Anda di halaman 1dari 17

Konsep Dasar dan Desain Pengembangan Kurikulum PAI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu :

Dr. M. Faqih Seknun, M. Pd. I.

Dr. Nursaud, M. Ag.

Oleh Kelompok 3:

Ninin Tri Utami

Verawati Nahumarury

PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

AMBON

2023
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan SDM pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengaktualisasikan dan

mengembangkan seluruh potensi manusia secara terpadu untuk mencapai kompetensinya sebagai

subjek pembangunan sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam hal ini disamping SDM dituntut

untuk memiliki dan menguasai Iptek serta keterampilan professional agar memasuki jenis kerja.

Juga diharapkan memiliki sikap mandiri, tegas, wawasan yang luas, berorientasi pada nilai-nilai

moral serta bisa berpikir kreatif dan inovatif dalam menghadapi masa depan (Azyumardi Azra,

1999, p.13).

Semua program pendidikan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan dirancang untuk

mencapai tujuan pendidikan. Rancangan program pendidikan di setiap jenang dan jenis

pendidikan disebut dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah niat dan harapan yang

dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di

sekolah. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam dirancang untuk mengantarkan siswa kepada

peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta pembentukan akhlak yang mulia.

Keimanan dan ketaqwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan akan

dapat dicapai Pendidikan Agama Islam dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki pengetahuan

dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam, sehingga terinternalisasi

dalam penghayatan dan keasadaran untuk melaksanakannya dengan benar. Dengan demikian
kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada

pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan

tentang agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai

akhlakul karimah. Desain pengembangan kurikulum PAI harus betul-betul diperhatikan, lebih

lebih dalam aplikasinya ketika proses belajar mengajar berlangsung. Selama ini paham dari

kebanyakan masyarakat menganggap bahwa dengan kehadiran PAI disekolah diharapkan

mampu membina keilmuan baik dari segi IPTEK maupun IMTAK peserta didik. Anggapan

seperti ini harulah benar-benar diperhatikan karena kalau tidak akan berakibat fatal. Kita tahu

pada saat sekarang ini peran PAI bukan hanya sekedar mengutamakan pendidikan agama saja

tetapi lebih diharapkan ada perpaduan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama.

Guru PAI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran

pendidikan agama islam. Faktor lain yang mempengaruhi pembelajaran PAI adalah siswa.

Dengan demikian, komponen dan desain kurikulum sangat mempengaruhi dalam proses belajar

mengajar. Namun, betapapun bagusnya kurikulum yang telah dibuat, hasilnya tergantung pada

guru yang mengajarkannya di dalam kelas.


PEMBAHASAN

A. Pengertian Desain Pengembangan Kurikulum

Desain dapat dirumuskan sebagai proses yang disengaja tentang suatu pemikiran,

perencanaan dan penyeleksian bagian-bagian. teknik, dan prosedur yang mengatur suatu tujuan.

Desain kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau susunan dari unsur-unsur kurikulum

yang terdiri atas tujuan, isi, pengalaman belajar dan evaluasi (Oemar Hamalik, 2007, p.194).

Salah satu karakteristik penting dari kurikulum adalah konseptualisasi dan organisasi berbagi

bagian dari kurikulum tersebut.

Fred Percifal dan Henry Ellington (1984) mengemukakan bahwa desain kurikulum

adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum.

Saylor mengajukan delapan prinsip sebagai acuan dalam mendesain kurikulum sebagai berikut.

a. Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua

jenis yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan;

b. Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka

merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan;

c. Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan

prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai

kegiatan belajar di sekolah;

d. Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan,

kapasitas dan tingkat kematangan siswa;

e. Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak

yang diperoleh di luar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah;
f. Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan

belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada

pengalaman berikutnya.

g. Kurikulum harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak,

kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur; dan

h. Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima (Oemar Hamalik, 2007,

p.194- 195).

B. Macam – Macam Model Konsep Kurikulum

a. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada

masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir

masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah

berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya.

Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama

berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Guru sebagai penyalur informasi materi

pelajaran sangat berperan penting. Oleh sebab itu guru harus menguasai bidang studi

yang diajarkannya. Selain itu guru juga menjadi model bagi para siswanya. Apa yang

disampaikan dan cara penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi guru.

Kurikulum subjek akademis tidak hanya menekankan pada materi pelajaran saja.

Secara berangsur-angsur mengalami perkembangan tidak hanya pada isi pelajaran,

tapi juga memperhatikan proses belajar. Ada tiga pendekatan dalam perkembangan

Kurikulum Subjek Akademis yaitu sebagai berikut:


1) Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Dalam hal ini murid – murid tidak

hanya mengingat materi pelajaran, tetapi juga belajar bagaimana memperoleh

materi pelajaran dan mengujinya berdasarkan fakta – fakta yang ada.

2) Studi yang bersifat integratif, yaitu belajar mengangkat dari satuan – satuan

pelajaran yang batas-batas antar pelajaran ditiadakan. Semua mata pelajaran

didasarkan pada fenomena-fenomena alam, masalah - masalah yang ada disekitar.

Kemudian dikembangkan menjadi model kurikulum yang terintegrasi (integrated

curriculum).

3) Materi yang diajarkan tetap menekankan menulis, membaca, dan memecahkan

masalah-masalah matematis. Sedangkan pelajaran seperti ilmu alam, ilmu sosial

dan lain sebagainya dipelajari tanpa menghubungkan dengan masalah yang ada

dalam kehidupan sekitar.

b. Kurikulum Humanistik

Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Aliran

ini lebiih memberikan tempat utama kepada siswa. Ia adalah subjek yang menjadi

pusat kegiatan pendidikan. Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional

yang baik antara guru dengan murid. Ia harus mampu memberikan materi yang

menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar.

Kurikulum ini berpendapat bahwa siswa mempunyai potensi, kemampuan, dan

kekuatan untuk berkembang. Dimana pendidikan tidak hanya diarahkan kepada

pembinaan manusia yang intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap,

nilai dan sebagainya). Kurikulum ini terus berkembang dan lebih menekankan segi

intelektual dalam hal ini yang sangat berperan penting dipegang oleh guru. Dalam hal
ini guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang hangat dan menyenangkan

selain itu juga menjadi sumber belajar agar memperlancar proses belajar dikelas.

Sesuai konsep yang dituntut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu

kesatuan perilaku bukan hanya yang bersifat intelektual, tetapi juga emosional dan

tindakan. Dalam evaluasi kurikulum ini lebih megutamakan proses daripada hasil.

Meyakini agar anak berkembang menjadi manusia yang dapat mengembangkan

potensi, mandiri dan terbuka.

c. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Kurikulm rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya.

Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang

dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan

interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan

bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara

siswa dengan guru, tetapi juga siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang

dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya.

Kurikulum ini memandang bahwa belajar tidak hanya secara individu, tapi juga

kegiatan belajar yang dilakukan secara bersama, kerja sama dan interaksi dengan

lingkungan sekitar. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial ialah menghadapkan

para siswa pada tantangan, hambatan-hambatan, masalah-masalah yang dihadapi

masyarakat. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial,

yang perlu dikaitkan dengan bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, psikologi,

estetika, bahkan pengetahuan alam dan Matematika.


d. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi

merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar

yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan

pemberdayaan sumber daya pendidikan.

Depdiknas mengemukakan karakteristik KBK secara kebih rinci sebagai berikut:

1) Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual

maupun klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbbasis

Kompetensi menekankan kepada ketercapaian kompetensi.

2) Berorientsi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya,

keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar.

Indikator inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang

diharapkan sudah tercapai atau belum.

3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang

bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang

digunakan dalam proses pembelajaran harus bersifat multimetode.

4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang

memenuhi unsur edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi.

5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau

pencapaian suatu kompetensi. Artiya, keberhasilan pembelajaran KBK tidak

hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran,

akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut.


Kurikulum ini menekankan pada ketercapaian kompetensi, yaitu diharapkan siswa

memahami, menguasai dan menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari

berdasarkan materi yang telah dipelajari.

C. Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

Desain kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau susunan dari unsur-unsur

pokok kurikulum yang terdiri atas tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi, yang sesuai

dengan inti setiap model desain. Begitu juga dalam mendesain kurikulum pendidikan agama

Islam harus memuat dari unsur-unsur pokok kurikulum.

Pendidikan agama Islam yang sedang dilaksanakan dalam banyak lembaga pendidikan

formal belum sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam

UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 Tahun Azizy .2003

menambahkan bahwa kegagalan ini berimbas pada masalah degradasi moral (Qodri Azizy,

2003, p.93).

Husni Rahim melihat faktor kegagalan pendidikan agama Islam di negara kita dari segi

kurikulum. mari segi ini materi pendidikan agama slam di sekolahterlalu akademis , terlalu

banyak topik, banyak pengulangan yang tidak perlu, tidak memperhatikan aspek afektif karena

hanya mementingkan aspek kognitif dan metode pengajaran kurang tepat (Husni Rahim, 2001,

105). Faktor lain yang mempengaruhi kegagalan pendidikan agama Islam dan pendidikan secara

umunya adalah dari faktor menejemen, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dualisme

penyelenggaraan pendidikan di negara kita dan lain sebaginya yang menuntut segera dicarikan

solusi dan mengubah dari segala tantangan di atas menjadi peluang, agar pendidikan di negara

kita menjadi berkualitas yang akan berimbas pada kemajuan bangsa dan negara, sebagiamana
dinyatakan dazlurrahman bahwa, setiap reformasi dan pembaharuan dalam slam harus dimulai

dengan pendidikan.

Memperhatikan tuntutan di atas pendidikan agama Islam di madrasah dan sekolah

sekolah umum hendaknya diadakan pemikiran ulang dan rekayasa ulang. Salah satunya adalah

dengan analisa kebutuhan dalam analisa kebutuhan disini. Pendidikan agama islam adalah cara

yang efektif untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam sebuah organisasi,

termasuk juga organisasi .pembelajaran.

D. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam Upaya Mengatasi

Berbagai Tantangan dan Masalah

(1). Strategi Pembelajaran

Tujuan pembelajaran agama Islam yang harus dirumuskan dengan bentuk behavioral atau bisa

diukur. berbentuk tingkah laku dan juga measurable ini membutuhkan strategi pembalajaran

yang khusus. Strategi disini adalah suatu kondisi yang diciptakan oleh guru dengan sengaja

yang meliputi metode, materi, sarana prasarana, media dan lain sebagainya agar siswa

dipermudah dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Azra, Azyumardi, p.73).

(2). Metode Pembelajaran Agama Islam

Pendidikan agama Islam sebenarnya tidak hanya cukup dilakukan dengan pendekatan teknologi

karena aspek yang dicapai tidak cukup kognitif tetapi justru lebih dominan yang afektif dan

psikomotorik, maka perlu pendekatan yang bersifat nonteknologi. Pembelajaran tentang akidah

dan akhlak lebih menonjolkan aspek nilai, baik ketuhanan maupun kemanusiaan yang hendak

ditanamkan dan dikembangkan pada diri siswa sehingga dapat melekat menjadi sebuah

kepribadian yang mulia. Sehingga menurut Noeng Muhajir dalam bukunya Abudin Nata ada

beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai yaitu : tradisional maksudnya
dengan memberikan nasehat dan indoktrinasi, bebas maksudnya siswa diberi kebebasan nilai

yang disampaikan, reflektif, maksudnya mondar-mandir dari pendekatan teoritik ke empirik,

transiternal maksudnya sama terlibat, guru dan siswa sama dalam proses komunikasi aktif tidak

hanya verbal dan fisik tetapi juga melibatkan komunikasi batin (Abudin Nata, 2003, p.109).

