Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam perspektif Islam memang memiliki tujuan utama untuk


mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik dari
aspek jasmani maupun aspek rohani.1 Dikotomi antara materi pendidikan umum
dan pendidikan agama, termasuk pendidikan Islam, memang merupakan isu yang
kompleks dalam dunia pendidikan, terutama dalam negara dengan masyarakat
yang beragam agama dan kepercayaan.
secara filosofis, pendidikan agama Islam memiliki kaitan yang erat dengan
pandangan tentang tujuan hidup manusia, tujuan pendidikan, dan pedoman untuk
menjalani kehidupan. Muhammad Munir Mursiy mengemukakan beberapa
konsep yang penting dalam konteks ini, dalam pandangan Islam, tujuan hidup
manusia adalah untuk mencari keridhaan Allah (swt) dan mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam membantu individu memahami dan
mencapai tujuan ini dengan memberikan panduan moral dan etika.2
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat
mempengaruhi cara peserta didik menerima dan memahami pelajaran. Dalam
konteks pendidikan Islam, metode tersebut harus memperhatikan dasar-dasar
yang telah Anda sebutkan, seperti dasar agamis, biologis, psikologis, dan
sosiologis. Berikut beberapa poin yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan
metode dalam pendidikan Islam:
1. Dasar Agamis: Metode pendidikan Islam harus sesuai dengan ajaran Islam. Ini
mencakup penggunaan sumber-sumber agama, seperti al-Qur'an dan Hadis,
sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Selain itu, metode ini harus
mempromosikan pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam, etika, dan
akhlak yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dasar Biologis: Pendidikan Islam juga harus memahami perkembangan fisik
dan biologis peserta didik. Ini mencakup pemahaman tentang tahapan

1 Samsul Nisar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), hlm. vii
2Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam; Mendesain Insan yang Hakiki dan Mengintip Muslimah dalam

Sejarahnya (Cet. 1; Makassar: CV. Berkah Utami, 2002), hlm. 20

1
perkembangan anak, kesehatan fisik, dan kebutuhan nutrisi. Pemahaman ini
membantu dalam merancang metode yang sesuai dengan usia dan kondisi fisik
peserta didik.
3. Dasar Psikologis: Pemahaman tentang psikologi individu sangat penting dalam
pendidikan Islam. Metode pembelajaran harus mempertimbangkan perbedaan
dalam gaya belajar, kemampuan kognitif, dan perkembangan emosional
peserta didik. Pemahaman ini membantu guru untuk menyusun materi
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan psikologis mereka.
4. Dasar Sosiologis: Aspek sosial juga harus diperhatikan dalam pendidikan
Islam. Metode pembelajaran harus mempromosikan nilai-nilai sosial yang
positif, seperti kerjasama, toleransi, dan kepedulian terhadap sesama.
Pemahaman tentang dinamika sosial di dalam dan di luar kelas juga penting
dalam merancang metode yang efektif.
Dengan mempertimbangkan dasar-dasar ini, pendidik Islam dapat
merancang metode pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, serta memastikan bahwa pendidikan yang diberikan mencapai
tujuan agamis dan moral yang diinginkan dalam pendidikan Islam.
sebagai seorang pendidik yang ingin mencapai tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien, penguasaan materi saja tidak cukup. Penguasaan
berbagai teknik atau metode penyampaian materi sangat penting. Ini disebabkan
setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Beberapa siswa mungkin lebih
responsif terhadap pembelajaran auditori, sementara yang lain membutuhkan
pendekatan visual atau praktik. Penguasaan berbagai metode pengajaran
memungkinkan seorang pendidik untuk menyesuaikan pendekatan pembelajaran
dengan gaya belajar individu siswa.3 Oleh karena itu dalam kajian makalah ini,
lebih menekankan kepada konsep materi dan metode dalam pendidikan Islam.

3 Sudarno Shobron, dkk., “Metode Pendidikan Islam Dalam Tafsir Al-Mishbah Perspektif

Muhammad Quraish Shihab”. Proetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 18, No. 2, Desember 2017, hlm. 122.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Materi Dalam Pendidikan Islam


Kurikulum merupakan salah satu komponen operasional dalam pendidikan
Islam (dan pendidikan secara umum). Kurikulum adalah rencana atau susunan
materi pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam konteks pendidikan Islam, kurikulum
dirancang untuk memastikan bahwa peserta didik memahami ajaran dan nilai-nilai
Islam secara mendalam.4
Materi pendidikan memainkan peran kunci dalam memberikan isi dan arah
terhadap tujuan pengajaran, serta memberikan petunjuk kepada guru dan siswa
tentang apa yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran.5 Pada hakikatnya
antara materi dan kurikulum mengandung arti sama, yaitu bahan-bahan pelajaran
yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional
pendidikan.6
Dalam pendidikan Islam, Al-Quran memiliki peran sentral sebagai sumber
utama materi pendidikan. Al-Quran dianggap sebagai wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan pedoman utama dalam kehidupan
umat Islam. Oleh karena itu, materi-materi yang diuraikan dalam Al-Quran menjadi
bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik
itu dalam konteks formal maupun nonformal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “Proses perubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. Dalam konteks pendidikan, baik
dalam Bahasa Indonesia maupun bahasa Arab, terdapat beberapa istilah yang
merujuk pada berbagai aspek pendidikan:
1. Ta'lim (‫)التعليم‬: Istilah ini merujuk pada pengajaran atau penyampaian
pengetahuan dan keterampilan kepada individu atau kelompok orang. Ini

4Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Teknologi informasi dan
Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 42.
5 Rijal Firdaos, Pedoman Evaluasi Pembelajaran, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,

2019), hlm. 29.


