Anda di halaman 1dari 25

RESUME

PEDAGOGIK TRANSFORMATIF

Dosen Pengampu: Feri Ardiansah, M.Pd


Disusun oleh:
Marwia Sukina (2101411116)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
2022/2023
Kelompok 1
KONSEP, LANDASAN, DAN TUJUAN PENDIDIDKAN
(PEDAGOGIK TRANSFORMATIF)
Istilah pedagogik biasanya kita mengenal dua istilah yang dipakai saling bergantian, yaitu
pedagogi dan pedagogik. Memang asal mulanya adalah dari bahasa Yunani yang berarti para budak
yang mengantarkan anak-anak bangsawan untuk belajar. Lama-kelamaan ilmu yang mempelajari anak
yang sedang belajar atau anak yang sedang berkembang disebut ilmu pendidikan atau ilmu mendidik.
Makna pedagogik menjadi sangat luas, tidak hanya untuk anak-anak, remaja dan
dewasa, tetapi juga mencakup dimensi pelatihan. Perkembangan konsep pendidikan seumur hidup
merupakan implikasi dari perubahan makna pedagogik saat ini. Perkembangan pedagogik mengacu
pada perkembangan filsafat manusia, karena dari sana dapat diamati orientasi budaya.
Dengan kata lain, tujuan pedagogik masih berbarengan dengan hakikat pendidikan sendiri sebagai
pengubah yang diharapkan mampu membuat peserta didik mengembangkan potensi diri. Sebagai ilmu
dan kopentensi yang fokus terhadap pendidikan dan keguruan, tentunya pedagogik memiliki tujuan-
tujuan tertentu yang berkaitan erat dengan pendidikan.

1. Pengertian Konsep Dasar Padagogik Transformatif

Padagogik berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu Paedos yang berarti
anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing, memimpin. Pedagogik adalah ilmu
menuntun anak yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan
kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara
melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik, dan sebagainya. Istilah transformasi berasal dari
kata transformation yang artinya perubahan, sedangkan transformasi sosial berarti perubahan
menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam hubungan timbal balik antar
manusia, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok.

Konsep Pedagogik Transformatif ialah berarti ilmu pendidikan yang bersifat transformatif
(berubah-ubah) sesuai dengan perubahan zaman dan realitas sosial. Pedagogik transformatif
merupakan perkembangan dari paradigma konservatif atau postmodernisme dan paradigma liberal.

2. Landasan Pendidikan Pedagogik Transformatif

Pedagogik sebagai ilmu sangat dibutuhkan oleh guru karena tugas seorang guru bukan
hanya mengajar untuk menyampaikan, atau mentransformasikan pengetahuan kepada para anak di
sekolah, melainkan guru mengemban tugas untuk mengembangkan kepribadian anak didiknya
secara terpadu. Landasan pedagogik merupakan dasar seseorang untuk memberikan pendidikan.

Landasan pedagogis ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran, karena dapat
dijadikan sebagai dasar oleh pendidik. Adapun landasan yang diterapkan dalam pendagogik
transformatif adalah:

1. Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, Pendidikan dan menjadi manusia adalah
satu bagian yang tak terpisahkan, terlepas dari apa yang menjadi cita-cita atau harapan masa
depan.

2. Pendidikan harus sesuai dengan konteks (kontekstual) yang ada di masyarakat sebagai
lingkungan tempat hidup siswa.
3. Pengakuan individual bahwa peserta didik memiliki karakteristik gaya belajar,minat,dan
potensi yang dapat berkembang.

4. Partisipasi yang menunjukkan manusia (peserta didik) yang telah mampu meraih kesuksesan
yang lebih baik harus berpartisipasi sebagaipenggerak perubahan bagi masyarakat.

3. Tujuan Pendidikan Pedagogik Transformatif

Tujuan pedagogik adalah memanusiakan manusia dan menjadikan seseorang menjadi dewasa
untuk kebahagiaannya dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang dan menjadikan
seseorang menjalani hidup dengan bahagia. Dengan kata lain, tujuan pedagogik mash
berbarengan dengan hakikat pendidikan sendiri sebagai pengubah yang diharapkan mampu
membuat peserta didik mengembangkan potensi diri.

Kelompok 2
PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI DAN PEMBELAJARAN
Pendidikan berbasis kompetensi dan pembelajaran adalah sebuah pendekatan pada proses
pembelajaran yang menekankan pada pencapaian, baik pada pengetahuan maupun keterampilan. Pada
pembelajaran berbasis kompetensi peserta didik melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahapan
penguasaan kompetensinya hingga sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya. Ada banyak
sekali cara untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada, tetapi hanya sedikit yang benar-
benar berpusat untuk kepada peserta didik tersebut. Guru, sekolah, dan orang tua perlu bersama-sama
berpikir tentang bagaimana pendidikan seharusnya berjalan demi mencapai tujuan yang akan dicapai.

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Menurut McAshan (Windiarni, 2008:9), pembelajaran berbasis kompetensi dapat diartikan
sebagai: “Program pembelajaran dimana hasil pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan
dicapai oleh peserta didik, sistem penyimpanan dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan
secara tertulis sejak perencanaan dimulai”.

Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, perlu ditentukan standar minimum kompetensi


yang harus dikuasai oleh peserta didik. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembelajaran
berbasis kompetensi meliputi:

1) kompetensi yang akan dicapai,


2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi,
3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik
dalam mencapai kompetensi.
Menurut Kaufman dan Bratton (Widiarni, 2008:9), terdapat beberapa langkah yang
dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain dengan
melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis 4 kompetensi, penilaian oleh profesi dan
pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan
materi yang dipelajari.

