Anda di halaman 1dari 21

MENGORGANISIR KOMPONEN KURIKULUM JENJANG SD/SMP/SMA

Ahmad Mubarok,1 Teguh Hartadi,2


1Jurusan Manajemen Pendidikan Islam – Institut PTIQ Jakarta
(@gmail.com)
2Jurusan Manajemen Pendidikan Islam – Institut PTIQ Jakarta
(sayaadalahteguh@gmail.com)

Abstrak: Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan
adalah kurikulum. Kurikulum adalah suatu sistem yang mempunyai komponen-
komponen yang saling berkaitan dan menunjang satu sama lain. Komponen-komponen
kurikulum tersebut terdiri dari tujuan, materi pembelajaran, metode, dan evaluasi.
Dalam bentuk sistem ini kurikulum akan berjalan menuju suatu tujuan pendidikan
dengan adanya saling kerja sama di antara seluruh sub sistemnya. Jika salah satu dari
variabel kurikulum tidak berfungsi dengan baik, maka sistem kurikulum akan berjalan
kurang optimal. Selain itu dalam mengorganisir kurikulum diperlukan suatu
perencanaan dan pengorganisasian pada seluruh komponennya. Pada tulisan ini akan
memaparkan bagaimana mengorganisir pengembangan kurikulum dipandang dalam
perspektif pendidikan Islam.
Kata kunci: kurikulum, sekolah, pendidikan Islam

Abstract: In an effort to improve the quality of education, one of the important


components in it is the curriculum. The curriculum is a system that has components that
are interrelated and support each other. The curriculum components consist of objectives,
learning materials, methods, and evaluations. In the form of this system, the curriculum
will run towards an educational goal with mutual cooperation among all sub-systems. If
one of the curriculum variables does not function properly, the curriculum system will
run less than optimally. In addition, in organizing the curriculum, it is necessary to plan
and organize all its components. This paper will describe how to organize curriculum
development from the perspective of Islamic education.
Keywords: curriculum, school, Islamic education

1
1. PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan karena kurikulum menentukan
jenis dan kualitas pendidikan. Oleh karena itu kurikulum harus disusun dan
disempurnakan dengan perkembangan zaman. Hal ini sejalan dengan Undang – undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya
peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum serta berencana dan
berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Atas dasar itu pula di
Indonesia sudah beberapa kali mengalami perbaikan kurikulum. Dan sekarang ini
pendidikan di Indonesia dihadapkan dengan kurikulum terbaru yaitu “Kurikulum
Merdeka” yang pada tahun 2022 ini siap untuk diimplementasikan.

2. METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif.1 Penelitian kualitatif
dikatakan sebagai rangkaian penelitian yang mampu menghasilkan data berupa
deskriptif kata-kata baik tertulis atau lisan dari objek atau perilaku manusia yang
dapat diamati.2 Penelitian ini juga menggunakan analisis teori dan studi
kepustakaan. Analisis teori adalah salsah satu teknik dalam penelitian yangg
menjadiikan teori sebagai acuan dari kebenaran, fakta, dan keadaan objek yang
diteliti. Analisis teori digunakan sebagai alat pembacaan realitas yang kemudian
dikonstruksikan menjadi deskripsi yang argumentatif. 3 Studi kepustakaan dipakai
untuk memperkaya literatur penelitian, agar kemudia dapat ditarik sebuah
kesimpulan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Kurikulum
Beberapa ahli pendidikan telah membuat deskripsi yang berbeda- beda
tentang pengertian kurikulum, di antaranya adalah:
1. Ralp Tyler (1949) mendefinisikan kurikulum sebagai semua pelajaran-
pelajaran murid yang direncanakan dan dilakukan oleh pihak sekolah

1 Ahyudin Darmalaksana, “Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi Lapangan,” Pre Print
Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, 1–6
2 L. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, 8.

3 Sandy H, Pijar Filsafat Yunani Klasik, Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan ITB,

2016, 45.

