
dan Syahrir pada tahun 2020.39 Jurnal ini membahas tentang pembangunan
pendidikan Merdeka Belajar dalam telaah metode pembelajaran adalah
suatu sistem dan pengajarannya harus memenuhi kecenderungan dalam
pendidikan di era revolusi industri 4.0. Dalam jurnal ini juga dijelaskan
bahwa di era revolusi industri 4.0 ini, kebutuhan utama yang ingin dicapai
dalam sistem pendidikan atau lebih khusus dalam metode pembelajaran
adalah peserta didik diharapkan bisa menguasai literasi baru dalam
pembelajaran. Adapun literasi baru yang harus dikuasai oleh peserta didik

39
Muhammad Yamin, Syahrir , Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah Metode
Pembelajaran), Jurnal Ilmiah Mandalah Education, Vol. 6, No. 1 (April, 2020), 126.
adalah pertama, literasi data. Kedua, literasi teknologi, dan terakhir literasi
manusia. Dan jika para perserta didik mampu menguasai literasi baru ini,
maka akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan ungul
dalam bidang pembangunan masa depan bangsa ini. Namun selain literasi
baru, jurnal ini juga dijelaskan bahwa sistem pendidikan Merdeka Belajar
tetap melakukan suatu pembangunan karakter pada peserta didik, seperti
menanamkan sifat jujur, religius, kerja keras, tanggung jawab, adil,
disiplin, toleran, dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan karena ingin
mencapai tujuan pendidikan, yaitu ingin mewujudkan para pesert didik
agar lebih berfikir kritis, dapat memecahkan masalah yang ada, kreatif,
inovasi, terampil dalam berkomunikasi dan mempunyai karakter yang
kuat. Oleh karena itu, dalam jurnal ini dijelaskan juga bahwa rencana
pelaksanaan kegiatan belajar harus mampu melewati tantangan dan harus
bisa memanfaatkan peluang pendidikan di era revolusi industri 4.0. dan
salah satu kunci keberhasilan sistem pendidikan Merdeka Belajar ini
terletak pada para pendidik. Di jurnal ini juga ditegaskan bahwa kita harus
bisa beradaptasi dengan sistem pendidikan yang baru agar memiliki
kompetensi dan keterampilan yang baik. Maka sebagai penutup jurnal ini
dijelaskan bahwa metode yang tepat di gunakan dalam pembelajaran di
sistem Merdeka Belajar adalah metode Blended Learning, alasanya
metode pembelajaranya menggabungkan keunggulan pembelajaran yang
dilakukan secara tatap mukadan secara virtual. Cara ilmiah yang
digunakan oleh penulis dalam mendapatkan data dalam jurnal ini yaitu
menggunakan metode induktif dan deduktif serta heuristic, dan penyajian
data. Sedangkan jenis penelitiannya adalah library research.

3. Penelitian ini berjudul “Konsep Merdeka Belajar Perspektif Aliran


Progresivisme John Dewey”. Yang ditulis oleh Siti Mustaghfiroh, dosen
filsafat IAIN Metro Lampung pada tahun 2020.40 Jurnal ini membahas

40
Siti Magfiroh, “Konsep Merdeka belajar Perspektif Aliran Progrevisme John Dewey”,
Jurnal studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1 (Maret, 2020), 14.
tentang konsep Merdeka Belajar yang dilihat dari sudut pandang aliran
filsafat progresivisme yang dipelopori oleh John Dewey. Dalam jurnal ini
dijelaskan bahwa aliran filsafat progresivisme yang dipelopori John
Dewey ini merupakan aliran filsafat pendidikan yang mendukung adanya
suatu perubahan dalam praktik pendidikan menuju ke arah yang lebih baik,
berkualitas dan modern. Serta memberikan manfaat yang nyata bagi
peserta didik dalam mengahadapi suatu persoalan kehidupan di masa yang
akan datang sejalan dengan perkembangan zaman. Bukan Cuma itu, dalam
jurnal ini juga dijelaskan bahwa aliran progresivisme ini juga mendukung
adanya kemerdekaan dan keleluasaan lembaga pendidikan untuk
mengeksplorasi kecerdasan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan
potensi, minat dan kecendrungan tiap individu para peserta didik baik
secara demokratis, fleksibel dan menyenangkan. Yang terakhir dijelaskan
dalam jurnal ini adalah adanya suatu kesejajaran antara konsep Merdeka
Belajar yang dicetus oleh Kemendikbud saat ini yaiti Nadien Makarim
dengan konsep pendidikan progresivisme Jhon Dewey. Kedua konsep
tersebut saling menekankan adanya kemerdekaan dan keleluasan lembaga
pendidikan dalam mengeksplorasi secara maksimal kemampuan,
kecerdasan dan potensi peserta didik dengan cara yang fleksibel,
demokratis, natural, luwes, dan menyenangkan. Cara ilmiah yang
digunakan oleh penulis dalam mendapatkan data dalam jurnal ini yaitu
menggunakan metode induktif dan deduktif serta penyajian data dan
analisa komparatif. Sedangkan jenis penelitiannya adalah library research.

F. Kajian Teori

1. Konsep Merdeka Belajar


a. Pengertian konsep
Berasal dari bahasa Latin, kata konsep ini disebut
“Consipere” yang memiliki arti yakni mencakup, mengambil, dan
menangkap. Dari kata “Consipere” itu terbentuk sebuah kata
“Conceptual” dalam maknanya disebut tangkapan atau hasil
tangkapan. Sedangkan dari kamus ilmiah bahasa Indonesia kata
konsep mempunyai arti sebagai ide umum, pemikiran, pengertian
dan rancangan dasar.41
Menurut Aristoteles dalam bukunya yang berjudul The
Classical Theory of Concepts, konsep adalah pokok utama atau
penyunsun dasar dalam pembuatan sebuah ilmu baru, dan
pengetahuan ilmiah. Sedangkan menurut Soedjadi konsep
merupakan sebuah ide yang memiliki sifat abstrak. Di mana ide
tersebut bisa digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau
menggelompokkan suatu hal umum yang dinyatakan dengan suatu
istilah atau rangkaian kata.42

b. Pengertian Merdeka Belajar


Pada pemerintahan presiden Jokowi periode kedua ini
muncul suatu program pendidikan yang akhir-akhir ini sering
dibicarakan diruang publik, program tersebut adalah program
Merdeka Belajar yang di pelopori oleh Menteri pendidikan dan
kebudayaan (Kemendikbud) saat ini yaitu Nadiem Makarim.
Beliau menyampaikan dalam diskusi Standar nasional pendidikan
yang dilangsungkan di hotel century park, Jakarta pusat pada
Jum’at 13 Desember 2019 bahwa Merdeka Belajar adalah
kemerdekaan berfikir bagi peserta didik maupun pendidik.
Terutama hakikat kemerdekaan berfikir tersebut harus ada pada
para pendidik. Karena tanpa terjadi pada pendidik tidak mungkin
terjadi pada peserta didik.43
Program Merdeka Belajar yang digagas oleh Kemendikbud
saat ini, sama seperti metode among yang dilakukan oleh Ki

