Anda di halaman 1dari 24

DESAIN DAN ORGANISASI KURIKULUM

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Matrikulasi Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr. Umi Zulfa, M. Pd

Oleh:
Sabilatus Syarifah
234120600049
1 MPAI B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PASCASARJANA
UIN PROF.K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen utama sistem pendidikan
nasional, termasuk sistem pendidikan Islam, yang selalu dikembangkan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan psikologis, spiritual, dan material
masyarakat, sosial dan sejalan dengan tujuan pendidikan untuk menciptakan
lingkungan yang lebih baik. masa depan. Dalam proses ini diperlukan sarana dan
prasarana yang memadai karena siswa akan belajar secara alami dan dengan
panca inderanya ketika berinteraksi dengan media atau materi
pembelajaran.(Yusuf Hadijaya, 2016, hlm. 6)
Penelitian tentang rencana pembelajaran adalah suatu bidang yang belum
lama berkembang dibandingkan dengan bidang-bidang pendidikan lainnya.
Karena bidang ini masih baru, maka konsep-konsep tentang rencana
pembelajaran masih sangat beragam. Keanekaragaman ini muncul karena
berbagai cara pandang, sudut pandang, dan dasar-dasar pemikiran yang
digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Dengan kata lain, orang memiliki
berbagai perspektif yang berbeda ketika memikirkan rencana pembelajaran atau
yang biasa kita sebut dengan kurikulum.(Sudarman, 2019, hlm. 1)
Pendidikan adalah keperluan mendasar untuk semua orang, dan
kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan.(Syaifuddin Sabda, 2016, hlm. 1). Agar
pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga dapat tertata dan memiliki arah yang
jelas serta terkoordinasi dengan baik dan sistematis, maka perlu adanya
pengelolaan kurikulum agar dapat meraih tujuan pendidikan yang diinginkan.
Kurikulum adalah perencanaan yang mencakup target, materi, sumber belajar,
dan usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam proses pembelajaran,
dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan.(Haudi, 2021, hlm. 1)
Peran kurikulum dalam pendidikan sangat signifikan. Kurikulum
memiliki tiga peran utama, yaitu yang bersifat konservatif, evaluatif, dan kreatif,
yang semuanya perlu diterapkan secara seimbang. Selain itu, kurikulum juga
memiliki beberapa fungsi, termasuk penyesuaian, integrasi, diferensiasi,
persiapan, pemilihan, dan diagnostik. Semua fungsi ini diimplementasikan
sepenuhnya oleh kurikulum. Fungsi-fungsi tersebut memiliki dampak pada
perkembangan peserta didik sejalan dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan
oleh lembaga pendidikan terkait. Diperlukan upaya untuk mengembangkan
komponen-komponen dalam kurikulum. Melalui pengembangan kurikulum ini,
diharapkan bahwa tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh lembaga-
lembaga pendidikan dapat dicapai secara optimal. Salah satu langkah yang
penting dalam pengembangan kurikulum adalah merancang dan mengorganisasi
kurikulum dengan cermat.(Aprilia, 2020, hlm. 210)
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui penyusunan komponen-
komponen kurikulum, seperti materi, pengetahuan, aktivitas belajar,
pengalaman belajar, dan kompetensi, tidak akan terwujud dengan hanya
beberapa sesi pembelajaran atau beberapa aktivitas belajar. Semua komponen
kurikulum ini hanya akan efektif melalui proses pembelajaran yang berlangsung
selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, hingga semuanya terakumulasi
menjadi suatu program pendidikan atau kurikulum yang memiliki koherensi.
Bab ini membahas garis besar prosedur atau sistematisasi pengorganisasian
komponen kurikulum seperti materi, aktivitas belajar, dan lingkungan belajar
agar menghasilkan pengalaman belajar yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.(Mohamad Ansyar, 2015, hlm. 371)
Pengorganisasian kurikulum mencakup pengaturan materi yang akan
diajarkan kepada siswa. Dengan pengaturan ini, harapannya kurikulum dapat
memenuhi berbagai kebutuhan, harapan, dan masalah yang dihadapi oleh siswa,
guru, dan masyarakat. Selain pengaturan kurikulum, langkah-langkah lain
seperti perencanaan, validasi, pelaksanaan, dan evaluasi juga penting dalam
merancang kurikulum. Saat merancang kurikulum, prinsip-prinsip tertentu harus
dipertimbangkan. Dengan pemahaman yang baik tentang bagaimana mengatur
dan merancang kurikulum, sebuah lembaga pendidikan akan mampu menyusun
dan merancang kurikulum mereka dengan baik untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Untuk informasi lebih lanjut tentang
pengaturan dan perancangan kurikulum, kita akan menjelaskan sedikit tentang
konsep-konsep ini dalam kajian ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa desain kurikulum dan bagaimana penerapan dari desain kurikulum?
2. Apa organisasi kurikulum dan bagaimana penerapan dari organisasi
kurikulum?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami materi tentang desain dan organisasi kurikulum dan
penerapannya di lingkungan Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desain Kurikulum
1. Pengertian desain kurikulum
Desain adalah langkah-langkah perencanaan dan pemilihan elemen,
teknik, serta prosedur yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Definisi desain, seperti yang diungkapkan oleh Charles Reigeluth, adalah
perencanaan tentang cara terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Secara umum, desain kurikulum merupakan hasil dari pemikiran yang
mendalam tentang sifat dasar pendidikan dan proses pembelajaran. Smith
dan Ragan lebih detail menjelaskan bahwa desain kurikulum adalah proses
yang sistematis dan reflektif dalam mengartikan prinsip-prinsip belajar dan
mengajar ke dalam rencana pembelajaran yang mencakup materi ajar,
kegiatan belajar, sumber-sumber pembelajaran, dan sistem
evaluasi.(Mohamad Ansyar, 2015, hlm. 261)
Dari beberapa definisi tersebut, adalah wajar jika desain kurikulum
dianggap sebagai komponen penting dalam dunia pendidikan. Hal ini karena
desain kurikulum adalah proses perencanaan dan pengembangan kurikulum
yang mencakup konsep, bukan hanya didasarkan pada teori, tetapi juga
prinsip-prinsip operasional desain sebagai panduan dalam melaksanakan
pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, kita
tidak dapat mengembangkan kurikulum tanpa adanya format desain yang
memuat konsep dan struktur kurikulum yang akan dibangun. Proses
konstruksi ini melibatkan analisis tujuan, konteks, dan konsep desain, serta
tata cara pengembangan komponen dan langkah-langkah implementasi serta
evaluasi kurikulum. Semua komponen dalam desain kurikulum harus
berhubungan satu sama lain sehingga keterkaitan ini akan meningkatkan
integrasi dalam desain sebagai satu sistem yang utuh, baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam rancangan instruksional untuk mencapai tujuan
desain.(Nur Komariah, 2021, hlm. 62)
Secara komprehensif, desain kurikulum merujuk pada perencanaan
dan pengaturan berbagai elemen kurikulum yang saat diintegrasikan,
membentuk satu sistem yang utuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi
pendidik dan pengembang kurikulum untuk memiliki pemahaman yang baik
terhadapnya karena desain kurikulum melibatkan penyusunan elemen atau
komponen kurikulum dalam rangka perencanaan yang bertujuan
memudahkan pengembangan potensi siswa agar mereka dapat mencapai
tujuan pendidikan.

