Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

“ ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN “

Dosen Pengampu :
Dr. H. Musipuddin, M.Pd.

Disusun oleh :
AHLAN SUADI
NIM. 220701033

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2022/2023
TUGAS UAS
MK. ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

1. Terangkan, Pengertian, konsep, teori dan lingkup kebijakan Pendidikan


2. Lakukanlah Anailis Kebijakan Pada :
a. Kebijakan Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas 9 Tahun)
b. Kebijakan Pendidikan Menengah (Pendidikan Menegah Universal dan Pendidikan
Kejuruan)

Not: Di Kumpulan Tanggal 25 Januari 2023 Jam 16.00 Wita Pada Korti masing-
masing
1. Terangkan, Pengertian, konsep, Teori dan Lingkup Kebijakan Pendidikan.
A. KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Kebijakan pendidikan nasional merupakan bagian dari kebijakan publik.


Pemahaman ini dimulai dari ciri-ciri kebijakan publik secara umum, antara lain:
a) kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan
dengan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
b) kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau
kehidupan publik, dan bukan mengatur orang seorang atau golongan.
Disini kebijakan publik dipahami sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh
institusi Negara dalam rangka mencapai visi dan misi Negara.
Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mark Olsen, Jhon Codd, dan Anne-Mari O’Neil,
kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi
Negara-bangsa dalam persaingan global, sehingga kebijakan perlu mendapatkan
prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa
globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah
demokrasi yang didukung oleh pendidikan (Sudarwan, 2010). Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami sebagai bagian dari
kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan. Maka kebijakan
pendidikan merupakan kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
pembangunan Negara dan bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu dari tujuan
pembangunan Negara bangsa secara keseluruhan.
Kebijakan pendidikan menurut Carte V.Good 1959) menyatakan, Educational policy
is judgment, derived from some system of values and some assessment of
situational factors, operating within institutionalized education as a general
plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational
objectives.

Pengertian pernyataan di atas adalah, bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu


penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang
dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan
dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.
Hough (1984) sebagaimana dikutip oleh Mudjia Rahardjo (2012) juga menegaskan
sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa menunjuk pada seperangkat tujuan, rencana
atau usulan, program-program, keputusan-keputusan, menghadirkan sejumlah
pengaruh, serta undang-undang atau peraturan-peraturan.
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan
langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan,
dalam rangka untuk mewujudkaan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu secara khusus Sekolah Dasar (Muchlis,
2002). Dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan nasional adalah suatu produk
yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral
dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara moderat. Fungsi
kebijakan pendidikan yaitu kebijakan pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman
dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau
sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi
pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan atau organisasi. Kebijakan
pendidikan memiliki karakteristik yang khusus (Subarsono, 2013) , yakni:
a) Memiliki tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan,
namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas
dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
b) Memenuhi aspek legal-formal. Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus
dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk
sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat
konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah
hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut.
Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
c) Memiliki konsep operasional. Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan
yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar
dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas
pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan
kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
d) Dibuat oleh yang berwenang. Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para
ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai
menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.
Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan.
e) Dapat dievaluasi. Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari
keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan,
maka harus bisa diperbaiki atau dievaluasi.
f) Memiliki sistematika. Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah
sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun
dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu
sama lainnya.
Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak
menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun
kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik;
kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan
dibawahnya.
Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat
konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan
Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti
undangundang, peraturan pemerintah, dan lainnya. Berikut kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan:
1) Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Rahmat Tuhan
yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.”
2) Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (a) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (b) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (c) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa; (d) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (e)
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
3) UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan pendidikan hendaknya mewujudkan salah satu tujuan negara
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan hak asasi setiap
warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa
memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan
untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan
fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis,
dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak
terjangkau. Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia
merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena
jumlah penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah
lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan
tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan
nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
B. PENGERTIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan sering disebut dengan istilah perencanaan
pendidikan (educational planning), rencana induk tentang pendidikan (master plan of
education), pengaturan pendidikan (educational regulation), kebijakan tentang
pendidikan (policy of education) namun istilah-istilah tersebut itu sebenarnya
memiliki perbedaan isi dan cakupan makna dari masing-masing yang ditunjukan oleh
istilah tersebut (Arif Rohman, 2009: 107-108).
Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut (Riant Nugroho, 2008: 37) sebagai
bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan.
Dengan demikian, kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan
publik dimana konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan
pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik.
Kebijakan pendidikan di pahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan,
untuk mencapai tujuan pembangunan Negara Bangsa di bidang pendidikan,
sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan Negara Bangsa secara
keseluruhan.

Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut Arif Rohman (2009: 108) kebijakan


pendidikan merupakan bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik
pada umumnya. kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang
mengatur khusus regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan
distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Kebijakan
pendidikan(educational policy)merupakan keputusan berupa pedoman
bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum
maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui
proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana
tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan.

Kesimpulan Pengertian Kebijakan Pendidikan


Berdasarkan pada beberapa pandapat mengenai kebijakan pendidikan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian kebijakan pendidikan merupakan suatu sikap
dan tindakan yang diambil seseorang atau dengan kesepakatan kelompok pembuat
kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi masalah atau suatu persoalan dalam dunia
pendidikan dan dalam proses penjabaran visi misi pendidikan agar tercapainya tujuan
pendidikan melalui langkah strategis pelaksanaan pendidikan.
C. KONSEP KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan ada dikarenakan munculnya permasalahan-
permasalahan yang terjadi di bidang pendidikan (Sutapa, 2008). Permasalahan ini
terjadi dikarenakan terdapatnya kesenjangan antara penyelenggara pendidikan dengan
tujuan pendidikan (Suyahman, 2016). Kebijakan pendidikan merupakan sebuah
aktivitas dalam merumuskan langkah maupun tahapan dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui penjabaran visi misi pendidikan yang bertujuan untuk mencapai
tujuan pendidikan pada waktu tertentu (Fatkuroji, 2017).
Komponen Kebijakan Pendidikan Charles O. Jones (1979) menyatakan ada 5
komponen kebijakan pendidikan yaitu;
1) Goal (Tujuan). Tujuan diartikan sebagai hasil yang ingin didapatkan oleh
individu maupun kelompok dalam rentang waktu yang ditetapkan. Tujuan
dirancang sebagai langkah awal dalam merencanakan suatu kegiatan. Sebuah
kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan yang jelas agar proses penerapanya
terarah. Tujuan kebijakan pendidikan harus dibuat rasional agar mudah diterima
oleh berbagai pihak;
2) Plans (Rencana). Setelah tujuan pendidikan dirancang maka selanjutnya adalah
membuat perencanaan kerja yang lebih spesifik agar dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Rencana kerja dibuat bertujuan untuk proses manejemen
dan penerapan kebijakan pedidikan agar proses pengeimplementasianya terarah
dan jelas;
3) Programme (Program). Setelah perencanaan kerja dibuat maka selanjutnya
adalah proses pengembangan program. Program merupakan aktivitas berupa
proyek yang nyata berdasarkan tujuan yang telah didesain sebelumnya. Program
merupakan upaya yang dilakukan agar tercapainya tujuan dengan cara melihat
tingkat keberhasilannya. Pembuatan kebijakan pendidikan diharapkan untuk
dapat mengembangkan beberapa alternatif yang dapat dijadikan pertimbangan
ketika proses pengambilan keputusan;
4) Decision (Keputusan). Keputusan merupakan sebagai bentuk tindakan dalam
penentuan tujuan, pembuatan rencana program, pelaksanaan program, dan
proses evaluasi program. Pengambilan keputusan dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil uji coba terhadap alternatif-alternatif kebijakan
pendidikan. Hasil keputusan kebijakan pendidikan harus bersifat rasionalitas
agar hasil tersebut dapat diterima oleh berbagai pihak;
5) Efects (Dampak). Dampak merupakan pengaruh yang ditimbulkan setelah
kebijakan di laksanakan. Dampak ini dapat berupa sengaja maupun
ketidaksengajaan baik berupan dampak priimer maupun dampak sekunder.
Dampak juga dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif. Komponen-
komponen ini lah yang dapat melahirkan sebuah kebijakan pendidikan. Tanpa
adanya salah satu dari komponen tersebut maka tidak akan berjalannya
kebijakan pendidikan.

Kelima komponen ini saling berhubungan dan mendukung satu dengan yang
lainnya. Karakteristik Kebijakan Pendidikan Kebijakan pendidikan memiliki
karakteristik yang membedakannya dengan kebijakan lainnya. Adapun karakteristik
kebijakan pendidikan yaitu: Memiliki tujuan pendidikan Sebuah kebijakan
pendidikan harus memiliki tujuan khusus yang berhubungan dengan dunia
pendidikan. Tujuan pendidikan yang disusun harus lebih terarah dan jelas serta
memberikan gambaran mengenai kontribusi terhadap dunia pendidikan, (Lazwardi,
2017).

Terpenuhinya aspek legal dan formal Sebelum kebijakan pendidikan di


belakukan maka perlu dipenuhi prasyarat-prasyarat yang agar kebijakan tersebut
berlaku sah dan diakui. Oleh sebab itu perlunya kebijakan tersebut di sah kan melalui
persyaratan konstitusional berdasarkan hirarki konstitusi yang berlaku sehingga
dilahirkan legimasi kebijakan pendidikan, (Anwar, 2017). Memiliki konsep
operasional Kebijakan pendidikan merupakan seperangkat panduan yang bersifat
umum. Maka sebuah kebijakan pendidikan harus memiliki manfaat operasional yang
dapat diterapkan, (Solichin, 2015). Konsep operasional ini harus dimiliki agar
pencapaian tujuan dapat di ukur secara jelas. Dibuat oleh yang berwenang Kebijakan
pendidikan dirumuskan dan dibuat oleh par ahli yang memiliki hak dan wewenang
dalam pembuatan kebijakan, (Heriawan, 2018). Hal ini bertujuan agar tidak
timbulnya permasalahan baru yang dihasilkan dari kebijakan tersebut. Dapat
dievaluasi Kebijakan pendidikan harus dapat dievaluasi. Suatu kebijakan apabila baik
maka kebijakan tersebut dapat dikembangkan,(Lukitasari et al, 2017). Apabila
kebijakan tersebut terdapat kesalahan maka harus dapat diperbaiki Memiliki
sistematika Kebijakan pendidikan terdapat sistematika yang berhubungan dengan
seluruh aspek yang terdapat didalamnya. Sistematika harus memperhatikan efisiensi,
efektivitas dan keberlanjutan. Kebijakan juga harus bersifat tidak pragmatis dan
deskriminatif. Kebijakan juga tidak boleh bersofat rapuh struktur, (Rahman, 2014).
Hal ini agar kebijakan yang dilahirkan tidak mengalami kecacatan hukum baik secara
internal maupun eksternal.

Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan sebuah proses dalam menerapkan


kebijakan yang telah diesepakati dari beberbagai alternatif kebijakan yang telah di
desain, (Akib, 2012). Jika dikaitkan dengan kebijakan pendidikan maka implementasi
kebijakan pendidikan merupakan penerapan kebijakan pendidikan yang telah
diputuskan bersama dari berbagai alternatif kebijakan pendidikan lainnya, (Sulistyadi,
2014). Implementasi kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan kegiatan yang
dilaksanakan oleh individu maupun sekelompok pemangku kepentingan untuk
menerapkan kebijakan dalam mencapai tujuan pendidikan, (Prasojo, 2010). Maka
dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan merupakan aktivitas
dalam menerapkan kebijakan yang telah disepakati yang berguna untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Dalam proses implementasi kebijakan akan terlihat kendala atau
permasalahan yang dihadapi dalam pencapain tujuan pendidikan. Dari semua
rangkaian perumusan kebijakan pendidikan, maka proses implementasi ini lah yang
menjadi tahapan yang lebih rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan perlunya
kerjasama yang kuat antar elemen yang ada baik dari pihak pusat maupun elemen
daerah.
Proses implementasi kebijakan pendidikan terdiri umumnya menggunakan
empat pendekatan yaitu:
1) Pendekatan struktural. Pada hakikatnya pendekatan struktural bersifat top
down. Pendekatan ini memandang bahwa perancangan, pengimplementasian
dan proses evaluasi kebijakan pendidikan dilakukan secara struktutral serta
sesuai dengan tingkatan maupun tahapannya, (Yuliah, 2020). Sehingga jika
diamati bahwa pendekatan ini lebih bersifat birokratis dan cendrung kaku;
2) Pendekatan prosedural dan manajerial. Pendekatan prosedural dan manjerial
lebih mementingkan prosedur dan teknik yang tepat dalam mengembangkan
kebijakan dibandingkan penantaan struktur pelaksana, (Setyawan, 2014).
Sehingga pendekatan ini membutuhkan alat teknologi dalam proses
pengimplementasian kebijakan;
3) Pendekatan perilaku. Pendekatan perilaku memandang bahwa pelaksana
kebijakan adalah prilaku manusia, (Machali, 2015). Implementasi kebijakan
pendidikan akan terlaksana dengan baik apabila manusia juga memiliki
prilaku yang baik;
4) Pendekakatan politik. Pendekatan politik lebih memfokuskan faktor politik
penguasa dalam mempermudah maupun memperhambat penerapan kebijakan
pendidikan, (Hartono, 2016). Pendekatan ini cendrung mempertimbangkan
kenyataan politik yang terjadi.

D. LINGKUP KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:

1. Pengumpulan data statistik pendidikan


2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian.
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.
2. Lakukanlah Anailis Kebijakan Pada :
a. Kebijakan Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas 9 Tahun)
b. Kebijakan Pendidikan Menengah (Pendidikan Menegah Universal dan Pendidikan
Kejuruan)

A. Kebijakan Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas 9 Tahun)

Program wajib belajar 9 tahun yang dikeluarkan pemerintah melalui Inpres


No. 1 tahun 1994 tanggal 15 April. Suksesnya wajib belajar 6 tahun yang
dilaksanakan pemerintah telah mendorong UNESCO untuk memberikan penghargaan
Aviciena pada tahun 1984. Mengacu kepada Undang- undang No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya ketentuan tentang wajib belajar telah
ada dalam pasal 14 ayat 2 yang menyatakan bahwa warga negara yang berumur 7
(tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara
sampai tamat. Hanya saja pada ayat 3 terdapat klausul yang menyatakan bahwa
pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Sampai
keluarnya Inpres mengenai wajib belajar 9 tahun, PP yang didapatkan, tidak ada
keterangan resmi pemerintah kenapa selama kurang lebih 5 tahun tidak mengeluarkan
PP sebagaimana yang diamanatkan UU No. 2 tahun 1989.

Program wajib belajar 9 tahun diharapkan selesai pada tahun 2004. Hal itu
dilakukan agar bangsa Indonesia lebih siap menghadapi pasar global, baik pasar
bebas AFTA (Asean Free Trade Area) tahun 2003 maupun APEC (Asia Pasific
Economic Cooperation) tahun 2010.3 Dengan demikian program ini merupakan
upaya dalam rangka pengembangan sumber daya manusia untuk mengejardan
menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman yaitu mengimbangi tuntutan
persaingan antar bangsa.

a) Landasan Hukum Wajib Belajar 9 Tahun


Wajib belajar 9 tahun ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Republik
Indonesia Dasar 1945, yang dapt kita lihat pada :
1) Pasal 31

 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan


 Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.

Visi Pendidikan Nasional untuk terwujudnya sistem pendidikan sebagai


pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Begitu juga dengan misi Pendidikan Nasional adalah mengupayakan


perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu
bagi seluruh rakyat Indonesia serta membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir
hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; meningkatkan kesiapan
masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral. Untuk mewujudkan misi ini, oleh sebab itu perlu
dilakukan langkah dan strategi diantaranya adalah pelaksanaan program wajib
belajar.

