Anda di halaman 1dari 33

SEJARAH PERBANKAN,

BANK SEBAGAI BADAN


USAHA DAN PERBANKAN
SYARIAH
Sejarah Perbankan Dunia

Abad 18 Sebelum Masehi (SM), Masa Penyimpanan di


Rumah Ibadah Pada masa ini telah dikenal barang yang
sangat berharga, yaitu emas. Di Mesir dan Mesopotamia,
emas disimpan dalam rumah ibadah oleh lembaga
penyimpan yang dikhususkan untuk itu. Di Babylonia
pada masa Hammurabi (Abad 18 SM), telah dibuat
catatan pinjaman oleh para pendeta dalam rumah ibadah,
hal ini merupakan konsep pertama perbankan sebagai
tempat penyimpanan barang berharga, yaitu emas, dan
melakukan pertukaran barang-barang.
Abad 4 SM, Masa Lembaga Keuangan Yunani dan Roma.
Aktivitas perbankan di negara Yunani pada masa ini lebih bervariasi
dan maju dibandingkan kegiatan usaha masyarakat lainnya.
Wirausaha swasta mulai melaksanakan kegiatan yang sama dengan
rumah ibadah dan usaha publik dengan melakukan kegiatan
transaksi keuangan. Mereka menerima simpanan, menyalurkan
pinjaman, penukaran uang (money changer), dan menguji keaslian
dan kemurnian koin sebagai alat tukar. Para pemberi pinjaman dapat
ditemukan di kota Yunani dengan membuat catatan pinjaman bahkan
menyediakan jasa untuk pengiriman koin dalam jumlah besar.
Kerajaan Roma mengadopsi kegiatan perbankan tersebut dan
mengatur seluruh kegiatan perbankan di Yunani. Pada Abad 2 SM
seluruh utang secara resmi dibebaskan dengan pembayaran kepada
bank dan pejabat publik (sebagai notaris saat ini) dibentuk untuk
membuat akta yang khusus untuk urusan pembebasan utang
tersebut.
Abad 12-14 Setelah Masehi.
Selama abad ke-12 dan 13 AD, para bankir dari Italia Utara, yang selalu secara
kolektif disebut “Lombards”, secara bertahap menggantikan peran orang-orang
Yahudi sebagai pemberi pinjaman karena mereka telah menjadi kaya dan sangat
berkuasa. Kemampuan bisnis orang Italia semakin maju pesat dengan penemuan
pembukuan yang disebut sebagai “double entry book keeping”. Bank-bank yang
sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Valensia tahun 1171, Bank
of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320 Pada awal Abad ke-14 ada 2 (dua)
orang keluarga bersaudara di kota Florence, Italia, yaitu Bardi dan Peruzzi, telah
bertumbuh menjadi keluarga kaya dari kegiatan bisnis jasa keuangan. Mereka
menerima penitipan uang dan menyalurkannya dengan para rentenir uang, yang
disebut sebagai “papacy”. Mereka memfasilitasi perdagangan dengan menyediakan
kepada saudagar (pedagang) alat pembayaran yang disebut sebagai “bill of
exchange” (alat tukar kertas).
Abad ke 16 AD: Cek mulai diperkenalkan.
Abad 17-18 AD : Kebangkitan Bank-Bank Nasional
Abad 19-20 AD : Kerja Sama Internasional
Jenis-Jenis Bank

