PEDAGOGIK TRANSFORMATIF
Padagogik berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu Paedos yang berarti
anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing, memimpin. Pedagogik adalah ilmu
menuntun anak yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan
kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara
melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik, dan sebagainya. Istilah transformasi berasal dari
kata transformation yang artinya perubahan, sedangkan transformasi sosial berarti perubahan
menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam hubungan timbal balik antar
manusia, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok.
Konsep Pedagogik Transformatif ialah berarti ilmu pendidikan yang bersifat transformatif
(berubah-ubah) sesuai dengan perubahan zaman dan realitas sosial. Pedagogik transformatif
merupakan perkembangan dari paradigma konservatif atau postmodernisme dan paradigma liberal.
Pedagogik sebagai ilmu sangat dibutuhkan oleh guru karena tugas seorang guru bukan
hanya mengajar untuk menyampaikan, atau mentransformasikan pengetahuan kepada para anak di
sekolah, melainkan guru mengemban tugas untuk mengembangkan kepribadian anak didiknya
secara terpadu. Landasan pedagogik merupakan dasar seseorang untuk memberikan pendidikan.
Landasan pedagogis ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran, karena dapat
dijadikan sebagai dasar oleh pendidik. Adapun landasan yang diterapkan dalam pendagogik
transformatif adalah:
1. Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, Pendidikan dan menjadi manusia adalah
satu bagian yang tak terpisahkan, terlepas dari apa yang menjadi cita-cita atau harapan masa
depan.
2. Pendidikan harus sesuai dengan konteks (kontekstual) yang ada di masyarakat sebagai
lingkungan tempat hidup siswa.
3. Pengakuan individual bahwa peserta didik memiliki karakteristik gaya belajar,minat,dan
potensi yang dapat berkembang.
4. Partisipasi yang menunjukkan manusia (peserta didik) yang telah mampu meraih kesuksesan
yang lebih baik harus berpartisipasi sebagaipenggerak perubahan bagi masyarakat.
Tujuan pedagogik adalah memanusiakan manusia dan menjadikan seseorang menjadi dewasa
untuk kebahagiaannya dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang dan menjadikan
seseorang menjalani hidup dengan bahagia. Dengan kata lain, tujuan pedagogik mash
berbarengan dengan hakikat pendidikan sendiri sebagai pengubah yang diharapkan mampu
membuat peserta didik mengembangkan potensi diri.
Kelompok 2
PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI DAN PEMBELAJARAN
Pendidikan berbasis kompetensi dan pembelajaran adalah sebuah pendekatan pada proses
pembelajaran yang menekankan pada pencapaian, baik pada pengetahuan maupun keterampilan. Pada
pembelajaran berbasis kompetensi peserta didik melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahapan
penguasaan kompetensinya hingga sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya. Ada banyak
sekali cara untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada, tetapi hanya sedikit yang benar-
benar berpusat untuk kepada peserta didik tersebut. Guru, sekolah, dan orang tua perlu bersama-sama
berpikir tentang bagaimana pendidikan seharusnya berjalan demi mencapai tujuan yang akan dicapai.
Kelompok 3
TEORI HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SD
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai teori dan ditujukan untuk kepentingan
mamemanusiakan manusia. Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep Pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan. Dalam teori humanistic ini memiliki beberapa tokoh,
diantaranya Maslow, Arthur Combs dan Carl Rogers.
Teori- Teori yang diusungkan oleh beberapa tokoh ini memuat bagaimana cara belajar yang
sesuai dengan kemauan anak tanpa adanya paksaan dari satu orang. Namun teori humanistik ini tentu
saja memiliki kelebihan dan kekuranagannya, dalam pembelajaran. Humanistik ini cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
Teori humanis memerupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia dan focus pembahasanya menitik beratkan kepada perilaku seseorang.
Ukuran keberhasilan pembelajaran dalam teori ini adalah siswa bersemangat dalam mengikuti
proses pembelajaran dan mau berpartisipasi didalamnya. Tujuan pembelajaran teori humanism
adalah memanusiakan manusia artinyaperilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan
memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Orientasi teori humanism
pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan
potensi secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan
lingkungannya.
Ciri khas teori belajar humanistic adalah berusaha untuk mengamati perilaku
seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai makhluk hidup, ia harus
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan, hidupnya dengan potensi potensi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran humanistic akan memiliki ciri sebagai beriku:
1. Pembelajaran akan merespons perasaan siswa, dan mengunakan ide-ide siswa untuk
melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.
3. Menghargai siswa sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk pribadinya (tidak dapat
digeneralisir).
5. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan yang
paling penting dari siswa).
Tujuan dasar Pendidikan Humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan
independen, mengambil tanggungjawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan teetarik
dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka.