(3). Materi Pembelajaran Agama Islam

Disamping perlu adanya reformulasi materi-materi PAI yang selama ini menjebak pada

psikomotorik dan ranah kognitif dengan mengabaikan ranakafektif, materi PAI dipandang

masih jauh dari pendekatan pendidikan multi kultural, akibatnya masih banyak kerusuhan yang

dipicu dari masalah SARA (suku, agama dan ras). Untuk itu materi pendidikan agama

hendaknya merupakan sarana yang efektif untuk menginternalisasi nilai-nilai atau aqidah

inklusif pada peserta didik. Selain itu, pada masalah-masalah syari’ah pendidikan agama Islam

selama ini mencetak umat slam yang selalu bertengkar antar pengikut madzhab (Sudarsono

Sudirjo dkk, 2004, p. 112).

Maka dalam hal ini pendidikan slam perlu memberikan pelajaran “fiqih muqarran” untuk

memberikan penjelasan adanya perbedaan pendapat dalam Islam dan semua pendapat itu sama

memiliki argumen, dan wajib bagi kita untuk -samamenghormati. Sekolah tidak menentukan

salah satu mazhab yang harus diikuti oleh peseta didik, pilihan mazhab terserah kepada mereka

masing-masing.

(4). Sumber Daya Guru Agama

Pada saat ini ada kecenderungan untuk menunjuk guru sebagai salah satu faktor penyebab nya

kualitas lulusan siswa. rritikan mulai dari ketidak minimefektifnya guru dalam menjalankan

tugas, kurangnya motivasi dan etos kerja, sampai kepada ketidak mampuan guru dalam

mendidik dan mengajar kepada anak didiknya. Untuk meningkatkan motivasi dan etos kerja
guru maka faktor pemenuhan kebutuhan sangat berpengaruh. Untuk itu bagaimana

mengarahkan kekuatan yang ada dalam diri guru untuk mau melakukan tingkat upaya yang

tinggi ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Berbicara tentang motivasi tidak lepas kaitannya

dengan beberapa pandangan tentang terbentuknya kepribadian manusia melalui proses pola

awal terbentuknya motivasi dan beberapa teori kebutuhan manusia. Suparmin mengutip

Mc.Cleland yang mengelompokkan kebutuhan manusia kaitannya dengan ngkatan motivasi

dalam peni tugasnya sebagai guru adalahd need for achievement/ kebutuhan untuk berprestasi,

need for power/ kebutuhan untuk berkuasa, need for affiliation/ kebutuhan untuk berafiliasi .

Bila ketiga kebutuhan terpenuhi maka kerja seorang guru akan tumbuh dan motivasi dan etos

berkembang sebagimanayang diharapkan (Suparmin, 2004, p.51).

Dengan motivasi dan etos kerja yang tinggi guru agama akhirnya menjadi penggerak penjiwaan

dan pengalaman agama yang mencerminkan pribadi yang taqwa, berakhlaq mulia, luhur dan

menempati perananan suci dalam mengelola kegiatan pembelajaran, maka dibutuhkan guru

yang dirumuskan Zakiyah Darajat dan Husni Rahim sebagai berikut : mencintai jabatannya,

bersikap adil, sabar tenang, menguasai metode dan kepemimpinan, berwibawa, gembira,

manusiawi dan dapat bekerja sama dengan masyarakat (Husni Rahim, p.123). Dan tentunya

juga dibantu guru bidang studi lain dengan menunjukkan keteladanan bagi gi iman siswa

sebagai seorang yang beragama yang baik. Apaladan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

merupakan prasyarat utama bagi setiap guru, yang secara praktis akan berimplikasi pada

keharusan setiap guru nilai akhlak -untuk mengimplementsikan nilai .yang mulia dalam setiap

pelajaran.