2. Prinsip-Prinsip Desain Kurikulum


Saylor mengusulkan prinsip dalam perancangan kurikulum, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:(Masdiono, 2019, hlm. 46)
a. Desain kurikulum harus memfasilitasi dan mendorong pemilihan serta
pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang penting untuk
mencapai pencapaian belajar yang diharapkan.
b. Desain kurikulum harus menggabungkan berbagai pengalaman belajar
yang memiliki makna untuk mencapai tujuan pendidikan, terutama bagi
kelompok siswa yang memerlukan bimbingan guru.
c. Desain kurikulum harus memberikan kesempatan kepada guru untuk
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dalam pemilihan, bimbingan,
dan pengembangan beragam kegiatan belajar di sekolah.
d. Desain kurikulum harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan
pengalaman belajar dengan kebutuhan, kemampuan, dan tingkat
kematangan siswa.
e. Desain kurikulum harus mendorong guru untuk mempertimbangkan
pengalaman belajar yang diperoleh siswa di luar sekolah dan
mengintegrasikannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
f. Desain kurikulum harus dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan karakter, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai
demokrasi yang mendukung budaya.
Singkatnya, prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya kurikulum
yang beragam, adaptif, dan relevan untuk memastikan pengalaman belajar
yang bermakna dan pengembangan siswa yang komprehensif.
3. Jenis-Jenis Desain Kurikulum
Desain kurikulum yang berfokus pada perkembangan intelektual
siswa dibangun oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan bidang studi
mereka. Mereka merancang apa yang harus dipelajari oleh siswa, termasuk
fakta, konsep, dan teori yang terdapat dalam disiplin ilmu masing-masing.
Selain menentukan isi kurikulum, pengembang kurikulum juga
merencanakan bagaimana siswa akan mempelajari materi pembelajaran
melalui proses penelitian ilmiah yang sesuai dengan masalah yang ada dalam
disiplin ilmu tersebut.
a. Desain kurikulum disiplin ilmu
Desain disiplin llmu merupakan desain yang berpusat pada
pengetahuan yang disusun berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena
itu disebut sebagai model kurikulum subjek akademis, yang menekankan
pada pengembangan aspek intelektual siswa. Para ahli menganggap bahwa
model desain ini bertujuan untuk memajukan kemampuan berpikir siswa
melalui latihan konsep dan penerapan metode penelitian ilmiah. Dalam
pelaksanaannya, strategi yang sering digunakan adalah pendekatan
ekspositori, di mana guru secara langsung menyampaikan gagasan atau
informasi kepada siswa. Penilaian dalam model ini bervariasi sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, model desain ini bertujuan agar siswa tidak hanya
menguasai konten pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, tetapi juga
mampu mengembangkan proses berpikir melalui pendekatan penelitian
ilmiah yang sistematis. Dalam konteks ini, ada tiga bentuk organisasi
kurikulum yang berfokus pada disiplin ilmu, yaitu kurikulum berbasis
subjek (subject-centered curriculum), kurikulum berbasis korelasi
(correlated curriculum), dan kurikulum terintegrasi (integrated
curriculum).(Sarinah, 2016, hlm. 63)
1) Kurikulum berbasis subjek (subject-centered curriculum)
Dalam kurikulum berbasis subjek, isi kurikulum disusun dalam
bentuk mata pelajaran yang berdiri sendiri, seperti sejarah, ilmu bumi,
kimia, fisika, matematika, dan lain sebagainya. Mata pelajaran tersebut
tidak memiliki hubungan langsung satu sama lain. Ketika
mengembangkan kurikulum di kelas atau dalam praktik pengajaran,
setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran tertentu.
Bahkan jika beberapa mata pelajaran diajarkan oleh guru yang sama,
mereka tetap diajarkan secara terpisah-pisah. Hal ini disebabkan oleh
penekanan dalam organisasi kurikulum yang berfokus pada mata
pelajaran yang terpisah.
2) Kurikulum berbasis korelasi (correlated curriculum)
Dalam struktur kurikulum ini, mata pelajaran tidak diajarkan
secara terpisah, melainkan mata pelajaran yang memiliki kesamaan atau
relevansi dikelompokkan ke dalam satu bidang studi yang lebih luas,
seperti geografi, sejarah, dan ekonomi dikelompokkan dalam bidang
studi IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Begitu pula dengan mata pelajaran
biologi, kimia, dan fisika yang dikelompokkan ke dalam bidang studi
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
3) Kurikulum terintegrasi (integrated curriculum)
Dalam kurikulum berbasis model terintegrasi, tidak ada lagi
penyebutan mata pelajaran atau bidang studi tertentu. Pembelajaran
dimulai dengan mengidentifikasi suatu permasalahan yang perlu
dipecahkan. Permasalahan tersebut disebut sebagai "unit."
Pembelajaran berbasis unit tidak hanya melibatkan menghafal fakta-
fakta semata, tetapi juga melibatkan pencarian dan analisis fakta