4. Implikasi dalam pembelajaran di SD
Teori belajar humanistik paling dekat untuk digunakan oleh guru. Guru merupakan profesi
yang bisa berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar seseorang.Teori ini merupakan
panduan atau guideness yang bisa digunakan untuk mendampingi murid selaku peserta belajar
agar mereka bisa mendalami proses belajar tersebut dari dalam dirinya sendiri.
Kemudian implementasi dari teori humanism dalam pembelajaran itu dapat kita lihat dengan
beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa Lembaga pendidikan. Adapun
beberapa contoh model pembelajaran yang berkaitan dengan implementasi teori humanisme, yaitu
Confluent Education, Open Education dan Cooperative Learning.
Dampak dari impilkasinya di SD seperti siswa yang kurang aktif atau lambat menangkap pada
memahami pembelajaran tidak memahami dan akan mengakibatkan dirinya, siswanya malas
belajar dan tidak memahami pembelajaran.
Kelompok 4
TEORI KOGNITIVISTIK DAN IMPLEMENTASI DALAM SD
Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas individu
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan perkembangan
individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya
sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Menurut Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus menerus
dengan lingkungan. Ada empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, yaitu:
a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Individu memahami sesuatu atau tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan mendengar) dan
dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Dengan kata lain, pada usia ini individu dalam
memahami sesuatu yang berada di luar dirinya melalui gerakan, suara atau tindakan yang dapat
diamati atau dirasakan oleh alat inderanya. Selanjutnya sedikit demi sedikit individu
mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan benda benda lain.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Individu mulai melukiskan dunia melalui tingkah laku
dan kata-kata. Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan tindakan mental
yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa yang dilakukan
sebelumnya secara fisik. Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan motorik untuk
melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi belum mampu memahami secara
mental (makna atau hakekat) terhadap apa yang dilakuaknnya tersebut.
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang sama
dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Sementara Salvin menjelaskan bahwa pada
operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. Pada masa ini individu mulai
memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu mengalami
perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis.
Kelompok 5
TEORI KONSTRUKTIVISTIK SOSIAL DAN IMPLIKASINYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan
pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center).
Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar
proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar. Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan
pembelajaran konstruktivistik, yaitu: memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa,
pengalaman belajar yang bermakna, adanya lingkungan sosial yang kondusif, adanya dorongan agar
siswa bisamandiri, dan adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Asri Budiningsih berpendapat bahwa peran guru dalam pembelajaran konstruktivis antara
lain (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a) Membantu peserta didik dalam proses mengkonstruksi pengetahuan mereka.
b) Membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri.
c) Memahami cara berpikir atau cara pandang siswa dalam belajar.
d) Membina kemandirian peserta didik dengan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk pengambilan keputusan dan tindakan.
e) Mengembangkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
f) Menyediakan sistem pendukung yang memfasilitasi pembelajaran sehingga siswa
memiliki kesempatan yang optimal untuk berlatih. Selain sebagai fasilitator, secara lebih
spesifik peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai peserta didik yang ahli, sebagai
pengelola, dan sebagai mediator.
Adapun peran peserta didik dalam proses pembelajaran dalam teori konstruktivistik
meliputi (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a) Konstruktor aktif pengetahuan melalui kegiatan
b) Menafsirkan atau menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, kegiatan kolaboratif,
dan refleksi dan interpretasi
c) Siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan guru sebagai fasilitator
Kelompok 6
TEORI BEHAVIORISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SD
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori behavioristik
merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan
perubahan tingkah lakunya.Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme,
pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning. Sehingga muncul lah beberapa Tokoh pelopor
dari teori behavioristik adalah Edward Lee Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov,Burrhus Frederic
Skinner.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Adapun langkah-langkah pelaksanaan teori belajar behavioristik dalam
teknik pembelajaran yaitu, tahap persiapan, pelaksanaan dan penilaian.
Kelompok 8
TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES
Multiple Intelligences yaitu teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti
“Kecerdasan Ganda” atau “Kecerdasan Majemuk”. Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan sukses gagalnya anak belajar di sekolah. Multiple intelligences ini merupakan
kecerdasan ganda dan setiap manusia memiliki kecerdasaan masing-masing. Oleh karena itu tidak ada
namanya anak bodoh, hanya saja perlunya diberi stimulus untuk meningkatkan kecerdasan gandanya.
Dalam hal itu peran orang tua dan guru sangatlah penting dalam meningkatkan perkembangan anak.
Sebagai orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan atau memberikan stimulus yang
baik sejak dini, begitupun dengan guru dapat meningkatkan kecerdasaan ganda pada anak melalui
pengaplikasikan multiple intelligences dalam suatu pembelajaran.
1. Pembelajaran dapat lebih fokus terhadap suatu kecenderungan kecerdasan dan menunjukkan
hasil yang optimal.
2. Memberikan sudut pandang baru terhadap pengembangan potensi manusia.
3. Memberi harapan dan semangat baru, terutama terhadap pelajar atau pemelajar.
4. Membuka kesempatan pada pelajar untuk kritis dan berpikiran terbuka.
5. Menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang
kecerdasan/inteligensi.