2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan wujud pelaksanaan daripada Kurikulum
Berbasis Kompetnsi (KBK). Sehingga tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran berbasis
kompetensi sejalan dengan tujuan yang diharapkan dalam KBK. Namun secara umum, tujuan
daripada pelaksanaan proses pembelajaran berbasis kompetensi mengacu kepada tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan
bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pembelajaran berbasis kompetensi adalah mengembangkan potensi peserta didik


untuk menghadapi perannya di masa yang akan datang dengan mengembangkan sejumlah
kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk
mau dan berani menghadapi permasalahan hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi sehingga mampu
mengatasi permasalahan tersebut. Secara khusus kecakapan hidup menurut Wina Sanjaya
(2011:12) bertujuan untuk:

a) Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan


problem yang dihadapi;
b) Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel,
sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luar (broad based education);
c) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah dengan memberikan peluang
pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan manajemen berbasis sekolah
(school based management).
C. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Adapun ciri-ciri dari pembelajaran berbasis kompetensi yaitu:
1. Mendukung Peningkatan Kompetensi Siswa
2. Berorientasi pada Hasil Belajar dan Keberagaman
3. Pendekatan dan Metode Penyampaian yang Bervariasi
4. Sumber Belajar Bukan Hanya dari Guru
5. Penilaian Menekankan pada Proses dan Hasil

D. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Kompetensi


1) Memuat Kompetensi Dasar yang Harus Dicapai
Penyusunan pembelajaran berbasis kompetensi memuat sejumlah kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa.
2) Implementasi Pembelajaran yang Memperhatikan Keberagaman
Implementasi pembelajaran pada sistem pembelajaran berbasis kompetensi disusun
dengan memperhatikan keberagaman setiap siswa sebagai individu.
3) Evaluasi Hasil dan Proses Belajar
Evaluasi dalam pembelajaran berbasis kompetensi tidak hanya dilakukan dalam bentuk evaluasi
hasil belajar saja.

Kelompok 3
TEORI HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SD
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai teori dan ditujukan untuk kepentingan
mamemanusiakan manusia. Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep Pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan. Dalam teori humanistic ini memiliki beberapa tokoh,
diantaranya Maslow, Arthur Combs dan Carl Rogers.

Teori- Teori yang diusungkan oleh beberapa tokoh ini memuat bagaimana cara belajar yang
sesuai dengan kemauan anak tanpa adanya paksaan dari satu orang. Namun teori humanistik ini tentu
saja memiliki kelebihan dan kekuranagannya, dalam pembelajaran. Humanistik ini cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

1. Pengertian Teori Humanistik

Teori humanis memerupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia dan focus pembahasanya menitik beratkan kepada perilaku seseorang.
Ukuran keberhasilan pembelajaran dalam teori ini adalah siswa bersemangat dalam mengikuti
proses pembelajaran dan mau berpartisipasi didalamnya. Tujuan pembelajaran teori humanism
adalah memanusiakan manusia artinyaperilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan
memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Orientasi teori humanism
pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan
potensi secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan
lingkungannya.

2. Ciri-ciri Teori Humanistik

Ciri khas teori belajar humanistic adalah berusaha untuk mengamati perilaku
seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai makhluk hidup, ia harus
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan, hidupnya dengan potensi potensi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran humanistic akan memiliki ciri sebagai beriku:

1. Pembelajaran akan merespons perasaan siswa, dan mengunakan ide-ide siswa untuk
melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.

2. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.

3. Menghargai siswa sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk pribadinya (tidak dapat
digeneralisir).

4. Memiliki kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.

5. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan yang
paling penting dari siswa).

3. Tujuan Teori Humanistik

Tujuan dasar Pendidikan Humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan
independen, mengambil tanggungjawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan teetarik
dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka.
4. Implikasi dalam pembelajaran di SD

Teori belajar humanistik paling dekat untuk digunakan oleh guru. Guru merupakan profesi
yang bisa berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar seseorang.Teori ini merupakan
panduan atau guideness yang bisa digunakan untuk mendampingi murid selaku peserta belajar
agar mereka bisa mendalami proses belajar tersebut dari dalam dirinya sendiri.
Kemudian implementasi dari teori humanism dalam pembelajaran itu dapat kita lihat dengan
beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa Lembaga pendidikan. Adapun
beberapa contoh model pembelajaran yang berkaitan dengan implementasi teori humanisme, yaitu
Confluent Education, Open Education dan Cooperative Learning.
Dampak dari impilkasinya di SD seperti siswa yang kurang aktif atau lambat menangkap pada
memahami pembelajaran tidak memahami dan akan mengakibatkan dirinya, siswanya malas
belajar dan tidak memahami pembelajaran.

Kelompok 4
TEORI KOGNITIVISTIK DAN IMPLEMENTASI DALAM SD
Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas individu
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan perkembangan
individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya
sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.

Menurut Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus menerus
dengan lingkungan. Ada empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, yaitu:
a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Individu memahami sesuatu atau tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan mendengar) dan
dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Dengan kata lain, pada usia ini individu dalam
memahami sesuatu yang berada di luar dirinya melalui gerakan, suara atau tindakan yang dapat
diamati atau dirasakan oleh alat inderanya. Selanjutnya sedikit demi sedikit individu
mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan benda benda lain.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Individu mulai melukiskan dunia melalui tingkah laku
dan kata-kata. Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan tindakan mental
yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa yang dilakukan
sebelumnya secara fisik. Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan motorik untuk
melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi belum mampu memahami secara
mental (makna atau hakekat) terhadap apa yang dilakuaknnya tersebut.
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang sama
dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Sementara Salvin menjelaskan bahwa pada
operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. Pada masa ini individu mulai
memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu mengalami
perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis.

1. Definisi Teori Kognivistik


Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan dengan
“knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan
penataan, penggunaan pengetahuan (Muhibbin, 2005: 65). Teori belajar kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini
lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar
dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks (Nugroho, 2015:
290).
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup
ingatan, retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Menurut
psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan
jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan
secara aktif oleh siswa, keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan
keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru (Muhaimin, dkk. 2012: 198).

2. Prinsip Pembelajaran Kognivistik


1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika
mendengarkan benda-benda kongrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal adanya perbedaan
individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa.

Kelompok 5
TEORI KONSTRUKTIVISTIK SOSIAL DAN IMPLIKASINYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan
pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center).

Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar
proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar. Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan
pembelajaran konstruktivistik, yaitu: memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa,
pengalaman belajar yang bermakna, adanya lingkungan sosial yang kondusif, adanya dorongan agar
siswa bisamandiri, dan adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.