sebagai landasan untuk memecahkan masalah. Melalui pendekatan
pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah ini, diharapkan
perkembangan siswa mencakup aspek intelektual, sikap, emosi, dan
keterampilan secara menyeluruh.
b. Desain Kurikulum Berorientasi Pada Masyarakat
Prinsip dasar dari model desain kurikulum ini adalah untuk
memenuhi keperluan masyarakat, dan karena itu, kebutuhan masyarakat
harus menjadi landasan dalam menetapkan isi kurikulum. Terdapat tiga
perspektif desain kurikulum yang berfokus pada kehidupan masyarakat,
yaitu:
1) Sudut pandang status quo (perspektif status quo)
Tujuan dari desain kurikulum ini adalah untuk mempertahankan
warisan budaya dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dalam
perspektif ini, kurikulum merupakan rencana untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada siswa agar mereka bisa
berkontribusi sebagai anggota masyarakat yang berfungsi ketika
mereka dewasa. Para perancang kurikulum menggunakan aspek-aspek
penting dalam kehidupan masyarakat sebagai dasar dalam perancangan
kurikulum ini.
Kegiatan yang perlu dikuasai oleh siswa dalam perspektif ini
mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa, yang
juga berhubungan dengan perancangan kurikulum untuk membekali
mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk bekerja dalam
suatu profesi. Oleh karena itu, sebelum mengembangkan isi kurikulum,
para perancang perlu melakukan analisis mendalam terkait dengan
kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam konteks tugas atau profesi
tertentu. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kurikulum akan dirancang
agar lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
2) Sudut pandang pembaharuan (the reformist perspective)
Dalam perspektif ini, kurikulum disusun dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu masyarakat secara keseluruhan. Menurut
pendekatan reformis, pendidikan diharapkan mampu mengubah kondisi
masyarakat. Baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal, pendidikan diarahkan untuk berkontribusi dalam
menciptakan tatanan sosial yang lebih adil dan merata, dengan
redistribusi kekuasaan dan kekayaan yang lebih seimbang. perspektif
pembaharuan dalam desain kurikulum dapat melibatkan berbagai
perubahan dalam pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas masyarakat dan mencapai perubahan sosial yang lebih baik.
Contoh dari perspektif pembaharuan dalam perancangan
kurikulum dapat mencakup berbagai aspek, terutama dalam upaya
meningkatkan mutu masyarakat dan mengubah kondisi sosial. Seperti
program pengumpulan dan daur ulang sampah di sekolah. Melalui
program ini, warga tidak hanya membantu mengurangi pencemaran
lingkungan dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan, tetapi
juga menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Program ini mencerminkan prinsip pembaharuan karena berusaha
untuk mengubah perilaku masyarakat dan menciptakan tatanan yang
lebih berkelanjutan
3) Sudut pandang masa depan (the futurist perspective)
Dalam model kurikulum ini, perhatian lebih ditujukan kepada
kesejahteraan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu
diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang
cepat. Dengan pemahaman ini, setiap individu dapat berkontribusi
dalam pengembangan masyarakatnya sendiri.
Terdapat tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam proses
implementasi kurikulum ini. Ketiga kriteria tersebut berfokus pada
pembelajaran yang nyata, melibatkan tindakan konkret, dan
mempromosikan nilai-nilai yang positif. Pertama, siswa harus memilih
satu aspek dalam masyarakat yang dianggap perlu untuk diperbaiki.
Kedua, siswa harus mengambil tindakan nyata terkait permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. Ketiga, tindakan siswa harus
berlandaskan pada nilai-nilai yang baik, menilai apakah tindakan
tersebut layak dilakukan atau tidak, apakah memerlukan kerja individu
atau kolaborasi kelompok, atau bahkan keduanya.
Contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu dengan kegiatan
dalam bentuk proyek. Dalam proyek ini, sekelompok siswa atau
individu mengidentifikasi masalah atau kebutuhan nyata dalam
masyarakat mereka, seperti masalah lingkungan, kesehatan masyarakat,
atau pendidikan. Mereka kemudian merancang dan melaksanakan
proyek konkret untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Prinsip dasar dari desain ini adalah bahwa pendidikan bertujuan
untuk membantu perkembangan anak didik. Oleh karena itu, pendidikan
seharusnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari anak didik.
Kurikulum yang berfokus pada siswa menekankan bahwa siswa
merupakan sumber utama dari materi kurikulum. Segala sesuatu yang
termasuk dalam kurikulum haruslah relevan dengan kehidupan sehari-hari
siswa sebagai peserta pendidikan. Dalam merancang kurikulum yang