41
Muhammad Hilmansyah, “Konsep Pendidikan Menurut Hasan Langgulung”, (Skripsi S-1,
42
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), 12.
La Ode Syamri, Definisi Konsep Menurut Para Ahli, (https://laodesyamri.net, diakses
tanggal 4 Juli 2020).
43
Kholis Mua’malah, “Merdeka belajar sebagai metode pendidikan Islam dan pokok
perubahan (Analisis Pemikiran K.H. Hamim Tohari Djazu)”, Jurnal Tawadhu, Vol. 4,
No. 1 (2020), 977.
Hadjar Dewantara dalam proses belajarnya. Among ini mempunyai
makna yakni, mendampingi dan mengarahkan peserta didik agar
terjaga kelangsungan hidup batinya. Artinya, bahwa pendidik tidak
boleh hanya membiarkan peserta didiknya berkembang dengan
sendiri, namun juga ikut serta dalam menjaga dan mengembangkan
karakter peserta didik serta karakter lingkungan budaya setempat,
agar peserta didik dapat menguasai dirinya sendiri.44
Metode among yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara
tersebut menggunakan pengajaran yang menekankan kesadaran
antar individu terhadap peserta didiknya. Dalam sistemnya metode
among ini memiliki dua dasar yaitu. Pertama, adanya kemerdekaan
yang menajdi syarat dalam menggerakkan serta menghidupkan
kekuatan lahir dan batin, agar manusia dapat hidup merdeka. Dan
kedua adalah kekuasaan Allah untuk dijadikan syarat dalam
menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya
dan sebaik-baiknya.45

c. Dasar Merdeka Belajar Pada Pendidikan Dasar dan Menengah


Menurut Nadiem Makarim
Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) membuat program ini bukan tanpa
alasan, pasalnya pendidikan di Indonesia menurut peneliti
Programme For International Student Assesment (PISA) tahun
2019 menunjukan hasil penilaian pada peserta didik di Indonesia
memperoleh posisi 6 terbawah. Dalam bidang literasi dan
matematika, Indonesia berada pada posisi 74 dari 76 negara. Dari
hasil penelitian itu dibuatlah kebijakan dengan menerapkan konsep
Merdeka Belajar.46

44
Wawan Eko Mujito, “Konsep Belajar Menurut Ki Hadjar Dewantara dam Relevasinya
dengan Pendidikan Agama Islm”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 11, No. 1 (Juni,
45
2014), 70.
Ibid., 71.
46
Ibid.
Secara keseluruhan ada 4 poin penting yang ingin
dikerjakan di awal penerapan konsep Merdeka Belajar ini. Yang
pertama, ada perubahan pada format ujian nasioanl (UN) . Kedua,
dikembalikanya kekuasan ujian sekolah berstandar nasional
(UASBN) pada sekolah masing-masing. Ketiga, perubahan format
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) hanya satu lembar.
Keempat, naikanya kuota jalur prestasi pada penerimaan peserta
didik baru (PPDB) menjadi 30% yang sebelumnya hanya 15%.
Dari empat poin penting ini, program Merdeka Belajar ingin
membuat kemudahan serta keluwesan pada peserta didik serta
pendidik dalam pembelajaran yang tidak memfokuskan pada nilai
saja, melainkan pada pembelajaran karakter. Karena pada dasarnya
program ini dilakukan karena ingin membuat pendidik dan peserta
didik bahagia dalam proses belajarnya.47

Sistem pembelajaran dalam program merdeka belajar ini


akan didesain sedemikian rupa agar karakter siswa terbentuk, dan
tidak terfokus pada sistem perangkingan yang menurut beberapa
penelitian hanya meresahkan, tidah hanya bagi guru tetapi juga
anak dan orang tuanya. Selain itu, dengan perangkingan nantinya
juga akan muncul diskriminasi dimana ada pelebelan antara yang
pintar dan yang kurang pintar. Hal ini tentu sangat keliru jika
diterapkan dalam dunia pendidikan, karena pada hakekatnya anak
memiliki kecerdasan masing-masing di dalam dirinya atau yang
sering disebut dengan multiple intelegent.48

Multiple intelegent merupakan teori yang dikembangkan


oleh Dr. Howard Gardner seorang ahli psikologi modern di
Harvard University, dimana menurut Gardner kecerdasan diartikan
sebagai kapasitas untuk memecahkan masalah dan untuk

47
Ibid., 980.
48
Siti Baro’ah, ”Kebijakan Merdeka Belajar sebagai Strategi peningkatan Mutu Pendidikan”,
Jurnal Tawadhu, Vol. 4, No. 1 (2020), 1066.
menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah.
Potensi yang dimilik oleh anak sekecil apapun harus dihargai,
banyak anak yang memiliki hambatan atau kesulitan dalam belajar
akan tetapi jika kecerdasannya dihargai dan terus dikembangkan
maka anak tersebut akan menjadi anak unggulan pada bidangnya.
Sehingga nantinya akan terbentuk pribadi yang kompeten, serta
memiliki karakter yang tertanam dalam dirinya.49

d. Tujuan Merdeka Belajar


Dengan alasan yang sudah dijelaskan di atas, program
Merdeka Belajar ini mempunyai tujuan yaitu menjadikan peserta
didik merasa nyaman saat belajar dan nyaman saat berdiskusi
dengan pendidik. Karena pembelajaran tidak hanya dilaksanakan di
dalam kelas, namun bisa dilaksanakan dengan auting class dengan
tidak hanya mendengarkan penjelaskan dari pendidik melainkan
bisa membentuk karakter peserta didik yang berani, cerdik dalam
bergaul, beradab, sopan saat berkompetensi dalam proses belajar
dan tidak hanya mengandalkan sistem penilaian rangking yang
justru meresahkan orang tua. Karena sejatinya adalah setiap peserta
didik itu mempunyai potensi yang berbeda dengan peserta didik
yang lain.50

2. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan karakter
Character education adalah kata lain dari pendidikan
karakter yang berasal dari Amerika. Di Ingris pendidikan karakter
dikenal dengan pendidikan nilai atau valau education. Berbeda
dengan dua negara tersebut, di Indonesia khususnya di jawa,
pendidikan karakter ini disebut dengan pendidikan budi pekerti