2
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikannya.
2. E. Eisner (1979) mengatakan bahwa dengan kurikulum kita
mengartikannya dengan pengalaman-pengalaman yang ditawarkan
kepada murid di bawah petunjuk dan bimbingan sekolah.
3. A. Glattorn (1987) mendefinisikan kurikulum ialah rencana-rencana itu
dibuat untuk membimbing dalam belajar disekolah biasanya meliputi
dokumen, level secara umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu
dikelas, sebagai pengalaman murid yang telah dicatat dan ditulis oleh
seorang ahli, pengalaman-pengalaman tersebut ditempatkan dalam
lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari.4
Sedangkan pengertian secara semantik kurikulum dikelompokkan
menjadi tiga yaitu:
1. Kurikulum secara Tradisional mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
atau bidang studi.
2. Kurikulum secara Modern semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa
di bawah pengaruh sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil
dari program kurikulum secara keseluruhan.
3. Kurikulum masa Kini strategi yang digunakan untuk mengadaptasikan
pewarisan kultural dalam mencapai tujuan di sekolah.5

Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.6 Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan
dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah masing-masing. Pengembangan kurikulum

4Anim Nurhayati, 2010, Inovasi Kurikulum; Telaah terhadap Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: Teras), 4.


5 Husaini Usman, 2008, Manajemen; Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara, 35.

6 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Surabaya, PT Nasional.

3
yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat yang
paling penting dalam keberhasilan suatu pendidikan, tanpa adanya
kurikulum yang baik dan tepat maka akan kesulitan dalam mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan baik formal, informal, maupun non formal.
Dari berbagai macam pengertian kurikulum tersebut baik secara
bahasa, istilah maupun arti kurikulum berdasarkan para ahli, maka
mengorganisir kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah proses atau sistem
pengelolaan kurikulum secara kooperatif, komprehensif, dan sistematik
untuk mengacu ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan.
Dalam proses mengorganisir atau manajemen kurikulum tidak lepas dari
kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan
sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaannya dilakukan dengan
metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya,
serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya.7
Dalam pelaksanaanya, pengembangan kurikulum harus berdasarkan
dan disesuaikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M),
dan kurikulum pada satuan pendidikan. Dengan pengertian bahwa
manajemen kurikulum itu atas dasar konteks desentralisasi pendidikan dan
otonomi daerah. Suatu institusi pendidikan diberi kebebasan untuk
menentukan kebijakan dalam merancang dan mengelola kurikulum
menurut kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Pemerintah hanya
menetapkan standar nasional dan untuk pengembanganya diserahkan
sepenuhnya kepada lembaga sekolah dan madrasah terkait.

3.2 Komponen Kurikulum


Komponen merupakan bagian-bagian yang saling bekerja sama sehingga tercipta
suatu sistem yang utuh. Komponen adalah bagian dari suatu sistem yang mempunyai
peran penting dalam keseluruhan aspek yang berlangsung dalam suatu proses untuk
pencapaian tujuan. Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi.
Kesesuaian meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,

7 Sulistyorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras), 40.

4
kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar
komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, proses, isi dan evaluasi.
Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen kurikulum. Ada yang
mengemukakan lima komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan empat
komponen kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen
kurikulum berikut Subandiyah, mengemukakan ada lima komponen kurikulum, yaitu:
(1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan
prasarana); (4) komponen strategi; dan (5) komponen proses belajar mengajar. Sementara
Soemanto mengemukakan ada empat komponen kurikulum, yaitu: (1) tujuan
(objectives); (2) isi atau materi (knowledges); (3) interaksi belajar mengajar di sekolah
oschool learning experiences); dan (4) penilain (evaluation). Pendapat tersebut diikuti
oleh Nasution, Fuaduddin dan Karya, serta Nana Sudjana. Walaupun istilah komponen
yang dikemukakan berbeda-beda, namun pada intinya komponen kurikulum terdiri dari
(1) Tujuan; (2) Isi dan Struktur Kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar
Mengajar), dan (4) Evaluasi.

Tujuan Kurikulum
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah
mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai
ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel bahwa tujuan pendidikan
secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge,
and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest
possible extent.
2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring
them an equal basic education.
3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the
generation but also guide education towards mutual understanding and towards
what has become a worldwide realization of common destiny.)8

8 Uyoh Sadullah, Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta (2009), 25

5
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat
secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan
pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan
umum pendidikan berikut.
4. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
5. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
6. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.9

Komponen isi / materi


Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman
belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek
baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya terga
mbarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan
siswa.
Untuk menentukan isi kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan tingkat
dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan

9 Permendiknas No 22 tahun 2007.

6
ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping juga tidak terlepas dari kaitannya dengan
kondisi peserta didik (psikologi anak) pada setiap jenjang pendidikan tersebut.
Kriteria pemilihan isi kurikulum dapat mempertimbangkan sebagai berikut:
1. Sesuai tujuan yang ingin dicapai
2. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
3. Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara baik untuj masa
sekarang mauoun masa yang akan dating.
4. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan
dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-
topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran
2. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
3. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
Pada hakikatnya, isi / materi kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum isi
kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi:
1. Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
2. Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral.
3. Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Kita menyadari bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang bersifat dinamis. Artinya,
disain kurikulum yang sudah ditetapkan dan diterapkan harus selalu dikaji agar relevan
dengan perkembangan peserta didik dan kebutuhan jaman. Pengembangan materi
kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran.
2. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan.
Materi kurikulum mengandung aspek tertentu sesuai dengan tingkat tujuan kurikulum,
yang meliputi teori, konsep, generalisasi, prinsip, prosedur, fakta, istilah, contoh atau
ilustrasi, definisi, dan preposisi. Kriteria untuk memilih isi materi kurikulum yang
relevan harus memenuhi beberapa hal, antara lain:10
1. Materi harus sahih dan signifikan, artinya menggambarkan pengetahuan
mutakhir.

10Saridudin, Komponen-Komponen Kurikulum, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan


Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI (2021), 9-10.

7
2. Relevan dengan kenyataan sosial dan kultur agar anak lebih memahaminya.
3. Materi harus seimbang antara keluasan dan kedalaman.
4. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan.
5. Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
6. Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.

Komponen metode/strategi
Metode dan strategi merupakan komponen ketiga dalam pengembangan
kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat
penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan
idealnya tujuan yang harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka
maka tujuan itu tidak mungkin dapat tercapai. Strategi merujuk pada pendekatan dan
metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran
Strategi pembelajaran dalam pelakasanaan suatu kurikulum adalah cara yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran mengandung pengertian terlaksananya
kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Mutu proses itu banyak
sekali bergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan mengaplikasikan teori-
teori keilmuan pendidikan. Sedangkan Metode menempati fungsi penting dalam
implementasi kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa
dan guru. Beberapa istilah yang perlu difahami berkaitan dengan komponen ini adalah
pendekatan, strategi, model dan metode dalam pembelajaran.
1. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah suatu upaya menghampiri makna
pembelajaran melalui suatu cara pandang tertentu; atau aplikasi suatu cara
pandang dan pandangan tertentu dalam memahami makna pembelajaran.
Berbagai pendekatan dalam rangka memahami makna pembelajaran antara lain:
pendekatan filsafati, pendekatan psikologi dan pendekatan sistem.
Pendekatan filsafati berkaitan dengan bebrapa aliran filsafat pendidikan
seperti idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme, dan konstruktivisme.
Pendekatan psikologi berkaitan dengan beberapa aliran dalam psikologi
diantaranya behaviorisme, psikologi kognitif dan humanisme. Pendekatan sistem
memandang belajar sebagai suatu keseluruhan terpadu yang terdiri atas berbagai

8
komponen yang saling berinteraksi secara fungsional dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Berbagai aliran baik dalam filsafat maupun psikologi memiliki cara
pandang yang berbeda dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran idealisme
menghendaki diaplikasikannya strategi penemuan (discovery) melalui tanya
jawab (dialektika) dan berpikir deduktif. Sekalipun pembelajaran berpusat pada
guru, tetapi dalam mengolah pesan siswa harus menemukan sendiri (heuristik).
Kurikulum pendidikan idealisme diorganisasi menurut mata pelajaran dan
berpusat pada bahan ajar (subject matter centered), sehingga pelajaran bersifat
pragmentaris, bahan ajar dipelajari secara terpisah menurut mata pelajaran.
Realisme menghendaki pelajaran dan pengelolaan kelas yang berpusat
pada guru (classroom is teacher-centered). Siswa diharapkan belajar dari
pengalaman (langsung maupun tidak langsung) melalui strategi inquiry,
discovery, pembiasaan dan berpikir induktif. Pragmatisme menghendaki
pembelajaran yang berpusat pada siswa (pupil/child-centered), berpusat pada
masalah, berpusat pada aktivitas dan bersifat interdisipliner atau terpadu.
Pragmatisme menyarankan pembelajaran melalui problem solving, discovery dan
inkuiri serta strategi heuristik dan mengutamakan strategi berpikr deduktif-
induktif.
Konstruktivisme memandang pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran
bukanlah kegiatan guru mentrasfer pengetahuan kepada siswa. Konstruktivisme
menghendaki pembelajaran yang berpusat pada siswa, berpusat pada masalah,
berpusat pada aktivitas, bersifat interdisipliner (terpadu) dan kontekstual.
Eksistensialisme memandang bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru
mendampingi siswa (belajar) berdasarkan minat bakat dan kebutuhan-
kebutuhannya untuk sampai pada penyadaran diri dan mengembangkan
komitmen yang berhasil mengenai sesuatu yang penting dan bermakna bagi
eksistensinya.
Behaviorisme memandang bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru
menciptakan kondisi lingkungan sebagai stimulus-berupa tugas, disiplin dan
sebagainya-untuk direspon oleh siswa yang dilakukan dalam bentuk pembiasaan
atau latihan tahap demi tahap secara rinci yang diikuti dengan penguatan
(reinforcement) secara terus menerus, agar terjadi modifikasi tingkah laku

9
(behavior modification) sehingga siswa menguasai kemampuan melakukan
sesuatu.
Roy Killen dalam Wina Sanjaya mengatakan ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered
approach).11 Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori; sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi
pembelajaran induktif.
Dilihat dari kemasan materi dan cara siswa mempelajari materi, straregi
pembelajaran dibagi atas: strategi Exposition dan Strategi Discovery Learning
serta Strategi Groups dan Individual Learning. Dalam exposition, bahan ajar
sudah dikemas sedemikan rupa sehingga siswa tinggal menguasai saja. Strategi
ini lebih bersifat strategi yang berorientasi pada penguasaan isi pelajaran (content
oriented). Dalam discovery learning, bahan ajar tidak dikemas dalam bentuk yang
sudah jadi, tapi siswa diharapkan dapat beraktivitas secara penuh, mencari dan
mengumpulkan informasi, membandingkan, menganalisis dan sebaginya.
Metode yang banyak digunakan adalah pemecahan masalah. Strategi kelompok
adalah apabila siswa belajar secara kelompok bersama-sama, mempelajari bahan
yang sama, oleh guru yang sama tanpa memperhatikan perbedaan bakat, minat
dan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan pembelajaran individual adalah
manakala pembelajaran memperhatikan kemampuan dasar siswa, kecepatan
belajar dan minat yang dimiliki.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola umum rencana interaksi antara siswa, guru,
dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
a. Berdasarkan Rasio Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
1) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok besar (satu kelas)
siswa