1. Pengertian Teori Konstruktivistik


Kata konstruktivistik berasal dari akar kata konstruktif yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti memiliki sifat memperbaiki, membangun, serta membina, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut dengan constructive yang berarti sesuatu yang membangun.
Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu filosofi yang didasari oleh pemikiran
bahwa proses pembentukan pengetahuan pada individu manusia merupakan hasil kegiatan
mental yang ditunjang oleh proses pengalaman belajarnya Artinya, bahwa proses
pembelajaran bagi individu dilakukan oleh individu sendiri dengan caranya sendiri.
2. Prinsip-Prinsip Teori Konstruktivistik
Prinsip-prinsip Teori Konstruktivistik Prinsip dasar yang harus dipegang oleh guru
dalam menerapkan teori ini adalah bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika peserta didik
belajar dengan praktek (learning by doing) daripada belajar hanya dengan memperhatikan
penjelasan dari guru. teori konstruktivistik dapat dilihat ketika seorang peserta didik telah
mampu mengajarkan apa yang mereka pelajari kepada orang lain.
3. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Konstruktivistik
Adapun kelebihan teori konstruktivistik yaitu:
1. Guru bukan satu-satunya sumber belajar yang eksklusif (Cahyo, 2013).
2. Dapat mendorong peserta didik menjadi lebih aktif, kreatif serta mengajarkan mereka
untuk selalu berpikir kritis (Cahyo, 2013).
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Menginstruksi informasi dalam struktur
penelitian adalah apa yang dimaksud dengan pembelajaran yang bermakna (Cahyo,
2013)..
4. Perbedaan individual menjadi lebih terukur dan dihargai, sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan cara terbaik (Suhendi et al., 2021).
Adapun kekurangan teori konstruktivistik yaitu:
1. Terdapat perbedaan antara pendapat peserta didik dengan pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli (Efgivia, Ry, et al., 2021), hal ini dikarenakan peserta
didik menciptakan pengetahuan dengan idenya sendiri sesuai pemahaman dan
pengalaman mereka.
2. Penerapan teori ini akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, karena teori ini
menuntut peserta didik membangun pengetahuannya sendiri (Efgivia, Ry, et al.,
2021).
3. Kondisi di masing-masing sekolah juga berdampak pada aktivitas siswa dalam
membangun pengetahuan dan aktivitas siswa yang baru (Efgivia, Ry, et al., 2021).
4. Implikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran yaitu (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a) Merumuskan tujuan belajar.
b) Memilah bahan pembelajaran.
c) Membuat tema-tema dengan memungkinkan akan dipelajari peserta didik dengan cara
aktif.
d) Memilih serta menyusun proses pembelajaran yang sesuai dengan tema pembelajaran,
misal proses belajar mengajar dengan berbentuk kelompok, eksperimen, role play, dan
problem solving.
e) Menyiapkan bermacam-macam pertanyaan yang bisa menciptakan karakter kreatif
peserta didik untuk berpikir kritis, berdiskusi dan mengajukan pertanyaan.
f) Menilai kegiatan serta hasil dari pembelajaran.

Asri Budiningsih berpendapat bahwa peran guru dalam pembelajaran konstruktivis antara
lain (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a) Membantu peserta didik dalam proses mengkonstruksi pengetahuan mereka.
b) Membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri.
c) Memahami cara berpikir atau cara pandang siswa dalam belajar.
d) Membina kemandirian peserta didik dengan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk pengambilan keputusan dan tindakan.
e) Mengembangkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
f) Menyediakan sistem pendukung yang memfasilitasi pembelajaran sehingga siswa
memiliki kesempatan yang optimal untuk berlatih. Selain sebagai fasilitator, secara lebih
spesifik peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai peserta didik yang ahli, sebagai
pengelola, dan sebagai mediator.
Adapun peran peserta didik dalam proses pembelajaran dalam teori konstruktivistik
meliputi (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a) Konstruktor aktif pengetahuan melalui kegiatan
b) Menafsirkan atau menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, kegiatan kolaboratif,
dan refleksi dan interpretasi
c) Siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan guru sebagai fasilitator

Kelompok 6
TEORI BEHAVIORISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SD
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori behavioristik
merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan
perubahan tingkah lakunya.Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme,
pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning. Sehingga muncul lah beberapa Tokoh pelopor
dari teori behavioristik adalah Edward Lee Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov,Burrhus Frederic
Skinner.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Adapun langkah-langkah pelaksanaan teori belajar behavioristik dalam
teknik pembelajaran yaitu, tahap persiapan, pelaksanaan dan penilaian.

1. Pengertian Teori Behavioristik


Teori Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari
teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.
Ruang lingkup teori Behavioristik bersifat terbatas. Karena teori ini hanya
memusatkan pada perilaku seseorang yang tampak dan bisa untuk diamati. Oleh sebab itu,
sebagian besar contoh yang diberikan melibatkan pengendalian perilaku. Prosesproses belajar
yang kurang terlihat dan susah diamati kurang diteliti oleh para behavioris.
2. Implikasi Teori Behavioristik dalam
Pembelajaran SD Behavioristik adalah menekankan sesuatu atau suatu perbuatan atau
tindakan yang dilakukan berulang-ulang maka hal itu akan semakin menguat (Boiliu &
Dakhi, 2018)
Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal, seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media, dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Gagasan-gagasan yang telah dikemukakan oleh para
pencetus aliran behavioristik seperti Thorndike tentang perlunya bantuan guru untuk
menciptakan perilaku siswa, perlunya keterampilanketerampilan yang dilatihkan, dan disiplin
mental menjadi dasar bagi pengembangan aliran behavioristik di sekolah. Teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakkan disiplin. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
siswa (Degeng, 2006).
3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
Kelebihan dari teori behaviorsitik adalah:
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasu dan kondisi belajar.
2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibisakan belajar mandiri.
3. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan dengan mendapatkan pengakuan
positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada
perilaku yang tampak.
4. Melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesi- nambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya.
5. Bahan pelajaran yang telah di- susun hirarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagianbagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. mampu menghasilkan suatu perilaku
yang konsisten terhadap bidang tertentu.
Kekurangan dari teori behavioristik adalah:
a) Sebuah konsekuensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
b) Tidak semua pelajaran dapat menggunakan metode ini.
c) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghapalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
d) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh beha- vioristik justru
dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertib- kan siswa.
e) Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan oleh guru.
4. Contoh Penerapan Teori Belajar Behavioristik Di Kelas
Beberapa kegiatan di kelas yang dapat dikategorikan sebagai penerapan teori belajar behavioristik
antara lain:
1) Guru harus menyusun materi atau bahan ajar secara lengkap. Dimulai dari materi
sederhana sampai kompleks.
2) Guru lebih banyak memberikan contoh berupa instruksi selama mengajar.
3) Saat guru melihat ada kesalahan, baik pada materi maupun pada siswa maka guru akan
segera diperbaiki.
4) Guru memberikan banyak drilling dan latihan agar terbentuk perilaku atau pembiasaan
seperti yang diinginkan.
5) Evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat.
6) Guru dituntut memiliki kemampuan memberikan penguatan (reinforcement), baik dari
sisi positif dan negatif.
Kelompok 7
MERANCANG KEGIATAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MODEL
Model pembelajaran adalah cara yang dilakukan guru dalam melaksanakan suatu
pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat dipahami oleh peserta didik. Cara yang ditempuh guru
dan peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran tematik SD/MI dilihat dari sudut proses
pembelajaran. Guru harus memahami betul pelaksanaan model pembelajaran yang akan diguanakan
dalam proses pembelajaran. Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:
Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan
atau materi pembelajaran, pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa, pertimbangan lainnya
yang bersifat nonteknis. Adapun macam-macam model pembelajaran ialah:

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


2. Model Pembelajaran Kontekstual
3. Model Pembelajaran Kooperatif
4. Model Pembelajaran berbasis proyek
5. Model pembelajaran inquiry

A. Langkah-Langkah Menyusun Perencanaan Pembelajaran


Dalam merancang kegiatan pembelajaran ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan
seperti berikut :
1. Merumuskan Tujuan
Dapat juga disebut indikator hasil belajar, kompetensi yang akan dicapai atau istilah lain yang
mempunyai makna yang sama. Tujuan haruslah:
a) Jelas tidak menimbulkan tafsiran ganda
b) Minimal mengandung komponen peserta didik dan perilaku yang merupakan hasil belajar.
c) Sesuai dengan kompetensi dasar yang dijabarkan dari kompetensi dasar
2. Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran
Sumber belajar dapat berupa orang, perpustakaan, lingkungan, sedang media merupakan bagian
sumber belajar khusus. Indikator sumber belajar yang baik:
a) Sesuai dengan tujuan pembelajaran
b) Sesuai dengan materi
c) Sesuai dengan karakteristik siswa
3. Pemilihan dan Pengorganisasian
Adapun materi ajar Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar harus:
a) Sesuai materi dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan di capai;
b) Sesuai dengan karakteristik siswa, antara lain tingkat keluasan dan kedalaman materi disesuaikan
dengan karakteristik siswa
c) Keruntutan dan sistematika materi disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.
d) Kesesuaian materi dicapai dalam waktu yang disediakan
4. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam
silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran. Tulis garis besar atau
pokok-pokoknya, yang langsung berkaitan dengan indikator dan tujuan pembelajaran
5. Menentukan Metode Pembelajaran Yang Akan Digunakan. Tulis cara yang akan ditempuh untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya ceramah, Tanya jawab, karyawisata dll).
6. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan. Tulis Sumber Belajar yang akan
digunakan, termasuk alat peraga, media dan bahan pembelajaran/buku sumber.
7. kenario/kegiatan pembelajaran Terlihat secara eksplisit langkah kagiatan yang terdiri dari tahap.
8. Penilaian Menyusun Kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran, dan
lain-lain. Penilaian dapat dilakukan dalam bentuk
B. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Model
Terdapat beberapa model perencanaan pembelajaran yang dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran yang efektif. Berikut adalah beberapa model perencanaan pembelajaran yang
umum digunakan:
1) PBL (Problem-Based Learning) Merancang kegiatan pembelajaran model PBL PBL (Problem-
Based Learning) adalah model pembelajaran yang fokus pada pemecahan masalah dan
pengalaman belajar yang kontekstual.
2) ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) Merancang Pembelajaran
ADDIE. ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) adalah model
pembelajaran yang populer dan efektif.
Rancang Pembelajaran Model ASSURE Model ASSURE adalah salah satu model desain
pembelajaran yang dikembangkan oleh Heinich, Molenda, Russell, dan Smaldino. Model ini
terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh pengajar agar proses pembelajaran dapat
berjalan efektif dan efisien.

Kelompok 8
TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES
Multiple Intelligences yaitu teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti
“Kecerdasan Ganda” atau “Kecerdasan Majemuk”. Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan sukses gagalnya anak belajar di sekolah. Multiple intelligences ini merupakan
kecerdasan ganda dan setiap manusia memiliki kecerdasaan masing-masing. Oleh karena itu tidak ada
namanya anak bodoh, hanya saja perlunya diberi stimulus untuk meningkatkan kecerdasan gandanya.
Dalam hal itu peran orang tua dan guru sangatlah penting dalam meningkatkan perkembangan anak.
Sebagai orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan atau memberikan stimulus yang
baik sejak dini, begitupun dengan guru dapat meningkatkan kecerdasaan ganda pada anak melalui
pengaplikasikan multiple intelligences dalam suatu pembelajaran.

Kelebihan Teori Multiple Intelligences

1. Pembelajaran dapat lebih fokus terhadap suatu kecenderungan kecerdasan dan menunjukkan
hasil yang optimal.
2. Memberikan sudut pandang baru terhadap pengembangan potensi manusia.
3. Memberi harapan dan semangat baru, terutama terhadap pelajar atau pemelajar.
4. Membuka kesempatan pada pelajar untuk kritis dan berpikiran terbuka.
5. Menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang
kecerdasan/inteligensi.

Kelemahan Teori Multiple Intelligences


1. Memiliki kontroversi terutama dalam pandangan ahli psikologi tradisional.
2. Bersifat personal/individual.
3. Alat pengukuran masih belum ada.
4. Membutuhkan biaya besar untuk operasional Tenaga kependidikan di Indonesia belum
sepenuhnya siap melaksanakan teori ini.