Kelompok 9
Gaya Belajar Peserta Didik Dan Pemanfaatannya Dalam Proses Pembelajaran Di SD
A. Pengertian Gaya Belajar Siswa
Belajar adalah suatu perilaku. Pada seseorang yang belajar maka responnya akan
menjadi lebih baik. Sebaliknya bila tidak belajar, responsnya menjadi menurun.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik
agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat,serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Gaya belajar adalah
pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan keterampilan
baru, serta proses menyimpan informasi atau keterampilan baru. Gaya belajar adalah cara
termudah untuk belajar dan memahami suatu pelajaran. Dengan memahami
kecenderungan gaya belajar mahasiswa dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Gaya belajar siswa adalah kecenderungan spesifik seorang siswa dalam
menangkap/menyerap dan mempeoses materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Dalam kegiatan pembelajaran, para siswa menyerap materi melalui panca indera yang
dimiliki. Kemampuan siswa dalam menyerap informasi/materi tersebut memiliki
tingkatan dan cara yang berbeda-beda tergantung sensivitas pada panca inderanya.
B. Tipe Belajar Siswa
1. Perencanaan Kurikulum
Pada tahap ini guru diharapkan memilih dan memberikan materi pelajaran dengan
memberi penekanan pada perasaan, penginderaan, dan imajinasi siswa sebagai pelengkap
dalam meningkatkan ketrampilan menganalisis, menalar, dan memecahkan masalah
secara urut dan logis.
2. Proses Pengajaran.
Pada tahap ini seorang guru diharapkan mampu merencanakan metode dan proses
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan gaya belajar siswa, menggunakan berbagai
kombinasi strategi pembelajaran, refleksi, konseptualisasi dan eksperimentasi.
3. Strategi Penilaian
Pada tahap ini, guru diharapkan menggunakan berbagai teknik penilaian yang fokus pada
pengembangan kemampuan siswa. Maksudnya, disesuaikan dengan kemampuan dan
perkembangan kapasitas otak dan kecenderungan gaya belajar individu yang berbeda-
beda.
Kelompok 10
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD
a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
b) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
c) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif
dalam menyajikan materi.
d) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan
dalam pembagian tugas.
Kegiatan pendahuluan diawali dengan salam dan menyapa peserta didik, kemudian
dilanjutkan dengan berdoa dan motivasi untuk peserta didik. Guru selanjutnya mengabsen
peserta didik dan kemudian bersama-sama menyanyikan lagu nasional “Indonesia Raya”. Di
awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dengan memperlihatkan video tentang penemu
listrik. Dari apresepsi tersebut, guru mengaitkan dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Kegiatan inti terdiri dari lima kegiatan sesuai dengan sintaks pembelajaran model
Problem Based Learning (PBL). Berikut penjelasan pembelajaran sesuai sintaks PBL.
a. Fase 1: Orientasi peserta didik pada masalah Guru bertanya jawab tentang keadaan
malam hari, berkaitan dengan manfaat listrik. Kemudian peserta didik membaca teks
eksplanasi yang ditayangkan melalui power point.
b. Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Guru mengajukan beberapa
pertanyaan terkait teks eksplanasi yang dibaca oleh peserta didik. Kemudian membagi
peserta didik menjadi beberapa kelompok dan membagikan LKPD.
c. Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Peserta didik berdiskusi
mengerjakan LKPD
d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada fase ini, peserta didik
menyajikan hasil pekerjaan mereka secara bergantian.
e. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Peserta didik dan
guru mengevaluasi terhadap pemecahan masalah yang disajikan tiap kelompok.
Kegiatan penutup terdiri dari menyimpulkan materi, bertanya jawab tentang materi yang
belum dipahami, dan melakukan refleksi. Guru menyampaikan materi yang akan dilakukan
hari selanjutnya. Guru memberikan motivasi, dan menutup kegiatan pembelajaran dengan doa
dan salam
Kelompok 11
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD
Dalam pembelajaran Kooperatif, proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru
kepada siswa tetapi siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya yaitu pembelajaran
oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru.
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama dalam kelompok, tujuan
kelompok adalah tujuan bersama. Situasi Kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk
mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan,
sehingga siswa memiliki kebersamaan artinya tiap anggota kelompok bersifat kooperatif dengan
semua anggota kelompoknya sehingga suasana belajar siswa lebih aktif. Sebagai calon pendidik,
diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran dengan baik demi terciptanya suatu
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, melalui pembelajaran kooperatif dapat
menciptakan suasana belajar yang memperkuat solidaritas antar sesama pelajar.
Kelompok 12
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b. Mempunyai misi satu tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
d. Memiliki bagian-bagian metode yang dinamakan urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem
pendukung.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan metode pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi dampak pembelajaran dan dampak pengiring.
Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yanng menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Langkah
penerapan CTL di SD sebagai berikut :
1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Melaksanakan kegiatan inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara