Anda di halaman 1dari 22

KONSEP PENDIDIKAN PROFETIK

MELACAK VISI KENABIAN DALAM PENDIDDIKAN


PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Drs. Sulaiman, M.M.Pd

Oleh :
MOHAMAMAD IKHWAN MAULANA
NIM : 2018.1.21.1.02505

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
JL WIDARASARI III TUPAREV – CIREBON

TELP (0231) 246215


E-Mail: staibbc.cirebon@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan aspek terpenting kemajuan sebuah bangsa.Kemajuan bangsa


dapat dilihat dari kemajuan sistem pendidikannya. Dalam sistem pendidikan terdapat berbagai
macam stakeholder yang saling berkaitan.
Komponen yang paling urgen adalah pendidik. Pendidik memainkan peran yang sangat
penting yang berdampak pada kualitas pendidikan yang dijalankan. Secara historis, pendidik atau
guru di Indonesia tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan dari masa ke masa sejak era
kemerdekaan hingga sekarang. Di setiap masanya diterapkan kebijakan dan manajemen
pendidikan yang beragam, yang bertujuan mengembangkan pendidikan yang lebih kompetitif
dan unggul.
Kualifikasi pendidik juga tergantung dari institusi pendidikan guru yang ada. Reformasi
pendidikan yang dijalankan di Indonesia telah berjalan sekian lama sejak kemerdekaan.
Berdasarkan jenis pendidikan, secara umum pendidik di Indonesia dibedakan ke dalam
pendidikan umum dan pendidikan Agama.
Kedua jenis pendidikan tersebut berada di bawah naungan kementerian yang
berbeda. Pendidikan umum berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dan Kementerian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Kemenristek Dikti).
Sedangkan pendidikan agama berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).
Perbedaan nomenklatur kementerian yang menaungi jenis pendidikan di Indonesia secara
tidak langsung juga mempengaruhi kualifikasi pendidik yang dihasilkan. Institusi pendidikan
yang melahirkan guru untuk pendidikan umum adalah IKIP (Institusi Keguruan dan Pendidikan)
dan institusi pendidikan yang melahirkan guru Agama adalah LPTKI (Lembaga Pendidikan
Tinggi Keagamaan
Islam). Dalam realitanya, baik pendidik pendidikan umum maupun pendidik pendidikan
agama, mempunyai problem yang tak kunjung usai dari masa ke masa. Penulis membatasi
pembahasan artikel ini pada problem-problem pendidik pada pendidikan umum dan pendidikan
agama. Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah ditentukan di atas, maka permasalahan
tulisan ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut: “Bagaimana problematika
pendidik dalam pendidikan umum dan pendidikan agama di Indonesia?” Dalam tulisan ini,
penulis tidak melakukan empirical research, hanya mengambil sumber-sumber dari berbagai
literatur seperti buku, jurnal, website yang ter-update yang penulis percaya informasi yang
dihasilkannya merupakan informasi berdasarkan riset atau studi lapangan.
Guru memiliki pengertian yang luas. Namun dalam konteks jabatan,
guru memiliki makna yang terbatas yaitu mereka yang profesinya mendidik pada lembaga
pendidikan formal, dari pendidikan Dasar sampai menengah. Sementara mereka yang mengajar
pada lembanga pendidikan tinggi disebut dosen.1 Menurut PP No. 74 Tahun 2008, guru
merupakan pendidik professional dengan tugas mendidik, mengajar, membinbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.2 Sedangkan untuk pendidikan tinggi,
pendidik yang bertugas memberikan pengajaran disebut dosen. Menurut UU No. 14 Tahun 2005,
dosen merupakan pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.3 Guru adalah profesi yang mulia
karena guru merupakan sosok pertama yang mengenalkan pada ilmu-ilmu pengetahuan.
UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 di atas menyebutkan guru harus memiliki kualifikasi
dan kompetensi akademik. Kualifikasi tersebut berupa pendidikan minimal sarjana atau progam
diploma empat. Sedangkan kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti mengidentifikasi berbagai masalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya motivasi peserta didik untuk belajar salat, disebabkan kurang sesuai strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
2. Kurangnya guru menggunakan media audio visual dalam menyajikan materi pembelajaran,
sehingga peserta didik kurang mengetahui tata cara salat yang benar.
3. Kurangnya respon pesesta didik dalam mengikuti materi salat, disebabkan guru kurang
menggunakan strategi pembelajaran.
4. Hasil belajar peserta didik pada materi salat tergolong rendah.

C. Pembatasan Masalah
Untuk mengarahkan pembahasan dalam penelitian ini agar lebih tertuju pada ruang
lingkup yang dirumuskan, serta mudah dipahami, maka penelitian ini dibatasi pada Implementasi
Strategi Pembelajaran Langsung Dengan Media Audio Visual (menggunakan metode simulasi,
demonstrasi dan bermain peran) Dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik
Pada Materi Salat Fardu di Kelas V SD No. 091679 Bosar Maligas Kecamatan Bosar Maligas
Kabupaten Simalungun. Adapun salat fardu yang peneliti tentukan adalah salat Magrib.

D. Rumusan Masalah
Dari pokok-pokok pikiran yang peneliti tuangkan dalam latar belakang masalah dan
untuk mempermudah pembahasan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi salat fardu di kelas V SD No.
091679 Bosar Maligas Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun sebelum menggunakan
Strategi Pembelajaran Langsung Dengan Menggunakan Media Audio Visual?
2. Bagaimana pelaksanaan Strategi Pembelajaran Langsung Dengan
Menggunakan Media Audio Visual dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada materi
salat fardu di kelas V SD No.091679 Bosar Maligas Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten
Simalungun?
3. Bagaimana respon peserta didik kelas V SD No. 091679 Bosar Maligas
tentang Implementasi Strategi Pembelajaran Langsung Dengan Menggunakan Media Audio
Visual?
4. Bagaimana hasil pembelajaran pada materi salat fardu di kelas V SD No. 091679 Bosar
Maligas setelah menggunakan Strategi Pembelajaran Langsung Dengan Media Audio Visual?
BAB II
LANDASAN MASALAH

A. PENDIDIKAN DALAM ISLAM

1. Pengertian pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti
“pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak- anak”. Sedangkan orang
yang tugasnya membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri
disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya
membimbing, memimpin). Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha
yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. Atau
dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri
sendiri dan masyarakatnya.” John Dewey mengartikan pendidikan sebagai organisasi
pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi Nasional
Pendidikan mendefinisikan pendidikan adalah usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan
kegiatannya selalu terkait dengan tujuan akhir pendidikan. Meski berawal dari akar kata yang
sama, tetapi pemberian makna terhadap istilah pendidikan begitu beragam. Perbedaan itu secara
prinsip dikarenakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setip
masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografis, apalagi, pendidikan
adalah ilmu pengetahuan yang bercorak teoritis dan praktis (Armai, 2007:16).

2. Pendidikan dalam Islam


Dari sudut pandang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni
memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan. Sosiologi
Emile Durkheim dalam karyanya, Education and Sociology (1956) mengatakan bahwa
pendidikan merupakan produk manusia yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu
sendiri, yaitu mampu konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW
bersabda : “Didiklah anakmu-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, dan
bukan untuk zamanmu”. Jadi pendidikan harus berorientasi masa depan dan futuristik (Khoiron
Rosyadi, 2004:137). Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai
program bimbingan sunyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan (murid)
dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan
alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran
Islam. Menurut Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal
dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya.
Menurut Muyazin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim
yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan
fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan
dan perkembengannya ( Armai, 2007:18). Secara estimologis, pengertian pendidikan Islam digali
dari Al-Qur‟an dan Hadist sebagai sumber pendidikan Islam. Menurut Muhammad Fadhil Al
Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju berlandaskan nili-nilai yang
tertinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik
berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008:35) Pengertian
pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha
dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberikan motivasi,
dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi
muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat
kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “Pendidikan”
yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja
“Rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya “
„allama”. Pendidikan dan Pengajaran dalam bahasa arabnya “Tarbiyah wa ta‟lim”, sedangkan
“pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Zakiyah Daradjat,
2012:25).
Dalam konteks pendidikan Islam, kita mengenal terminologi pendidikan Islam
sebagai Al-Ta‟dib, Al-Ta‟lim dan Al-Tarbiyah. Sejak dekade 1970-an, sering terjadi diskusi
berkepanjangan berkenaan dengan persoalan apakah Islam itu memiliki konsep pendidikan atau
tidak. Dalam bahasan berikut kita akan menjernihkan dan mencoba mempertajam ketiga istilah
tersebut sebagai terminologi pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:138).
a. Al-Ta‟dib
Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan
pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan dan potensi jasmaniah,
intelektual dan ruhaniah, pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud
ditata secara hirarkis sesuai denagn berbagai tingkat dan derajat.
Bagi Al-Attas konsep ta‟dib untuk pendidikan Islam adalah lebih tepat dari at-
Tarbiyah  dan at-Ta‟lim.  Sementara Dr.Fatah Abdul Jalal beranggapan sebaliknya karena yang
lebih sesuai menurutnya justru al-Ta‟lim.  Menurut Al- Attas, pendidikan adalah beban
masyarakat. Penekanan pada adab yang mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan
adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam masyarakat.
Pendidikan dalam kenyataannya adalah ta‟dib  karena adab, sebagaimana didefinisikan disini,
sudah mencakup ilmu dan amal. Simaklah sabda Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :
“dari ibnu mas‟ud: Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikanku
yang terbaik (HR.Ibnu Mas‟ud) (Al-Suyuthi, jamius Shaghir I:14) Terjemahan addaba dalam
hadist di atas sebagai “ mendidik” yang menurut Ibnu Manzhur merupakan padanan
kata „allama,  dan yang oleh al-Zajjaz dikatakan sebagi cara Tuhan mengajar NabiNya. Mashdar
addaba  adalah Ta‟dib yang diterjemahkan sebagai “pendidikan” dan dapat rekanan
konseptualnya di dalam istilah Ta‟lim. Dengan jelas dan sistematik, Al-Attas menurunkan
penjelasan sebagai berikut :
1) Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta‟dib mengandung tiga unsur: pembangunan
iman, ilmu dan amal.
2) Dalam hadis Nabi SAW terdahulu secara eksplisit dipakai istilah ta‟dib dari addaba yang
berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu saja mengandung konsep pendidikan yang
sempurna.
3) Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti : ilmu, pengetahuan dan
pengasuhan yang baik.
4) Dan akhirnya,Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama, sopan-santun, adab dan
semacamnya, atau secara tegas, akhlak yang terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta‟dib.
b. Al-Ta‟lim
Menurut Abdul Fatah Jalal, proses ta‟lim justru lebih universal dibandingkan
proses tarbiyah. Untuk menjelaskan pendapat ini, jalal memulai uraiannya dengan menjelaskan
tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam Islam. Ia mengutip Al-Qur‟an surah Al-Baqarah
ayat 30-34. Menurut jalal, dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa
kata ta‟lim jangkauannya lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal
mengutip ayat 151 surah Al-Baqarah, yang menurut jalal berdasarkan ayat itu dapat diketahui
bahwa proses ta‟lim lebih universal dibandingkan dengan proses tarbiyah. Sebab ketika
mengajar bacaan Al-Qur‟an kepada kaum muslimin, Rosul SAW tidak terbatas pada membuat
mereka sekedar dapat membaca, tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman,
tanggung jawab dan amanah. Jadi, berdasarkan analisis di atas itu Jala menyimpulkan bahwa
menurut Al- Qur‟an, ta‟lim lebih luas dari tarbiyah. Berbeda dengan Al-Attas, Jalal tidak
membandingkan dengan ta‟dib. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta‟lim tidak berhenti
pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak sampai pada pengetahuan taklid. Akan
tetapi ta‟lim  mencakup pula pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan dan meyeluruh
melaksanakan pengetahuan itu. Ta‟lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan, juga
ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku.
c. Al-Tarbiyah
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, At-Tarbiyah adalah lebih tepat digunakan dalam
terminologi pendidikan Islam. An-Nahlawi mencoba menguraikan secara sistematik semantik,
lafal at-Tarbiyah yang (dianggap) berasal dari tiga kata sebagai berikut :
1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur‟an
surah Al-Rum ayat 39.
2) Rabiya-yarbu denagn wazan, Khafiya-yakhfa yang berarti, menjadi besar.
3) Rabba-yarabbu dengan wazan madda-yamuddu, berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga dan memelihara. Imam Al-Baidhawi mengatakan, makna asal al-
Rabb adalah al-Tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
Al-Raghib Al-Asfahani menyatakan, makna asal al-Rabb adalah al-tarbiyah,  yaitu memelihara
sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
Dari ketiga istilah tersebut, Abdurrahman an-Nahwali, menyimpulkan bahwa pendidikan
(al-tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak
menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-
macam. Ketiga, mengarahkan keseluruhan fitrah dan potendi ini menuju kepada kebaikan dan
kesempurnaan yang layak baginya. Dan keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap
sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Baidhawi dan Al-Raghib, dengan sedikit
demi sedikit hingga sempurna.
Tumpang tindih pemakaian dan pemahaman istilah di atas sebenarnya tidak perlu terjadi,
jika konsep yang dikandung ketiga istilah tersebut diaplikasikan dalam kegiatan praksis proses
edukatif kependidikan. Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam masing-masing istilah yang
kemudian perlu dirumuskan dan diantisipasikan untuk lebih mencerminkan konsep dan aktivitas
pendidikan Islam, sehingga dalam lapangan praksis operasional akan menjadi sebagai berikut :
1) Istilah tarbiyah  kirannya bisa disepakati untuk dikembangkan mengingat kandungan istilah
tersebut lebih mencakup dan lebih luas disbanding kedua istilah lainnya.
2) Dalam interaksi edukatif, konsep ta‟lim  bagaimanapun juga tidak bias diabaikan, mengingat
salah satu metode mancapai tujuan tarbiyah adalah dengan melalui proses ta‟lim,.
3) Keduanya, baik tarbiyah maupun ta‟lim, harus lebih mengacu pada konsep ta‟dib dalam
perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak
sekedar dirumuskan dengan kata-kata singkat “fadilah”, tetapi rumusan tujuan pendidikan
Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada pertumbuhan dan pembinaan
keimanan, keIslaman dan keihsanan, disamping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan
perkembangan intelektual peserta didik. Jadi, antara ta‟dib, ta‟lim, dan tarbiyah adalah
mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mengisi kekurangan yang satu akan diisi oleh
kelebihan yang lain. Hal demikian sangat terlihat bila pendidikan kita bicarakan dalam bingkai
lapangan praksis dalam interaksi edukatif. Maka dari tiga hal di ataslah lahir terminologi-
definitif dalam pendidikan Islam.
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar. Pendidikan Islam, baik
sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian
yang utuh, paripurna atau syumul, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang
pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang
mendasar. Ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu :
a) Al- Qur‟an
b) Al-Sunnah,
c) Al-Kaun, dan
d) Ijtihad.
a) Al-Qur‟an
Al-Qur‟an diakui oleh orang-orang Islam sebagai firman Allah SWT, dan karenanya ia
merupakan dasar hukum bagi mereka. Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai petunjuk bagi kaum muslimin dari waktu ke waktu yang selaras dan sejalan dengan
kebutuhan yang terjadi. Al-Qur‟an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan manusia. Segala
persoalan terdapat hal pokoknya di dalam Al-Qur‟an serta berisi tentang aturan yang sangat
lengkap dan tidak punya cela, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu,
nilai ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu. Al-Qur‟an merupakan kitab
pendidikan dan pengajaran secara umum. Juga merupakan kitab pendidikan secara khusus,
pendidikan sosial, moral dan spiritual. di dalam al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat
dibaca kisah lukman mengajari anaknya dalam surat Lukman ayat 21-19. Cerita itu
menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan
ilmu pengetahuan. Maka Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktivitas manusia dalam
setiap sendi kehidupannya, yang akan mengantarkan manusia mampu berdialog secara ramah
dengan dirinya sendiri, dengan alam sekitar, dan dengan Tuhannya, maka al-Qur‟an menjadi
landasan yang kokoh dan paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan
keparipurnaan hidup manusia secara hakiki. Oleh karena itu pendidikan Islam harus
menggunakan Al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:155).
b) As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul Allah SWT. Yang
dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Dijadikannya as-
sunnah sebagai dasar pendidikan Islam tidak terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap
Al-Qur‟an. Yaitu : - Sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang bersifat umum. Maka
dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan, - Sunnah
mengkhidmati al-Qur‟an. Memang as-sunnah menjelaskan mujmal al-Qur‟an, menerangkan
musykilnya dan memanjangkan keringkasannya. Al-Qur‟an menekankan bahwa Rosul SAW
berfungsi menjelaskan maksud firman-fiman Allah (QS.16:44). Abdul Halim Mahmud, dalam
bukunya al-sunnah fi makanatiha wa fi Tarikhiha, menulis bahwa as-sunna mempunyai fungsi
yang berhubungan dengan Al-Qur‟an dan fungsi berkaitan dengan pembinaan hukum syara‟.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an. Sunnah berisi tentang petunjuk
(pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspekny, untuk membina umat
menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan
pendidik utama. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan
manusia muslim dalam setiap sendi kehidupannya.
c) Al-Kaun
Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia melalui perantara malaikat
jibril dan nabi-nabiNya, ia juga membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam
semesta dengan segala macam partikel dan heteroginitas berbagai entitas yang ada di dalamnya:
langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya, laut yang begitu membahana
dengan kekayaan ikan, gunung-gunung, berbagai macam binatang dan sebagainya.
Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, beberapa ayat di dalam al- Qur‟an menyatakan
dengan gamblang dalam surah Ar-Ra‟d ayat 3 dan Al- Jatsiyah. Alam semesta selain sebagai
ayat-ayat kauniyah yang merupakan jejak-jejak keagunganNya, ia juga merupakan himpunan-
himpunan teks secara konkret yang tidak henti-hentinya mengajarkan kepada manusia secara
mondial begaimana bersikap dan berperilaku mulia. Ditilik dari wacana pedagogis, hal itu
amatlah berarti bagi berlangsungnya proses pendidikan demi tercapainya (setidaknya) dan hal
bagus; bukan hanya tumpukan ilmu dan kepandaian, tapi juga sikap arif dan kedewasaan jiwa.
d) Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuwan sayri‟at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at
Islam dalam hal- hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan sunnah
(Zakiyah Daradjat, 2012:21). Ijtihad sebagai langkah untuk memperbaharui interpretasi dan
pelembagaan ajaran Islam dalam kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan
Islami. Ijtihad yang diarahkan pada interpretasi wahyu dan al-kaun  akan menghasilkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggembirakan. Sebab interpretasi manusia atas wahyu
akan menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual. Orang yang melakukan
ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid senantiasa menggunakan akal budinya untuk
memecahkan problematika kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa
menggunakan akal budinya oleh Al-Qur‟an disebut sebagai ulul-albab (Khoiron Rosyadi,
2004:159).
Menurut Al-Qur‟an ulul-albab adalah sekelompok manusia tertentu yang diberi
keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistemewaannya adalah mereka diberi hikmah dan
pengetahuan, disamping pengetahuan yang diperoleh secara empiris (QS.2:269).
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur‟an
dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad di bidang
pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah adalah bersifat pokok- pokok dan prinsip-prinsip saja (Zakiyah Daradjat, 2012:22).
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah apa yang dicanangkan oleh manusia, atau sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah sesuatu usaha serta kegiatan selesai. Ketika berbicara mengenai tujuan pendidikan, tak
dapat tidak mengajak kita untuk berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia.
Sebab, pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oelh manusia untuk memelihara
kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Al-Syaibany
menampilkan definisi tujuan sebagai perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses
pendidikan, atau upaya yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau usaha pendidikan untuk
mencapainya, baik pada tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya, maupun pada
kehidupan masyarakat dan alam sekitar. Jadi, tujuan-tujuan pendidikan jika mengikuti definisi
ini maka ada perubahan yang diinginkan dalam tiga bidang,yaitu :
a.) tujuan-tujuan individual
b.) tujuan-tujuan sosial
c.) tujuan-tujuan profesional (Khoiron Rosyadi, 2004:161).
Dilihat dari segi UU No.23 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan nasional dalam Bab II
dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3, maka tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada beberapa tujuan pendidikan Islam.
a. Tujuan Umum pendidikan Islam
1) Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam menyimpulkan bahwa
tujuan umum yang asasi bagi pendidikan Islam, yaitu :
a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
d) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan untuk
mengetahui (co-riosity).
e) Menyiapkan pelajar dari segi profesional
2) Prof. Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, Dasar-dasar
Pendidikan Islam dan Metode-metode pengajarannya, tujuan umum yang ditampilkan,
yaitu :
a) Pendidikan akal dan Persiapan pikiran.
b) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak.
c) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda.
d) Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan kesediaan-kesediaan manusia.
3) Menurut Muhammad Quthb, tujuan umum pendidikan Islam adalah manusia yang taqwa,
itulah manusia yang baik menurutnya. Sungguh yang paling mulia di antara kalian menurut
pandangan Allah ialah yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya (QS. Al-Hujurat (49):13).
4) Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia Hamba
Allah. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia sebagai makhluk
yang menghambakan diri kepada Allah(beribadah kepadaNya). Karena sesuai dengan pesan Al-
Qur‟an bahwa Allah menciptakan jin dan manusia supaya mereka beribadah kepadaNya (QS.al-
Dzariyat (51):56). Tujuan umum pendidikan Islam diberi perhatian dan tidak terkena perubahan
dari waktu ke waktu. Finalitas kenabian secara implisit menyatakan finalitas cita-cita yang
diajarkan Nabi SAW kepada sekalian manusia. Jadi, tujuan umum pendidikan Islam adalah
tujuan yang berada jauh dari masa sekarang, sebuah hasil pencapaian yang tidak dapat terlaksana
melalui kerja. Taqwa kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam, ia
sebagai ultimate goal dari serangkaian tujuan yang ditampilkan di atas.

B. PENDIDIKAN PROFETIK
1. Pengertian Profetik
Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan nabi. Kata dari
bahasa Inggris ini berasal dari bahasa yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut
orang yang berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang
berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang,
menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya
disebut rasul (messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada
dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi (Prophet) (Moh.Roqib, 2011:49).
Kenabian dari kata arab “nabiy”  dan kemudian membentuk kata nubuwwah yang berarti
kenabian. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an, nabi adalah hamba Allah yang ideal secara
fisik (berbadan sehat dengan fungsi optimal) dan psikis (berjiwa bersih dan cerdas) yang telah
berintegrasi dengan Allah dan malaikatNya, diberi kitab suci dan hikmah bersamaan dengan itu
dia mampu mengimplementasikan dalam kehidupan dan mengkomunikasikannya secara efektif
kepada sesama manusia. Sedang kenabian mengandung makna segala ihwal yang berhubungan
dengan seorang yang telah memperoleh potensi kenabian. Potensi kenabian dapta menginternal
dalam individu setelah ia melakukan proses edukasi yang didasarkan oleh nilai-nilai kenabian
dalam Al-qur‟an, Sunnah dan Ijtihad dengan berbagai upaya melakukan pemikiran sehingga
dapat menemukan kebenaran normatif dan faktual. Pemikiran filosofis ini kemudian disebut
dengan filsafat profetik atau filsafat kenabian. Dengan potensi tersebut nabi mampu
menyampaikan risalah dan membangun umat dan bangsa sejahtera lahir batin. Agar tugas-tugas
kenabian tercapai, setiap nabi diberikan sifat-sifat mulia yaitu: a. Jujur (al-sidq), b. Amanah (al-
amanah), c. Komunikatif (al-tablig) dalam arti selalu menyampaikan ajaran dan kebenaran; dan
d. Cerdas (al- fatanah). Setiap Nabi memiliki misi utama yang harus dipahami dan dilaksanakan
oleh ulama sebagai pewaris para nabi. Misi kenabian tersebut dalam bingkai mengembangkan
kitab suci yaitu: a. menjelaskan ajaran- ajaranNya, b. menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan sesuai
dengan perintahNya, c. memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat; dan d.
memberikan contoh pengamalan.
Keempat tugas dan misi ini jika dimaknai dalam konteks pendidikan, nabi memiliki tugas
pertama adalah memahami Al-Qur‟an berarti nabi harus menguasai ilmu (ilahiyah) yang akan
menjadi materi dan dijelaskan kepada peserta didik, kedua menyampaikan materi (ajaran)
tersebut kepada umat (peserta didik), ketiga melakukan kontrol dan evaluasi dan jika terjadi
penyelewengan dilakukan pendisiplinan diri agar tujuan pendidikan (ajaran) dapat diaplikasikan
dalam kehidupan. Terakhir, nabi memberikan contoh dan model ideal personal dan sosial lewat
pribadi nabi yang menjadi rasul dan manusia biasa (Moh.Roqib, 2011:49).
Seorang nabi yang memiliki potensi sempurna yang diberikan Tuhan yang merupakan
model utama moral utama yang patut dicontoh dalam kehidupan termasuk dalam dunia
pendidikan, bagaimana potret pendidikan kenabian dan bagaimana potret itu dapat menjadi
faktual saat ini.
2. Filsafat profetik
Filsafat profetik atau filsafat kenabian adalah pemikiran filosofis yang didasarkan pada
nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur‟an dan Sunnah dengan berbagai upaya pemikiran reflektif-
spekulatif sampai pada penelitian empiric sehingga menemukan kebenaran normatif dan faktual
aplikatif yang memiliki daya sebagai penggerak umat sehingga terbentuk khaira ummah  atau
komunitas ideal. Secara teologis filsafat profetik ini diambil dari pemikiran sufi yang
membincang tentang bentuk kemanunggalan (ittihad) Tuhan yang Esa (tauhid) yang transenden
dengan manusia yang relatif dan plural.
Filsafat profetik atau filsafat kenabian sebagai upaya mendialogkan manusia, Tuhan dan
alam dapat dimaknai sebagai filsafat yang mengkaji tentang hakikat kebenaran dengan
mendasarkan pada wahyu yang masuk dan menginternal dalam diri manusia agung (an-nabiy)
kemudian dikomunikasikan pada manusia dan keseluruhan alam agar kebenaran tersebut menjadi
mungkin untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia sehingga tercipta manusia terbaik
(khaira ummah) dengan kehidupan yang sejahtera (Moh.Roqib, 2011:53).
3. Filsafat pendidikan profetik
Berdasarkan pada pemahaman terhadap filsafat profetik, sebagaimana telah disebutkan,
filsafat pendidikan profetik adalah pemikiran filosofis kependidikan yang mendasarkan pada
pemahaman terhadap alam dan hokum dialektikanya yang bermuara pada hubungan antara tuhan
dan manusia yang menyatu (tauhid) tanpa menghilangkan keEsaan Tuhan dan tidak pula melebut
eksistensi manusia sehingga manusia yang percaya terhadap yang profon akan bertindak sebagai
manifestasi kepercayaan kepada Allah sekaligus memahami keterbatasan dan kelemahan
memahami realitas hukum dan alam Tuhan (Moh.Roqib ,2011:86). Filsafat pendidikan profetik
merupakan proses transfer pengetahuan dan nilai untuk pengEsaan terhadap Allah yang
dilakukan secara kontinu dan dinamis disertai pemahaman bahwa dalam diri ada kelebihan dan
kelemahan yang menunjukkan adanya campur tangan Tuhan (yang transenden).
Islam merupakan agama yang abadi karenanya menuntut perubahan yang permanen yang
disertai dengan cita-cita mengenai tujuan (a sense of goal) yaitu membuat manusia lebih dekat
dengan Tuhan. Untuk memberi arah ke mana transformasi tersebut akan dibawa maka
dibutuhkan ilmu sosial profetik untuk memberikan petunjuk kearah transformasi yang dilakukan.
Perubahan yang didasarkan pada cita-cita Humanisasi, emansipasi, Liberasi, dan Transendensi
yang mengkarakteristikkan pendidikan profetik. Humanisasi, Liberasi dan Transendensi
merupakan dasar cita-cita profetik dalam pendidikan. Tiga muatan itulah yang
mengkarakteristikkan pendidikan profetik dengan berdasarkan Al-Qur‟an surat Ali Imron ayat
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron : 110)
a. Transendens
Transendensi berasal dari bahasa Latin “transcendere” yang berarti naik ke atas; dalam
bahasa inggris “to transcend”  berarti menembus, melewati, melampui, artinya perjalanan di atas
atau di luar. “transcend” berarti melebihi, lebih penting dari, “transcendent” berarti sangat,
teramat, atau sukar dipahamkan, atau diluar pengertian dan pengalaman biasa. Transendensi bisa
diartikan Hablun min Allah, ikatan spiritual yang mengikatkan antara manusia dan Tuhan.
Transendensi dalam teologi Islam berarti percaya kepada Allah, kitab Allah dan yang ghaib
(Moh.Roqib ,2011:78).
Berdasarkan pada filsafat profetik indikator transendensi dapat dirumuskan:
1) mengakui adanya kekuatan supranatural,Allah.
2) melakukan upaya mendekatkan diri kepada Allah
3) berusaha untuk memperoleh kebaikan Tuhan sebagai tempat bergantung.
4) memahami suatu kejadian dengan pendekatan mistik (kegaiban),
mengembalikan sesuatu kepada kemahakuasaanNya.
5) mengaitkan perilaku, tindakan dan kejadian dengan ajaran kitab suci.
6) melakukan sesuatu disertai harapan untuk kebahagiaan hari akhir (kiamat).
7) menerima masalah atau problem hidup dengan rasa tulus dan dengan harapan agar mendapat
balasan di akhirat untuk itu kerja keras selalu dilakukan untuk meraih anugerahNya.
b. Liberasi
Liberasi dari Bahasa Latin “liberare”  berarti memerdekakan atau
pembebasan. Liberation dari kata “liberal” yang berarti bebas. Liberation  berarti membebaskan
atau tindakan memerdekakan. Artinya pembebasan terhadap semua yang berkonotasi dengan
signifikasi sosial seperti mencegah bernarkoba, memberantas judi, membela nasib buruh dan
mengusir penjajah (Moh.Roqib ,2011:82).
Dari definisi dan pemahaman terhadap filsafat profetik dapat dirumuskan indikator
ilberasi yaitu:
1) memihak kepada kepentingan rakyat, wong cilik dan kelompok mustad‟afin. 
2) menegakkan keadilan dan kebenaran.
3) memberantas kebodohan dan keterbelakangan sosial-ekonomi.
4) menghilangkan penindasan dan kekerasan.
c. Humanisasi
Humanisasi berasal dari kata Yunani, humanitas berarti makhluk manusia menjadi
manusia. Dalam bahasa inggris human berarti manusia, bersifat manusia, humane berarti
peramah, orang penyayang, humanism  berarti peri kemanusiaan. Humanisasi (insaniyyah)
artinya memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan
kebencian dari manusia (Moh.Roqib, 2011:84). Indikator Humanisasi:
1) menjaga persaudaraan meski berbeda agama, kayakinan, status sosial dan tradisi.
2) memandang seseorang secara total.
3) menghilangkan berbagai bentuk kekerasan.
4) membuang jauh sifat kebencian terhadap sesama.
Ketiganya disebut visi profetik. Untuk filsafat pendidikan profetik. Unsur- unsur profetik
tersebut harus menjadi tema pendidikan Islam. Setiap pendidikan Islam harus menyertakan unsur
transendensi. Humanisasi plus transendensi, liberasi plus transendensi, karena transendensi
begitu sentral.
BAB III
METODEL PENELITIAN

2. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono
(2016: 12) Metode Penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya
belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat
postpositivisme.Metode ini disebut juga sebagai metode artistik ,karena proses penelitian lebih
bersifat seni (kurang Terpola) dan disebut sebagi metode interpretive karena data hasil penelitian
lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan. Menurut Sukmadinata,(1997:69) berpendapat bahwa penelitian
kualitatif(qualitativeresearch) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena peristiwa,aktivitas sosial, sikap,kepercayaan, persepsi,pemikiran orang
secara individual maupun kelompok. Menurut Muhajir penelitian kualitatif setidak-tidaknya
mengakui empat kebenaran, yaitu: kebenaran empirik konseptual, empirik logik-teoritik, empirik
etik dan empirik transendental. Kemampuan dan pemaknaan manusia
atas indikasi empirik manusia menjadi mampu mengenal keempat kebenaran tersebut. .Menurut
Sutama,(2010:62) bahwa metode penelitian kualitatif memiliki lima karakteristik umum, yaitu:
a. Latar alamiah merupakan sumber data langsung dan peneliti merupakan instrumen kunci
dalam penelitian kualitatif.
b. Data kualitatif dihimpun dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan selalu dalam
bentuk angka-angka.
c. Peneliti kualitatif mempunyai kepedulian dengan proses dan sekaligus juga memiliki
kepedulian dengan produknya.
d. Peneliti kualitatif cenderung menganalisa data yang mereka peroleh dengan cara induktif.
e. Perhatian utama peneliti kualitatif adalah jawaban atas pertanyaan bagaimana orang, dalam
kehidupan mereka dapat dimengerti.
Adapun cara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pengumpulan data
sebanyak-banyaknya secara objektif, relevan kemudian mendeskripsikan dalam bentuk naratif
sehingga memberikan gambaran secara utuh tentang fenomena yang terjadi dengan fokus
penelitian. Fokus penelitian ini adalah yang berkaitan dengan problematika profesi guru dalam
upaya peningkatan kualitas Pendidikan Di SMK Kesehatan Cikarang Kabupaten
Bekasi .
fokus penelitian yang peneliti ambil adalah :
1. problematika Profesi guru yang terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal.
- Penguasaan materi
-Mencintai profesi
-Keterampilan mengajar
-Menilai hasil belajar
-Karakteristik kelas
-Karakteristik sekolah

2. Cara meningkatkan Kualitas Pendidikan di SMK Kesehatan Cikarang Utara


Kabupaten Bekasi.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah : Waka kurikulum,Guru,komite, TU,dan
siswa
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik field researchyaitu penulis terjun
langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan, sedang metode yang digunakan
adalah:
1.Observasi
Peneliti mengobservasi secara langsung, baik secara formal maupun informal. Metode ini
dipakai untuk mengumpulkan data dari lapangan dengan jalan menjadi partisipan langsung di
SMK Kesehatan Kabupaten Bekasi mengenai aktivitas waka kurikulum , guru dan siswa di
sekolah. Metode observasi dalam
penelitian ini merupakan pengamatan dan pencatatan data secara langsung untuk mengumpulkan
data tentang analisis problematika profesi guru dalam upaya untuk peningkatan kualitas
pendidikn di SMK Kesehatan Kabupaten Bekasi. Adapun yang diperoleh melalui observasi
meliputi:
a. Kondisi lingkungan sekolah.
b. Sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah.
c. Kegiatan belajar mengajar.

2. Wawancara (Interview)
Teknik wawancara dilakukan pada semua informan dan wawancara dilakukan lebih dari
satu kali sesuai dengan keperluan dengan tujuan memperoleh data secara lengkap. Pelaksanaan
wawancara dilakukan dengan pedoman atau panduan wawancara, dan pertanyaan spontan yang
dapat melengkapi data pada penelitian ini.

3. Dokumentasi
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi guna mengutip dan
menganalisis data yang telah didokumentasikan di SMK Dewantara. Sehingga diperoleh data-
data yang akurat yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
A. Tehnis Analis Data
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya dianalisis. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan deskriptif yaitu dengan menganalisis melalui pemikiran yang
logis, teliti dan sistematis sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat. Sugiyono (2016: 333)
menyatakan bahwa analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan , selama
dilapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah
analisis interaktif dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data selain dengan metode dokumentasi, angket dan observasi,
peneliti juga membuat catatan lapangan yang dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan,
pokok-pokok utama yang kemudian diperjelas dan disempurnakan bila telah selesai penelitian.
Menurut Bogdan dan Biklen, catatan
lapangan adalah catatac tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkandalam
rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
2.Reduksi Data
Peneliti membuat pengkodean terhadap catatan-catatan lapangan yang didasarkan pada
fokus penelitian. Suatu bentuk ringkasan amat penting dan diperlukan bagi peneliti untuk
menggambarkan temuan awal, yang ditandai dengan kode-kode tertentu sesuai dengan kategori
dari liputan peneliti.
3.Penyajian Data
Sebagaimana dalam Purwanto, (2011 : 261-262), penyajian data mempunyai dua tujuan.
Pertama, penyajian data memudahkan pembaca dalam memahami data mentah yang tidak
beraturan secara cepat dan mudah. Kedua, penyajian data memudahkan analisis data dari data
mentah yang belum tersusun rapi dengan menyusunnya dalam bentuk yang lebih teratur sehingga
mudah dianalisis.Peneliti memisah-misahkankan hasil penelitian sesuai dengan permasalahan
masing-masing seperti data yang berhubungan dengan
kedisiplinan, kejujuran, kerjasama dan tanggungjawab.Selain penyajian data melalui teks naratif,
peneliti juga akan menggunakan matriks atau bagan yang akan mempermudah peneliti untuk
membangun hubungan teks yang ada.
Dengan menggunakan hal ini, peneliti akan dimudahkan dalam merancang dan
menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padat dan mudah difahami,
sehingga peneliti dapat melakukan penyederhanaan dan memudahkan penarikan kesimpulan dari
data yang ditemukan. Pada tahap ini merupakan upaya untuk merakit kembali semua data yang
diperoleh dari lapangan selama kegiatan berlangsung.
4.Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Dari kegiatan ini dibuat kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya masih terbuka, kemudian
menuju ke yang sfesifik/rinci. Kesimpulan akhirnya diharapkan dapat diperoleh setelah
pengumpulan data selesai. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif
mulai mencari arti benda- benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan final
mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada
besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan dan metode
pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntunan pemberi dana, tetapi sering
kali kesimpulan telah dirumuskan sejak awal. Hasil analisis data disusun setelah melalui langkah
melengkapi dan
menyempurnakan dari data-data yang diperoleh dari tahap-tahap interview, pengamatan dan
dokumentasi. Setelah penyusunan hasil analisis dilakukan,maka teknik terakhir adalah menyusun
cara menyajikan dan
mempertanggungjawabkan hasil penelitian deskriptif. Setelah data dikumpulkan, kemudian
disusun rumusan pengertian secara singkat berupa pokok-pokok temuan yang disebut dengan
reduksi data. Langkah berikutnya adalah penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis.
Dari itu kemudian ditarik
kesimpulan. Jika belum tepat kesimpulannya kemudian dicek lagi data yang dikumpulkan atau
mencari data lagi guna mendapat data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Data
tersebut kemudian ditarik kesimpulan.
I. Uji Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data merupakan suatu langkah untuk mengurangi kesalahan
dalam proses perolehan data penelitian yang menghasilkan hasil akhir dari suatu penelitian. Ada
beberapa kegiatan untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini yang dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.Kredibilitas.
Kredibilitas dalam penelitian ini, dipenuhi dengan beberapa kegiatan yang dilakukan
untuk membuat temuan dan interpretasi yang akan dihasilkan lebih terpercaya. Kegiatan
kredibilitas terdiri dari: a) Perpanjangan keikutsertaan di lapangan dalam mengobservasi. Peneliti
berusaha terjun ke lapangan dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan subyek penelitian. Dengan
perpanjangan keikutsertaan ini berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai data yang
dikumpulkan penuh, b)Ketekunan pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti secara terus menerus untuk memahami gejala dengan lebih mendalam
sehingga mengetahui aspek yang penting, terfokus dan relevan dengan topik penelitian. c)
Melakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data tersebut bagi keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data
tersebut (Moleong, 2002: 327).Triangulasi penelitian ini adalah triangulasi sumber dan
metode.Triangulasi menurut Sanjaya,(2013:45) dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai
metode, jenis data, dan sumber data sebelum peneliti mengambil kesimpulan
dankeputusan.Triangulasi dilakukan untuk mengecek kembali data-data yang diperoleh dengan
mengkroscek data hasil dari interview, observasi dan melihat dokumentasi yang ada.Triangulasi
ini dilakukan dengan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dikatakan secara
pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang didapat
selama penelitian.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan
yang lain dan juga hasil dari wawancara.
2. Dependabilitas.
Dependabilitas adalah kriteria menilai apakah proses penelitian bermutu atau tidak.
Dependabilitas dalam penelitian ini bermaksud agar data tetap valid dan terhindar dari kesalahan
dalam memformulasikan hasil penelitian,agar temuan penelitian dapat dipertahankan dan
dipertanggungjawabkan.
3.Konfirmabilitas.
Konfirmabilitas adalah kriteria yang digunakan untuk menilai hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara mengecek data, informasi dan interpretasi hasil penelitian yang didukung
oleh materi yang ada pada pelacakan (audit trail).
Dalam pelacakan ini, peneliti menyediakan bahan-bahan yang diperlukan seperti data
lapangan yang berupa: a) catatan lapangan dari hasil pengamatan peneliti tentang berbagai
aktivitas di sekolah, b) interaksi kepala sekolah dengan guru, karyawan TU dan para siswa, c)
wawancara dan transkrip wawancara dengan kepala sekolah, guru dan siswa, d) dokumentasi
yang berkaitan dan relevan, e) analisis data, f) hasil sintesa, dan i) catatan hasil pelaksanaan
penelitian yang mencakup metode, strategi, dan usaha keabsahan. Usaha ini bertujuan untuk
mendapatkan kepastian bahwa data yang diperoleh tersebut benar-benar obyektif, bermakna,
dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Berkaitan dengan pengumpulan data ini,
keterangan dari kepala sekolah dan warga sekolah perlu di uji kredibilitasnya. Hal ini yang
menjadi tumpuan penglihatan, pengamatan obyektivitas, dan subyektivitas untuk menuju
kepastian. Penelitian ini dilakukan pada SMK Kesehatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi di
mulai pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2018.
3. Hasil dan pembahasan
Permasalahan guru merupakan salah satu dari sekian banyak masalah pendidikan yang
harus mendapatkan perhatian besar. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Peran seorang guru yaitu baik sebagai pendidik, model, pengajar, dan
pembimbing. Oleh karena itu, tidak heran jika guru menjadi faktor penentu keberhasilan
pendidikan siswa, di antara tugas profesional guru adalah merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran. Selain itu, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. Belum lagi dalam pemenuhan empat kompetensi (kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional), yang harus dipenuhi seorang guru profesional.
Oleh karenanya guru secara lebih khusus dituntut menguasai kompetensi profesional
antara lain: mampu mengembangkan kurikulum tingkat Satuan pendidikan yang meliputi:
a) Memahami standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK-KD),
b) Mengembangkan silabus
c) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
d) Melaksanakan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik,
e) Menilai hasil belajar,
f) menilai dan memperbaiki kurikulum sesuai dengan perkembangan ilmu
Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola
kelas. Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan-
tujuan seperti menelaah kebutuhan- kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan
bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, dan menilai
kemajuannya.
Masalah yang dihadapi guru nampak sekali ada dalam pribadi guru itu sendiri, seperti
rendahnya kompetensi, belum totalnya guru menjalankan profesinya sebagai pendidik dan
pengajar, rendahnya motivasi guru berinovasi dalam pembelajaran dan kurangnya peluang guru
untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan untuk peningkatan kualitas
pembelajarannya meliputi pedagogik, metodik dan didaktik, serta masih rendahnya kemampuan
guru untuk meneliti dan menulis, apalagi bila dikaitkan dengan kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan tekhnologi serta perubahan cara pandang dan pola hidup masyarakat yang
menghendaki strategi dan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang berbeda-beda, di
samping materi pengajaran itu sendiri.
Berdasarkan deskripsi dan penafsiran data tentang problematika profesi guru dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan di SMK Kesehatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi di
atas, selanjutnya peneliti melakukan pembahasan terhadap sub penelitian yang meliputi:
1. Tingkat Kualitas pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru mengelola pembelajaran. Dalam
konteks ini, guru ideal adalah guru yang mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar dan mampu melaksanakan tindak lanjut.Guru
yang didolakan peserta didik adalah guru yang mampu menyajikan pembelajaran dengan
menarik, menyenangkan dan bermakna. Seorang guru hendaknya menguasai, memahami
karakter dan mengidentifikasi potensi serta kesulitan belajar siswa. Seorang guru diharapkan
mampu mengembangkan kurikulum khususnya mata ajar yang diampunya sehingga membuat
rancangan pembelajaran yang baik dengan sajian yang menarik dengan memanfaatkan teknologi
dan informasi (IT) untuk kepentingan pendidikan. Sesuai hasil wawancara diketahui bahwa
kompetensi pedagogis guru yang terjadi di SMK Kesehatan Cikarang Utara, guru lemah dalam
mengelola kelasnya (manajemen kelas) dan penguasaan teknologi informasi (IT). Kedua minat
baca guru rendah. Ketiga yang berhubungan dengan kompetensi profesional, yakni guru tidak
siap menguasai materi pelajaran (pengelolaan pembelajaran).
2. Tingkat profesionalisme
Untuk memiliki kemampuan dan keahlian para guru dituntut meningkatkan ilmu
pengetahuan , memakai dan menguasai teknologi , baik itu komputer dan alat – alat teknologi
lainnya yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dalam bidang profesi , seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik,
melatih dan melaksanakan penelitian masalah masalah kependidikan. Guru harus menguasai
struktur, konsep dan poal pikir sesuai keilmuan yang dimiliki dalam mendukung mata pelajaran
yang diampu. Seorang guru profesional harus mampu menciptakan suasana kelas yang mampu
membangkitkan semangat siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil wawancara di SMK
Kesehatan sebagian guru sudah mengerti konsep ,KI dan KD walaupun hanya sebagian guru
yang membuat administrasi pembelajaran tapi mereka sudah berusaha untuk menjadi guru yang
profesional. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Feralys Novauli M (2015 )
yang menyatakan guru sudah menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi,
memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, Mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan refleksi dan Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
3. Cara meningkatkan kualitas pendidikan
Kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan indikator yang sangat berperan penting
dalam peningkatan kualitas kinerja guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan
disekolah. Seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para guru atau
bawahannya dengan cara memberikan motivasi yang mampu mempengaruhi kinerja seorang
guru. Sebagai pemimpin sekolah harus mampu memberikan pengaruh – pengaruh yang dapat
menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugasnya secara efektif, sehingga kinerja
mereka akan lebih baik. Sebagai pemimpin yang mempunyai pengaruh, ia berusaha memberikan
nasehat , saran dan jika perlu perintahnya diikuti oleh guru – guru. Untuk mengatasi
problematika pendidikan yang berkaitan dengan profesionalisme guru diperlukan kerja sama
antara dunia pendidikan dengan instansi-instansi lain, mengintegrasikan seluruh sumber
informasi yang ada di masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar, penanaman tanggung
jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan pembudayaan akhlaqul karimah dalam
setiap perbuatan kesehariannya serta diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, utamanya
pemimpin lembaga pendidikan dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.Kedua, dalam diri
guru harus ditanamkan sikap tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan
guru harus memiliki sikap-sikap sebagai manusia yang berfikir rasional (multi dimentional),
bersikap dinamis, kreatif, inovatif, beroientasi pada produktivitas, profesional, berwawasan luas,
berpikir jauh ke depan, menghargai waktu dan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis teknologi dan informasi
(TI). Problematika profesionalisme guru disebabkan oleh kurangnya kesadaran guru akan jabatan
dan tugas yang diembannya serta tanggung jawab keguruannya secara vertikal maupun
horizontal dan munculnya sikap malas dan tidak disiplin waktu dalam bekerja yang mengarah
pada lemahnya etos kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian said alwi (2017 ) menyatakan . Maka untuk
mengatasi problematika tersebut guru harus meningkatkan pengetahuannya tentang media
pembelajaran, dan kepala sekolah mengusulkan pengadaan kelengkapan media pembelajaran
disekolah, dilain sisi pihak dinaspendidikan membuat pelatihan-pelatihan kepada guru-guru.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Setelah membaca menelaah data dan membaca teori tentang implementasi pendidikan
profetik, problematikan implementasi pendidikan tradisi profetik dan hasil implementasi
pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam maka peneliti
menyimpulkan beberapa hal yang penting sebagai berikut

1. Berdasarkan dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan berkaitan tentang
implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di bahwa
penerapan pendidikan profetik terdapat dalam proses pembelajaran dengan objektifikasi bukan
doktrinasi, pembiasaan dan keteladanan kolektif, inovasi penggunaan metode dan sistem
evaluasi.
2. Implementasi pendidikan profetik belum bisa maksimal mengingat masih ada beberapa
hambatan dalam penerapannya, diantaranya yaitu belum adanya relevansi konsep pendidikan
profetik dalam era transformatif, kurangnya inovasi metode dan evaluasi yang digunakan
oleh pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan profetik.
Walaupun ada beberapa hambatan, terdapat beberapa solusi yang dilakukan dalam
meminimalkan hambatan tersebut yaitu dengan melakukan pembiasaan dan keteladanan kolektif.
Lebih menekankan pada objektifikasi atau keadaan yang sebenarnya dalam metodologi
pembelajarannya bukan doktrinasi.
3. Hasil dari implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama
islam diantaranya adalah dapat menumbuhkan tingkat keagaaman dan kesadaran diri akan cinta
ibadah, terbentuknya sikap menghormati dan toleran pada diri siswa, membangun moral dan
akhlak siswa, penanaman misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang dapat mengembangkan
intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik secara utuh.

B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran-saran
yang mungkin bisa diterapkan atau
menjadi proyeksi kedepan dalam perkembangan pembelajaran pendidikan agama islam, bahwa
pendidikan sekarang perlu menekankan pembangunan dan pembentukan moral dan akhlak
peserta didik. Melihat kondisi masih lemahnya moral dan akhlak pada era modern saat ini. Maka
salah satu upaya untuk mencegah hal tersebut dan membentuk moral dan akhlakul karimah salah
satunya dengan pendidikan tradisi profetik. Maka, kami mamberikan saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya satu konsep pendidikan tradisi profetik yang lebih jelas dan relevan pada era
transformatif saat ini, jika perlu dirancang dan dibuat kurikulum yang berbasis pada misi
kenabian dan nilai-nilai kenabian. Model pendidikan agama islam yang selama ini ada masih
tradisional yang cenderung meletakkan agama dan akhirat sebagai kurikulum dan orientasinya.
Dan biasanya lebih eksklusif. Perlunya model pendidikan yang berparadigma integralistik serta
lebih mengacu kepada wahyu Tuhan dan akal manusia sebagai referensinya. Dengan demikian
orientasinya tentu saja mengarah tidak hanya bersifat duniawi, namun juga ukhrawi.
2. Perlunya inovasi-inovasi baru pada model pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dalam
penanaman misi dan nilai-nilai kenabian. Adanya penekanan lebih pada aspek afektif dan
psikomotorik yang dapat membangun dan membentuk moral serta akhlak peserta didik. Karena
yang terjadi saat ini hanya lebih menekankan pada aspek kognitif saja.
3. Untuk para guru dan tenaga kependidikan lainya harus mampu memberikan pembiasaan dan
keteladanan yang baik di lingkungan sekolah, karena guru merupakan ujung tombak dalam
pembentukan moral dan akhlak serta keberhasilan proses belajar anak. Dalam proses pendidikan
profetik yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan pembentukan moral dan akhlak
peserta didik dengan berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadist.
4. Peran serta dari orang tua dalam proses belajar dan pembentukan akhlak serta emosional
peserta didik sangat dibutuhkan. Sekolah seyogyanya melibatkan orang tua dalam proses
pendidikan. Maka diperlukan hubungan kemitraan antara sekolah, orang tua dan masyarakat
yang diharapkan mampu menjamin keberhasilan pendidikan tradisi profetik pada peserta didik
5. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama harus mampu mengakomodir, serta mampu
membentuk tim khusus yang fokus pada ranah pendidikan profetik. Sehingga konsep
pendidikan profetik dan misi kenabian dapat diimplementasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzakiey, H. Bakran. 2010. Propethic intelligence : menumbuhkan potensi
hakiki insani melalui pengembangan kesehatan nurani. Yogyakarta :
Islamika
Arief, Armai.2007. Reformasi Pendidikan Islam. Ciputat: CRSD Press
Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan praktis
berdasarkan pendekatan Interdisipliner.  Jakarta: Bumi Aksara
Burhanudin, Jajat dan Dina Afriyanti. 2006. Mencetak Muslim Modern, peta
Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Darajat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.2006. Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta : Departemen Agama RI
Education Center. 2008. Pendidikan karakter Kebangsaan. Yogyakarta: BEM
REMA UNY
Fathi, Muhammad. 2007. Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar. Jakarta
Timur: Pustaka Al Kausar
H, P. Novianto.2004. kamus Lengkap Bahasa Indonesia.  Surakarta: Bringin 55
Kementrian Agama RI. 2010. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya. Jakarta : PT.
Sygma Examedia Arkan Leema
Kuntowijoyo.2007. islam sebagai Ilmu : Epistemologi, Metodologi dan Etika.
Yogyakarta: Tiara Wacan
Majid, abdul dan Dian Andatani.2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda karya
Meleong, L.j. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda karya
Muhaimin. 2003. Wacana pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya : Pustaka
Pelajar
Muhaimin. 2008. Paradigma Pendidikan Islam : Upaya mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung : Remaja Rosda Karya
Mujib, Abdul & Yusuf Mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media
Mulkhan, A.Munir. 2002. Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi problem filosofis
Pendidikan Islam). Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Nadhirin.2008.Landasan Profetik Pendidikan Islam.(Online).diakses di
http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/landasan-profetik-pendidikan-
islam.html.pada Selasa, 06 Januari 2015
Natta, Abuddin. 2007. Manajemen Pendidikan: mengatasi kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam.  Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Priyo.2010. Pendidikan Islam Profetik : IntegrasiI slam dan Ilmu menuju
pendidikan yang Humanis Liberatif dan Transendentif Iman Ilmu
Amal.(Online).http://PendidikanIslamProfetikIntegrasiIslamdanIlmumenuj
upendidikanyangHumanisLiberatifdanTransendentifImanIlmuAmal.html.
Diakses pada Selasa, 03 Februari 2015
Rahman, Abdul. 2012. Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam, Tinjauan
Epistemologi dan isi-materi. Jurnal Eksis. (Online). Volume.8. No.1.
(http://www.karyailmiah.polnes.ac.id) (diakses pada jumat 21 Agustus
2015)
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan Pendidikan Integratif
di sekolah Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta : PT.LkiS
Roqib, Moh. 2011. Prophetic Education: Kontektualisasi Filsafat dan Budaya
Profetik dalam Pendidikan. Purwokerto: STAIN Press
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Roziqin, M. Zainur. 2007. Moral Pendidikan di era Global (pergeseran pola
interaksi guru-murid di era global). Malang: AVERROES Press
Roziqin, M.Khoirur.2008. Format Pendidikan Profetik di tengah transfomasi
Sosial Budaya (Telaah Kritis Pemikiran Kuntowijoyo). Skripsi.
Yogyakarta: UIN SUNAN KALIJAGA
Shafiq, Muhammad. 2000. Mendidik Generasi Baru Muslim : ide dasar, karya
dan obsesi Al Faruqi.  Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Shofan, Moh. 2004. Pendidikan berperadigma Profetik : upaa konstruktif
membongkar dikotomi sistem pendidikan islam. Yogyakarta: IriSoD
Sholeh, Asrorun Niam. 2004. Reorientasi Pendidikan Islam : mengurai relevansi
Al Ghazali dalam konteks kekinian. Jakarta : ELSAS
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi.  Bandung: ALFABETA
Sutardi.2012. Pendekatan profetik dalam penerapan pendidikan
karakter.(Online).diakses di http://sutardicool.wordpress.com
Zeeno, M. Jameel.2005. Resep menjadi pendidik sukses berdasarkan Al-Qur‟an
dan teladan nabi. Jakarta: Hikmah PT.Miza

Anda mungkin juga menyukai