6 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner (Jakarta: PT Bumi Aksara,2003), hlm. 135.

3
berfokus pada proses penyampaian informasi dan pengetahuan kepada
peserta didik melalui pengajaran formal.
2. Tarbiyah (‫)التربية‬: Tarbiyah lebih mengacu pada aspek pengasuhan, pendidikan
moral, dan pembentukan karakter. Ini melibatkan aspek mendidik, memelihara,
dan membentuk perilaku serta nilai-nilai moral dalam peserta didik. Tarbiyah
bertujuan untuk mengembangkan individu secara holistik, termasuk aspek
spiritual dan moral.
3. Ta'dib (‫)التأديب‬: Ta'dib berfokus pada disiplin dan pembinaan etika atau akhlak.
Ini berkaitan dengan pengajaran nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang
diinginkan dalam masyarakat. Tujuan ta'dib adalah mengajarkan peserta didik
cara berperilaku yang baik dan sesuai dengan norma-norma sosial dan etika.
Ketiga konsep ini saling melengkapi dalam pendidikan Islam. Pengajaran
(ta'lim) mengenai pengetahuan dan keterampilan sangat penting, tetapi juga
penting untuk membentuk karakter (tarbiyah) dan mengajarkan etika dan perilaku
yang baik (ta'dib) kepada peserta didik. Pendekatan ini menciptakan pendidikan
yang holistik, yang tidak hanya fokus pada aspek intelektual tetapi juga moral dan
karakter.7
Agama dalam bahasa sansekerta yaitu “a” tidak, dan “gam” pergi, tetap
tempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke
generasi. Secara umum diartikan “a” tidak, “gam” kacau. Agama berarti tidak
kacau.8
Dalam pendidikan Islam, kata "Islam" memang berfungsi sebagai penegas
dan sifat yang mengindikasikan bahwa pendidikan ini didasarkan pada nilai-nilai,
ajaran, dan prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian, pengertian pendidikan Islam
berarti pendidikan yang secara khas memiliki ciri Islami, yang dengan ciri itu, maka
membedakan dirinya dengan model pendidikan lainnya.9
Para ahli pikir Islam telah mengembangkan berbagai jenis ilmu berdasarkan
kandungan Al-Quran dan ajaran Islam. Ilmu-ilmu ini mencakup berbagai bidang
pengetahuan, dan mereka dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

7 Widianti, “Implementasi Pendidikan Agama Islam Dalam Membangun Nilai-Nilai Religius Pada
Peserta Didik SMP Muhammadiyah 3 Metro, (Tesis, Program Pasca Sarjana UIN Raden Intan
Lampung, 2019), hlm. 25-26.
8 Widianti, “Implementasi Pendidikan Agama Islam…, hlm. 27.
9 Widianti, “Implementasi Pendidikan Agama Islam…, hlm. 28.

4
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang bersumber dari Alquran meliputi
sebagai berikut.
1. Ilmu bahasa
2. Logika
3. Sains persiapan
a. Ilmu Berhitung (Al-Hisab): Ini mencakup matematika, termasuk aritmetika,
aljabar, geometri, dan trigonometri. Pemikiran matematika dalam tradisi
Islam memiliki dampak besar pada perkembangan ilmu pengetahuan di
seluruh dunia.
b. Optika (Al-Manazir): Ilmu optika mempelajari sifat cahaya, pembelokan
cahaya, dan refleksi cahaya. Ilmuwan Muslim seperti Ibn al-Haytham
(Alhazen) membuat kontribusi signifikan dalam ilmu optika.
c. Astronomi (Al-Hay'ah): Astronomi adalah ilmu tentang benda-benda langit
seperti bintang, planet, dan galaksi. Astronomi dalam tradisi Islam sangat
penting dalam menentukan waktu shalat dan juga dalam memahami alam
semesta.
d. Ilmu Pengukuran (Ilmu al-Timbangan): Ini melibatkan ilmu pengukuran,
termasuk pengembangan alat-alat pengukur seperti timbangan, jam air,
dan alat ukur lainnya. Hal ini diperlukan dalam berbagai bidang, termasuk
perdagangan, ilmu alam, dan teknik.
e. Pembuatan Instrumen (Ilmu al-Quwwa): Ini mencakup ilmu tentang
pembuatan instrumen ilmiah dan teknik, yang penting untuk
pengembangan alat-alat ilmiah dan peralatan laboratorium
4. Fisika (ilmu alam) dan metafisika (ilmu tentang alam di balik alam nyata)
a. Fisika (Ilmu Alam): Fisika adalah ilmu yang mempelajari alam nyata dan
fenomena yang terjadi di dalamnya. Ini mencakup pemahaman tentang
sifat-sifat materi, energi, gerakan, gaya, dan hukum-hukum alam yang
mengatur perilaku benda-benda dalam dunia nyata. Dalam tradisi ilmiah
Islam, ilmuwan seperti Ibn al-Haytham dan Ibn Sina (Avicenna) membuat
kontribusi besar dalam pengembangan fisika.
b. Metafisika (Ilmu tentang Alam di Balik Alam Nyata): Metafisika adalah
cabang filsafat yang berfokus pada eksplorasi aspek-aspek yang lebih
abstrak dan konseptual dari realitas. Ini mencakup pertanyaan tentang
hakikat eksistensi, tujuan kehidupan, dan hubungan antara realitas fisik
5
dengan realitas spiritual. Dalam tradisi ilmiah Islam, ilmuwan seperti Ibn
Sina dan Al-Farabi membahas masalah metafisika dalam karya-karya
mereka.
5. Ilmu kemasyarakatan terdiri dari jurisprudensi (hukum atau syariah) dan ilmu
retorika (ilmu berpidato).10
Sedangkan Imam al-Ghozali membagi ilmu-ilmu pengetahuan menjadi dua
kategori, yaitu:
1. Ilmu-ilmu fardhu ain mencakup pengetahuan yang berkaitan dengan ajaran
agama Islam dan tugas-tugas individu Muslim dalam menjalankan ibadah dan
kehidupan sehari-hari. Beberapa ilmu-ilmu fardhu ain yang penting termasuk:
a. Ilmu tentang Tauhid: Ini adalah pemahaman tentang keyakinan dasar
dalam Islam, yaitu keesaan Allah (Tauhid). Ini mencakup pemahaman
tentang sifat-sifat Allah, tugas-tugas-Nya, dan pentingnya menyembah-Nya
dengan tulus.
b. Ilmu tentang Shalat: Ini mencakup pengetahuan tentang cara
melaksanakan shalat yang benar, termasuk gerakan, bacaan, dan waktu-
waktu shalat.
c. Ilmu tentang Puasa: Ini mencakup pengetahuan tentang tata cara berpuasa
selama bulan Ramadan, termasuk peraturan-peraturan puasa dan
tindakan-tindakan yang harus dihindari saat berpuasa.
d. Ilmu tentang Zakat: Ini mencakup pemahaman tentang kewajiban
memberikan zakat, jenis-jenis zakat, dan cara menghitung dan
mendistribusikan zakat.
e. Ilmu tentang Haji: Bagi mereka yang mampu, ini mencakup pengetahuan
tentang rukun dan wajib haji serta tata cara menjalankan ibadah haji
dengan benar.
f. Ilmu tentang Etika dan Akhlak: Ini mencakup pemahaman tentang etika dan
akhlak yang baik yang harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang.
g. Ilmu tentang Al-Quran: Ini mencakup pemahaman tentang Al-Quran
sebagai kitab suci Islam, serta pengetahuan tentang bacaan dan tafsir Al-
Quran.

