Anda di halaman 1dari 13

Kata Pengantar

    Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang insya
Allah kita nantikan syafa’atnya kelak di yaumil akhir. Berkat partisipasi dan kerja sama dari
berbagai pihak, kami dapat, menyelesaikan makalah Analisis Kebijakan Pendidikan
mengenai “KONSEP DASAR KEBIJAKAN DAN ISU KEBIJAKAN PENDIDIKAN”. 
    Kami memohon maaf apabila dalam makalah yang kami susun ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan, tata bahasa, juga dalam pembahasan materi ini. Harapan
kami adalah semoga makalah yang kami susun dapat membantu dalam pembelajaran dan
dapat bermanfaat dalam kehidupan kita semua. 

                                                                                                    

                                    
                                                            BAB I PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 
    Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu negara. Melalui pendidikan
transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya sekedar pengetahuan, namun juga
penanaman nilai, cita – cita dan budaya suatu bangsa. Oleh karenanya pendidikan memegang
peranan penting dalam keberlangsungan suatu negara. 
    Dalam mengatur agar pendidikan disuatu negara dapat berlangsung dengan baik dan
mencapai tujuan pendidikan yang dicita – citakan berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan
perlu diambil oleh pemerintah negara. 
    Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari sistem politik yang dianut
sehingga setiap negara mempunyai kebijakan-kebijakan yang berbeda. Indonesia menganut
sistem demokrasi berdasarkan undang-undang. Kebijakan-kebijakan yang diputuskan juga
harus berdasarkan undang-undang. 

B. Rumusan Masalah 
     1. Apakah pengertian konsep kebijakan pendidikan? 
     2. Apa sajakah batasan kebijakan pendidikan? 
     3. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan? 
     4. Apa sajakah tujuan dan fungsi kebijakan pendidikan? 
     5. Bagaimanakah arah kebijakan pendidikan? 
     6. Bagaimana prinsip – prinsip kebijakan pendidikan? 
     7. Apa sajakah tingkatan kebijakan pendidikan? 
     8. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan? 
     9. Bagaimana studi tentang kebijakan pendidikan? 

C. Tujuan Makalah 
     1. Untuk mengetahui pengertian konsep kebijakan pendidikan. 
     2. Untuk mengetahui batasan kebijakan pendidikan. 
     3. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan. 
     4. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi kebijakan pendidikan. 
     5. Untuk mengetahui arah kebijakan pendidikan.
     6. Untuk mengetahui prinsip – prinsip kebijakan pendidikan. 
     7. Untuk mengetahui tingkatan kebijakan pendidikan. 
     8. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan 
     9. Untuk mengetahui studi tentang kebijakan pendidikan. 

                                                           
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Kebijakan Pendidikan 


Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri – ciri umum
sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
konsep diartikan dengan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar
bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal – hal lain. Sedangkan di dalam
Oxfort Student’s Dictionary of English, concept is an idea; a basic prinsiple. Dari uraian
tersebut maka konsep dapat dipahami sebagai sebuah ide atau gambaran umum tentang suatu
hal. 
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak [1]. Istilah ini
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.
Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau
melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh
hasil yang diinginkan
Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan – hambatan tertentu sambil mencari peluang – peluang
untuk mencapai tujuan/mewujudkan sasaran yang diinginkan (Tangkilisan, 2003:12). 
Contoh kebijakan adalah undang – undang, peraturan pemerintah, keppres, kepmen,
perda, keputusan bupati, dan keputusan direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan bersifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. 

B. Batasan Kebijakan Pendidikan 


Secara etimologis, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy, dalam bahasa
Inggris. Kata policy sebenarnya dapat dijumpai dalam bahasa lain seperti Latin, Yunani, dan
Sanskrit. Polis dalam bahasa Yunani berarti negara kota. Pur dalam bahasa Sanskrit berarti
kota. Policie dalam bahasa Inggris berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, atau
juga berarti administrasi pemerintah.
Secara terminologis, pengertian kebijaksanaan atau policy dikemukakan oleh para ahli
sebagai berikut: 
1. Laswell (1970) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan,
nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and
practices). 
2. Heclo dalam Jones (1977) memberikan batasan kebijakan sebagai cara bertindak yang
sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. 
3. Eulau dalam Jones mengartikan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijaksanaan. 
4. Amara Raksasa Taya dalam Tjokro Amidjoyo (1976) memberikan batasan kebijakan
sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. 
5. Budiarjo dalam Supandi (1988) menyatakan bahwa kebijakan adalah sekumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pada prinsipnya,
pihak yang membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk
melaksanakannya.   
Ahli yang melihat dari sudut pelaksanaan adalah Lasswell, Heclo, dan Budiardjo. Ali
yang melihat dari sudut produk adalah Eulau dan Indrafachrudi. Sementara ahli yang
memberikan pengertian kebijakan dari sudut seni memerintah adalah Amara Raksasa Taya. 
Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa kebijaksanaan adalah aturan-
aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun
yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan atau wisdom
adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan
kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan
aturan yang berlaku. 

C. Karakteristik Kebijakan Pendidikan 


    Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus,
yakni: 

a. Memiliki tujuan pendidikan. 


Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus
memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada
pendidikan. 
b. Memenuhi aspek legal-formal. 
Kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hierarki
konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi
berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan
yang legitimat. 
c. Memiliki konsep operasional 
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus
mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan
keputusan. 
d. Dibuat oleh yang berwenang 
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan
dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga
pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur
minimal pembuat kebijakan pendidikan. 
e. Dapat dievaluasi 
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya
untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan
jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah
dan efektif. 
f. Memiliki sistematika 
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus
memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang
tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama
lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak
menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun
kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik;
kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan
dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal. 