A. Tokoh Teori Multiple Intelligences


Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Horwad Gardner, seorang ahli psikologi
perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard
University, Amerika Serikat. Horwad Gardner adalah direktur Proyek Zero di Harvard
University yang dengannya ia mengembangkan teori Multiple Intellegensi dan
mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan.
B. Pengertian Multiple Intelegences
Kecerdasan menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan
sesuatu. Menurut Abuddin Nata, kecerdasan secara harfiah berarti sempurna perkembangan
akal budinya, pandai dan tajam pikirannya. Selain itu cerdas dapat pula berarti sempurna
pertumbuhan tubuhnya seperti sehat dan kuat fisiknya. Seseorang dikatakan cerdas bila ia
dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu
yang berharga/berguna bagi umat manusia. Sedangkan kecerdasan menurut Gardner
“Intelligence is the ability to solve problems, or to create products, that are valued within one
or more cultural”, artinya Kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, atau
untuk menciptakan produk, yang dinilai dalam satu atau lebih budaya. Inteligensi sering
didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari
pengalaman.
Multiple Intelligences merupakan sebuah teori tentang kecerdasan yang artinya
“kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. Secara bahasa Multiple Intelligences
diartikan Kecerdasan Majemuk. Ada juga yang mengartikan Kecerdasan Beragam. Multiple
intelligence atau yang dikenal juga dengan kecerdasan majemuk adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari

C. Macam-macam Multiple Intelligences


1. Kecerdasan Bahasa (Linguistik Intelligences)
Kecerdasan bahasa adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah katakata
secara efektif baik secara lisan maupun tertulis. Kegiatan yang cocok bagi orang yang
memiliki kecerdasan linguistik antara lain; pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan,
sastrawan, pemain sandiwara, dan orator.
2. Kecerdasan matematika-logika (matematis-logis Intelligences) Orang yang memiliki
kecerdasan ini biasanya unggul dalam pelajaran-pelajaran IPA, seperti fisika dan
matematika.
3. Kecerdasan visual-spasial (spatial intelligences)
Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat mudah mengingat gambar, dan memiliki
imajinasi yang kuat. Apabila ia membayangkan sesuatu, bayangan itu tergambar dengan
jelas dalam pikirannya. Pekerjaan yang cocok untuk orang yang memiliki kecerdasan ini
antara lain: desainer grafis, arsitek, desainer interior, pemahat/pematung, fotografer,
kamerawan, illustrator, komikus, pelukis, desainer produk, animator, dan sebagainya.
4. Kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetik intelligence) Kemampuan untuk
mengendalikan gerakan, keseimbangan, koordinasi, dan ketangkasan bagian-bagian
tubuh. Umumnya orang dengan kecerdasan kinestetik sangat menyukai olahraga dan suka
terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mengandalkan fisik. Selain itu, orang ini hampir
tidak bisa berdiam diri dan cukup aktifPekerjaan yang cocok untuk orang yang memiliki
kecerdasan ini antara lain: Atlet, penari, perajin, pesulap, penata rambut, penjahit, aktor,
stuntman, montir, dan sebagainya.
5. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Kecerdasan Musikal adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan
menikmati bentu-bentuk musik dan suara. Pekerjaan yang cocok untuk orang yang
memiliki kecerdasan ini, tentunya semua yang berhubungan dengan musik, mulai dari
menjadi pemain musik, vokalis, pembuat jingle, arranger, pencipta lagu, dan sebagainya.
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Orang dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan sosial yang tinggi. Mudah
berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Pekerjaan yang mungkin sesuai
untuk orang yang memiliki kecerdasan ini antara lain: Pengusaha, public relations,
psikolog, konselor, marketing, politikus, trainer, aktivis sosial, reporter, sosiolog, dan
sebagainya.
7. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence) Seorang dengan intrapersonal
adalah orang yang bisa memahami diri sendiri. Ia tahu tujuan hidupnya, punya target-
target yang ingin dicapai, mengerti apa potensi dan kelemahan-kelemahan yang ia miliki.
Kecerdasan ini sangat diperlukan untuk mengambil berbagai keputusan penting dalam
hidup kita dan untuk menghadapi berbagai masalah yang timbul. Semua pekerjaan
membutuhkan kecerdasan intrapersonal agar dapat mencapai potensi maksimal dalam
pekerjaan.
8. Kecerdasan naturalis (Naturalist Intelligence)
Kemampuan untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya senang berada di
lingkungan alam yang terbuka, seperti pantai, gunung, cagar alam atau hutan. Pekerjaan
yang mungkin sesuai untuk orang yang memiliki kecerdasan ini antara lain: Arkeolog,
astronom, ahli botani, ahli biologi, peneliti lingkungan, florist, arsitek lanskap, pelaut,
dokter hewan, fotografer alam, dan sebagainya.
9. Kecerdasan Eksistensialis (existencial intelligence)
Menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab pertanyaan tentang
eksistensi dirinya sebagai makhluk manusia. Orang tersebut tidak hanya puas menerima
keberadaannya namun mencoba menyadari dan mencari jawaban yang terdalam, tentang
siapa dia, apa sesungguhnya tujuan hidupnya, apa hubungannya dengan Sang Pencipta,
hubungannya dengan manusia dan masyarakatnya, dengan alam semesta ini, kemana
hidupnya akan bermuara, dan sebagainya.
D. Implikasi Teori Multiple Intelligences dalam Proses Pembelajaran
Menurut teori Multiple Intelligences, setiap siswa memiliki inteligensi yang mungkin
berbeda. Siswa akan lebih mudah memahami pelajaran jika materinya disajikan sesuai dengan
inteligensi yang menonjol dalam diri siswa. Misalnya, bila siswa menonjol dalam inteligensi
musikal, ia akan mudah memahami mata pelajaran tertentu, misalnya biologi, jika dijelaskan
dengan memasukkan unsur musik ke dalamnya. Jika siswa menonjol dalam inteligensi visual,
ia akan lebih mudah menangkap pelajaran jika dijelaskan menggunakan bermacam-macam
bentuk yang dapat diamati. Oleh karena inteligensi siswa di kelas beragam, maka guru bidang
studi apapun perlu memasukkan dan mengolah materi yang akan diajarkan sesuai dengan
inteligensi siswa-siswa tersebut.
Muncul pertanyaan, apakah guru yang kurang menonjol pada inteligensi tertentu dapat
mengembangkan strategi mengajar dengan inteligensi tersebut?. Misalnya, guru yang menonjol
dalam inteligensi linguistik, yang senang mengajar dengan bercerita, bisa mengembangkan
strategi mengajar dengan inteligensi matematis-logis, padahal ia tidak menonjol dalam inteligensi
ini? Menurut Gardner, bisa. Secara umum seorang guru bisa mengembangkan strategi
pembelajaran dengan menggunakan inteligensi lain yang tidak dikuasainya. Caranya, dengan
berlatih terus menerus. Misalnya, guru yang inteligensi musikalnya kurang, dapat mengajar
dengan menggunakan lagu atau musik asal dia berlatih terus menerus. Tentu kualitasnya tidak
sebaik dengan guru yang inteligensi musikalnya menonjol, namun cukup untuk mengajar siswa.
Dengan demikian, guru tidak boleh merasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi harus lebih yakin
bahwa selalu dapat mengembangkan cara mengajar mereka. Jika anak didik dapat dibantu
mengembangkan inteligensi mereka, guru pun juga dapat dikembangkan.