10 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis… ,hlm. 135.

6
h. Ilmu tentang Hadis: Ini mencakup pemahaman tentang Hadis, yaitu
perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW, serta
kriteria sahihnya.
2. IImu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, ilmu-ilmu yang termasuk dalam
kategori fardu kifayah adalah ilmu-ilmu yang, meskipun tidak wajib bagi setiap
individu Muslim untuk mempelajarinya, tetapi tetap penting dalam masyarakat
karena mereka dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam urusan
duniawi dan kesejahteraan umat. Kategori ini mencakup berbagai bidang ilmu
dan keahlian yang membantu dalam pembangunan dan perkembangan
masyarakat. Beberapa contoh ilmu-ilmu fardu kifayah yang Anda sebutkan
meliputi:
a. Ilmu Hitung (Matematika): Matematika adalah dasar untuk banyak ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ini digunakan dalam berbagai bidang seperti
fisika, ekonomi, teknik, dan statistik. Pengembangan matematika telah
memberikan kontribusi besar pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
b. Ilmu Kedokteran: Ilmu kedokteran mencakup pengetahuan dan
keterampilan dalam merawat dan menjaga kesehatan manusia. Ini adalah
bidang penting yang membantu menyelamatkan nyawa dan meningkatkan
kualitas hidup.
c. Ilmu Teknik: Ilmu teknik mencakup berbagai disiplin ilmu seperti teknik sipil,
teknik mesin, teknik elektro, dan banyak lagi. Ilmu ini digunakan dalam
desain, konstruksi, dan pemeliharaan infrastruktur dan teknologi.
d. Ilmu Pertanian: Ilmu pertanian berfokus pada produksi tanaman,
peternakan, dan pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung
ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan.
e. Ilmu Industri: Ilmu industri mencakup manajemen produksi, manajemen
rantai pasokan, dan berbagai aspek yang terkait dengan efisiensi dan
produktivitas industri.
Materi ilmu pengetahuan yang tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam
itu nilainya diukur berdasarkan firman Allah seperti berikut.
ُ ‫ّٰللا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا مِ ْن ُك ْۙ ْم َوالَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْالع ِْل َم َد َرجٰ ٍۗت َو ه‬
‫ّٰللا بِ َما ت َ ْع َملُ ْونَ َخبِيْر‬ ُ ‫يَ ْرفَ ِع ه‬

7
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(QS. Al-Mujaadalah [58]: 11)11
Pendidikan dan usaha untuk memperoleh pengetahuan dianggap sebagai
bentuk ibadah dalam Islam. Dengan cara ini, setiap tindakan belajar dan mengajar
dianggap sebagai langkah yang mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu agama dalam
Islam memiliki posisi yang istimewa. Ini mencakup pemahaman tentang ajaran-
ajaran Islam, ibadah, moral, etika, dan nilai-nilai agama. Pendidikan agama
diharapkan akan mendekatkan individu kepada Allah dan membentuk karakter dan
perilaku yang baik. Selain itu Islam juga mendorong orang untuk memperoleh
pengetahuan tentang dunia dan ilmu pengetahuan yang bersifat dunia. Islam tidak
memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan dunia; sebaliknya, ia
menekankan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan dunia dapat membantu manusia
memahami ciptaan Allah dan tugas-tugasnya sebagai khalifah di bumi.
Dalam pandangan Islam, keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu
pengetahuan dunia adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
ini dan kebahagiaan di akhirat. Ilmu pengetahuan dunia dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan memberikan manfaat bagi umat manusia. Dalam
Islam, pencarian ilmu dipandang sebagai cara untuk lebih mendekatkan diri kepada
Allah. Melalui pemahaman mendalam tentang ciptaan-Nya, individu dapat
merasakan keajaiban dan kebesaran Allah.
Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis mengingatkan bahwa untuk
mencapai kesuksesan dalam suatu pekerjaan atau proyek, sangat penting untuk
melibatkan orang yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang
relevan dalam bidang tersebut.12
Pentingnya hubungan yang harmonis antara iman (kepercayaan agama)
dan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Dalam Islam, ilmu pengetahuan
dianggap sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami
kebesaran-Nya melalui ciptaan-Nya. Di sisi lain, iman yang kuat dapat memberikan