berorientasi pada siswa, Alice Crow (Crow & Crow, 1955) memberikan
saran-saran berikut:
1) Kurikulum harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, serta
mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dianggap
bermanfaat baik untuk saat ini maupun masa depan.
2) Siswa harus ditempatkan sebagai subjek pembelajaran yang aktif dan
berusaha untuk belajar secara mandiri. Hal ini berarti siswa harus
didorong untuk terlibat dalam beragam aktivitas pembelajaran,
daripada hanya menerima informasi pasif dari guru.
3) Upaya seharusnya dilakukan agar apa yang dipelajari oleh siswa sesuai
dengan minat, bakat, dan tahap perkembangan mereka. Artinya,
penentuan materi yang harus dipelajari sebaiknya tidak hanya
didasarkan pada pandangan guru atau pihak lain, melainkan harus
dilihat dari perspektif individu siswa itu sendiri.
Desain kurikulum yang berfokus pada siswa dapat dianalisis dari dua
sudut pandang, yaitu sudut pandang kehidupan anak di masyarakat (the
child-in-society perspective) dan sudut pandang psikologis (the
psychological curriculum perspective).
1) Sudut pandang kehidupan anak di masyarakat (the child-in-society
perspective)
Francis Parker, seorang pendidik yang memandang siswa
sebagai sumber kurikulum, mengatakan bahwa kurikulum harus
berawal dari pengalaman-pengalaman yang pernah dialami oleh siswa,
seperti pengalaman di lingkungan keluarga, lingkungan fisik dan sosial
mereka, serta hal-hal yang ada di sekitar mereka.
Proses pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan intelektual siswa dengan memahami
sejumlah teori dan fakta semata, tetapi juga untuk mengembangkan
aspek-aspek lain dalam kehidupan siswa. Kurikulum yang berpusat
pada anak dalam pandangan kehidupan di masyarakat bertujuan agar
materi kurikulum yang diajarkan di sekolah dan pengalaman belajar
yang dirancang sesuai dengan kebutuhan anak, untuk mempersiapkan
mereka dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Anak-anak diajak
untuk tidak hanya mempelajari berbagai teori atau konsep, tetapi juga
untuk menghubungkannya dengan kehidupan nyata. Dengan demikian,
apa yang dipelajari di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan
sehari-hari mereka.
2) Sudut pandang psikologis (the psychological curriculum perspective)
Menurut pengembang kurikulum dan pandangan psikologis,
tujuan dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya terbatas
pada pengembangan aspek intelektual siswa, melainkan juga pada
pengembangan keseluruhan kepribadian siswa untuk menciptakan
individu yang utuh. Sasaran pendidikan adalah proses dinamis dalam
pengembangan pribadi yang mencakup cita-cita ideal, integritas, dan
otonomi pribadi. Inti dari kurikulum pendekatan humanis adalah
aktualisasi diri. Manusia yang mencapai kualitas dan kemampuan
seperti ini tidak hanya mencakup perkembangan kognitif, tetapi juga
perkembangan dalam hal estetika dan moral. Pendekatan humanis
dalam kurikulum sangat menekankan pentingnya hubungan emosional
yang baik antara guru dan siswa. Dalam situasi dan kondisi seperti itu,
diharapkan guru dapat mendorong dan membantu siswa untuk
mengaktualisasikan diri mereka. Pendekatan humanis menekankan
pada integrasi, yaitu keseluruhan kepribadian yang mencakup aspek
intelektual, emosional, dan perilaku.
Kriteria keberhasilan ditentukan oleh perkembangan anak
menjadi individu yang mandiri dan terbuka. Proses pembelajaran yang
efektif menurut pendekatan kurikulum ini terjadi ketika siswa diberi
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang
mereka miliki.
d. Desain Kurikulum Berbasis Teknologi
Desain kurikulum berbasis teknologi berfokus pada efektivitas
program, metode, dan materi yang dianggap dapat mencapai tujuan
pendidikan. Pengaruh teknologi pada kurikulum dapat dipahami melalui
dua perspektif, yaitu penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan
teknologi sebagai suatu sistem.
Dalam perspektif pertama, yang berkaitan dengan penerapan
teknologi, terdapat perencanaan yang sistematis yang melibatkan
penggunaan media atau alat dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, dalam
perspektif teknologi sebagai sistem, pendekatan yang digunakan adalah
penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
sistem. Pendekatan ini dicirikan oleh perumusan tujuan khusus sebagai
target perilaku yang harus dicapai. Tujuan-tujuan ini ditetapkan sebelum
proses pembelajaran dimulai, dan pencapaian mereka menjadi tujuan akhir
dari proses pembelajaran.
B. Organisasi Kurukulum
1. Pengertian Organisasi Kurikulum
Menurut Sukiman dan Lismina, organisasi kurikulum mengacu pada
keseluruhan struktur kurikulum yang berfungsi sebagai kerangka umum
pengembangan kurikulum tertentu dikirimkan kepada siswa. Hal ini
bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran yang telah
ditetapkan. Lismina juga mengemukakan bahwa pengorganisasian program
memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pembelajaran, isi
materi pembelajaran, metode pemberian materi, dan juga pengalaman siswa,
seperti peran siswa dan guru dalam melaksanakan program.
Selanjutnya menurut Toto Ruhima dkk organisasi kurikulum dapat
dijelaskan sebagai suatu model atau desain bahan ajar atau isi program untuk
memudahkan siswa dalam kegiatan belajar belajarnya agar dapat mencapai
tujuan belajarnya secara efektif. Organisasi kurikulum mencakup
pengorganisasian unsur-unsur program, termasuk tujuan pembelajaran,
bahan ajar, strategi pengajaran, dan alat penilaian yang digunakan untuk
mengukur pencapaian tujuan.(Nur Komariah, 2021, hlm. 36)
Organisasi kurikulum melibatkan pengorganisasian komponen-
komponen kurikulum, termasuk isi kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan
pengalaman, dengan tujuan untuk mengintegrasikannya ke dalam satu sistem
tunggal yang membentuk kursus, program, pelajaran, mata pelajaran, unit,
dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi dalam pendidikan.
Organisasi kurikulum berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana
mengatur atau menyusun pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan. Memang benar pengalaman belajar merupakan hasil interaksi
antara peserta didik, materi pendidikan, guru, dan lingkungan belajar. Oleh
karena itu, pertanyaan yang dapat diajukan sebagai berikut: “Bagaimana kita
mengatur isi dan kegiatan pembelajaran program agar tujuan pendidikan
dapat tercapai?”(Mohamad Ansyar, 2015, hlm. 371)
Secara ringkas, organisasi kurikulum adalah tata cara pengaturan
keseluruhan program pengajaran, yang memiliki peran penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran, yang mencakup penentuan materi, metode
pengajaran, dan evaluasi kinerja peserta didik.
2. Faktor-Faktor Organisasi Kurikulum
Dalam pengorganisasian program harus diperhatikan beberapa
faktor, khususnya: (Nur Komariah, 2021, hlm. 55)
a. Ruang lingkup dokumen (scope), mencakup seluruh pengalaman
pembelajaran. Pelatihan harus disampaikan kepada peserta didik, baik
pelajaran teori maupun praktek. Penentuan ruang lingkup dokumen
tersebut harus didasarkan pada tujuan lembaga pendidikan dan tujuan
pendidikan nasional.
b. Tata letak bahan (urutan), mengacu pada urutan bahan ajar yang
dipersiapkan untuk diajarkan kepada siswa. Hal ini penting untuk
memastikan proses pendidikan berjalan lancar. Dalam menyusun urutan
materi pembelajaran, perlu diperhatikan urutan isi materi pembelajaran
dan urutan pengalaman belajar yang perlu dipahami. Penyusunan materi
harus sesuai dengan perkembangan anak pada saat menerima materi
tertentu.
c. Kontinuitas, yaitu mengacu pada kesinambungan bahan ajar yang akan
diajarkan kepada peserta didik, baik antara dua mata pelajaran atau antara
tingkat pendidikan yang berbeda yang diikuti oleh peserta didik.
Kontinuitas dapat dinilai dari segi kualitas dan kuantitas materi.
d. Keseimbangan, ini berarti semua mata pelajaran yang diajarkan kepada
peserta didik memiliki perhatian yang seimbang. Keseimbangan
mencakup aspek cara penyampaian materi pembelajaran dan isi bahan ajar
yang disampaikan kepada peserta didik.
e. Integrasi, hal ini merujuk pada kemampuan menghubungkan pengetahuan
dan pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik agar mampu
menghadapi tantangan setelah menyelesaikan studinya.
3. Model-Model Organisasi Kurikulum di Lembaga Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oliva terhadap praktik
dan upaya pengembangan model organisasi di berbagai lembaga pendidikan
di Amerika Serikat, ia menyajikan berbagai model organisasi kurikulum.
Model-model ini diterapkan di berbagai jenis sekolah, seperti sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Di antara berbagai
model tersebut, yang paling umum digunakan di berbagai lokasi dan
tingkatan pendidikan adalah model organisasi kurikulum berdasarkan
tingkat, meskipun ada juga model-model organisasi lain yang
digunakan.(Syaifuddin Sabda, 2016, hlm. 155)
a. The Graded School (Sekolah bertingkat)
Sekolah bertingkat adalah suatu bentuk organisasi kurikulum
yang memiliki dan menerapkan sistem tingkatan kelas atau kelas. Di
bawah sistem kelas ini, kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan
sistem kelas. Tujuan kurikulum, materi, strategi dan penilaian disusun
berdasarkan organisasi ini. Biasanya program ini disusun secara bertahap
dan dilaksanakan secara bertahap, mulai tahun pertama hingga tahun
terakhir. Kegiatan pelaksanaan program pada model ini dilakukan
dengan cara biasa, siswa terfokus pada kelas dengan latar belakang yang
beragam dan diperlakukan sesuai program yang sama, baik tujuan,
materi, strategi dan penilaiannya sama.
Pembelajaran dirancang oleh guru bekerja sama dengan siswa
untuk menyediakan berbagai aktivitas untuk orang yang berbeda.
Beberapa kegiatan sangat fleksibel dengan alokasi waktu berdasarkan
