Anda di halaman 1dari 27

KAJIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

(Makalah Pengambilan Keputusan dan Analisis Kebijakan Pendidikan)

Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Sowiyah, M.Pd.


2. Dr. Riswandi. M.Pd

Disusun oleh:

Wiwin Sumiati (2323012003)


Ellza Wijaya T (2323012009)
Jusniar (2323012017)
Akbar (2223012019)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berjudul “Kajian
Kebijakan Pendidikan” sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah
Pengambilan Keputusan dan Analisis Kebijakan Pendidikan.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang memberikan dukungan moril maupun spiritual kepada :
1. Prof. Dr. Sowiyah, M.Pd.
2. Dr. Riswandi. M.Pd
3. Rekan-rekan mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan 2023.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak sekali


kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan mendidik untuk perbaikan selanjutnya,
walaupun demikian, kami tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya.

Bandar Lampung, 9 Maret 2024

Kelompok 1
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional


(PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang
pendidikan di Indonesia, yaitu (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan
pendidikan yang telah dicapai; (2) mempersiapkan sumber daya manusia yang
kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan (3) sejalan dengan
diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses
pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan
kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat.

Dalam upaya memaksimalisasi penyelenggaraan otonomi daerah sistem


pendidikan tersebut, sekarang dikembangkanlah konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan peran sekolah dan masyarakat
sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga penyelenggaraan
pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa ditingkatkan. MBS
memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya pengalihan kewenangan
pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri
dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan
tuntutan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan kata lain, sekolah harus mampu
mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Di Era society 5.0 menuntut masyarakat dapat menyelesaikan berbagai tantangan


dan permasalahan sosial yang semakin komplek dan komprehensif sehingga
pendidikan menjadi pusat peran perubahan bersama masyarakat untuk
mencipatakan komunitas pembelajaran dan pendorong pembelajaran yang
menggunakan berbagai sumber belajar dalam platpon teknologi dan informasi
serta perkembangan kurikulum secara global dengan memanfaatkan inovasi
digital .
Kebijakan yang mengatur tentang sistem pendidikan disebut dengan kebijakan
pendidikan. Kebijakan pendidikan sudah banyak dilahirkan yang bertujuan untuk
mempermudah dan memfasilitasi penyelenggara pendidikan dan masayarakat
untuk dapat mengembangkan pendidikan secara inovatif untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional (Junaid, 2016). Pencapaian tujuan pendidikan berkaitan
dengan faktor-faktor yang saling berhubungan diantaranya yaitu faktor pendidik,
faktor peserta didik, faktor tujuan pendidikan , faktor alat pendidikan dan faktor
lingkungan (Dewi, 2016). Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
sebuag sistem yang sistematis yang saling berkaitan antar sub sistem. Sistem tidak
akan berjalan apabila salah satu sub sistem bermasalah yang akan mengakibatkan
tidak maksimalnya fungsi sub sistem tersebut dalam mencapai tujuan pendidikan
yag telah ditetapkan.

Tujuan pendidikan Indonesia terdapat pada sistem pendidikan nasional. Sistem


pendidikan nasional merupakan sistem yang mengintergrasikan setiap satuan dan
aktivitas pendidikan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional (Hakim, 2016). Tujuan pendidikan
nasional ini dirumuskan melalui sebuah kebijakan yang disebut dengan kebijakan
pendidikan. Kebijakan pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa
perubahan dnegan tujuan untuk menghasilkan sistem pendidikan nasional yang
mencirikan bangsa Indonesia. Pada tahun 2003 ditetapkanya Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional. Dikeluarkannya
undang-undang tersebut menandakan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam
mencapai tujuan pendidikan melalui sebuah kebijakan pendidikan.

Pencapaian tujuan pendidikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan (Azhari and


Kurniady, 2016). Mutu pendidikan tersebut dapat dikelola berdasarkan kebijakan
pendidikan yang telah ditetapkan. Maka dari hal ini dibuktikan bahwa kebijakan
pendidikan memiliki keterkaitan satu sama lain yang berdampak kepada proses
berjalanyan sistem pendidikan tersebut. Maka dalam hal kebijakan pendidikan
harus dirumuskan dengan memperhatikan ketercapaian tujuan pendidikan
tersebut.

Pemerintah sebagai penyelengara pendidikan harus merumuskan kebijakan


pendidikan yang bersifat pro aktif dan problem solving bsehingga permasalahan
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan dapat diatasi (Istanti, 2018).
Berbicara sistem pendidikan bukanlah hal yang mudah, Sistem pendidikan
merupakan sebuah sistem yang kompleks dan berhubungan antara satu dengan
yang lainya. Oleh sebab itu diperlukannya pemahaman mengenai kebijakan
pendidikan agar penyelenggara pendidikan mampu merumuskan kebijakan yang
sesuai dengan sistem pendidikan nasional Indonesia.