11 Wina Sanjaya, strategi pembelajaran berorientasi standar proses Pendidikan, Jakarta: Pranadamedia
(2016)

10
2) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok kecil (5-7 orang)
siswa
3) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap seorang siswa
4) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekelompok besar (satu kelas)
siswa
5) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekelompok kecil (5-7 orang)
siswa
b. Berdasarkan Pola Hubungan Guru dan Siswa dalam Pembelajran
1) Pembelajaran tatap muka
2) Pembelajaran melalui media
3) Pembelajaran tatap muka plus melalui media
c. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam Pengelolaan Pembelajaran
1) Pembelajaran yang berpusat pada guru
2) Pembelajarn yang berpusat pada siswa
d. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam mengolah pesan atau Materi
Pembelajaran
1) Pembelajaran ekspositorik
2) Pembelajaran heuristik
e. Berdasarkan Proses Berpikir dalam Mengolah Pesan atau Materi Pelajaran
1) Pembelajaran deduktif
2) Pembelajaran induktif
3) Pembelajaran deduktif-induktif
3. Model pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan
untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam latar
tutorial dan dalam membentuk materi-materi pembelajaran-termasuk buku-
buku, film-film, pita kaset dan program media komputer, dan kurikulum. Banyak
model pembelajaran yang bisa dikembangkan diantaranya pembelajaran
kontekstual, pembelajaran kooperatif, pembelajaran inkuiri, pembelajaran model
PAKEM, pemodelan dan pembelajaran afektif (Saridudin, 2021). Beberapa model
tersebut dijelaskan di bawah ini :
a. Model interaksi sosial
Model Interaksi sosial mencakup strategi pembelajaran/metode pembelajaran:
1) Kerja Kelompok

11
2) Pertemuan Kelas
3) Pemecahan masalah sosial atau Inquiry Social
4) Model Laboratorium
5) Bermain Peranan
6) Simulasi Sosial
b. Model Pemrosesan Informasi. Strategi/Model pembelajarannya:
1) Mengajar Induktif
2) Latihan inquiry
3) Inquiry Keilmuan
4) Pembentukan Konsep
5) Model pengembangan
c. Model Personal (Personal Model)
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi kepada
pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model
pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran/metode:
1) Pembelajaran Non-direktif
2) Latihan kesadaran
3) Sinetik
4) Sistem konseptual
d. Model Modifikasi Tingkah Laku
Model ini bertitik tolak dari teori behavioristik, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar
dan membentuk Tingkah Laku dengan cara memanipulasi penguatan
(reinforcement). Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku
psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati. Implementasi dari model ini
adalah meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak, guru selalu perhatian
terhadap Tingkah Laku belajar siswa, modifikasi Tingkah Laku anak yang
kemampuan belajarnya rendah dengan reward, sebagai reinforcement
pendukung, dan penerapan prinsip pembelajaran individual terhadap
pembelajaran klasikal.
e. Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik
pembelajaran dengan kehidupan nyata. Mengajar bukan transformasi

12
pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-
konsep, tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemmapuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dalam
Pembelajaran Kontekstual ada tujuh prinsip pembelajaran yang harus
dikembangkan guru yaitu: 1) Konstruktivisme, 2) Menemukan (Inquiry), 3)
Bertanya, 4) Masyarakat belajar, 5) Pemodelan, 6) Refleksi, 7) Penilain
sebenarnya.
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam
pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun
pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
2) Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL. Melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta kemampuankemampuan lain yang diperlukan bukan
merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
merupakan hasil menemukan sendiri
3) Bertanya (Questioning)
Penerapan unsur bertanya dalam pendekatan CTL harus difasilitasi oleh
guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam
menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan
kualitas dan produktivitas pembelajaran.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerjasama dan memanafaatkan sumber belajar dari teman-
teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community,
bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain
melalui berbagai pengalaman (sharing).
5) Pemodelan (Modeling)
Pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara

13
menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh
para guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang
apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Siswa mengedepankan apa
yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa
memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.
Guru akan mengetahui kemajuan, kemunduran dan kesulitan siswa dalam
belajar. Dan dengan itu pula guru akan memiliki kemudahan untuk melakukan
upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses bimbingan belajar dalam
langkah selanjutnya.