Dilihat Dari Bidang Usahanya

Dalam Pasal 5 ayat (1) UUP disebutkan, bank menurut


Jenis usahanya digolongkan menjadi 2 (dua) yakni :
Bank Umum
Bank Perkreditan Rakyat
Dilihat Dari Kepemilikannya
Dilihat dari kepemilikannya bank dapat di bagi kedalam 2
(dua) golongan yakni :
Bank Milik Pemerintah (Bank Negara)
Yaitu bank yang modal yang bersangkutan berasal dari
pemerintah (negara).
Bank Negara meliputi :
Bank yang Merupakan Badan Usaha Milik Negara
(Bank BUMN)
Ex : BI, BRI, BNI, dll
Bank yang merupakan Badan Usaha Milik daerah
(Bank BUMD)
Ex : Bank Sumsel-Babel, Bank Jabar, Bank DKI, dll
Bank Milik Swasta
Yaitu bank yang modal sepenuhnya berasal dari swasta, tanpa ada campur
tangan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Bank Milik Swasta di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
Bank Swasta Nasional (BSN), artinya modal bank dimiliki sepenuhnya
oleh orang dan/atau Badan hukum Indonesia, ex : Bank Mega, Bank
Mandiri, dll
Bank Swasta Asing (BSA), artinya modal bank tersebut dimiliki oleh
Warga Negara asing dan/atau Badan Hukum Asing. Dalam hal ini
ada kemungkinan Bank ini merupakan kantor cabang dari negara
asal yang bersangkutan. Ex : Hongkong Bank, Singapore Bank, dll
Bank campuran, artinya bank umum yang didirikan bersama oleh satu
atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan Hukum
Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar Negeri. Ex :
Bank BCA, dll
Syarat Pendirian Bank

Ketentuan Umum
Setiap Bank Umum dan BPR memperoleh izin usaha
dari pimpinan BI, kecuali kegiatan penghimpunan
dana diatur dengan UU lain. (Pasal 16)
Syarat pengajuan meliputi :
Susunan Organisasi dan kepengurusan
Permodalan
Kepemilikan
Keahlian di bidang Perbankan
Kelayakan rencana kerja
Persyaratan dan tata cara perizinan bank ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
Lanjutan

Dari ketentuan diatas…

langkah pertama yang harus dilakukan dalam pendirian


Bank adalah menentukan jenis bank yang akan
didirikan (Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat)
Pendirian Bank Umum

Pengaturan : SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir, tentang


Bank Umum tanggal 12 mei 1999.

Syarat Umum :
 Didirikan oleh WNI dan/atau Badan Hukum
Indonesia atau
 Didirikan oleh WNI dan/atau Badan Hukum
Indonesia atau badan hukum Asing secara
kemitraan.
Lanjutan

Modal yang disetor ;


Minimal 3 Triliun
Untuk Badan hukum koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah
diatur dalam UU tentang perkoperasian.
Modal dari WNA dan/atau Badan hukum asing
setingginya 99% dari modal disetor bank.
Pendirian BPR

Pengaturan : SK Direksi BI No: 32/35/Kep/Dir, tentang


BPR tanggal 12 mei 1999.

Syarat Umum :
 BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan
usaha dengan izin direksi BI
 BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:
WNI
Badan Hukum Indonesia yang seluruh
kepemilikannya oleh WNI,
Pemerintah daerah,
Dua pihak atau lebih sebagaimana di atas.
Lanjutan

Modal BPR yang disetor:


Sekurangnya 2 Miliar (Jabodetabek)
1 Miliar untuk Bank yang didirikan di wilayah
ibukota provinsi selain diatas;
500 juta untuk selain diatas.
Untuk Badan hukum koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah
diatur dalam UU tentang perkoperasian.
Modal dari WNA dan/atau Badan hukum asing
setingginya 50% dari modal disetor bank.
Bentuk Hukum Bank

Menurut UU No.7 Tahun 1992 Pasal 21, bentuk usaha


bank meliputi :
Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan Daerah
Koperasi
Perseroan Terbatas

Menurut UU No.10 tahun 1998 Pasal 21, bentuk Usaha


bank adalah :
Perseroan Terbatas (PT)
Koperasi (KOP)
Perusahaan Daerah (PD)
Lanjutan

Sedangkan bentuk hukum suatu Bank


Perkreditan rakyat dapat berupa salah satu dari:
Perusahaan daerah
Koperasi
PT
Bentuk lain yang ditetapkan dengan PP
Sejarah Perbankan syariah

Pada Masa Rasulullah


 Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama,
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan
jasa pengiriman uang.

 Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang


dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari
tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. Praktik-praktik seperti
menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan
untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim
dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama
perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan
melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam
Lanjutan

• Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh


masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat
terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra.
untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam
konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Perbankan Syariah di Indonesia

 Perbankan syariah di Indonesia diawali dari aspirasi masyarakat untuk


memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Perkembangan
di dunia terus mengalami kemajuan yang signifikan.
 Diawali berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, yang dalam
kurun waktu hanya 7 tahun mampu memiliki lebih dari 45 outlet yang
terbesar di Jakarta, Bandung, Balikpapan, Semarang dan Makassar. UU
No. 7 Tahun 1992 akhirnya tergerus akan kemajuan bank syariah yang
semakin pesat.
 Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya UU No. 10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut
diatur rinci tentang landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang
tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvesional untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversikan diri secara total
menjadi bank syariah.
Lanjutan

Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah


(pasal 1 butir 8-9) berdasarkan jenisnya, bank syariah dibedakan menjadi
dua yaitu Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS), sedangkan perbedaan dari keduanya adalah tidaknya pemberian
jasa daam lalu lintas pembayaran dalam kegiatan operasionalnya (misalnya:
transfer dan kliring), dimana pada bank umum syariah terdapat layanan jasa
tersebut sedangkan bank pembiayaan rakyat syariah tidak. Dari kegiatan
Usaha tersebut bank syariah mendapatkan penghasilan (income) berupa
keuntungan (margin), bagi hasil fee (ujrah) dan pungutan lainnya, seperti
biaya administrasi. Imbalan tersebut diperoleh bank syariah dari kegiatan
usaha berupa pembiayaan. Oleh karena itu pembiayaan masih merupakan
kegiatan penting dominan pada bank syariah.
Lanjutan

Dasar Hukum Bank Syariah


 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
 
Produk Perbankan Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Produk penghimpunan dana,
2. Produk penyaluran dana,
3. dan Produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya.
Penghimpunan Dana

Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan,


dan deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
1. Prinsip Wadiah (penitipan)
Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah
yang diterapkan pada rekening produk giro. Berbeda dengan wadiah
amanah, dimana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi.
2. Prisip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai
pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang
tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam
hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka
bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
Lanjutan

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka


prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
·     Mudharabah mutlaqah:
prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis
yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada
pembatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
·     Mudharabah muqayyadah on balance sheet:
jenis ini adalah simpanan khusus dan pemilik dapat menetapkan syarat-
syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh disyaratkan
untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
Lanjutan

Mudharabah muqayyadah off balance sheet:


Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usaha dan bank
sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha
juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank untuk
menentukan jenis usaha dan  pelaksana usahanya.
 
Penyaluran Dana

Prinsip Jual Beli (Ba’i)


Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang.
Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang
dijual. Terdapat tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam bank syariah, yaitu:
 -Ba’i Al Murabahah:
Jual beli dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati antara
pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga
barang kepada nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam
jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Lanjutan

-Ba’i Assalam:
Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan
uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan dan
sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi diserahkan
menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan pembayaran
dilakukan dengan segera.
 
-Ba’i Al-Istishna:
Merupakan bagian dari Ba’i Assalam namun ba’i al-ishtishna biasa
digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna
mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali
pembayaran
Prinsip Sewa (Ijarah)

Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan
biaya yang telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
Lanjutan

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
Musyarakah:
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau
lebih yang bekerja sama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama
dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak
yang bekerja sama memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana,
barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam
musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha
yang dijalankan pelaksana proyek.
Lanjutan

Mudharabah:

Mudharabah adalah kerja sama dua orang atau lebih dimana pemilik
modal memberikan mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
dengan perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar
antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas
manajemen dan keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua
orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki
satu pihak saja.
Jasa Perbankan

Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank


juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan
berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada
waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli
tersebut.
 
2. Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan
jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
Perbedaan antara Bank Syariah dan
Bank Konvensional
Perbedaan antara Bunga di Bank Konvensional
dengan Bagi Hasil di Bank Syariah

Anda mungkin juga menyukai