Memahami permasalahan tersebut maka Kebijakan Pendidikan menjadi pijakan


dalam memberikan kejelasan dan arah yang harus ditempuh serta dilakaksanakan
bagi penyelenggara pendidikan, Kebijakan Pendidikan juga menjadi payung
hukum bagi seluruh penyelenggara pendidikan dalam rangka ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa, seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian kebijakan pendidikan ?
2. Bagaimana fungsi kebijakan pendidikan ?
3. Bagaimana arah kebijakan pendidikan di Indonesia ?
4. Bagaimana arah kebijakan pendidikan di negara tetangga (berkembang)?

I.3 Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini yaitu


sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian kebijakan pendidikan
2. Mengetahui fungsi kebijakan pendidikan
3. Mengetahui arah kebijakan pendidikan di Indonesia
4. Mengetahui arah kebijakan pendidikan di negar tetangga (berkembang)

I.4 Manfaat Penulisan Makalah

Sejalan dengan tujuan penulisan makalah tersebut, manfaat penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. Wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
konsep kebijakan pendidikan, fungsi kebijakan pendidikan, dan arah
kebijakan pendidikan di Indonesia
2. Sebagai media informasi tentang konsep kebijakan pendidikan, fungsi
kebijakan pendidikan, arah kebijakan pendidikan di Indonesia dan arah
kebijakan pendidikan di negara tetangga (berkembang).
II. PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari Bahasa Yunani,
yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama
diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar
tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75). Abidin (2006:17)
menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan
berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kebijakan adalah aturan tertulis yang
merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur
prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.
Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota
masyarakat dalam berprilaku (Dunn, 1999). Kebijakan pada umumnya bersifat
problem solving dan proaktif.

Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih


adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan
apa yang
tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa
menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang
diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada. Masih banyak kesalahan
pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang kebijakan. Beberapa orang
menyebut policy dalam sebutan kebijaksanaan, yang maknanya sangat berbeda
dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh
seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal
organisasi. Contoh kebijakan adalah : (1) Undang-Undang, (2) Peraturan
Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7)
Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan.

Kebijakan merupakan aktivitas politik yang dilaksanakan dengan sengaja


berdasarkan pemikiran yang bijaksana dan terarah yang dilakukan oleh organisasi,
lembagai maupun intansi pemerintah dalam memecahkan permasalahan untuk
mendapatkan keputusan yang sesuai dengan tujuan (Risnawan, 2017). Setiap
aspek kehidupan terdapat kebijakan masing-masing yang dijadikan pedoman dan
panduan dalam melakukan aktivitas dan membatasi prilaku sehingga lebih jelas
dan terarah. Kebijakan ini pun berlaku pada sistem pendidikan yang disebut
dengan kebijakan pendidikan.

Kebijakan pendidikan ada dikarenakan munculnya permasalahan-permasalahan


yang terjadi di bidang pendidikan (Sutapa, 2008). Permasalahan ini terjadi
dikarenakan terdapatnya kesenjangan antara penyelenggara pendidikan dengan
tujuan pendidikan (Suyahman, 2016). Kebijakan pendidikan merupakan sebuah
aktivitas dalam merumuskan langkah maupun tahapan dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui penjabaran visi misi pendidikan yang bertujuan untuk
mencapai tujuan pendidikan pada waktu tertentu (Fatkuroji, 2017). Selain itu ada
juga yang berpendapat bahwa kebijakan pendidikan berhubungan dengan
efektivitas dan efisiensi anggaran Pendidikan (Riant, 2008). Kebijakan pendidikan
merupakan kebijakan publik yang mengelola khusus bidang pendidikan serta
berhubungan dengan alokasi, penyerapan dan distribusi sumber pelaksanaan
pendidikan maupun pengelolaan perilaku pendidikan (Bakry, 2010). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan kebijakan yang
berhubungan dengan bidang pendidikan dalam proses penjabaran visi misi
pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan melalui langkah strategis
pelaksanaan pendidikan.

Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa


kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V Good
(1959)memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai
suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian atas
faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai
dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan
tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk
mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai.

Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam
lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar negeri,
keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia
tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan
pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri,
kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas

II.2 Fungsi Kebijakan Pendidikan

Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi


organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-
aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh
pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan
eksternal.