Komponen evaluasi
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kurikulum karena melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai
dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu
kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian – bagian mana yang harus
disempurnakan.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum untuk melihat efektifitas
pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum. Evaluasi juga
digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Dengan
evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran,
keberhasilan siswa, guru dan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi dapat
dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan
yang diperlukan. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari proses
pengembangan kurikulum. 12

Saridudin, Pengembangan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran PAI Pada Sekolah


12

Menengah. OSF Preprints, (2021), 43

14
Evaluasi secara etimologis berasal dari kata “evaluation” yang berarti “penilaian
terhadap sesuatu”. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa :
“curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum” Dalam arti yang lebih luas, evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode
instruksional, serta pengaruhnya pada belajar dan prilaku peserta didik.13 (Wright,
1966:173).
Luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan
oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja
dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu
dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa. Dalam bukunya,
Hamalik menambahkan bahwa evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan
pertimbangan (judgement) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang
dievaluasi, dalam hal ini kurikulum.14
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes
diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif
dapat digunakan kuisioner, inventori, interview dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa evaluasi kurikulum
harus mencakup:
1. Menilai pencapaian tujuan kurikulum yang sudah ditetapkan sebelumnya.
2. Bagaimana metode yang digunakan dalam kurikulum itu efektif atau tidak
sehingga bisa mempermudah ketercapaian tujuan.
3. Melihat pengaruh kurikulum itu pada prestasi dan sikap peserta didik, apakah
kemajuan dan perkembangan mereka baik atau buruk.

13 Hamalik Oemar, kurikulum dan pembelajaran, Jakarta:bumi aksara, (2008), 191.


14 Ibid.

15
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan dan
prinsip-prinsip evaluasi kurikulum. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing,
orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and
17 integration.” Adapun prinsip-prinsip evaluasi kurikulum, sebagaimana dikemukakan
oleh Oemar Hamalik sebagai berikut:15
1. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu
pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi
kurikulum.
2. Bersifat obyektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya,
bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen
yang andal.
3. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam
ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat
perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan
keputusan.
4. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab
bersama pihakpihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala
sekolah, pengawas, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping merupakan
tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.
5. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang
menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil evaluasi
lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang digunakan.
6. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar
sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu, peran guru
dan kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka yang paling mengetahui
pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi
kuantitatif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk

15 Ibid, 255-256

16
mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik
dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat
digunakan, questionnare, observasi, interview, studi kasus, skala penilaian dan
sebagainya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan
pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum
itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang
kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan
kebijakan 18 pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum
yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru,
kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat
bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

3.3 Mengorganisir Komponen Kurikulum


Mengorganisir komponen kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah proses
atau sistem pengelolaan kurikulum secara kooperatif, komprehensif, dan sistematik
untuk mengacu ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan. Dalam
proses mengorganisir atau manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial
antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang
mendukungnya. Pelaksanaannya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang
efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum
yang sudah ditentukan sebelumnya.16
Dengan adanya kurikulum, sudah tentu tugas pendidik sebagai pengajar dan
pendidik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu kunci utama dalam
menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah
satu komponen yang berinteraksi secara aktif dengan anak didik dalam pendidikan.
Sebagai pedoman, kurikulum dijadikan sarana yang berfungsi untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum suatu sekolah memuat uraian mengenai jenis-
jenis program apa yang dilaksanakan sekolah tersebut.17 Ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum, di antaranya

16 Sulistyorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras), 40.


17 Nik Haryati, 2011, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta), 9.

17
adalah:

1. Produktivitas, yaitu hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan


kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam
manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik
dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus
menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, yaitu pelaksanaan manajemen kurikulum harus
berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana, dan
subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas
dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
3. Kooperatif, yaitu untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam
kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerjasama yang positif dari
berbagai pihak yang terlibat.
4. Efektivitas dan efisiensi, yaitu serangkaian kegiatan manajemen
kurikulum harus mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi untuk
mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurikulum
tersebut memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga, dan
waktu yang relatif singkat.
5. Mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum,
yaitu proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan
mengarahkan visi, misi, dan tujuan kurikulum.18