Kelompok 9
Gaya Belajar Peserta Didik Dan Pemanfaatannya Dalam Proses Pembelajaran Di SD
A. Pengertian Gaya Belajar Siswa
Belajar adalah suatu perilaku. Pada seseorang yang belajar maka responnya akan
menjadi lebih baik. Sebaliknya bila tidak belajar, responsnya menjadi menurun.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik
agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat,serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Gaya belajar adalah
pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan keterampilan
baru, serta proses menyimpan informasi atau keterampilan baru. Gaya belajar adalah cara
termudah untuk belajar dan memahami suatu pelajaran. Dengan memahami
kecenderungan gaya belajar mahasiswa dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Gaya belajar siswa adalah kecenderungan spesifik seorang siswa dalam
menangkap/menyerap dan mempeoses materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Dalam kegiatan pembelajaran, para siswa menyerap materi melalui panca indera yang
dimiliki. Kemampuan siswa dalam menyerap informasi/materi tersebut memiliki
tingkatan dan cara yang berbeda-beda tergantung sensivitas pada panca inderanya.
B. Tipe Belajar Siswa

1. Pelajar tipe visual


Siswa dengan tipe belajar ini memiliki kemampuan belajar dengan melihat, memiliki
indera penglihatan yang tajam dan teliti. Selain itu, mampu mengingat kata-kata, peta,
bagan, simbol-simbol, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan bentuk.
2. Pelajar tipe auditori
Mampu memahami sesuatu lebih baik dengan cara mendengarkan, seperti menghafal,
membaca, atau memahami soal cerita.
3. Pelajar tipe kinestetik
Siswa dengan tipe belajar kinestetik akan efektif jika belajar dengan melibatkan gaya
gerak, seperti olahraga, menari, memainkan musik, percobaan laboratorium, dan lain
sebagainya.
4. Pelajar tipe global
Siswa memiliki kemampuan memahami sesuatu secara menyeluruh dan mampu
memahami gambaran besar serta keterkaitan antara satu objek dengan objek lain.
5. Pelajar tipe analitik
Siswa cenderung memandang sesuatu akan ditelaah terlebih dahulu perbagian secara
terperinci, spesifik, dan teratur. Cenderung mengerjakan sesuatu secara bertahap dan
teratur sesuai urutan.
C. Manfaat Gaya Belajar Dalam Proses Pembelajaran di SD
Dalam melaksanakan pembelajaran, guru dapat merancang metode pembelajaran
yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Guru juga dapat menggunakan berbagai
kombinasi strategi pembelajaran, seperti menyiapkan media sehingga pembelajaran akan
bervariasi melalui unsur bunyi, musik, gambar visual, gerak, pengalaman, bahkan
percakapan dan aktivitas siswa itu sendiri. Dalam penilaian, guru dapat menilai siswa
sesuai dengan kemampuan dalam gaya belajarnya.
D. Implikasi Gaya Belajar
Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011), ada tiga hal implikasi gaya belajar
siswa bagi seorang guru dalam proses pembelajaran, diantaranya yaitu:

1. Perencanaan Kurikulum
Pada tahap ini guru diharapkan memilih dan memberikan materi pelajaran dengan
memberi penekanan pada perasaan, penginderaan, dan imajinasi siswa sebagai pelengkap
dalam meningkatkan ketrampilan menganalisis, menalar, dan memecahkan masalah
secara urut dan logis.
2. Proses Pengajaran.
Pada tahap ini seorang guru diharapkan mampu merencanakan metode dan proses
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan gaya belajar siswa, menggunakan berbagai
kombinasi strategi pembelajaran, refleksi, konseptualisasi dan eksperimentasi.
3. Strategi Penilaian
Pada tahap ini, guru diharapkan menggunakan berbagai teknik penilaian yang fokus pada
pengembangan kemampuan siswa. Maksudnya, disesuaikan dengan kemampuan dan
perkembangan kapasitas otak dan kecenderungan gaya belajar individu yang berbeda-
beda.

Kelompok 10
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD

A. Pengertian Model Problem Based Learning


Model pembelajaran berbasis masalah itu adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang
dapat memberikan kondisi belajar aktif dan melibatkan siswa untuk untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut serta sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah. PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan ketrlibatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. PBL atau
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Pada proses pembelajaran
yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim (kelompok)
untuk memecahkan masalah.
B. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning)
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur;
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang
kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam pembelajaran berbasis masalah;
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif;
8. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9. Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar; dan
10. Model pembelajaran berbasis masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.

C. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning


Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya :

1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan


baru bagi siswa.
2) Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia
nyata.
4) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
5) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata.
7) Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
8) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan
masalah dunia.
Disamping kelebihan di atas, Problem based learning juga memiliki kelemahan,
diantaranya:

a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
b) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
c) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif
dalam menyajikan materi.
d) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan
dalam pembagian tugas.

D. Langkah-Langkah Model Problem Based Learning


Menurut Husnul Hotimah (2020:11) Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari
5 tahap proses, yaitu :
1. Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah.
2. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik
kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
4. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.

E. Penerapan Model Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Di SD


Contoh penerapan pembelajaran menggunakan sintaks/langkah-langkah model
problem based learning dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) di sekolah dasar
dengan materi pokok tentang “Rangkaian listrik seri”. Kegiatan pembelajaran dibagi menjadi
tiga tahap meliputi pendahuluan, inti, dan penutup.