11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung : Asy-Syifa, 2000), hlm.
543.
12Kudri, “Materi Pendidikan Islam: Kajian Aspek Ketrampilan dan Nilai”. Jurnal Intelektualita Prodi

MPI, Volume 11, Nomor 1 edisi Januari-Juni 2022, hlm. 46.

8
motivasi untuk mengejar ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kebaikan
manusia dan masyarakat.
Seorang sarjana Eropa bernama Dodge, membuat kategori ilmu-ilmu
menjadi dua jenis, yakni ilmu-ilmu yang berasal dari wahyu (revealed sciences) dan
ilmu-ilmu yang rasional (rational sciences).13
Pembagian jenis ilmu pengetahuan menurut Dodge tersebut tidak tepat,
karena pemisahan ini mungkin tidak selalu tepat atau absolut. Beberapa argumen
yang diajukan adalah bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam harus saling terkait
dan dapat saling melengkapi, bahwa ilmu pengetahuan dunia dapat digunakan
untuk memahami dan menghargai ciptaan Allah, dan bahwa semua pengetahuan
dapat membawa manusia lebih dekat kepada-Nya.Jadi, adanya pembagian materi
kurikulum pendidikan Islam secara terpisah berarti telah mengabaikan adanya
dikotomi antara kekuasaan Tuhan dengan manusia dan alam semesta di satu
pihak, dan Alquran di lain pihak, yang menunjukkan bahwa pola pikir demikian
tidaklah sesuai dengan pandangan Alquran.
Pendidikan Islam bertujuan untuk menciptakan individu yang berilmu,
beriman, dan taat kepada Allah, dan yang menggunakan pengetahuan dan
keimanan mereka untuk kebaikan diri mereka sendiri dan masyarakat. Iman yang
kokoh dan pengetahuan yang mendalam diharapkan akan menginspirasi individu
untuk menjalankan ibadah dan mengikuti jalan yang benar sesuai dengan ajaran
agama Islam..

B. Konsep Metode Dalam Pendidikan Islam


Penggunaan kata "cara" dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai
"way" atau "method," tergantung pada konteksnya cara dapat mencakup makna
lebih luas seperti strategi, seni, metode dan metodologi.14 Dalam pengertian
letterlijk, kata "metode" berasal dari bahasa Yunani. "Metode" terdiri dari dua kata
Yunani, yaitu "meta" yang berarti "melalui" atau "di sepanjang" dan "hodos" yang
berarti "jalan." Dalam bahasa Yunani Kuno, "metode" mengacu pada proses atau
cara untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu dengan mengikuti jalan atau

13 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan… ,hlm.141.


14 M.Kholil Asy’ari, Metode Pendidikan Islam”, Jurnal Qathruna, Vol. 1 No.1 Periode Januari-Juni
2014. hlm. 194.

9
cara tertentu.15 Sedangkan dalam bahasa Arab metode yang diungkapkan
terkadang kata al-Tariqah, manhaj, dan al-wasilah. Al- Tariqah berarti "jalan",
manhaj berarti "sistem", dan al-wasilah berarti "perantara atau mediator". Dengan
demikian yang paling dekat dengan arti metode adalah al-Tariqah.16 Langgulung
menyatakan, Metode mengajar adalah pendekatan atau cara yang digunakan oleh
guru atau instruktur dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.17 Muhammad Atiyah Al-Abrasy mengatakan bahwa metode
dalam konteks pendidikan merupakan pendekatan atau jalan yang digunakan oleh
pendidik (guru atau instruktur) untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada
peserta didik. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik memahami dan
menguasai materi pelajaran dengan lebih efektif.18 Sehingga dapat dipahami
bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan
pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
Tidaklah berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal
maddah”, bahwa metode jauh lebih penting dibanding materi, sebab sebaik apapun
tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut
sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik.19
Sementara itu, Pendidikan dapat dianggap sebagai upaya sistematis untuk
membimbing, membina, dan mengembangkan individu, terutama anak didik, dalam
berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk intelektual, emosional, sosial, dan
moral.20 Pendidikan Islam, memiliki tujuan yang khusus dalam konteks agama
Islam. Tujuannya adalah membentuk manusia Muslim yang memiliki pemahaman
yang mendalam tentang agama, serta memiliki kemampuan untuk
mengembangkan potensi mereka agar dapat menjalankan peran dan tugas mereka
sebagai khalifah Allah (wakil Allah) dengan baik.

15 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 89.
16 Enny Noviyanty, “Metode Dalam Pendidikan Islam: Analisis Perbandingan Pemikiran Al-
Ghazali dan Abdurrahman al-Nahlawi” (Tesis, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Kasim Pekanbaru,
2010), hlm. 22.
17 Agus Nur Qowim, “Metode Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Pendidikan Islam,

Volume 3 No. 01 2020, hlm. 37.


18 Zaini Miftah, “Warisan Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial”. Jurnal Pendidikan

Islam, Volume 4 nomor I, edisi Januari - Juni 2019, hlm. 77.


19 Sugeng Priyanto, dkk., “Metode pendidikan agama Islam dalam al-Qur’an”. At Turots: Jurnal

Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2020, hlm. 181.


20 Armai Arief,Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta Selatan: Ciputat Pers,

2002), hlm. 40.

10
Dalam pandangan Islam, manusia dianggap sebagai khalifah Allah di bumi,
yang berarti mereka memiliki tanggung jawab moral dan spiritual terhadap Allah
Swt, sesama manusia, dan makhluk lainnya.
Sudirman Danim membagi metode pendidikan, yaitu:21
1. Metode ceramah adalah salah satu metode pengajaran yang sering digunakan
dalam konteks pendidikan. Metode ini melibatkan penyampaian pesan atau
informasi dengan cara lisan, biasanya oleh seorang instruktur atau guru kepada
sekelompok peserta didik. Adapun beberapa kondisi ideal di mana metode
ceramah cocok digunakan, metode ini cocok digunakan apabila jumlah
peserta didik cukup banyak, perkenalan mata pelajaran baru, peserta didik
dapat menerima penjelasan dengan kata-kata, diselingi dengan gambar dan
alat visual lainnya, dan seterusnya.
2. Metode tugas yakni, materi tambahan yang harus dipenuhi oleh peserta
didik.
3. Metode inkuiri (latihan) adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran di
mana peserta didik diberi teka-teki atau pertanyaan yang merangsang mereka
untuk melakukan penyelidikan atau penelitian mandiri guna menemukan
jawaban atau solusi. Metode inkuiri bertujuan untuk mendorong peserta didik
untuk aktif dalam proses pembelajaran mereka, mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi
pelajaran.
4. Metode diskusi adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta
didik dalam berbicara, berbagi ide, dan berinteraksi dengan cara yang
terstruktur.
5. Metode karyawisata merupakan metode pengajaran berbasis kunjungan atau
metode pembelajaran lapangan, adalah strategi mengajar yang melibatkan
membawa peserta didik ke lokasi tertentu, daerah, atau obyek yang
berhubungan dengan materi pelajaran.
6. Metode seminar adalah salah satu pendekatan pengajaran di mana
pembelajaran dilakukan secara terbuka dan interaktif.
Adapun metode pengajaran yang dalam konsep asy-Sya’rani antara lain:22

21 Muhammad Naim, dkk, “Esensi Metode Pembelajaran Perspektif Pendidikan Islam”. Jurnal
Istiqra’, Vol 7 No 2 Maret 2020, hlm. 77.
22 Subaidi, “Metode Pendidikan Islam: Tela’ah Pemikiran Abdul Wahab asy-Sya’rāni”. Jurnal

Intelegensia – Vol. 02 No. 2 Juli-Desember 2014, hlm. 13.

11
1. Metode at-Tadrij
At-Tadrij adalah konsep dalam pembelajaran dan pengembangan
pribadi yang mengacu pada proses belajar yang dilakukan secara berangsur-
angsur atau bertahap. Ini adalah pendekatan yang mengakui bahwa
pembelajaran dan pertumbuhan pribadi seringkali memerlukan waktu dan
usaha yang berkelanjutan. Konsep ini dapat diterapkan dalam berbagai
konteks, termasuk dalam pembelajaran keislaman, seperti yang Anda
sebutkan terkait dengan pendidikan akhlak dan tasawuf.
Dalam pendekatan ini, proses tadrij membantu individu untuk
mematangkan pemahaman mereka tentang sifat-sifat Allah satu per satu. Ini
adalah proses yang hati-hati dan cermat di mana seseorang belajar,
merenungkan, dan meresapi sifat-sifat tersebut. Dengan melalui tahap-tahap
ini, hati individu menjadi semakin yakin dan kuat dalam pemahaman mereka
tentang sifat-sifat Allah.
Ketika hati seseorang telah mencapai tingkat yakin dan keteguhan
tertentu dalam pemahaman tentang sifat-sifat Allah, mereka dapat lebih siap
dan kokoh dalam menghadapi pengalaman tajalli Zat, yaitu pengalaman
langsung dengan Zat Allah. Sebelumnya, mereka telah mempersiapkan dasar
yang kuat dengan pemahaman mendalam tentang sifat-sifat Allah, yang
membantu mereka untuk menghadapi pengalaman yang sangat mendalam ini
dengan penuh keimanan dan keteguhan hati. Dalam rangakaian upaya menuju
ma’rifatullah, proses yang dilakukan juga dengan metode tadrij secara
berangsur-angsur. Tingkatan ma’rifatullah dalam pendidikan tasawuf di bagi
kedalam tiga fase utama antara lain:
a. Ma’rifat atas ‘ilm al-yaqīn, yakni, memberikan pandangan bahwa ma’rifat
atas ‘ilm al-yaqīn adalah pandangan ma’rifat dibalik tabir (warail al-ḥijab)
diyakini kebenarannya berdasarkan dalil-dalil yang dapat diteima oleh akal
pikiran. Dalam tarap ini, dinamakan atas ma’rifat ‘ilm al-yaqin.
b. Ma’rifat atas ‘ainul yaqin, Ma'rifat atas 'ainul yaqin adalah konsep dalam
tasawuf yang mengacu pada pemahaman spiritual yang tinggi dan penuh
keyakinan tentang pengetahuan yang diperoleh melalui penglihatan atau
pengalaman langsung. Istilah ini sering digunakan dalam konteks tasawuf
untuk menggambarkan tahap pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan
dengan 'ilm al-yaqīn. Dalam tahap ini, para sufi atau penelusur jalan

12
spiritual mencapai pemahaman bahwa semua sifat yang melekat pada
Allah, seperti kehidupan, kekuasaan, kehendak, pengetahuan, dan
perkataan, adalah sifat-sifat yang sepenuhnya milik Allah. Mereka
memahami bahwa tidak ada yang hidup, berkuasa, berkehendak,
mengetahui, atau berbicara selain Allah. Ini mencerminkan pemahaman
yang sangat mendalam tentang keesaan Allah dan keabadian-Nya.
c. Ma’rifat atas haqq al-yaqin, Ma'rifat atas haqq al-yaqin adalah tingkatan tertinggi
dalam pemahaman spiritual dalam konteks tasawuf dan teologi Islam. Haqq al-
yaqin mengacu pada pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung
atau keyakinan yang kuat tentang kebenaran hakiki, yaitu pengetahuan tentang
Allah dalam segala aspek-Nya. Ini merupakan fase akhir dari perjalanan spiritual
dan pemahaman ma'rifat dalam tradisi tasawuf. Dalam haqq al-yaqin atau
"pengetahuan tentang kebenaran yang hakiki," individu mencapai
pemahaman yang sangat dalam tentang tauhid az-Zat, yang merupakan
pengenalan dan penghayatan akan kesatuan dan keesaan Allah dalam
eksistensi-Nya. Ini adalah tahap di mana individu mengalami penyatuan
atau kesatuan dengan Zat Allah, di mana tidak ada pemisahan atau
dualitas.
2. Metode al-uswah (keteladanan) dan pembiasaan
Asy-Sya’rani mengatakan bahwa, Metode al-uswah (keteladanan)
adalah pendekatan pendidikan yang berfokus pada memberikan contoh atau
teladan yang baik kepada peserta didik. Dalam konteks pendidikan akhlak-
tasawuf, metode ini berarti mengambil syekh atau guru pembimbing spiritual
sebagai contoh yang diikuti dalam perkembangan akhlak dan spiritualitas.
Pendidikan dengan metode al-uswah (keteladanan) mengutamakan
konsep bahwa peserta didik akan lebih mudah memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai, etika, dan perilaku yang diinginkan jika mereka
memiliki contoh nyata yang dapat mereka tiru. Ini terkait erat dengan prinsip
bahwa pembelajaran yang konkret dan nyata lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran yang bersifat abstrak.
Pernyataan Asy-Sya'rani tentang pentingnya penggunaan teladan
dalam pendidikan dan referensi kepada ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan
hal ini mencerminkan pemahaman yang kuat tentang konsep pendidikan dalam
Islam. Al-Qur'an mengandung banyak ayat yang menekankan pentingnya

13
mencontoh pribadi-pribadi yang teladan dalam pendidikan dan perkembangan
pribadi. Di antara tokoh-tokoh yang sering dijadikan teladan dalam Al-Qur'an
adalah Rasulullah Muhammad SAW, Nabi Ibrahim AS, dan Nabi Isma'il AS.
Metode keteladanan sangat efektif dalam pendidikan karena guru atau
pembimbing adalah contoh ideal bagi anak-anak dan peserta didik. Dengan
keteladanan ini akan menjadi imitasi dan di ikuti dengan identifikasi nilai-nilai
kebaikan untuk dipilih dan dilakukan. Metode ini memiliki nilai persuasif
sehingga tanpa disadari akan bisa terjadi perembesan dan penularan nilai-nilai
kebaikan.
3. Metode kisah
Metode kisah atau cerita adalah salah satu pendekatan yang efektif
dalam pendidikan untuk menyampaikan pelajaran dan nilai-nilai kepada
peserta didik. Dalam konteks metode ini, cerita atau kisah digunakan sebagai
alat untuk menyampaikan pesan moral, etika, dan pembelajaran yang lebih
luas. Asy-Sya'rani menekankan penggunaan metode ini dengan
mengedepankan berbagai kisah yang bisa memberikan contoh konkret tentang
tindakan yang harus diikuti atau dihindari oleh murid. Misalnya, melalui cerita-
cerita atau kisah-kisah yang menggambarkan kontrast antara sikap zuhud
(tidak terlalu melekat pada materi duniawi) dan sikap serakah, peserta didik
dapat memahami pentingnya sikap yang rendah hati, bersyukur, dan tidak
terlalu terikat pada kekayaan material.
Praktikum ritual dan pelatihan akhlak yang terprogram dengan fokus
pada pengalaman ketuhanan, ritual ibadah, dan pembentukan akhlak,
merupakan pendekatan yang sangat relevan dalam pendidikan agama Islam.
Pendekatan ini membantu peserta didik untuk mengalami dan memahami lebih
dalam ajaran agama, mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan
mengembangkan akhlak yang baik.
4. Metode nasehat
Metode nasehat adalah salah satu pendekatan penting dalam
pendidikan yang bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang kebenaran,
kemaslahatan, dan nilai-nilai moral. Pendekatan ini melibatkan komunikasi
yang bertujuan untuk menghindarkan individu dari bahaya dan menunjukkan
jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat. Benar sekali, metode
nasehat dalam pendidikan juga dapat menciptakan dialog yang memungkinkan
14
individu untuk memahami sistem nilai yang dinasihatkan. Dalam konteks ini,
dialog adalah salah satu alat penting untuk memahami, berdiskusi, dan
merenungkan nilai-nilai moral, etika, dan kebenaran. Memang tidak semua
orang dapat dengan mudah menangkap nilai-nilai kebaikan dan keburukan,
terutama jika nilai-nilai tersebut bertentangan dengan kebiasaan atau
keteladanan yang telah mereka alami sebelumnya. Ini adalah tantangan yang
nyata dalam pendidikan moral dan spiritual.
Adapun metode pendidikan Islam yang relevan dan efektif dalam pengajaran
ajaran Islam adalah:23
1. Metode Diakronis
Metode Diakronis adalah salah satu metode pengajaran dalam
pendidikan Islam yang menekankan aspek sejarah. Dalam metode ini, fokus
diberikan pada pemahaman dan analisis perkembangan sejarah Islam,
termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran
Islam sepanjang waktu. Lebih lanjut peserta didik dapat menelaah kejadian
sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian, subsistem, sistem,
dan suprasistem ajaran Islam. Wilayah metode ini lebih terarah pada aspek
kognitif.
Metode diakronis atau sosiohistoris sangat relevan dalam memahami
evolusi dan perkembangan berbagai keyakinan, agama, dan sistem
kepercayaan sepanjang sejarah manusia. Ini juga membantu peserta didik
untuk melihat bagaimana faktor-faktor sosial, budaya, dan sejarah dapat
membentuk pemahaman dan praktik agama dalam berbagai masyarakat dan
waktu. Dengan memahami konteks ini, peserta didik dapat memiliki wawasan
yang lebih mendalam tentang kompleksitas ajaran agama dan keyakinan
mereka.
2. Metode Sinkronis-Analitis
Metode Sinkronis-Analitis adalah salah satu metode pendidikan Islam
yang berfokus pada kemampuan analisis teoretis dan pemahaman mendalam
terhadap ajaran Islam. Metode ini tidak hanya menekankan aspek pelaksanaan
atau aplikasi praktis, tetapi juga mendorong peserta didik untuk memahami

23 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.
179-182.

15
konsep-konsep agama secara mendalam Teknik pengajarannya meliputi
diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi buku, lomba karya ilmiah,
dan sebagainya.
3. Metode Problem Solving (Hill al-Musykilat)
Metode Problem Solving, atau dalam konteks pendidikan Islam dikenal
sebagai "Hill al-Musykilat," adalah metode pendidikan yang fokus pada
pelatihan peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan berbagai
masalah dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu. Metode ini dapat
dikembangkan melalui teknik simulasi, micro-teaching, dan critical incident
(tanqibiyah). kelemahan dari metode Problem Solving (Hill al-Musykilat) adalah
bahwa fokus pada pengembangan keterampilan praktis dan pemecahan
masalah tertentu dapat menyebabkan perkembangan pikiran peserta didik
menjadi terbatas pada kerangka yang sudah ada. Hal ini bisa membuat
pemikiran menjadi bersifat mekanistik, di mana peserta didik mungkin hanya
mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan pola yang telah mereka
pelajari tanpa mampu berpikir secara kreatif atau melampaui batasan-batasan
yang telah ditentukan.
4. Metode Empiris (Tajribiyah)
Metode Empiris, yang dalam konteks pendidikan Islam dikenal sebagai
"Tajribiyah," adalah metode pengajaran yang memberikan peserta didik
pengalaman praktis dalam memahami ajaran Islam. Metode ini menekankan
proses realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam
melalui aplikasi yang melibatkan interaksi sosial. Poin penting dari metode
Tajribiyah adalah kemampuan untuk mengembangkan sistem norma baru
(tajdid) berdasarkan proses interaksi dan pengalaman praktis dalam kehidupan
sosial. Keuntungan metode ini adalah peserta didik tidak hanya memiliki
kemampuan secara teoretis-normatif, tetapi juga adanya pengembangan
deskriptif inovasi beserta aplikasinya dalam kehidupan sosial yang nyata.
5. Metode Induktif (al-Istiqraiyah) adalah suatu metode pengajaran yang
bertujuan untuk membimbing peserta didik dalam memahami kebenaran-
kebenaran dan hukum-hukum umum melalui penyajian materi yang khusus
menuju pada kesimpulan yang umum. Metode ini mendorong peserta didik
untuk melakukan riset dan pemahaman yang mendalam tentang topik yang
dibahas. Berikut adalah empat tahap pelaksanaan metode induktif:
16
a. Penjelasan dan Penguraian: Tahap pertama melibatkan penjelasan dan
penguraian materi yang spesifik atau khusus (juz' iyah) kepada peserta
didik. Materi tersebut mungkin terkait dengan topik atau masalah tertentu
yang akan diinvestigasi.
b. Penampilan Topik Pikiran yang Umum: Tahap ini melibatkan
penghubungan materi khusus dengan konsep-konsep atau topik pikiran
yang lebih umum. Pendekatan ini membantu peserta didik untuk melihat
bagaimana materi spesifik tersebut dapat berkontribusi pada pemahaman
yang lebih luas.
c. Identifikasi Masalah dan Sistematisasi: Peserta didik kemudian diajarkan
untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dari materi spesifik
tersebut. Mereka juga diajarkan untuk mensistematisasikan unsur-unsur
masalah tersebut agar lebih mudah dianalisis.
d. Aplikasi Formula Baru: Tahap terakhir melibatkan aplikasi formula atau
kesimpulan yang baru didapat dari proses analisis tersebut. Peserta didik
belajar untuk mengaplikasikan pemahaman mereka terhadap masalah
khusus ke dalam konteks yang lebih umum atau umumnya berlaku.
6. Metode Deduktif
Metode Deduktif adalah suatu pendekatan pengajaran yang dimulai
dengan penyajian kaidah atau prinsip yang umum, lalu diikuti dengan
penerapan prinsip tersebut pada contoh-contoh atau masalah-masalah khusus.
Metode ini sering digunakan dalam pendidikan Islam dan memiliki beberapa
karakteristik utama, seperti: penyajian kaidah umum, penerapan pada contoh-
contoh khusus, pembentukan pemahaman, kemampuan berpikir kritis,
pemahaman inti.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep dasar materi dalam pendidikan Islam mencakup penyajian berbagai
bahan pelajaran dalam suatu sistem institusional dengan tujuan untuk memberikan
ilmu pengetahuan dan hikmah kepada individu. Bahan pelajaran ini mencakup
berbagai bidang pengetahuan, dan pendidikan Islam memiliki berbagai metode
pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Di bawah ini adalah
beberapa konsep dan metode pendidikan Islam:
1. Bidang Pengetahuan: Dalam pendidikan Islam, materi pendidikan mencakup
berbagai bidang pengetahuan, seperti ilmu bahasa, logika, sains, fisika, dan
ilmu kemasyarakatan. Ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang
holistik dan beragam kepada individu.
2. Tujuan Pendidikan: Tujuan dari penyajian materi pendidikan dalam pendidikan
Islam adalah untuk menjadikan individu memiliki ilmu pengetahuan dan
hikmah. Selain itu, pendidikan Islam juga bertujuan untuk membentuk karakter
yang baik dan etika yang mulia.
3. Metode Pengajaran: Dalam pendidikan Islam, berbagai metode pengajaran
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti :
a. Metode Diakronis: Mengacu pada pemahaman sejarah dan perkembangan
ajaran Islam dari masa ke masa.
b. Metode Sinkronis-Analitis: Melibatkan analisis kontemporer dan
pemahaman terhadap ajaran Islam dalam konteks saat ini.
c. Metode Problem Solving (Hill al-Musykilat): Berfokus pada pemecahan
masalah dan pengembangan keterampilan analitis.
d. Metode Empiris (Tajribiyah): Mendorong penggunaan pengalaman praktis
untuk memahami konsep-konsep dalam agama Islam.
e. Metode Induktif (Al-Istiqraiyah): Menggunakan penalaran induktif untuk
menyusun kesimpulan berdasarkan bukti dan pengamatan yang ada.
f. Metode Deduktif: Menggunakan penalaran deduktif untuk menghasilkan
kesimpulan dari prinsip-prinsip atau aturan yang ada.
Semua metode ini digunakan untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih
baik tentang agama Islam dan berbagai aspek ilmu pengetahuan yang relevan.
18
Pendidikan Islam bertujuan untuk memberikan pendidikan yang holistik dan
berkelanjutan kepada individu, menggabungkan aspek agama dan ilmu
pengetahuan untuk mempersiapkan generasi yang memiliki pengetahuan, akhlak
yang baik, dan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai Islam.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih banyak sekali
kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut sesuai dengan pedoman penulisan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Samsul Nisar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:


Gaya Media Pratama, 2001.
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam; Mendesain Insan yang Hakiki dan Mengintip
Muslimah dalam Sejarahnya. Cet. 1; Makassar: CV. Berkah Utami, 2002.
Sudarno Shobron, dkk., “Metode Pendidikan Islam Dalam Tafsir Al-Mishbah
Perspektif Muhammad Quraish Shihab”. Proetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 18,
No. 2, Desember 2017.
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Teknologi informasi
dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Rajawali
Pers, 2015.
Rijal Firdaos, Pedoman Evaluasi Pembelajaran, Bandar Lampung: CV. Anugrah
Utama Raharja, 2019.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara,2003.
Widianti, “Implementasi Pendidikan Agama Islam Dalam Membangun Nilai-Nilai
Religius Pada Peserta Didik SMP Muhammadiyah 3 Metro. Tesis, Program
Pasca Sarjana UIN Raden Intan Lampung, 2019.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Asy-Syifa, 2000.
Kudri, “Materi Pendidikan Islam: Kajian Aspek Ketrampilan dan Nilai”. Jurnal
Intelektualita Prodi MPI, Volume 11, Nomor 1 edisi Januari-Juni 2022.
M.Kholil Asy’ari, Metode Pendidikan Islam”, Jurnal Qathruna, Vol. 1 No.1 Periode
Januari-Juni 2014.
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
Enny Noviyanty, “Metode Dalam Pendidikan Islam: Analisis Perbandingan Pemikiran
Al-Ghazali dan Abdurrahman al-Nahlawi”. Tesis, Program Pasca Sarjana UIN
Syarif Kasim Pekanbaru, 2010.
Agus Nur Qowim, “Metode Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 3 No. 01 2020.
Zaini Miftah, “Warisan Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial”. Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 4 nomor I, edisi Januari - Juni 2019.
Sugeng Priyanto, dkk., “Metode pendidikan agama Islam dalam al-Qur’an”. At Turots:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2020.
Armai Arief,Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta Selatan:
Ciputat Pers, 2002.
Muhammad Naim, dkk, “Esensi Metode Pembelajaran Perspektif Pendidikan Islam”.
Jurnal Istiqra’, Vol 7 No 2 Maret 2020.
Subaidi, “Metode Pendidikan Islam: Tela’ah Pemikiran Abdul Wahab asy-Sya’rāni”.
Jurnal Intelegensia – Vol. 02 No. 2 Juli-Desember 2014.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2006.

Anda mungkin juga menyukai