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan


kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua
bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem.
Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input
(masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik)
dari lingkungan kepada pembuat kebijakan. Berkaitan dengan masalah ini,
kebijakan berfungsi sebagai:
a) Pedoman untuk bertindak. Kebijakan pendidikan mempunyai posisi yang
sentral dalam menentukan suatu acuan dalam implementasi program
pendidikan serta sebagai tuntutan ke mana arah sistem pendidikan akan tertuju
dan berjalan.
b) Pembatas prilaku. Hal ini dikarenakan kebijakan pendidikan tidak dapat
dilepas dari norma serta aturan dalam setiap tindakan yang diaktualisasikan
berkaitan dengan aktivitas pendidikan.
c) Bantuan bagi pengambil keputusan. Kebijakan pendidikan
sebagai ujung tombak dalam mengambil keputusan yang tepat
dan benar setelah melalui
serangkaian proses perumusan oleh para pembuat kebijakan pendidikan
(Dewi, 2016).

Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk


menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan
garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang
organisasi.

Secara kualitatif dari kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan proses


pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan
gagasan/pemikiran mengenai cara-cara pemecahannya. Masalah kebijakan
pendidikan sendiri bersifat kualitatif sehingga proses pemahaman tersebut juga
penuh dengan pemikiran yang bersifat kualitatif. Pemahaman terhadap masalah
kebijakan pendidikan dilahirkan dari cara berpikir deduktif, cara berpikir yang
dimulai dari wawasan teoritis yang dijabarkan menjadi satuan konsep yang lebih
operasional dan dapat dihubungkan dengan kenyataan. Wawasan teoritis sendiri
tidak berdiri sendiri karena sangat tergantung pada subjektivitas seorang analis
dalam memperspektifkan kebijakan pendidikan. Perbedaan wawasan tidak semata
disebabkan oleh sifat dan jenis masalah kebijakan, namun cenderung diakibatkan
oleh cara pandang berlainan atau perbedaan paradigma pemikiran atau filsafat
pemikiran yang berlainan.

Kebijakan pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang


meliputi perumusan, analisis, implementasi, monitoring/pemantauan serta evalusi
seputar masalah pendidikan yang diterapkan dalam menjawab tatantangan
pendidikan dan diberlakukan secara periodik. Fungsi kebijakan dalam pendidikan
adalah : a) Menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan
perlu ada dalam pendidikan. Hal ini berkaitan dengan karakter kepribadian yang
sangat beragam dan berbeda-beda. b) Melembagakan mekanisme akuntabilitas
untuk mengukur kinerja siswa dan guru. Perlu diupayakan pendirian suatu
lembaga independen dan mandiri yang bertugas khusus untuk melakukan kegiatan
evaluasi dan pengawasan.
II.3 Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik


Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan
untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan
anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu
berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan
budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga
kependidikan;
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman
peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai
dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
professional;
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan
partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana
memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang
efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif
oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan
potensinya;
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia
usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi

Sistem pendidikan yang kita kenal sekarang adalah hasil perkembangan


pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita. Perkembangan
arah kebijakan pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan
signifikan dari masa ke masa, disesuaikan dengan tuntutan zaman, perkembangan
global, serta kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Berikut adalah gambaran umum
tentang perkembangan arah kebijakan pendidikan Indonesia dari masa ke masa :

1) Kebijakan Pendidikan Pada Masa Kemerdekaan sampai Orde Lama (1945-


1969)
Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah
tokoh pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri
pengajaran. Dalam kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan
tersebut membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan
pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk sebuah sistem pendidikan
yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia
berupaya melaksanakan pendidikan nasional yang berlandaskan pada budaya
bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan warga
negara yang sosial, demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap sedia
menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas
penjajahan menekankan pengembangan jiwa patriotisme. Praktek pendidikan
tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi
maupun lingkungan lainnya. Tujuan dari pendidikan zaman kemerdekaan adalah
untuk mengisi tata kehidupan dan pembangunan. Tujuan tersebut mengalami
kendala, yaitu penjajah Belanda ingin menjajah kembali sehingga kondisi ini
menuntut kembali bangsa Indonesia berjuang secara politik dan fisik. Pada
kondisi ini, pemerintah mulai mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai
amanat UUD 1945. Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) mengeluarkan “Intruksi
Umum” agar para guru membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan
patriotisme. Selanjutnya, diawali dengan Kongres Pendidikan, Menteri PP dan K
membentuk Komisi Pendidikan dan komisi ini membentuk Panitia Perancang
Undang-Undang (RUU) mengenai pendidikan dan pengajaran. Karena terganggu
dengan pecahnya perang kolonial kedua, pembahasan RUU di Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) terhenti dan baru dapat dilaksanakan
kembali pada tanggal 29 Oktober 1949. Tanggal 5 April 1950 RUU tersebut
diundangkan sebagai UU RI No.4 Tahun 1950 Tentang Dasar Dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah. UU RI No.4 Tahun 1950 ini kemudian diterima oleh
DPR pada tanggal 27 Januari1954, kemudian disyahkan oleh pemerintah pada
tanggal 12 Maret 1954 dan diundangkan tanggal 18 Maret 1954 sebagai UU
No.12 Tahun 1954. Sekalipun terjadi pergantian bentuk dan konstitusi negara
sebagaimana terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI menetapkan UUD 1945
sebagai Konstitusi Negara hingga pada akhirnya terbentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS) yang memberlakukan UUD RIS, Pada saat RIS kembali ke negara
kesatuan RI, UUD RIS diganti dengan UUD Sementara RI atau UU No. 7 Tahun
1950, tetapi pendidikan nasional Indonesia tetap dilaksanakan sesuai jiwa UUD
1945, dan bahwa UU RI No.4 Tahun 1950 de fakto digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan, pengajaran, kebudayaan untuk seluruh daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.2 Dalam UU No 4/1950 Bab II, pasal,
tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia susila yang
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarkat dan tanah air.