Kegiatan pendahuluan diawali dengan salam dan menyapa peserta didik, kemudian
dilanjutkan dengan berdoa dan motivasi untuk peserta didik. Guru selanjutnya mengabsen
peserta didik dan kemudian bersama-sama menyanyikan lagu nasional “Indonesia Raya”. Di
awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dengan memperlihatkan video tentang penemu
listrik. Dari apresepsi tersebut, guru mengaitkan dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Kegiatan inti terdiri dari lima kegiatan sesuai dengan sintaks pembelajaran model
Problem Based Learning (PBL). Berikut penjelasan pembelajaran sesuai sintaks PBL.
a. Fase 1: Orientasi peserta didik pada masalah Guru bertanya jawab tentang keadaan
malam hari, berkaitan dengan manfaat listrik. Kemudian peserta didik membaca teks
eksplanasi yang ditayangkan melalui power point.
b. Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Guru mengajukan beberapa
pertanyaan terkait teks eksplanasi yang dibaca oleh peserta didik. Kemudian membagi
peserta didik menjadi beberapa kelompok dan membagikan LKPD.
c. Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Peserta didik berdiskusi
mengerjakan LKPD
d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada fase ini, peserta didik
menyajikan hasil pekerjaan mereka secara bergantian.
e. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Peserta didik dan
guru mengevaluasi terhadap pemecahan masalah yang disajikan tiap kelompok.
Kegiatan penutup terdiri dari menyimpulkan materi, bertanya jawab tentang materi yang
belum dipahami, dan melakukan refleksi. Guru menyampaikan materi yang akan dilakukan
hari selanjutnya. Guru memberikan motivasi, dan menutup kegiatan pembelajaran dengan doa
dan salam
Kelompok 11
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN DI SD
Dalam pembelajaran Kooperatif, proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru
kepada siswa tetapi siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya yaitu pembelajaran
oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru.
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama dalam kelompok, tujuan
kelompok adalah tujuan bersama. Situasi Kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk
mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan,
sehingga siswa memiliki kebersamaan artinya tiap anggota kelompok bersifat kooperatif dengan
semua anggota kelompoknya sehingga suasana belajar siswa lebih aktif. Sebagai calon pendidik,
diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran dengan baik demi terciptanya suatu
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, melalui pembelajaran kooperatif dapat
menciptakan suasana belajar yang memperkuat solidaritas antar sesama pelajar.

A. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran yang menggunakan system belajar


secara berkelompok yang bertujuan siswa bisa mencapai tujuan pembelajaran yaitu sebagai
berikut:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif dikembangkan untuk mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas hasil belajar akademis. Di samping mengubah
norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lainnya ialah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran
kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk
bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai terhadap perbedaan individu satu
sama lain.
c. Perkembangan keterampilan sosial.
Tujuan penting ketiga dalam pembelajaran kooperatif yaitu mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Bekerja sama dengan teman satu kelompok dalam
menyelasaikan tugas dan masalah terkait pembelajaran. Agar peserta didik dapat melatih
ketrampilan sosialnya, ketrampilan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam pengembangan keterampilan social

B. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif di SD


Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam tipe yaitu akan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Student Teams Achievements Division (STAD)
Student teams achievements division (STAD),dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman- temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada
belajar kelompok siswa dan menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu dengan menggunakan persentasi verbal atau teks. Langkah-langkah
pembelajaran STAD antara lain:
1) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai.
2) Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan
diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota di
mana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda beda.
4) Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah
diberikan , mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu antara anggota
lain serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan utamanya adalah
memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi.
5) Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu.
6) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan dan
memeberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
7) Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal kenilai kuis berikutnya (Shohimin,
2017 :187).
b. Group Investigation
Group Investigation Suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada
pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tekhnik-tekhnik pengajaran di ruang kelas,
selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran Group Investigation antara
lain sebagai berikut:
1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogeny
2) Guru menjelaskan maksut pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3) Guru mengundang ketua-ketua kelompok untuk memanggil materi tugas secara
kooperatif dalam kelompoknya
4) Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam
kelompoknya.
5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasan
6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasan
7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesaahan konsep dan
memberikan kesimpulan .
8) Evaluasi (Shohimin, 2017: 80-81).
c. Tipe Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen ,dkk.Meskipun memiliki banyak
kesamaan dengan pendekatan lain, pendekatan ini memberi pendekatan pada penggunaan
struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Struktur ini
menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih bercirikan
penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual.
d. Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elilot Aronson dkk. Di
Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk,di Universitas John Hopkin. Dalam
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri
atas 4-6 anggota.kelompok terdiri atas siswa-siswa yang heterogen dan mereka bekerja
sama,dan tiap- tiap anggota memiliki saling kebergantungan positif seta bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari (Hamdani, 2011: 35-37). Dalam
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw para siswa bekerjadalam tim yang heterogen, para siswa
tersebut diberikan tugasuntuk membaca beberapa bab atau unit dan diberikan “lembar ahli”
yang dibagi atas topik-topik yang berbeda, yang harusmenjadi fokus perhatian masing masing
anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua siswa selesai membaca, siswa siswa yang
dari tim yang bereda yang memiliki fokus topik yang samabertemu dalam “kelompok ahli”
untuk mendiskusikan topik mereka. Setelah itu para ahli kembali ke timnya secara bergantian
mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw
antara lain:
1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (setip kelompok beranggotakan 5-6 orang). Yang
disebut dengan kelompok asal.
2) Dalam satu kelompok tersebut masing-masing siswa memperoleh materi yang berbeda.
3) Dari beberapa kelompok, para siswa dengan keahlian yang sama atau materi yang sama
bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.
4) Setelah selsai berdiskusi para ahli kembali kedalam kelompok asal.
5) Para ahli menerangkan hasil diskusi kepada kelompok asal.
6) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan menunjuk salah satu
anggota sebagai perwakilan kelompok.
7) Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik. (Afandi,
Chamalah, & Wardani, 2013:58-60).
e. Teams Games Tournament (TGT)
Pembelajaran model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yangmudah diterapkan,melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permaiaman dan
reinforcement.Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping
menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan
belajar.Adapun komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu : penyajian
kelas, kelompok (teams), Game, Turnament, Teams Recognize (penghargaan kelompok).
Langkah-langkah pembelajaran TGT sebagai berikut:
1) Penyajian kelas ( class presentations) Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi
dalam penyajian kelas atau disebut dengan persentasi kelas. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, pokok materi, dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada
kelompok.
2) Belajar dalam kelompok (teams) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
berdasarkan kriteria kemampuan (persentasi) peserta didik dari ulangan harian sebelumnya,
jenis kelamin, etnik, dan ras. Kelompok biasanya terdidri dari 5 sampai 6 orang peserta didik.
Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan
lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal
pada saat gameatau permainan.
3) Permainan (games) terdiri dari dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi,
dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan
belajar kelompok. Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan- pertanyaan
sederhana.
4) Pertandingan atau lomba (tournament) Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, di
mana game atau permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakuan persentasi kelas dan kelompok sudah
mengerjakan lembar kerja peserta didik.
5) Penghargaaan kelompok Setelah turnamen atau lomba berakhir, guru kemudian
mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim atau kelompok akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah ditentukan
(Shohimin, 2017: 203-207).
f. Two Stay-Two Stray
Menurut Isjoni (2013: 68) menjelaskan bahwa Pembelajaran model Two Stay- Two
Stray adalah tekhnik pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
membagikan hasil informasi dengan kelompok lain dengan cara peserta didik berbagi
pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Adapun langkah-langkah pembelajaran
model Two Stay- Two Stray adalah sebagai berikut: 1). Peserta didik bekerja dalam
kelompok yang berjumlah empat orang.
2). Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok menjadi tamu kelompok lain.
3). Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
ketamu mereka.
4). Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
5). Kelompokkan mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
6). Kesimpulan.

Kelompok 12

MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DAN PENERAPAN


PEMBELAJARAN DI SD

A. Pengertian Model Pembelajaran Quantum Teaching


Pembelajaran Quantum Teaching, siswa menjadi terlatih untuk memiliki sikap disiplin
belajar (Malik & Afandi, 2020). Quantum Teaching merupakan pembelajaran yang
dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif, sehingga memudahkan proses
belajar yang meriah, memacu semangat dan menyenangkan yang berorientasi pada
kemampuan dan bakat alamiah siswa (Adoe et al., 2016). Pembelajaran qunatum
teaching memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan suasana belajar
yang menyenangkan karena pembelajaran dirancang dengan membentuk suasana sesaui
dengan karakter siswa SD. Untuk lebih mengefektifkan pembelajaran dengan model ini,
maka digunakan lah media visual.model tersebut Quantum Teaching adalah model
pembelajaran yang dapat membagi unsur-unsur pembelajaran menjadi dua kategori
seperti konteks dan isi (Rachmawati, 2012).Dimana Model pembelajaran Quantum
Teaching dilandasi oleh berbagai teori seperti Accelerated Learning, Multiple
Intelligences, Neuro-Linguistic Programing, Experiental Learning, Cooperative
Learning dan Element Effective of Instruction (Deporter, 2010). Model tersebut
Quantum Teaching adalah model pembelajaran yang dapat membagi unsur-unsur
pembelajaran menjadi dua kategori seperti konteks dan isi (Rachmawati, 2012).
Kategori konteks meliputi: suasana hati, suasana lingkungan belajar yang diatur dengan
baik, dasar pembelajaran, presentasi dan fasilitas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran qunatum teaching adalah
model yang mengasyikkandan menyenangkan sehingga dalam pembelajaran tersebut
menjadi lebih bermakna serta melatih kepercayaan diri sisswa sehinga siswa dan guru
saling berkolaborasi untuk mencapai tujuang yang ingin dicapai.
B. Ciri-Ciri Metode Pembelajaran Model Pembelajaran Quantum Teaching
Adapun metode pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b. Mempunyai misi satu tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
d. Memiliki bagian-bagian metode yang dinamakan urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem
pendukung.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan metode pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi dampak pembelajaran dan dampak pengiring.

C. Langkah – Langkah Pembelajaran Model Quantum Teaching

Langkah pembelajaran Quantum Teaching dikenal dengan istilah TANDUR. Menurut


Hamdayama (2014:76) , “TANDUR merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan”. Fathurrohman (201 5 : 180-181) juga
mengemukakan langkah Quantum Teaching yaitu TANDUR, yang diuraikan sebagai
berikut:
a. Tumbuhkan. Dalam hal ini mengacu pada fase menumbuhkan minat siswa. Guru
sebagai pengajar pada fase ini dituntut untuk bisa menyiapkan sebuah kejadian
menarik yang dapat mengundang minat siswa untuk membuka mata mereka dan
menyerahkan segenap perhatian mereka kepada guru.
b. Alami. Dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada
siswa. Pengalaman belajar ini haruslah dapat mencakup segenap gaya belajar
siswa, baik itu yang memiliki gaya belajar auditori, visual maupun kinestetik.
c. Namai. Dimaksudkan untuk menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan
strategi sebagai penanda.
d. Demonstrasikan. Yaitu menyediakan kepada siswa untuk menunjukkan bahwa
mereka tahu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk
mempraktikkan apa yang telah mereka terima dari guru.
e. Ulangi. Dilakukan dengan cara me-review secara umum terhadap proses belajar di
kelas. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui apakah materi yang diberikan
sudah atau belum dipahami oleh siswa.
f. Rayakan. Adalah pengakuan terhadap hasil kerja siswa di kelas dalam hal
perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Rayakan dapat dilakukan dalam
bentuk pujian, memberikan hadiah atau tepuk tangan mpaikan secara maksimal.
Tinggi atau rendahnya minat siswa terhadap suatu pembelajaran sangat penting
untuk diketahui. Untuk mengukur seberapa besar minat siswa tersebut maka
diperlukanlah alat ukur minat itu sendiri atau yang disebut dengan indikator minat
belajar.
Kelompok 13
MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN
PENERAPANYA DALAM PEMBELAJARAN DI SD

A. Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


Contextual Teaching and Learning yaitu pembelajaran kontekstual atau proses
pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks di mana siswa berada. Pada dasarnya membantu
guru untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa
untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Model pembelajaran
ini merupakan salah satu solusi untuk menuju keunggulan akademis yang sekiranya bisa
diikuti dan dinikmati oleh seluruh peserta didik, Proses pembelajaran CTL berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami. Tugas guru lebih
banyak menyusun strategi dan mengelola kelas supaya peserta didik dapat menemukan
pengetahuannya sendiri bukan berdasarkan informasi dari guru

B. Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


1. Materi dipilih berdasarkan kebutuhan siswa
2. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
3. Materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/simulasinya
4. Materi dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik
5. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang ilmu sesuai dengan tematiknya
6. Proses belajar berisi kegiatan untuk menemukan, menggali informasi, berdiskusi,
berpikir kritis, mengerjakan projek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
7. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, sesuai dengan konteksnya
8. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik

C. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di SD

Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yanng menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Langkah
penerapan CTL di SD sebagai berikut :
1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Melaksanakan kegiatan inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Anda mungkin juga menyukai