49
Ibid.
50
Kholis Mua’malah, “Merdeka belajar sebagai metode pendidikan Islam dan pokok
perubahan (Analisis Pemikiran K.H. Hamim Tohari Djazu)”, Jurnal Tawadhu, Vol.4,
No. 1 (2020), 979.
atau budi pekerti luhur yang sudah terkenal sejak abad-9 yang
dikenalkan dalam pagelaran wayang.51
Secara istilah, kata karakter ini mempunyai makna yaitu
kecendrungan batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi
berbagai situasi dalam dengan cara baik secara moral. Dan beliau
juga mengatakan bahwa karakter yang dikandung itu memiliki tiga
bagian yang saling hubungan, yaitu pengetahuan moral, perasaan
moral dan perilaku moral.52
Thomas Lickona berpendapat bahwa karakter yang mulia
itu terdiri dari pengetahuan mengenai kebaikan, kemudian
memunculkan sebuah komitmen pada kebaikan sehingga akhirnya
kebaikan tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh. Artinya
karakter seseorang itu berpaku pada pengetahuan, sikap, motivasi,
dan perilaku serta keterampilan53
Menurut Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa:
“pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya baik akal
maupun hati; rohani dan jasmani; akhlak dan keterampilan. Sebab
pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam
perang dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan
segala kebaikan dsn kesejahteraannya, manis dan pahitnya.54
Maka dari itu pendidikan karakter adalah sebuah usaha
sadar dan terencana dalam memberikan nilai-nilai moral kepada
siswa, yang memiliki beberapa unsur diantaranya ada tekad,
pengetahuan serta kesadaran individu dan memiliki kemauan serta
tindakan untuk melakukan nilai-nilai baik terhadap sang pencipta

51
Suwarna dan Warih Jayatirahayu, “Pembelajaran karakter yang menyenangkan”, Jurnal
52
pendidikan karakter, No. 3 (Oktober, 2013), 275.
Thomas Lickona, Educating For Character : Mendidik untuk Membentuk Karakter . Ter.
Juma abdu wamaungo dan Editor. Uyu wahyudin, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 82.
53
Dalmeri, “Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas
Lickona dalam Educating For Character)”, Jurnal Al-Ulum, Vol. 14, No. 1(Juni, 2014),
272.
54
Siti Farida, “Pendididkan Karakter dalam Perspektif Islam, Jurnal Kabilah, Vol. 1, No.1
(Juni,2016), 205.
alam semesta ini yakni Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan ciptaanya
seperti manusia beserta lingkunganya serta menjalankan nilai-nilai
baik pada bangsa, sehingga terciptanya insan kamil.55
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Thomas Lickona
yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan karakter itu
mempunyai 3 komponen penting antara lain mengetahui, mencintai
serta melakukan kebaikan. Kebiasaan yang ditanamkan dalam
pendidikan karakter yaitu kebiasaan baik, sehingga anak bisa
mengerti, memahami serta melakukan kebaikan. Thomas Lickona
dalam penerapan pendidikan karakter mengatakan bahwa sebuah
kerjasama antara sekolah dan keluarga merupakan hal penting yang
harus diperhatikan. Karena idikator keberhasilan sekolah bisa
dilihat ketika dalam memperbaiki moral anak, ada sebuah
kerjasama yang dilakukan oleh pihak sekolah dan keluarga dalam
mencapai tujuan pendidikan karakter.56

Dalam Islam istilah karakter ini disajikan dengan aspek


ontologis akhlak sehingga dapat memberi khazanah pemahaman
yang lebih jelas. M. Amin Syukur mengutip beberapa pendapat
tokoh filsafat akhlak, di antaranya; menurut Moh. Abdul Aziz
Kully, akhlak adalah sifat jiwa yang sudah terlatih sedemikian kuat
sehingga memudahkan bagi yang melakukan suatu tindakan tanpa
pikir dan direnungkan lagi. Menurut Ibn Maskawaih, akhlak adalah
‘khuluk (akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong (mengajak)
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pikir dan
dipertimbangkan lebih dahulu.57

Menurut Ibn Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at


yaitu ibarat dari suatu sifat batin dan perangai jiwa yang dimiliki

55
Nurul Fitriah, “Konsep Pendidikan Karakter menurut Thomas Lickona dan Yusuf
56 Qardhawi”,
Ibid., 220. (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017).
57
Johansyah, “pendidikan Karakter dalam Islam; Kajian dari Aspek Metodologis”, Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 1, (Agustus, 2011), 90.
oleh semua manusia. Sedangkan menurut al-Ghazali, akhlak adalah
sifat atau bentuk keadaan yang tertanam dalam jiwa, yang dari
padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang
tanpa perlu dipikirkan dan dipertimbangkan lagi.58

Mohammad Daud Ali menuturkan bahwa akhlak


mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan dan
penerapan melalui tingkah laku yang mungkin positif dan mungkin
negatif, mungkin baik dan mungkin buruk, yang temasuk dalam
pengertian positif (baik) adalah segala tingkah laku, tabiat, watak
dan perangai yang sifatnya benar,amanah, sabar, pemaaf, pemurah
rendah hati dan lain-lain. Sedang yang termasuk ke dalam
pengertian akhlak negatif (buruk) adalah semua tingkah laku,
tabiat, watak, perangai sombong, dendam, dengki, khianat dan lain-
lain yang merupakan sifat buruk.59

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami


bahwa karakter merupakan bentuk lain dari akhlak yang secara
teoritis merupakan akumulasi pengetahuan dan pengalaman
langsung yang membentuk watak dan sifat seseorang yang bersifat
melekat dan secara praktis berimplikasi pada perilaku nyata
seseorang yang menjadi kebiasaan. Watak manusia dan
perbuatannya merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya, dan terdapat jalinan yang sangat
erat. Jika watak seseorang dibentuk oleh pengalaman dan
pengetahuan buruk, maka perbuatannya juga akan cenderung
mengarah ke sana.

Demikian sebaliknya jika baik, maka perbuatannya akan


baik. Orang yang watak dan perbuatannya terbiasa dengan hal-hal

58
59
Ibid.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
347.
yang baik maka akan tidak nyaman jika diperintahkan untuk
melakukan kejahatan, dia akan merasa bersalah, gelisah dan terus
diliputi suasana hati yang tidak tenteram. Penyebabnya adalah
karena kebiasaan yang sudah terbentuk menjadi wataknya.

b. Strategi Pendidikan Karakter


Akhir-akhir ini menanamkan nilai karakter sangat
diperlukan, karena banyak sekali sikap dan perilaku peserta didik.
hal tersebut bisa dilihat dari lunturnya nilai-nilai kejujuran yang
dimiliki peserta didik. sepeti contoh kebiasaan buruk yang
dilakukan oleh peserta didik dengan melakukan kegiatan
mencontek, membolos saat pembelajaran sedang berlangsung.
Selain lunturnya nilai-nilai kejujuran yang terjadi pada peserta
didik, tawuran antar pelajar masih menjadi fenomena yang marak
dikalangan pelajar, hal tersebut menunjukan bahwa lunturnya
pengamalan nilai-nilai pancasila yang terdapat pada sila ke dua
yang mengandung makna bahwa masyarakat Indonesia diharapkan
menjadi manusia yang beradap sesuai dengan asas-asas serta nilai-
nilai luhur pancasila.60
Tentu tidak mudah menyelesaikan masalah tersebut agar
cepat selesai, dan lebih pastinya membutuhkan strategi dalam
mengatasi hal tersebut. Seperti yang dikatakan Thomas Lickona.
Beliau mengatakan bahwa dalam mencapai pendidika karakter itu
menggunakan strategi yaitu dengan menjadikan guru sebagai
pengasuh (pemberi kasih sayang, contoh dan mentor), menciptakan
pendidik sebagai sekumpulan orang yang bermoral dikelas dan
disiplin moral dikelas. Selain itu pendidik merupakan pencipta
lingkungan kelas yang demokratis melalui bentuk pertemuan kelas,
kurikulum guna mengajarkan nilai, pembelajaran kooperatif,

60
Marzuki dan Pratiwi Istifany Haq, “Penanaman Nilai-Nilai Karakter Religius dan Karakter
kebangsaan di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Jatinangor Sumedang”, Jurnal Pendidikan
Karakter, No. 1 ( April, 2018), 84-85.

25
kesadaran nurani dan dalam pendidikan moral mendorong refleksi
serta peserta didik diajarkan untuk menyelesaikan masalah.61

Seperti dalam firman Allah QS. Al Mulk ayat 26 berbunyi:

‫قُ ْ ِالنَّ ماا ْل ِع ْل ُم ِع ْند ل ِّ ۖ واَِّن َم ۤاَ̀ا َن ۡاَن ِذ ْي إر م ِب ْين‬


َ
‫ال‬
Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya ilmu (tentang hari
Kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah seorang
pemberi peringatan yang menjelaskan.62
Maka, dapat dideskripsikan bahwa pengembangan pendidikan
karakter itu berbicara seputar pada proses atau strategi atau cara
atau perkara-perkara lainnya yang termasuk ke dalam usaha-usaha
untuk mengembangkan pendidikan karakter. Seperti melatih
seseorang untuk selalu berkata jujur, memberikan keteladanan
dalam berinfak, membiasakan salam, dan lain sebagainya.63

c. Metode Pendidikan Karakter


Pada umunya para pendidik sering menggunakan metode
dalam pembelajarannya untuk menanamkan nilai-nilai karakter
pada peserta didik. Metode-metode tersebut dilakukan dengan
tiga cara yaitu, memberikan pemahaman kepada siswa tentang
nilai-nilai yang ditanamkan, membiasakan memberikan nilai-nilai
karakter yang sudah dipahami, dan pendidik berperan aktif dalam
menjadi model yang memberikan keteladanan atas nilai-nilai yang
diajarkan (artinya pendidik tidak hanya sekedar bisa menasehati
melainkan juga ikut mempraktikan nilai-nilai yang telah
diajarkan).64

61
Nurul Fitriah, “Konsep Pendidikan Karakter menurut Thomas Lickona dan Yusuf
Qardhawi”, (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017), 220.
62
al-Qur’an, 67: 26.
63
Ade Wahidin, “pengembangan pendidikan Karakter Berbasis hadist”, Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol.3, No,1 (Januari, 2018), 299.
64
Taufik, “Pendidikan Karakter di Sekolah: Pemahaman, metode Penerapan, dan Peranan tiga
elemen”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jil. 20, No. 1 (Juni, 2014), 62 .

26
Pemahaman umum tersebut sama dengan metode yang di
pakai Thomas Lickona dalam menjalankan pendidikan karakter,
beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter bisa berjalan
dengan efektif apabila pendidik dapat melaksanakan berbagai
metode seperti bercerita tentang berbagi kasih, becerita tentang
cerita yang meninspirasi siswa sesuai dengan mata pelajaran,
memberi tugas pada siswa untuk membaca literatur, melakukan
studi kasus, diskusi, bermain peran, dan penerapan pembelajaran
koopertif.65

Hal tersebut juga sesuai dengan prespektif metode


pendidikan karakter dalam Islam. Menurut Abdurrahman an-
Nahlawi, untuk membentuk karakter dari aspek kognitif, metode
yang dapat digunakan adalah nasehat, cerita, ceramah dan metode
dialog. Untuk membentuk aspek perasan dalam pendidikan
karakter, metode yang dapat digunakan adalah metode
perumpamaan (amtsal) dan metode tarhib dan targhib. Adapun
pendidikan karakter dalam aspek perbuatan dapat digunakan
metode pembiasaan (habituasi) dan ketauladan (uswah/qudwah).66

d. Tujuan pendidikan karakter


Para pendidik percaya telah memahami tujuan dari
pendidikan karakter. Mereka mengatakan bahwa tujuan dari
pendidikan karakter adalah membentuk pribadi yang unggul serta
meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar. Pemahaman
tersebut sejalan dengan pemikiran para ahli mengenai pendidikan
karakter yaitu ada hubungan posistif antara penanaman nilai-nilai

65
Nurul Fitriah, “konsep Pendidikan Karakter menurut Thomas Lickona dan Yusuf
Qardhawi”, (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017), 221.
66
Johansyah, “pendidikan Karakter dalam Islam; Kajian dari Aspek Metodologis”, Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 1, (Agustus, 2011), 90.
dengan kedisplinan yang bisa berdampak pada meningkatnya
jumlah kehadiran peserta didik di sekolah.67
Begitupun dengan tokoh pendidikan karakter yang bernama
Thomas Lickona dengan tegas mengatakan sesungguhnya tujuan
pada pendidikan karakter adalah menjadikan pribadi anak yang
baik dan pintar dengan cara membentuk pribadi anak tersebut
supaya menjadi warga masyarakat, serta warga negara yang baik. 68
Namun untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tiga unsur
pokok dalam pendidikan karakter antara lain, mengetahui
kebaikan, mencintai kebaikan serta melakukan kebaikan dimana
ketiga unsur tersebut harus tercapai agar pendidikan karakter bisa
berjalan secara efektif.69

Muhammad Athiyah al-Abrasi mengatakan bahwa tujuan


pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orang-orang yang
bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku serta beradab.70 Sedangkan
Menurut Abdullah al-Darraz, pendidikan akhlak dalam
pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai pengisi nilai-
nilai keislaman. Dengan adanya cermin dari nilai-nilai yang
dimaksud dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah
kepribadiannya sebagai muslim. Suatu bentuk gambaran dari
perilaku kepribadian orang yang beriman. Pemberian nilai-nilai
keislaman dalam upaya membentuk kepribadian muslim seperti
dikemukakan al-Darraz, pada dasarnya merupakan cara untuk

67
Taufik, “Pendidikan Karakter di Sekolah: Pemahaman, metode Penerapan, dan Peranan tiga
68
elemen”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jil. 20, No. 1 (Juni, 2014), 62-63.
Thomas Lickona, Character Matter persoalan karakter. Ter. Juma abdu wamaungo & Jean
Antunes Rudolf Zien dan Editor. Uyu wahyudin & Dasim Budimansyah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), 5.
69
Dalmeri, “Pendidikan untuk pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas
Lickona dalam Educating For Character)”, Jurnal Al-ulum, Vol. 14. No. 1 (Juni, 2014),
271.
70
Johansyah, “pendidikan Karakter dalam Islam; Kajian dari Aspek Metodologis”, Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 1, (Agustus, 2011), 95.
memberi tuntutan dalam mengarahkan perubahan dari sikap
manusia umumnya ke sikap yang dikehendaki oleh Islam.
Muhammad Darraz menilai materi akhlak merupakan bagian dari
nilai-nilai yang harus dipelajari dan dilaksanakan, hingga terbentuk
kecenderungan sikap yang menjadi ciri kepribadian muslim.71

Menurut al-Ghazali mengenai tujuan pendidikan karakter,


berpangkal pada empat hal: Pertama, pendidikan hendaknya
berangkat dari titik awal tujuan pengutusan Rasulullah Saw, yakni
untuk menyempurnakan akhlaq. Sehingga bentuk, materi, serta
tujuan pendidikan dirancang agar terbentuk kepribadian seseorang
yang berakhlaq mulia. Kedua, kurikulum pendidikan mesti mampu
mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada seorang anak;
ketiga, pendidikan akhlaq adalah pendidikan integratif yang
memerlukan kerjasama yang edukatif; keempat, sifat pendidikan
akhlaq yang menyentuh dimensi spiritual anak yang dididik.72

Pendidikan semestinya dapat mengarah pada realisasi


tujuan keagamaan dan perbaikan karakter atau akhlaq, yang
berangkat dari niatan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah.73 Rumusan tujuan pendidikan ini disandarkan pada QS adz-
Dzariyat ayat 56:

‫س ِا ََّل ِل َي ْعُب̀دُ ْو ِن‬


‫و َما ْل ِجنَّ َوا ْ َِل‬
‫ْن خَل ْقُتا‬
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada Ku74.

Dengan demikian tujuan pendidikan karakter adalah


menjadikan manusia mempunyai kepribadian yang baik dan pintar

71
72
Ibid.
Syamsul Kuriniawan, “Pendidikan Karakter dalam Islam, Pemikiran Al-Ghazali tentang
Pendiidikan Karakter Anak Berbasis Akhlaq al-Karimah, Jurnal Tadrib, Vol. 3, No. 2,
(Desember, 2017), 206.
73
Ibid., 207.
74
Al-Qur’an, 51: 56.
dengan cara membangun jiwa manusiawi yang kokoh. Disisi lain
pendidikan karakter juga memiliki tujuan yaitu mengembangkan
potensi peserta didik berdasarkan muatan-muatan yang terkandung
dalam nilai kesalehan, agar tidak terjerumus dalam nilai-nilai yang
negatif.

3. Pendidikan Karakter menurut Thomas Lickona


a. Biografi Thomas Lickona
Thomas Lickona lahir pada tahun 1943. Thomas Lickona
memperoleh gelar Bachelor of Art dalam bahasa inggris di Siena
College pada tahun 1964. Gelar Master of Art dalam bahasa Ingris
di Ohio University pada tahun 1965, dan gelar Doctor of
philosophy dalam psikologi di State University of New York di
Albani pada tahun 1971.75 Setelah menjadi Presiden di Association
For Mural Education, Dr. Lickona menjabat sebagai Dewan
Komisaris di Character Education Partnership dan sebagai Dewan
Penasehat di Character Counts Coalition And Medical Institute
For Sexual Health.76
Beliau juga adalah seorang psikolog perkembangan dan
Professor di Depatemen Pendidikan Anak Usia Dini di State
Universiti of New York, Cortland di mana ia memimpin Center
For The Fourth and Fifth Rs (Respect and responsibility). Sejak
tahun 1994, center For The Forth And Fifth Rs telah melatih 5.000
pendidik dari 40 Negara dan 20 Negara melalui summer institute
tahunan tentang pendidikan karakter. Lickona menikahi istrinya,
Judith, pada tahun 1966. Mereka memiliki dua anak dan lima
cucu.77

75
As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
76
2011), 119-120.
Thomas Lickona, Educating For Character : Mendidik untuk Membentuk Karakter . Ter.
Juma abdu wamaungo dan Editor. Uyu wahyudin, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 595.
77
Ibid., 595-560.
Thomas Lickona sering menjadi konsultan di sekolah-
sekolah mengenai pendidikan karakter dan menjadi pembicara di
berbagai seminar untuk para guru, orang tua, pendidik agama dan
kelompok yang peduli akan perkembangan moral kaum muda. Ia
mengajar nilai moral baik disekolah maupun dirumah, mulai dari
Amereka Serikat, Kanada, Jepang, Singapura, Swiss, Irlandia dan
Amerika Latin.78
b. Konsep Pendidikan Karakter Thomas Lickona dan Kesesuainnya
dengan Pendidikan Islam
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai
negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas,
bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga
untuk warga masyarakat secara keseluruhan.79 Terminologi
pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an.
Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika
ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education
dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How
Our School Can Teach Respect and Responsibility.80
Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan
pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut
Thomas Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the
good), dan melakukan kebaikan (doing the good).81
Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang

78
79
Ibid.
Al Musana, Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui
Evaluasi Responsif, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, No. 3 (Oktober, 2010),
247
80
Thomas Lickona, Educating For Character : Mendidik untuk Membentuk Karakter . Ter.
Juma abdu wamaungo dan Editor. Uyu wahyudin, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), xi.
81
Ibid., 69.
yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan
mau melakukan yang baik. Jadi, pendidikan karakter ini membawa
misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Secara terminologis, makna karakter sebagaimana
dikemukakan oleh Thomas Lickona: A reliable inner disposition to
respond situations in a morally good way.” Selanjutnya dia
menambahkan, “Character so conceived has three interrelated
parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”.82
Menurut Thomas Lickona, karakter mulia (good character)
meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan
komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar
melakukan kebaikan.
Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian
pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi
(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Thomas Lickona juga berpendapat bahwa, karakter berkaitan
dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling),
dan perilaku moral (moral behavior).83
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa
karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan,
keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Berkaitan dengan hal ini Lickona juga mengemukakan: Character
education is the deliberate effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical values” (Pendidikan karakter
adalah usaha sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami,
peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti).84

82
Dalmeri, “Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas
Lickona dalam Educating For Character)”, Jurnal Al-Ulum, Vol. 14, No. 1(Juni, 2014),
83
271-272.
Ibid.
84
Ibid.
Dalam buku Character Matters Tomas Lickona
menyebutkan: Character education is the deliberate effort to
cultivate virtue—that is objectively good human qualities—that are
good for the individual person and good for the whole society
(Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk
mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik
secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan,
tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan).85
Dengan demikian, proses pendidikan karakter, ataupun
pendidikan akhlak dan karakter bangsa sudah tentu harus
dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang
sifatnya terjadi secara kebetulan. Bahkan kata lain, pendidikan
karakter adalah usaha yang sungguh- sungguh untuk memahami,
membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri
maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara
keseluruhan.
Dari penjelasan diatas, pendidikan karakter juga memiliki
kesesuaian dengan pendidikan islam yaitu sebagai suatu
pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan manusia terkait
langsung dengan segala potensi yang dimiliki, merubah suatu
peradaban sosial masyarakat dan faktor manusia menuju kemajuan,
dimana hal tersebut yang diperlukan oleh suatu pendidikan.
Tujuan dari pendidikan Islam adalah membimbing,
mengarahkan, dan mendidik seorang untuk memahami dan
mempelajari agama Islam, sehingga diharapkan mereka dapat
memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional (EQ),

85
Thomas Lickona, Character Matter persoalan karakter. Ter. Juma abdu wamaungo & Jean
Antunes Rudolf Zien dan Editor. Uyu wahyudin & Dasim Budimansyah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), 5.
dan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju
kesuksesan dunia dan akhirat.86
Lebih luas Ibnu Faris menjelaskan mengenai konsep
pendidikan Islam yakni, membimbing seseorang dengan
memperhatikan segala potensi pedagogik yang dimilikinya,
melalui tahapan-tahapan yang sesuai, untuk mengajari jiwanya,
akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamnya, rasa sosial politiknya,
ekonominya, keindahanya, dan semangat jihadnya. Dengan hal
tersebut, bisa memunculkan konsep pendidkan akhlak yang
komprehensif, dimana tuntunan hakiki dari kehidupan manusia
yang sebenarnya adalah keseimbangan manusia dengan sesama
serta hubungan manusia dengan lingkungan disekitarnya.87
Dengan demikian kesesuaian pendidikan Islam dengan
Pendidikan karakter adalah sebagai pendukung dalam mewujudkan
terbentuknya akhlak dalam diri manusia. Dimana pendidikan Islam
juga sebagai tolak ukur dalam pengambilan nilai-nilai Islami yang
sangat dibutuhkan dan menjadi hal utama bagi pendidikan
karakter.

86
Tutuk Ningsih, Peran Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Siswa di Era Revolusi
Industri 4.0 pada Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Banyumas, Jurnal Insania, Vol. 24, No.
87
2, (Juli – Desember, 2019), 223.
Nur Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui pendidikan Agama Islam, Jurnal Al-Ulum,
Vol. 13, No. 1, (Juni,2013), 32.
Tabel 1.1 Kerangka Teori

Penegertian Konsep Pengertian Merdeka Dasar Merdeka


belajar Belajar

Tujuan Merdeka Belajar Pengertian pendidikan Karakter


Strategi Pendidikan Karakter

Metode Tujuan Pendidikan


Pendidikan Karakter
Karakter

Konsep Merdeka
Belajar Ditinjau
Dari Perspektif
Pendidikan
Karakter Thomas

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah library reasearh atau penelitian pustaka.
Dalam praktiknya, penelitian ini memerlukan mengumpulkan data
maupun informasi yang relevan dengan bermacam-macaam bantuan
materi yang ada pada kepustakaan.88 Data atau informasi ini bisa
disebut literatur. Literatur ini tidak terbatas jumlah dan jenisnya, baik
berupa tulisan-tulisan ilmiah yang telah dipublish, dokumen sejarah,
buku, penelitian, foto, majalah, koran atau kitab karangan subyek yang
sedang atau akan diteliti. Adapun penelitian filosofis-historis ialah data
88
Suharsimi Arikunto, Managemen penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 332.
yang diteliti adalah data yang relevan dengan pembahasan judul
penelitian yang diambil baik berupa buku-buku, artikel ilmiah maupun
jurnal yang terindeks dan mengkaji tentang pemikiran tokoh atau
sejarah dari tokoh tertentu kemudian menganalisa dan merenungi
makna yang terkandung sehingga dapat merepresentasikan sebuah
konsep.
Penelitian ini mempergunakan pendekatan kualitatif dimana
sifatnya deskriptif. Data dan informasi yang terkumpul berasal dari
bahan tertulis yang relevan berupa kata-kata atau verbal, bukan berupa
angka atau digit. Kegiatan penelitian ini berupa mencari, fokus pada
masalah, menentukan pendekatan, living-in interaksi subyek,
mengumpulkan data, menganalisa, menemukan hasil, kemudian
mempertemukan dengan permasalahan, dan membuat hasil
pembahasan dan simpulan mengenai konsep Merdeka Belajar Nadiem
Makarim dan teori Pendidikan karakter Thomas Lickona.

2. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif yang terdiri dari teks, kalimat, kata, dokumen dan peryataan.
Secara garis besar sumber data dalam penelitan ini ada dua sumber
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Primer (Primary resource)
Sumber data primer merupakan sumber data yang didapatkan
secara langsung dari sumber aslinya.89 Dalam penulisan proposal ini,
data primer merupakan data refernsi yang nantinya akan dijadikan
penulis sebagai pedoman utama dalam menulis penelitian, yang tertera
pada buku Thomas Lickona yang berjudul Character Matters
(persoalan karakter) dan buku Educating For Character (mendidik
untuk membentuk karakter) karya Thomas Lickona.

89
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan kuantitatif, Kuantitatif, R&D.
(Bandung: Alfabeta, 2016), 308.
b. Sumber Sekunder (Secondary resource)
Kebalikan dari data primer, sumber data sekunder merupakan
sumber data yang didapatkanya secara tidak langsung.90 Misalnya
melalui peratara orang lain, atau bisa juga melalui dokumen yang
sesuai dengan judul dalam penelitian ini. Adapun data sekunder
yang dimaksud disini seperti karya tulis berupa buku, essay,
artikel, jurnal serta sejenisnya yang dipublikasikan atau tidak
dipublikasikan secara umum. Tentunya data tersebut harus relevan
dengan pembahasan dalam judul penelitian ini yakni tentang
“konsep Merdeka Belajar ditinjau dari perspektif pendidikan
karakter Thomas Lickona”.

c. Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik
dokumentasi. Teknik tersebut merupakan teknik yang menjelaskan
tentang kumpulan fakta yang tersimpan dalam bentuk teks maupun
artefak.91
Artinya, pengumpulan data dalam penelitian ini dengan
mengumpulkan data dari dokumen-dokumen baik yang berbentuk
buku, jurnal, majalah, artikel maupun karya ilmiah lainya yang
berkaitan dengan judul dalam penelitian ini.

Adapun langkah peneliti yang menggunakan teknik dokumentasi


dalam memperoleh data untuk penelitian ini yaitu:

a. Rekontruksi Biografis. Langkah ini ditempuh untuk


mendeskripsikan riwayat hidup Thomas Lickona dan kebijakan
program Merdeka Belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim
sebagai kemendikbud saat ini. Dengan mengetahui setting
historis Thomas Lickona dan kebijakan program Merdeka

90
91
Ibid., 309.
M. Musfiqon, panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya, 2012), 131.
Belajar, maka peneliti dapat mendeskripsikan kebijakan -
kebijakan dalam program Merdeka Belajar dan pemikiran
Thomas Lickona tentang pendidikan karakter, melalui
lingkungan keluarga, pendidikan, kondisi sosial budaya dan
intelektual yang telah mempengaruhi perkembangan
pemikirannya.

b. Penulusuran Diskriptif-Analitik. Karena penelitian ini ingin


menjelaskan, memaparkan dan menganalisis kebijakan
program Merdeka Belajar dan pendidikan karakter Thomas
Lickona, maka metode diskriptif-analitik diterapkan guna
mengetahui konsep Merdeka Belajar pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah dan pemikiran Thomas Lickona tentang
pendidikan karakter.

d. Teknik Analisis, Interpretasi dan Pengecekan Keabsahan Data


Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis isi
(content analysis). Analisis isi merupakan teknik penelitian yang
menggunakan data yang valid seingga dapat membuat kesimpulan-
kesimpulan yang dapat di contoh oleh penulis lain. Analisis ini
menekankan tiga aspek yakni, objektifitas, sistematis dan generalisasi
konsep. Karena analisis isi dikembangkan dengan landansan bahwa
studi tentang proses serta isi komunikasi itu merupakan dasar ilmu
sosial, termasuk juga pendidikan.92
Dari sumber dapatkan yang didapatkan, peneliti memulai tahapan
analisa menggunakan enam langkah diantaranya:

1) Merumuskan masalah dalam konsep Merdeka Belajar yang


ditinjau dari perspektif pendidikan karakter.
2) Membuat kerangka berpikir dalam konsep Merdeka Belajar
serta pemikiran pendidikan karakter Thomas Lickona.

92
M. Musfiqon, panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, 161-162
3) Menentukan operasionalisasi konsep.
4) Menentukan metode pengumpulan data mengenai Merdeka
Belajar dan juga pendidikan karakter Thomas Lickona.
5) Menganalisa data terkait konsep Merdeka Belajar dan
pendidikan karakter Thomas Lickona.
6) Memberikan pendapat menegenai makna yang sudah
didapatkan dari analisa data terhadap konsep Merdeka Belajar
dan pendidikan karakter Thomas Lickona.

Setelah melakukan analisis data, selanjutnya peneliti melakukan


interpretasi data dengan menjabarkan makna dari data yang didapatkan
sehingga mudah dipahami. Setelah itu untuk menghindari kesalahan
data yang telah terkumpul, peneliti melakukan pengecekan kebasahan
data dengan teknik triangulasi. Dimana peneliti akan mengkonfirmasi
dan mengecek kembali terkait sumber, teori dan metode yang terkait
dengan judul penelitian serta melakukan diskusi dengan dosen
pembimbing.
Tabel. 1.2 Alur Penelitian

Merumuskan masalah merdeka belajar dari perspektif pendidikan Karakter

Membuat kerangka berpikir Konsep merdeka belajar dan pemikiran pendidikan karakter Thomas Lickona

Menentukan operasional konsep

Menentukan metode pengumpulan data merdeka belajar dan pendidikan karakter Thomas Lickona

Menganalisa data merdeka belajar dan pendidikan karakter Thomas Lickona

Meemberikan pendapat mengenai makna dari analisa data merdeka belajar dan pendidikan karakter Thomas Lickona
RENCANA DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................
ABSTARK ...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................
B. Penegasan Istilah .....................................................................................................
C. Rumusan Masalah ...................................................................................................
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................................
E. Penelitian Terdahulu ...............................................................................................
F. Sistematika Pembahasan .........................................................................................
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Merdeka Belajar.........................................................................................
B. Pendidikan Karakter................................................................................................
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian ........................................................................................................
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................................
C. Teknik pengumpulan Data ......................................................................................
D. Teknik Analisis, Interpretasi dan Pengecekan Kebasahan Data .............................
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Konsep Merdeka Belajar pada Pendidikan Dasar dan Menengah ..........................
B. Konsep Pendidikan Karakter Thomas Lickona.......................................................
C. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Merdeka Belajar Ditinjau dari
Pendidikan Karakter Thomas Lickona....................................................................
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................
LAMPIRAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, Nur. Pembentukan Karakter Melalui pendidikan Agama Islam,


Jurnal Al-Ulum, Vol. 13, No. 1, (Juni,2013), 25-38.
Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011).

Al-Qur’an.
Anshori, Isa (2017), “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah”.
HALAQA: Islamic Education Journal, 1 (2), Desember, 63-74.