2) Pendidikan Masa Orde Lama


Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca
kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang
bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi
rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi
pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada
prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas
sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan
banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar
mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk
belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme.
Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya
sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan. Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang
berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga
negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Banyak pemikir-pemikir yang lahir
pada masa itu, sebab ruang kebebasan betulbetul dibuka dan tidak ada yang
mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu
untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan
pemerintah. Seokarno pernah berkata: “….sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-
tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan!
Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’
kebangunan ke dalam jiwa sang anak,” Dari perkataan Soekarno itu sangatlah
jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi
untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan. Di bawah menteri pendidikan
Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem “among”
berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan
kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan
“ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada
1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No.
4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU
No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965
tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok
Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden
Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.

3) Pendidikan Pada Masa Reformasi


Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijakankebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan
pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa
ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada
pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat
dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan. Pendidikan di era
reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22
tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia
yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu
pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. pendidikan di masa reformasi
juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum
memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih
diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur
posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam
pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi
siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan
Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.

4) Kebijakan Pendidikan Kabinet Kerja


Menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Wakil
Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem
Anwar Makarim, menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan
“Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional
(USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan
Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Empat program pokok
kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran kedepan yang
fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata
Mendikbud, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan
hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa
yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang
lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya
tulis, dan sebagainya). “Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam
penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk
mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas
pembelajaran.34 Selanjutnya, mengenai ujian UN, tahun 2020 merupakan
pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. “Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan
diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri
dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar
menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas
Mendikbud. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di
tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru
dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak
digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. “Arah kebijakan ini
juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan
TIMSS,” Sedangkan untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa
komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih,
membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti
RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
“Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki
lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran
itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” jelas Mendikbud. Dalam penerimaan
peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi
dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses
dan kualitas di berbagai daerah. Mendikbud berharap pemerintah daerah dan pusat
dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan
“Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya
oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan
guru.

2.4 Arah Kebijakan Pendidikan di Negara Tetangga (Berkembang)

a. Brunei Darussalam

1) Sistem pendidikan Brunei Darussalam

Brunei Darussalam merupakan salah satu negara d Asia Tenggara yang terkenal
sangat makmur. Brunei Darussalam merupakan anggota ke 6 ASEAN ini
mendapatkan kemerdekan Inggris pada tanggal 1 Januari 1984. Kepala negara
Brunei adalah seorang Sultan yang sekaligus sebagai Kepala Pemerintah Menteri).
Kendatipun wewenang serta kekuasaan Sultan yang Konstitusi begitu besar,
namun sistem pemerintahan Brunei bersifat demokratis. Tetapi dalam hal cara
pemilihan para birokat cenderung dengan sistem rekruitmen tertutup. Sistem ini
tidak personil dari seluruh lapisan masyarakat. Jadi, Brunei merupakan kerajaan
dengan kepala pemerintahan berada di tangan Pengembangan Pendidikan dan
Kebijakan Pendidikan. Program diarahkan untuk menciptakan manusia yang
berakhlak dan menguasi teknologi. Pemerintah telah menetapkan tiga bidang
pendidikan, yaitu:

a. Sistem dwibahasa di semua sekolah


b. Konsep Melayu Islam Beraja (MIB) dalam kurikulum sekolah
c. Peningkatan serta perkembangan sumber daya manusia

b. Jenjang pendidikan di Brunei Darussalam

Sistem pendidikan umum Brunei memiliki banyak kesamaan dengan negara


Commonwealth lainnya seperti Inggris, Malaysia, Singapura dan lain-lain.
Sistem ini dikenal dengan pola 7-3-2-2, yang melambangkan lamanya masa
studi untuk masing-masing tingkatan pendidikan seperti:

Jenjang Pendidikan Lama/Tahun

Tingkat Dasar 7
Tingkat Menengah Pertama 3
Tingkat Menengah Atas 2
Pra Universitas 2

1) Tingkat Dasar

Untuk tingkat dasar, sistem pendidikan Brunei tidak jauh berbeda dengan
Indonesia. Pendidikan dasar bertujuan memberikan kemampuan dasar bagi
murid-murid dalam menulis, membaca, dan berhitung di samping membina
dan mengembangkan karakter pribadi. Pendidikan TK yang merupakan bagian
tingkat dasar mulai diterapkan di Brunei tahun 1979 dan sejak itu setiap anak
berumur 5 tahun diwajibkan memasuki TK selama 1 tahun sebelum diterima
di SD kelas 1. Kenaikan tingkat dari TK ke SD dilakukan secara otomatis. di
tingkat SD, mulai dari kelas 1 dan seterusnya setiap murid akan mengikuti
ujian akhir tahun dan hanya murid yang berprestasi saja yang dapat
melanjutkan ke kelas berikutnya. Sementara yang gagal harus tinggal kelas
dan sesudah itu baru mendapat kenaikan kelas otomatis.

2) Tingkat Menengah Pertama

Sama halnya dengan pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat menengah


di Brunei juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Setelah mengikuti
pendidikan dasar 7 tahun, murid yang lulus ujian akhir dapat melanjutkan
pendidikannya ke Sekolah tingkat menengah pertama atau SLTPselama 3
tahun. Bagi siswa yang lulus ujian akhir SLTP akan memiliki dua pilihan.
Pilihan yang pertama yaitu, dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat
SLTA apabila nantinya ingin melanjutkan ke universitas. Pilihan yang kedua
yaitu, dapat melanjutkan pendidikannya ke sekolah kejuruan, seperti perawat
kesehatan, kejuruan teknik dan seni, kursus-kursus atau dapat terjun langsung
ke dunia kerja.

3) Tingkat Menengah Atas

Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa pendidikan tingkat menengah


atas adalah jenjang pendidikan yang dikhususkan untuk siswa lulusan SLTP
yang ingin melanjutkan pendidikannya hingga ke Universitas, di tahun ke-2
SLTA, siswa akan menjalani ujian penentuan tingkat yang dikenal dengan
BCGCE (Brunei Cambridge General Certificate of Education) yang terdiri
dari 2 tingkat, yaitu tingkat AO dan AN. Bagi siswa yang berprestasi baik
akan mendapat ijazah tingkat AO, artinya siswa dapat meneruskan pelajaran
langsung ke pra-universitas selama 2 tahun untuk mendapatkan ijazah Brunei
Cambridge Advanced Level Certificate tingkat AA. Sementara itu, siswa
tingkat AN harus melanjutkan studinya selama setahun lagi dan kemudian
baru dapat mengikuti ujian lagi untuk mendapatkan ijazah tingkat AO.

4) Pra-Universitas
Pada jenjang ini siswa sudah ditarget untuk mampu terjun ke masyarakat luas
dan bisa mengaplikasikan kemampuan yang diperoleh dari hasil belajarnya
selama di sekolah. Namun, dalam jenjang ini juga banyak terdapat lembaga-
lembaga kursus non-gelar yang menyediakan pelayanan kepada siswa untuk
mematangkan skill serta kemampuannya sesuai dengan bidangnya masing-
masing dengan tujuan agar siswa dapat terus melanjutkan pendidikannya
sambil terjun ke dunia kerja. Namun, setelah siswa mendapatkan Brunei
Cambridge Advanced Level Certificate tingkat AA, maka siswa mempunyai
dua pilihan, yaitu langsung terjun ke dunia kerja atau melanjutkan program
pendidikan dan latihan di Institut Pendidikan Sultan Hassanal Bolkiah, Institut
Teknologi Brunei (ITB), Universiti Brunei Darussalam, maktab teknik,
sekolah vokasional, maktab jururawat atau meneruskan pelajaran di luar
negara. Terdapat kelebihan dan kekurangan pada sistem pendidikan di Brunei
Darusalam, berakhlak dan beragama dan menguasi teknologi. Tentu ini
menjadi hal positif dalam perkembangan kualitas pelajar muslim di kanca
dunia.