variabel kegiatan. Siswa dikelompokkan berdasarkan minat dan
kemampuannya, sehingga tidak memerlukan kualifikasi yang tetap.
Guru dalam “program kegiatan” melihat perannya bukan sebagai
ahli mata pelajaran tetapi sebagai fasilitator dan fasilitator pembelajaran.
Konsep kunci dari apa yang progresif diintegrasikan ke dalam praktik
pendidikan adalah pengaturan siswa yang aktif daripada pasif dan
pertukaran pengalaman antara siswa dan guru.
b. Nongraded Elementary School (Sekolah Dasar Tanpa Tingkat)
Model sekolah dasar tanpa kelas, disebut juga model sekolah
tanpa kelas, merupakan pendekatan yang kontras dengan sistem sekolah
bertingkat. Model ini dikembangkan oleh John I. Goodlad dan Robert H.
Anderson untuk mengatasi kelemahan model sekolah hierarki. Model
non-grading ini menata kurikulum berdasarkan pendekatan pendidikan
progresif, menjadi alternatif pengembangan sistem sekolah menengah
bertingkat yang sudah ada. Konsep sekolah tidak bertingkat, atau sekolah
berkelanjutan (continuous kemajuan), muncul sebagai respons terhadap
sistem sekolah bertingkat yang dianggap kaku, dengan tujuan
memberikan pendidikan yang lebih efektif bagi anak-anak.
Dalam model ini, konsep jenjang kelas dan standar kelas tidak
berlaku. Siswa dikelompokkan berdasarkan kebutuhan dan
perkembangan individu masing-masing siswa. Kegiatan pembelajaran
disesuaikan untuk setiap siswa, dengan penekanan pada pendekatan
personal.
c. Open Education and Open Area-Space (Pendidikan Terbuka dan Ruang
–Area Terbuka)
Pendidikan ruang terbuka atau area terbuka merupakan sebuah
tanggapan yang lebih bersifat teknis terhadap konsep yang berasal dari
filosofi dan organisasi yang lebih luas yang dikenal dengan istilah
pendidikan terbuka (open education), kelas terbuka (the open
classroom), atau sekolah terbuka (open school). Dalam prakteknya,
istilah-istilah ini sering digunakan secara bergantian, seperti
mengoperasikan sebuah kelas berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan
terbuka. Walaupun demikian, meskipun sering kali kelas tersebut disebut
sebagai ruang terbuka, tetapi konsep ruang terbuka tidak sepenuhnya
identik dengan pendidikan terbuka. Sekolah terbuka mungkin
mengadopsi konsep pendidikan terbuka, atau sekolah dengan ruang
terbuka mungkin berarti seluruh kelas tanpa dinding.
Perlu dicatat bahwa konsep kelas tanpa dinding ini berbeda
dengan sekolah tanpa dinding. Sekolah tanpa dinding beroperasi tanpa
bangunan sekolah fisik dan mengizinkan siswa untuk belajar di berbagai
lembaga atau mungkin mendaftar di sekolah-sekolah lain sesuai dengan
kebutuhan pendidikan mereka.
Pendidikan terbuka adalah ide yang berasal dari filosofi dan
organisasi yang lebih luas, yang menekankan aksesibilitas dan
kesempatan belajar yang lebih fleksibel. Dengan kata lain, pendidikan
terbuka berfokus pada memberikan kesempatan belajar kepada lebih
banyak orang dengan cara yang lebih mudah diakses.
4. Jenis-Jenis Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum memiliki beberapa jenis yang masing-masing
memiliki karakteristik unik, antara lain meliputi mata pelajaran terpisah,
bidang studi, mata pelajaran yang terkait, dan kurikulum yang berorientasi
pada siswa. Berikut ini akan dijelaskan dengan lebih rinci setiap jenis
organisasi kurikulum tersebut. (Nur Komariah, 2021, hlm. 37)
a. Mata Pelajaran Terpisah (Separated Subject Curriculum)
Mata pelajaran terpisah adalah suatu metode organisasi
kurikulum yang menggolongkan seluruh materi ajar ke dalam mata
pelajaran yang berdiri sendiri, tanpa adanya keterkaitan antara satu
dengan yang lain. Dalam pendekatan ini, berbagai materi ajar dipecah
menjadi banyak mata pelajaran yang memiliki cakupan yang terbatas.
Contohnya adalah mata pelajaran seperti matematika, sejarah, ekonomi,
geografi, ilmu al-jabr, fisika, ilmu ukur, dan ilmu bumi. Mata pelajaran
tersebut diajarkan secara terpisah, memudahkan guru dalam
penyampaian pelajaran. Terutama di tingkat sekolah dasar, guru
memiliki peran ganda sebagai pengajar berbagai mata pelajaran pada satu
kelas atau tingkatan tertentu.
Karakteristik dari organisasi kurikulum jenis mata pelajaran
terpisah meliputi:
1) Materi ajar disusun dalam sejumlah mata pelajaran yang berdiri
sendiri tanpa adanya hubungan yang erat di antara mereka.
2) Setiap mata pelajaran dipresentasikan secara terpisah dan diberikan
dalam waktu yang sudah ditentukan.
3) Tujuan dari kurikulum ini adalah penguasaan sejumlah ilmu
pengetahuan dengan sedikit perhatian pada perkembangan aspek
perilaku lainnya.
4) Pengorganisasian kurikulum tidak didasarkan pada kebutuhan, minat,
atau permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik.
5) Struktur kurikulum tidak memperhitungkan kebutuhan, perubahan,
dan perkembangan dalam masyarakat yang senantiasa berubah dan
berkembang.
6) Metode pengajaran lebih cenderung menggunakan pendekatan yang