Baro’ah, Siti. ”Kebijakan Merdeka Belajar sebagai Strategi peningkatan Mutu


Pendidikan”, Jurnal Tawadhu, Vol. 4, No. 1 (2020), 1063-1073.
Bay, Merdeka Belajar Menuju Pendidikan Ideal,
(https://m.mediaindonesia.com, diakses 20 Juni 2020).
Cahyo, Edo Dwi. “Pendidikan Karakter guna Menanggulangi Dekadensi
Moral yang Terjadi Pada Siswa Sekolah”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol.
9, No. 1 (Januari, 2017), 16-26.
Dalmeri. “Pendidikann Karakter untuk pengembangan Karakter (Telaah
terhadap Gagasan Thomas Lickona dalam Educating For Character)”,
Jurnal Al-Ulum, Vol. 14. No. 1 (Juni, 2014), 269-288.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online/daring
(https://kbbi.web.id/konsep, diakses tanggal 4 Juli 2020).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoesia versi online/daring
(https://kbbi.web.id/perspektif diakses tanggal 22 Juni 2020).
Fitriah, Nurul. Konsep Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona dan
Yusuf Qardhawi (Studi Komparatif tentang Metode, Strategi dan Konten).
Tesis, 2017.
Hilmansyah, Muhammad. Konsep Pendidikan Menurut Hasan Langgulung.
Skripsi, 2015.
Ikwan Efendi, Mengarahkan kembali Hakikat merdeka Belajar Menuju
Indonesia Maju dan Berkarakter, ( https://www.timesindonesia.co.id,
diakes tanggal 18 Juni 2020).
Johansyah, “pendidikan Karakter dalam Islam; Kajian dari Aspek
Metodologis”, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 1, (Agustus,
2011), 86-103.
Kurniawan, Syamsul. “Pendidikan Karakter dalam Islam, Pemikiran Al-
Ghazali tentang Pendiidikan Karakter Anak Berbasis Akhlaq al-Karimah,
Jurnal Tadrib, Vol. 3, No. 2, (Desember, 2017), 198-215.
La Adu, “Pendidikan Karakter dalam perspektif Islam”, Jurnal Biology
Science & Education, Vol. 3, No. 1 (Januari-Juni, 2014), 68-78.
La Ode Syamri, Definisi Konsep Menurut Para Ahli, (https://laodesyamri.net,
diakses tanggal 4 Juli 2020).
Lickona, Thomas. Character Matters, Persoalan Karakter Bagaimana
Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan
Kebajikan Penting lainya. Ter. Juma Abduh Wamaungo dan Jean Antunes
Rudolf Zien. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Lickona, Thomas. Educating For Character, Mendidik untuk Membentuk
Karakter Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang
Sikap Hormat dan Tanggung Jawab. Ter. Juma Abduh Wamaungo.
Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Musana, Al. Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter
Melalui Evaluasi Responsif, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16,
No. 3 (Oktober, 2010), 245-255.
Mustagfiroh, Siti. “Konsep Merdeka Belajar perspektif Aliran Progresivisme
John Dewey”, Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1 (Maret,
2020), 141-147.
Mujito, Wawan Eko. “Konsep Belajar Menurut Ki Hadjar Dewantara dan
Relevasinya dengan Pendidikan Agama Islm”, Jurnal Pendidikan Agama
Islam, Vol. 11, No. 1 (Juni, 2014), 65-78.
Muamalah, Kholis. “Merdeka Belajar sebagai Metode Pendidikan Islam dan
Pokok perubahan (Analisis Pemikiran K.H. Hamim Tohari Djazuli)”,
Jurnal Tawadhu, Vol. 4, No. 1 (2020), 977-994.
Marzuki dan Pratiwi Istifany Haq. “Penanaman Nilai-Nilai Karakter Religius
dan Karakter kebangsaan di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Jatinangor
Sumedang” , Jurnal pendidikan Karakter, No. 1 (April, 2018), 84-94.
Muhadjir, Noeng. Metedologi penelitian Kualitatif.
Yogyakarta:Rakerasin,1998.
Musfiqon, M. Panduan Lengkap Metedologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:
PT. Prestasi Pustakaraya, 2012.
Ningsih, Tutuk. Peran Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Siswa di
Era Revolusi Industri 4.0 pada Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Banyumas,
Jurnal Insania, Vol. 24, No. 2, (Juli – Desember, 2019), 220-231.
Rizki, Teknik Analisis Data Kualitatif, Kuantitatif, Menurut Para ahli,
(https://pastiguna.com, diakses tanggal 28 Juni 2020).
Suwarna dan warih Jatirahayu. “Pembelajaran Krakter yang Menyenangkan
(Refleksi sebuah Pengalaman)”, Jurnal Pendidikan Karakter, No. 3
(Oktober, 2013), 274-287.
Sutiyono. “Penerapan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Pembentukan
Karakater Siswa di Sekolah: Sebuah Fenomena dan Realitas”, Jurnal
Pendidikan Karakter, No. 3 (Oktober, 2013), 309-320.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta,
2016.
Taufik. “Pendidikan Karakter di Sekolah: Pemahaman, Metode Penerapan,
dan Peranan Tiga Elemen”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jil. 20, No. 1 (Juni,
2014) 59-65.
Wahidin, Ade. “pengembangan pendidikan Karakter Berbasis hadist”, Jurnal
Pendidikan Karakter, Vol.3, No,1 (Januari, 2018), 299-309.
Yamin, Muhammad dan Syahrir. “Pembangunan Karakter (Telaah Terhadap
Gagasan Thomas Lickona dalam Educating For Character), Jurnal Al-
Ulum, Vol. 14, No. 1 (Juni, 2014), 269-288
LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL SKRIPSI

Tanggal : 8 Juni 2020


Materi Konsultasi Saran Dosen Pembimbing
Draft awal proposal 1. Revisi judul.
2. Lanjut penyusunan
proposal.
(Dr. Nyong E.T.I.S., M.Fil.I)

Tanggal : 26 Juni 2020


Materi Konsultasi Saran Dosen Pembimbing
1. Draft proposal 1. Menambahkan diagram
pada kajian teori dan
alur penelitian.
2. Metodologi riset 2. Perbaikan metodologi
penelitian. (Dr. Nyong E.T.I.S., M.Fil.I)

Tanggal : 1 Juli 2020


Materi Konsultasi Saran Dosen Pembimbing
1. Draft proposal 1. Penulisan layout, kata,
spasi dan footnote yang
benar.
2. Riset terdahulu 2. Perbaikan riset
terdahulu.
3. Kajian teori 3. Perbaikan kajian teori. (Dr. Nyong E.T.I.S., M.Fil.I)

Anda mungkin juga menyukai