Sedangkan menurut Nana Syaodih S. prinsip pengembangan


kurikulum terbagi menjadi dua prinsip utama, yaitu:
1. Prinsip Umum

a. Prinsip Relevansi, yaitu ada dua macam relevansi yang harus ada
pada kurikulum, yaitu relevansi keluar dan relevansi dalam.
Relevansi keluar artinya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup
dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan
dan perkembangannya. Sedangkan relevansi dalam yaitu adanya

18 Dadang Suhardan dkk, 2009, Manajemen Pendidikan, (Bandung; Alfabeta), 192.

18
kesesuaian atau konsistensi antara komponen- komponen
kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan
penilaian.
b. Prinsip Fleksibilitas, yaitu kurikulum hendaknya bersifat fleksibel,
yaitu dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu
maupun kemampuan dan latar belakang anak didik.
c. Prinsip Kontinuitas, yaitu kesinambungan. Perkembangan dan
proses belajar anak berlansung secara berkesinambungan, tidak
terputus-putus atau berhenti begitu saja.
d. Prinsip Praktis, yaitu mudah dilaksanakan dengan menggunakan
alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
e. Prinsip Efektivitas yaitu, walaupun kurikulum harus murah dan
sederhana tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan.
2. Prinsip Khusus
a. Prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan.
b. Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan.
c. Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar.
d. Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan media dan alat
pengajaran.
e. Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.19

4. KESIMPULAN
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Subandiyah, mengemukakan ada lima komponen kurikulum, yaitu: (1)
komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan
prasarana); (4) komponen strategi; dan (5) komponen proses belajar mengajar.

19 Zainal Arifin, 2010, Antologi Pendidikan Islam; Manajemen Pengembangan Kurikulum Teori

dan Praktik, (Yogyakarts: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga), 280.

19
Sementara Soemanto mengemukakan ada empat komponen kurikulum, yaitu: (1)
tujuan (objectives); (2) isi atau materi (knowledges); (3) interaksi belajar mengajar di
sekolah oschool learning experiences); dan (4) penilain (evaluation). Mengorganisir
kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah proses atau sistem pengelolaan
kurikulum secara kooperatif, komprehensif, dan sistematik untuk mengacu
ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan.

5. DAFTAR PUSTAKA

Ahyudin Darmalaksana, “Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi


Lapangan,” Pre Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020
Arifin, Zainal, 2010, Antologi Pendidikan Islam; Manajemen Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan
Kalijaga.
Baharun, H. (2016). PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA;
TELAAH EPISTEMOLOGIS. Pedagogik
Baharun, H. (2017). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik (Konsep, Prinsip,
Pendekatan dan Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum PAI. Yogyakarta: CV
Cantrik Pustaka.
Hasan Baharun, Z. (2017). Manajemen Mutu Pendidikan : Ikhtiar dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Madrasah melalui Pendekatan Balanced
Scorecard. Tulungagung: Akademia Pustaka.
Islam, S. (2017). Karakteristik Pendidikan Karakter; MenjawabTantangan
Multidimensional Melalui Implementasi Kurikulum 2013
Hamalik, Oemar, 2006, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Haryati, Nik, 2011, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta.
L. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007,
Muhaimin, dkk., 2009, Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Penyususnan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta: Kencana.
Nurhayati, Anim, 2010, Inovasi Kurikulum; Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: Teras.
Raharjo, Rahmat, 2010, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta:
Magnum Pustaka.
Rusman, 2009, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali Pers.
Sandy H, Pijar Filsafat Yunani Klasik, Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu
Kemasyarakatan ITB, 2016

20
Suhardan, Dadang, dkk., 2009, Manajemen Pendidikan, Bandung; Alfabeta.

Sulistyorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras.

Usman, Husaini, 2008, Manajemen; Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara.
UU No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional.

21

Anda mungkin juga menyukai