memerintahkan (imposisi) dan menciptakan perbedaan antar individu
di antara siswa.
7) Guru memiliki peran yang lebih dominan, dan siswa tidak mendorong
untuk aktif dalam pembelajaran, dengan guru mengajar mata pelajaran
mereka masing-masing.
8) Siswa tidak terlibat dalam perencanaan kurikulum secara kolaboratif.
9) Penilaian lebih sering menggunakan tes yang berfokus pada aspek
kognitif.
Jenis organisasi kurikulum mata pelajaran terpisah memiliki
beberapa keunggulan, seperti yang dijelaskan oleh Suryosubroto (2005).
Keunggulan-keunggulan tersebut meliputi:
1) Materi ajar disusun dengan logis dan sistematis, sehingga mudah
untuk mengorganisasi dan dapat disesuaikan dengan mudah dengan
menambah atau mengurangi mata pelajaran sesuai kebutuhan.
2) Proses evaluasi dan pengujian menjadi lebih sederhana.
3) Dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat
dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
4) Telah menjadi tradisi dan diterapkan selama berabad-abad.
5) Tidak sulit untuk melakukan perubahan-perubahan.
6) Penyusunan materi lebih sistematis.
Keunggulan-keunggulan ini menjelaskan mengapa model mata
pelajaran terpisah tetap digunakan dalam berbagai tingkat pendidikan
meskipun terdapat kelemahan tertentu. Kelemahan dari organisasi
kurikulum jenis mata pelajaran terpisah mencakup:
1) Struktur mata pelajaran yang terpisah tidak selalu relevan dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga kurikulum mungkin
tidak mampu mengatasi situasi nyata yang dihadapi oleh siswa.
2) Kurikulum seringkali tidak memperhatikan masalah konkret yang
dihadapi oleh peserta didik dan lebih berorientasi pada materi ajar
yang ada dalam teks.
3) Aspek psikologi peserta didik kurang diperhatikan, yang bisa
mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
emosional dan pertumbuhan fisik peserta didik.
4) Tujuan kurikulum seringkali terfokus pada pengembangan aspek
intelektual, dengan kurang memperhatikan perkembangan emosional
dan pertumbuhan jasmani peserta didik.
5) Lebih menekankan pada penguasaan materi dengan pendekatan
hafalan daripada mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif.
6) Cenderung bersifat statis dan kurang inovatif dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan
dunia pendidikan.
b. Mata Pelajaran Terhubung (Correlated Curriculum)
Mata Pelajaran Terhubung adalah jenis organisasi kurikulum
yang menitikberatkan pada hubungan antara mata pelajaran yang berbeda
dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing bidang studi.
Sebagai contoh, ilmu sejarah dan ilmu bumi dapat diajarkan secara
terkait untuk memperkuat pemahaman. Menurut Lismina, ada tiga jenis
korelasi yang bergantung pada jenis mata pelajaran:
1) Korelasi Factual: Sejarah dan kesusastraan adalah contohnya, di mana
fakta sejarah disajikan melalui tulisan untuk memahami sejarah
dengan lebih baik.
2) Korelasi Deskriptif: Korelasi ini mencakup penggunaan generalisasi
yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Sebagai contoh,
mata pelajaran psikologi dapat berkorelasi dengan mata pelajaran
sejarah atau ilmu pengetahuan sosial dengan menerapkan prinsip-
prinsip psikologi untuk menjelaskan fenomena sosial.
3) Korelasi Normatif: Sama seperti korelasi deskriptif, tetapi
menekankan pada prinsip moral dan etika. Sejarah dan kesusastraan
dapat dihubungkan berdasarkan prinsip-prinsip moral sosial dan etika.
Kelebihan dari jenis kurikulum ini adalah mengintegrasikan mata
pelajaran sehingga mempermudah pemahaman siswa. Organisasi
kurikulum ini lebih berfokus pada pengertian dan prinsip-prinsip
daripada hanya pengetahuan fakta, yang memungkinkan siswa
mengaplikasikan pengetahuan dan prinsip dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, ada beberapa kelemahan, seperti kesulitan
menghubungkan dengan masalah aktual dalam kehidupan sehari-hari dan
kurang memberikan pengetahuan mendalam dan sistematis dalam satu
mata pelajaran. Oleh karena itu, jenis kurikulum ini mungkin tidak cukup
untuk mempersiapkan siswa untuk pendidikan tinggi.
c. Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
Kurikulum Terpadu adalah jenis kurikulum yang menyajikan
materi ajar sebagai satu kesatuan lengkap tanpa memisahkan satu mata
pelajaran dari yang lain. Ciri-ciri dari kurikulum terpadu menurut
Lismina adalah sebagai berikut:
1) Semua materi yang diajarkan kepada siswa berkaitan erat sebagai
sebuah kesatuan, bukan sebagai fakta-fakta yang terisolasi.
2) Siswa dihadapkan pada permasalahan yang relevan dengan kehidupan
sehari-hari dan masyarakat.
3) Kurikulum ini memungkinkan sekolah untuk membangun hubungan
yang erat dengan masyarakat.
4) Mendorong siswa untuk menjadi lebih aktif, memerlukan pemikiran
independen, dan mendorong kerja mandiri atau kerja kelompok.
5) Mudah disesuaikan dengan minat, bakat, dan kemampuan individu
siswa.
Kelebihan dari kurikulum terpadu adalah sebagai berikut:

1) Mendorong pemahaman yang lebih dalam dan kontekstual, karena


siswa belajar tentang topik tertentu dalam konteks yang lebih luas.
2) Memotivasi siswa karena menghadirkan materi ajar yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari mereka.
3) Meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis,
karena siswa sering dihadapkan pada persoalan yang memerlukan
analisis dan pemecahan masalah.
4) Memungkinkan diferensiasi yang lebih baik, dengan kemampuan
untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan
kemampuan siswa.
Keunggulan-keunggulan ini menjelaskan bagaimana keunggulan
kurikulum terpadu jika digunakan dalam berbagai tingkat pendidikan
meskipun terdapat kelemahan tertentu. Kelemahan dari organisasi
kurikulum jenis terpadu mencakup:
1) Memerlukan perencanaan dan koordinasi yang lebih intensif oleh
guru dan sekolah.
2) Tidak selalu mudah untuk mengukur kemajuan siswa dengan ujian
tradisional, karena penilaian dapat menjadi lebih kontekstual.
3) Diperlukan pelatihan tambahan bagi guru untuk
mengimplementasikan kurikulum terpadu dengan efektif.
4) Kurikulum terpadu tidak selalu mencakup semua mata pelajaran yang
dibutuhkan untuk memenuhi standar nasional atau lokal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan memerlukan waktu yang lama untuk memproses semua
elemen atau komponen kurikulum yang efektif. Oleh karena itu desain
kurikulum dan organisasi kurikulum dianggap sebagai komponen penting dalam
dunia pendidikan. Desain kurikulum adalah proses perencanaan dan
pengembangan kurikulum yang mencakup konsep, bukan hanya didasarkan
pada teori, tetapi juga prinsip-prinsip operasional desain sebagai panduan dalam
melaksanakan pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi
kurikulum adalah kegiatan melibatkan pengaturan komponen-komponen
kurikulum, termasuk isi kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan pengalaman,
dengan tujuan untuk mengintegrasikannya ke dalam satu sistem tunggal yang
membentuk kursus, program, pelajaran, mata pelajaran, unit, dan lain-lain. Hal
ini dilakukan untuk mencapai efisiensi dalam pendidikan.
Dalam proses pengembangan kurikulum, detiap desain dikembangkan
menjadi suatu rancangan kurikulum yang memuat berbagai unsur pokok
kurikulum, yaitu tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi, yang sesuai
dengan inti setiap model desain dan organisasi kurikulum berperan sebagai
metode untuk menentukan seleksi dan pengorganisasian pengalaman-
pengalaman belajar yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan.

B. Saran
Berbagai ragam desain dan organisasi kurikulum sudah dikemukakan
dalam makalah ini. Keberhasilan suatu desain atau organisasi tergantung dari
ketersediaan tenaga pendidik, pengembang kurikulum, dan keterlibatan peserta
didik. Oleh karena itu, pemahaman pendidik dan perancang kurikulum tentang
berbagai alternative desain dan organisasi kurikulum sangat di perlukan agar
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, W. (2020). Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum. ISLAMIKA,

2(2), 208–226. https://doi.org/10.36088/islamika.v2i2.711

Haudi. (2021). Manajemen Kurikulum. CV INSAN CENDEKIA MANDIR.

Masdiono, M. (2019). Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar.

Bada’a: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 1(1), 44–53.

https://doi.org/10.37216/badaa.v1i1.243

Mohamad Ansyar. (2015). Kurikulum: Hakikat, Fondasi, Desain, Pengembangan

(1 ed.). Kencana.

Nur Komariah. (2021). Pengantar Manajemen Kurikulum (1 ed.). Bintang Pustaka

Madani.

Sarinah. (2016). Pengantar Kurikulum (1 ed.). Deepublish.

Sudarman. (2019). Pengembangan Kurikulum: Kajian Teori dan Praktik.

Mulawarman University Press.

Syaifuddin Sabda. (2016). Pengembangan Kurikulum (1 ed.). Aswaja Persindo.

Yusuf Hadijaya. (2016). Strategi Penerapan Kurikulum Integratif Tematik di

Madrasah Aliyah (1 ed.). Perdana Publishing.

Anda mungkin juga menyukai