Sementara kekurangannya: seperti yang terlihat pada jenjang pendidikan


tingkat dasar, kewajiban pendidikan dimulai pada anak berusia 5 tahun. Hal
ini kurang efektif karena usia 5 tahun merupakan usia yang terlalu dini bagi
anak untuk bergeliat di dunia pendidikan. Seharusnya jika memang sudah
wajib untuk sekolah, anak dalam usia 5 tahun ini disediakan pendidikan
jenjang pra-tingkat dasar untuk mengolah kecerdasan sensorik- motorik anak.
Pada pendidikan tingkat dasar ini juga terdapat kekurangan yang begitu jelas,
yaitu siswa yang tidak naik kelas akan naik kelas secara otomatis pada tahun
berikutnya setelah ia mengulang pendidikannya di kelas sebelumnya.

5) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi di Brunei Darussalam cukup beraneka ragam. di sana tidak


hanya berpatokkan pada Universitas, tetapi Institut, Maktab/ Sekolah, atau
Sekolah Vokasional juga menjadi lembaga pendidikan tinggi yang diminati
oleh banyak pelajar di sana. Masing-masing dari lembaga- lembaga di atas
tidak bisa disebut mana yang terbaik, karena masing-masing sama-sama
menjanjikan pendidikan yang berkualitas bagi siswa. Seperti di Institut
Teknologi Brunei (ITB), di sana terdapat berbagai jurusan yang baik, beberapa
diantaranya: Higher National Diploma (HND) dalam Bisnis dan Keuangan,
Teknik Sipil, Komunikasi dan Sistem Teknik Komputer, Teknik Manajemen
Konstruksi, Listrik Power dan Kontrol Teknik, Sistem Informasi, Teknik
Mesin dan Teknik Jaringan. Lain pada.

Maktab Tekknik Sultan Saiful Rijal (MTSSR), di sini hanya terdapat dua
jurusan, yaitu Teknisi Program Tingkat dan Program perdagangan. Na- mun,
masing-masing dari keduanya memiliki banyak sub-jurusan, beberapa di
antaranya: Pada Teknisi Program Tingkatan, yaitu: Teknik Otomotif, Ilmu
Komputer, Manajemen Properti, Sains, Perjalanan & Jasa Pariwisata, dan
Elektronik dan Komunikasi Teknik. Pada Program Perdagangan, yaitu: Me-
masak dan Jasa Profesional, Mekanik Kendaraan Bermotor, Perbaikan Body
Kendaraan, dan Pengelasan dan Fabrikasi.Darussalam, kelebihannya: Program
pendidikan di Brunei diarahkan untuk menciptakan manusia yang

2. Thailand

a. Sistem pendidikan Thailand

Thailand memiliki penduduk hampir 70 juta jiwa ini, memiliki sistem


pendidikan yang mirip seperti yang diterapkan di Indonesia, mula pendidikan
usia dini sampai perguruan tinggi tidak terdapat perbedaan yang mendasar,
Perbedaan yang signifikan terletak pada pendidikan vokasi Pendidikan vokasi
di Thailand menerapkan lama belajar 5 (lima) tahun Penana tamatannya setara
dengan lulusan diploma 2 tahun di Indones dimentara pendidikan vokasi di
Indonesia menerapkan lama belajar 3 (tiga) tahun. Oleh karena itu, di Thailand
tidak dikenal perguruan tinggi Politekn seperti di Indonesia. Politeknik di
Thailand berperan sebagai institusi 'longlife learning atau institusi yang
memberikan sertifikat bagi keahlian tertentu seperti mengelas, menjahit dll.
Thailand juga menerapkan wajib belajar tahun, seperti di Indonesia, namun
pendidikan gratis diberikan sampai tamat sekolah menengah atas.
Penjaminan mutu di jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan
melalui ujian nasional. Akan tetapi, hasil ujian nasional di Thailand tidak
memutuskan seorang siswa lulus atau tidak dari jenjang sekolah tersebut.
Kelulusan siswa dari sekolah lebih ditentukan oleh ujian sekolah. Hasil ujian
nasional hanya menunjukkan capaian akademik siswa dari seluruh propinsi,
yang dijadikan sebagai acuan kebijakan perbaikan kualitas pendidikan.

Sistem perekrutan guru dilakukan secara tersentralisasi dan terbuka sehingga


calon mengetahui syarat-syarat akademik dan non-akademik yang diminta.
Ujian saringan penerimaan guru dilakukan secara serentak di berbagai wilayah
di Thailand. Peningkatan kualitas guru dilakukan dengan berbagai program
seperti program pendidikan guru 5 tahun dengan beasiswa guna menarik
calon-calon guru yang cemerlang dan potensil. Kualifikasi guru minimum
harus memiliki gelar sajana dengan lama pendidikan 4 tahun. Pengembangan
guru dilakukan dengan berbagai bentuk mulai dari pelatihan dan studi lanjut
master bahkan sampai doktor.

Salah satu reformasi pendidikan di Thailand yang menarik adalah Pengenalan


Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sejak usia dini melalui program
yang disebut One Tablet Per Child atau disingkat OTPC.

Proyek ambisius ini bertujuan memperkuat siswa-siswa dengan pedagogi


mutakhir dan pembelajaran tanpa kendala lokasi, jarak, dan latar belakang
ekonomi siswa. Pemerintah Thailand sampai saat ini telah mengeluarkan dana
sebesar 3 milyar bath atau setara dengan 96 juta USD untuk membeli
sebanyak 900 ribu komputer tablet pada tahun 2012 untuk didistribusikan
kepada siswa kelas 1 SD di seluruh Thailand. Pada tahun 2013, Pemerintah
Thailand mendistribusikan sebanyak 1.63 juta computer tablet bagi siswa
kelas 1 SD dan siswa kelas 1 SMP di seluruh Thailand.

b. Jenjang pendidikan di Thailand

1) Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar


Lebih dari 75% anak-anak usia 3-5 tahun mendapatkan pendidikan usia dini.
Walaupun pada hakikatnya pendidikan usia dini disediakan oleh pemerintah
melalui sekolah-sekolah dasar negeri, Kementerian Pendidikan secara
aktifmendorong sekolah-sekolah swasta dan pemerintah daerah untuk dapat
memainkanperanan yang signifikan untuk ikut terlibat dalam pendidikan usai
dini. Oleh karena itu, akhir-akhir ini terlihat banyak sekali pendidikan usia
dini yang ditawarkan oleh institusi pendidikan swasta. Hal ini tampak jelas di
Bangkok dan sekitarnya, ditandai dengan tumbuhnya sejumlah lembaga
pendidikan dini yang dikelola oleh swasta. Pendidikan dasar di Thailand
dimaksudkan sebagai 12 tahun belajar yang dibagi menjadi 6 tahun sekolah
dasar (Prathom 1-6), diikuti dengan 3 tahun sekolah menengah pertama
(Mattayom 1-3) dan 3 tahun sekolah menengah atas (Mattayom 4-6). Sejak
tahun 2003, wajib belajar telah diperluas sampai 9 tahun (6 tahun sekolah
dasar dan 3 tahun sekolah menengah pertama), namun pendidikan sekolah
digratiskan sampai 12 tahun sehingga siswa diharapkan dapat menyelesaikan
pendidikan sampai Mattayom 6, atau setara dengan tamat SMU.

Secara umum sekolah Prathom terpisah dari sekolah Mattayom, namun di


beberapa tempat di Thailand di jumpai sekolah yang memberikan pelayanan
pendidikan mulai dari Prathom 1 sampai dengan Mattayom 6. Dalam hal
sekolah menengah umumnya, pendidikan Mattayom 1-6 berada di dalam satu
sekolah, akan tetapi dapat dijumpai pendidikan Mattayom yang dilayani oleh
dua sekolah yang terpisah, yaitu sekolah yang melayani Mattayom 1-3 dan
sekolah yang melayani Mattayom 4-6. Kurikulum nasional memuat 8 mata
pelajaran inti yaitu: Bahasa Thai, Sais, fima Sosial, Agama dan Budava.
Kesehatan dan Olahraga, Seni, Kate nasional memuat 8 dan Teknologi, dan
Bahasa Asing Matematika

Fleksibilitas kurikulum memungkinkan integrasi budaya dan kearifa lokal


schingea konsisten dengan standar keluaran pembelajaran, dengin
diterapkannya wajib belajar, angka partisipasi kasar (APK) untuk tingka
diaolah dasar cukup tinggi mencapai 98 Resen untuk populasi berumur 6-11
tahun (2010). Sejukkan lebih besar dari sekolah meneng Pertama pada tahun
2010 menunjukkan lebih besar dari 90 persen, namu pada tingkat menengah
atas hanya berkisar sebesar 60 persen.

2) Pendidikan Vokasi dan Teknik

Pendidikan vokasi dan teknik secara formal dilaksanakan dengan tiga


tingkatan: tingkat menengah atas (setara dengan SMK di Indonesia) dengan
masa studi 3 tahun, tingkat diploma dengan masa studi 2 tahun dan tingkat
sarjana dengan masa studi 2 tahun setelah menyelesaikan tingkat diploma
Pendidikan vokasi dan teknik dilaksanakan pada technical college, misalnya
Minburi Technical College dll. Namun saat ini sebagian besar technical
college di Thailand hanya menawarkan program 5 tahun yang terdiri dari 3
tahun tingkat menengah atas dan 2 tahun diploma, sehingga siswa umumnya
menghabiskan masa 5 tahun hingga selesai dari college seperti ini.

Hanya segelintir college yang menawarkan program tingkat sarjana. Program


studi yang ditawarkan di technical college dapat dikatagorikan menjadi 8
konsentrasi yaitu: perdagangan dan industri, pertanian, ekonomi, bisnis dan
pariwisata, seni dan kerajinan, tekstil dan pemasaran. Yang menarik dari
pendidikan vokasi di Thailand adalah peluang bagi mereka yang telah bekerja
untuk mendapatkan sertifikat keahlian sangat terbuka.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi di Thailand dijalankan di universitas, institut teknik, sekolah


tinggi (college) profesi dan teknik dan universitas pendidikan. Pendidikan
tinggi di Thailand dapat dibagi menjadi dua isntitusi. Yang pertama, institusi
pendidikan tinggi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, seperti
universitas negeri dan swasta, institusi profesi/ teknik dan pertanian, dan
sekolah tinggi (college) pendidikan guru. Yang kedua institusi-institusi khusus
yang berada di bawah kementerian lain, seperti sekolah tinggi seni Thai klasik
yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, sekolah tinggi keperawatan
yang berada di bawah Kementerian Kesehatan, dll. Perubahan-perubahan yang
mendasar pada pendidikan tinggi terlihat dari meningkatnya jumlah
universitas swasta dalam beberapa tahun belakangan ini. Dalam hal
universitas negeri, perubahan terlihat pada:

Universitas-universitas negeri telah menjadi lebih independen. Institusi yang


dulunya dikatagorikan sebagai Rajabhat (universitas yang berkonsentrasi
menghasilkan guru), sekarang telah berubah menjadi universitas komprehensif
sehingga menawarkan program-program lain selain pendidikan.

Sebanyak 35 Rajamangala Institutes of Technology yang tersebar di seluruh


Thailand sekarang dibentuk menjadi 9 universitas regional, tanpa merubah
nama institusinya. Artinya, setiap regional Rajamangala Institutes of
Technology memiliki beberapa kampus.

Perkembangan lain yang sangat mendasar pada pendidikan tinggi Thailand


terlihat dengan lahirnya universitas riset. Sejak tahun 2009 Komisi Pendidikan
Tinggi Thailand telah menetapkan 9 universitas negeri sebagai universitas
riset, dalam rangka meningkatkan kualitas universitas di Thailand terutama
dalam bidang riset. Universitas-universitas ini melalui pendanaan riset dari
pemerintah Thailand diharapkan dapat memainkan peranan dalam membuat
Thailand sebagai pusat pendidikan, riset dan pengembangan ilmu. Saat ini
lebih dari 2, 2 juta mahasiswa belajar di universitas negeri dan swasta di
Thailand. Angka partisipasi universitas telah meningkat secara signifikan
dalam beberapa tahun terakhir ini dari rata-rata 26% menjadi 40%. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan karena meningkatnya kesempatan kuliah
akibat pertambahan universitas swasta. Saat ini ada 78 universitas negeri dan
89 universitas swasta di Thailand.
PENUTUP

Kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan


dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan yang berhubungan dengan bidang
pendidikan dalam proses penjabaran visi misi pendidikan agar tercapainya tujuan
pendidikan melalui langkah strategis pelaksanaan pendidikan. Historis pendidikan
dari masa awal kemerdekaan hingga masa orde baru mengalami perubahan yang
signfikan baik dalam sistem maupun komponen pendidikan yang terlibat
didalamnya. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan, bahwa pada masa
orde baru pendidikan hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi
dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah
menciptakan lulusan terdidik sebanyakbanyaknya tanpa menghasilkan kualitas
pengajaran dan hasil didikan. Namun pendidikan pada masa berikutnya pada masa
orde baru belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya masa
reformasi diperlukan adanya pembenahan-pembenahan, baik dalam bidang
kurikulum maupun dari segi tenaga pengajarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Datumula, S. (2020). Peraturan Kebijakan Pendidikan Di Indonesia Pada Masa


Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, Dan Kabinet Kerja. Moderasi: Jurnal
Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(2), 56-78.

Dewi, R. (2016). Kebijakan pendidikan di tinjau dari segi hukum kebijakan


publik. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI.

Elwijaya, F., Mairina, V., & Gistituati, N. (2021). Konsep dasar kebijakan
pendidikan.

M.C, Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta PT Serambi Ilmu


Semesta, 2008

Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


Rosdakarya, 2013.

Oktavia, L. S., Nurhidayati, N., & Gistituati, N. (2021). Kebijakan pendidikan:


kerangka, proses dan strategi.

Rozak, A., & Az-Ziyadah, A. I. (2021). Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. Alim|


Journal of Islamic Education, 3(2), 197-208.

Anda mungkin juga menyukai