Menurut Muhaimin bila ada peserta didik yang terlibat narkoba misalnya, maka hal itu bukan

merupakan kegagalan guru PAI saja, tetapi juga merupakan kegagalan dari guru , IPA, IPS dan
Pkn. Bila ada siswa yang suka hidup boros itu juga kegagalan guru ekonomi dan bila siswa suka

merusak lingkungan itu termasuk kegagalan guru IPA dan seterusnya (Muhaimin, 2003, p.71).

(5). Fasilitas dan Media Pengajaran

Salah satu faktor yang dibutuhkan dalam peningkatan mutu pendidikan agama slam di saat ini

adalah: tempat ibadah (masjid atau musholla), ruang bimbingan dan penyuluhan agama,

laboratorium keagamaan dan computer berbasis internet Laboratorium tidak hanya dibutuhkan

untuk pembelajaran ilmu bahasa dan ilmu eksakta materi pelajaran lain juga membutuhkan

laboratorium termsuk pelajaran agama Islam. Di dalam laboratorium akan dilengkapi media-

media pembelajaran. media pembelajaran yang bersifat audio visual sangat penting untuk

tercapainya tujuan pembelajaran, karena media pembelajaran ini berfungsi untuk memberikan

pengalaman konkret kepada siswa. bila guru menyampaikan materi agama dengan bermain

kata-kata saja maka materi itu bersifat abstrak.

Muhaimin mengusulkan lima cara yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pemilihan sarana/

media pembelajaran PAI yaitu; (1) tingkat kecermatan representasi, (2) tingkat interaktif yang

ditimbulkan, (3) tingkat kemampuan khusus, (4) tingkat motivasi yang ditimbulkan, (5) tingkat

biaya yang diperlukan (Muhaimin, 2003, p.86).

(6). Instrumen Penunjang

Mengingat pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang universal maka, dibutuhkan

instrument penunjang antara lain : school culture, extra kurikuler keagamaan, tim penggerak

proses pendidikan keagamaan (kepala sekolah, dewan, guru, karyawan, komite, masyarakat

sekitar, dan alumni) (Abudin Nata, 2005, p.93).


E. Desain Kurikulum PAI

Pendidikan Agama Islam merupakan proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai

Islam kepada perserta didik melalui upaya pengajaran pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,

pengawasan, dan pengembangan potensinya untuk mencapai keselarasan dan kesempurnaan

hidup di dunia dan akhirat (Sholikah, 2017). Desain kurikulum merupakan kerangka dalam

menyusun organisasi kurikulum dan merupakan penyiapan dari salah satu komponen kurikulum

yakni isi materi kurikulum. Penyusunan isi materi kurikulum dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu:

(1) segi horizontal yang dikenal dengan sitilah scope atau ruang lingkup isi kurikulum, dan (2)

segi vertikal yang menyangkut urutan penyajian bahan yang dimulai dari hierarki belajar.

Desain kurikulum yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum PAI, yaitu:

1. Subject Centered Design (SCD)

Desain ini merupakan pola kurikulum yang paling populer, paling tua dan paling banyak

digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pada jenis desain ini, kerangka kurikulum

berpusat pada isi materi yang akan diberikan pada peserta didik. Sehingga kurikulum

yang dihasilkan adalah kurikulum mata pelajaran yang terpisah-pisah.

Pada dasarnya desain kurikulum ini mengacu pada konsep pendidikan klasik yang

menekankan pada pengetahuan , ketrampilan, dan nilai-nilai masa lalu dan berupaya

untuk mewariskan pada generasi berikutnya. Karena kurikulum ini mengutamakan isi

bahan pelajaran, maka organisasi kurikulumnya disebut subject academic(Gunawan,

2013).