Dan juga dipertegas lagi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yakni :
2) Pasal 6 ayat (1)
“Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar.”
B. Kebijakan Pendidikan Menengah (Pendidikan Menegah Universal dan
Pendidikan Kejuruan)
Program PMU merupakan tahapan paling awal dari implementasi Wajib
Belajar 12 Tahun, karena belum semua daerah mampu dan siap menerapkan
kebijakan tersebut, sehingga penggunaan kata “Wajib Belajar” diganti dengan
“Pendidikan Menengah Universal”. Hal itu juga sesuai dengan kebijakan yang telah
dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional1
Tahun 2010-2014 bahwa salah satu tujuan yang akan dicapai dari pembangunan
pendidikan menengah adalah tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
menengah yang bermutu, relevan dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan
kota. Meskipun demikian, berbeda dengan Program Wajib Belajar 9 Tahun yang
merupakan amanah dari undang-undang, maka Wajib Belajar 12 Tahun belum ada
undang-undangnya serta belum memiliki landasan hukum. Menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, aturan pasti tentang Wajib Belajar 12
Tahun dapat dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) melalui revisi. Kendati belum memiliki
landasan hukum di tingkat pusat, beberapa daerah telah mulai mencanangkan
kebijakan tersebut dan menggunakan istilah “Wajib Belajar 12 Tahun”. Terdapat 14
provinsi yang sudah mencanangkan Program Wajib Belajar 12 Tahun, yaitu Provinsi
Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan DKI Jakarta2 . Belum siapnya semua daerah
menerapkan Program PMU atau Wajib Belajar 12 Tahun juga berkaitan dengan
belum tuntasnya program Wajib Belajar 9 Tahun. Sesuai dengan target ketuntasan
Program Wajar Dikdas 9 Tahun, suatu daerah dinyatakan tuntas apabila mencapai
Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMP/MTs dan sederajat sebesar 95 persen.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini akan mengemukakan berbagai
persoalan terkait dengan Kebijakan/Program Wajar Dikdas 9 Tahun, baik pada
tataran konsep, indikator dan target pencapaian serta implementasinya. Berbagai
permasalahan tersebut merupakan pembelajaran yang dapat diambil untuk
mengimplementasikan Program Wajar 12 Tahun. Sumber data yang digunakan
adalah data sekunder dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta hasil-hasil
penelitian Pusat Penelitian Kependudukan – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(PPK-LIPI ) yang telah dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011.
Persaingan global yang terjadi saat ini, merupakan bentuk semakin pesatnya
serta ketatnya persaingan yang ada dalam keseharian. Bagi negara yang berstatus
sebagai negara maju tentu saja mereka hanya dituntut menyesuaikan diri
(beradaptasi) dengan negara-negara yang lain.Akan tetapi bagi negara kita ?negara
yang berstatus masih negara berkembang ? tentu saja menuntut segala bidang serta
pihak untuk meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan
maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Peningkatan sektor tersebut tentunya dilakukan dengan berbagai tidakan
untuk membangun bangsa kita ini.Dalam upaya pembangunan bangsa unsur
terpentingnya ialah sumber daya manusia.Oleh karenanya pembangunan manusia
yang seutuhnya diwujudkan dengan sebaik-baiknya sehingga diperlukan pendekatan-
pendekatan yang baik.
Untuk pembentukan manusia tersebut pendidikan merupakan sarana utama
yang dianggap sebagai suatu wadah atau tempat untuk memberikan berbagai
wawasan serta ilmu yang tentu saja dilakukan untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Kebutuhan akan pendidikan menengah sendiri tidak dapat dipungkiri bahwa
hal tersebut merupakan hak setiap warga negara. Sebagaimana yang tertulis di dalam
UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa : Penyelenggaraan
kegiatan pendidikan mengengah sendiri sudah dijalankan sesuai hukum yang berlaku.
Dengan kata lain dasar-dasar hukum yang digunakan untuk kebijakan pendidikan
menengah yaitu UUD 1945 Pasal 31 UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 18
ayat 1- 4, UU No. 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal 5 ayat 1.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 18 ayat 3 dijelaskan bahwa bentuk dari
pendidikan menengah ialah :
Pendidikan menengah yang diselenggarakn setelah pendidikan dasar yaitu
suatu pendidikan yang memiliki kemampuan berinteraksi secara produktif
dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar dan atau melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.Proses pembelajaran pada pendidikan menengah
sendiri memiliki karakateristik memperiapkan semua peserta didiknya untuk
mampu menghadi pendewasaan diri dalam aspek akademik maupun kesiapan
menguasai keterampilan hidup yang dituntut oleh dunia kerja.
Kurikulum pendidikan menengah menurut UU Sisdiknas Pasal 36 dirancang sesuai
jenjang pendidikan yang meliputi:

1. Peningkatan iman dan takwa


2. Peningkatan akhlak mulia
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
6. Tuntutan dunia kerja
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
8. Agama
9. Dinamika perkembangan global
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Anda mungkin juga menyukai