2. Learner-Centred Design (LCD)


Desain kurikulum ini terslahir sebagai reaksi dan sekaligus usaha penyempurnaan

terhadap beberapa kelemahan kurikulum yang dihasilkan subject centered design. Desain

kurikulum ini sangat berbeda dengan SCD yang bertolak pada keinginan untuk

melestarikan pengetahuan dan budaya masa lalu (kurikulum konservatif). Desain ini

berpusat pada peserta didik. Menurut teori pendidikan modern menyatakan bahwa dalam

proses pendidikan dan pengajaran berupaya untuk mengeksploitasi potensi yang dimiliki

oleh peserta didik. Sementara guru atau pendidik hanya sebagai fasilitator yang berperan

menyiapkan berbagai kemudahan bagi siswa dan menciptakan situasi belajar mengajar

yang kondusif, mendorong, dan membimbing peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.

Karena itu pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan

belajar siswa.

Ada 2 ciri utama yang membedakan desain kurikulum ini dengan SCD. Yang pertama

LCD mengembangkan kurikulum berpusat pada siswa bukan pada isi materi. Kedua LCD

bersifat not preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya, tetapi

dikembangkan bersama guru dan siswa)

3. Problem Centered Design (PCD)

Desain kurikulum ini berfokus pada masalah atau problem manusia. Desain ini mengacu

pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Berbeda dengan learned centered

yang mengutamakan siswa secara individual, problem centered yang menekankan

manusia dalam kesatuan kelompok atau masyarakat. Para pendidik berasumsi bahwa

manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan seharihari,

mereka menghadapi berbagai masalah dan ada pemecahan dari permasalahan tersebut

secara bersama-sama.
4. Social Function Design (SFD)

Desain kurikulum ini menekankan pada fungsi-fungsi atau peranan individu dalam

sebuah masyarakat (society). Desain ini juga merupakan penyempurnaan dari PCD yang

hanya menekankan pada problem, akan tetapi desain pada kurikulum ini lebih

menekankan peranan masyarakat dalam menjalankan fungsi sosial dalam rangka

memecahkan masalah dan menjalankan perannya sebagai anggota masyarakat sesuai

dengan tugas dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat (Hamdan, 2014).

KESIMPULAN

Setiap perkembangan kurikulum PAI mempunyai kebaikan atau kelebihan, tetapi tidak

lepas dari kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu bermacam-macam

konsep model kurikulum yakni (1) Kurikulum subjek akademis, (2) Kurikulum

Humanistik (3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial (4) Kurikulum Berbasis Kompetensi.

kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah bahkan dapat membantu atau

melengkapi yang satu dengan yang lainnya. empat model desain terkait dengan

pengembangan kurikulum PAI yakni adalah Subject Centered Desain(SCD), Learned

Centered Design (LCD), Problem Centered Design (PCD), dan Social Function Design

(SFD). Desain kurikulum merupakan kerangka dalam menyusun organisasi kurikulum

dan merupakan penyiapan dari salah satu komponen kurikulum yakni isi materi

kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA

Azizy, Qodri, 2003. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial. Semarang: CV

Aneka lmu

Azra, Azyumardi, 1999. Pendidikan Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru.

Jakarta: logos

Fathoni, M. Kholid, 2005. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma Baru. Jakarta:

Depag RI

Hamalik, Oemar, 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: UPI kerjasama

dengan Rosda rarya

Muhaimin, 2003, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa

Mujib, Abdul, dkk. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Nata, Abudin, 2005. Pendidikan Islam di Era Global. Jakarta: UIN Jakarta Press

Nata, Abudin, 2003. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di

Indonesia. Jakarta: Prenada Media

Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik Pengembangan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cet. III. Jakarta: Kencana

Sudirjo, Sudarsono dkk, 2004. Media Pembelajaran Sebagai Pilihan Dalam Strategi

Pembelajaran, malam Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media

Anda mungkin juga menyukai