D. Tujuan dan Fungsi Kebijakan Pendidikan 


Dilihat dari pemahaman tentang pandangan-pandangan dasar tujuan kebijakan apabila
dihubungkan dengan pendidikan dapat dikelompokan menjadi: 

1. Dilihat dari sisi tingkatan masyarakat 


Tujuan kebijakan disini dapat diamati dan ditelusuri dari hakikat tujuan pendidikan
yang universal. Hal tersebut merupakan analisis pada fakta dan realita yang tersebar
luas di masyarakat dikarenakan pendidikan dalam arti umum mencerdaskan
kehidupan bangsa. 
2. Dilihat dari sisi tingkatan politisi 
Tujuan kebijakan ini dapat diamati dan ditelusuri dari sumbangan pendidikan
terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Pendidikan yang
telah menjadi suatu kebijakan publik diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif supaya tercipta generasi masyarakat dalam aspek keseimbangan antara hak dan
kewajiban sehingga wawasan, sikap dan perilakunya semakin demokratis. 
3. Dilihat dari sisi tingkatan ekonomi  
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya
pendidikan sebagai onventasi jangka panjang yang didasarkan pada beberapa alasan,
yaitu : 
a) Pendidikan adalah untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar
pertumbuhan ekonomi. 
b) Inventasi pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi
fisik di bidang lain. Pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup signifikan
terutama ketika seseorang telah menggali dan mengaktualisasikan potensi diri dan
mempunyai kompetensi yang cukup sesuai dengan bidangnya. 

E. Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia 


Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal
sebagai berikut: 
1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti. 
2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara
optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan. 
3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum,
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,
penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan
setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional.  
4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga
dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai. 
5) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan
prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen. 
6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif
dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 
7) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,
terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh
komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai
dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya. 
8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha
kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis
sumber daya lokal. 

F. Prinsip-prinsip dalam Kebijakan Pendidikan 


Dalam kaitan dengan pembahasan mengenai kebijakan pendidikan adalah sebagai
kebijakan publik, maka dikemukakan beberapa prinsip, diantaranya : 
1. Nilai-nilai pendidikan harus mewarnai setiap kebijakan negara dalam berbagai bidang
sehingga aspek-aspek kemanusiaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, pemerintahan
pembangunan, keadilan hukum mencerminkan kaeadilan suatu bangsa yang bermoral
dan bermartabat. Jadi, nilai-nilai pendidikan harus berperan secara proaktif untuk
memasuki semua bidang yang berkembang dalam  masyarakat sejalan dengan era
globalisasi yang semakin cepat serta memberikan pengaruh yang besar. 
2. Pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan konflik kepentingan. Namun
pada kenyataannya pendidikan tidak dapat dipisahkan sebagai alat untuk merayu
masyarakat secara umum untuk perebutan kekuasaan. Hal tersebut mengakibatkan
penentuan pembuat kebijakan pendidikan dalam hal ini pemerintah pusat akan
dipengaruhi oleh nuansa politik dan sarat dengan kepentingn tertentu. 
3. Nilai-nilai pendidikan harus menjiwai sistem perpolitikan dan prinsip
penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan. Pendidikan berperan
memberikan masukan berupa penguasaan kompetensi serta aspek keprofesionalitas
dan tidak kalah pentingnya juga harus mengubah moral dalam dunia perpolitikan. 
4. Nilai-nilai pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai kepribadian dan budaya
bangsa yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan mempunyai peran
penting yang bertugas untuk menyatukan dan memberikan keseimbangan bahwa
masing-masing individu meskipun memiliki sifat dan prilaku yang berbeda yang
dilatar belakangi kebudayaan mereka, tidak menyurutkan untuk senantiasa saling
menghormati dan menghargai. 
5. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses perubahan dan menjadi
lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena pendidikan
merupakan pusat atau inti dari perkembangan serta pengembangan peradaban
berbagai macam bangsa dengan cara mengubah pola pikir.  

G. Tingkatan Kebijakan 
Terdapat tingkat-tingkat kebijakan pendidikan yang menunjukan kepada level
kebijakan tersebut dirumuskan dan dilaksanakan, juga menunjuk pada cakupannya, tingkatan
pelaksanaan dan mereka yang terlibat didalamnya. Ada empat tingkat kebijakan, yaitu : 

1. Tingkatan Kebijakan Nasional (national policy level) 


Penentu tingkat kebijakan nasional ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kebijaksanaan yang berada pada level nasional ini, disebut juga kebijaksanaan
administratif. 
2. Tingkatan Kebijakan Umum (general policy level) 
Disebut sebagai kebijakan eksekutif, oleh karena yang menentukan adalah mereka
yang berada pada posisi eksekutif. Yang termasuk kedalam kebijaksanaan eksekutif
ini adalah: 
a) Undang-undang, karena undang-undang kekuasaan pembuatannya berada di
tangan presiden, meskipun juga dengan persetujuan DPR. 
b) Peraturan pemerintah adalah kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka
mengoperasikan undang-undang, kekuasaan pembuatannya ada pada presiden. 
c) Keputusan dan instruksi presiden, yang berisi kebijaksanaan umum
penyelenggaraan pemerintah, yang kekuasaan pembuatannya ada di tangan
presiden. 
d) Tingkat Kebijakan Khusus (special policy level) 
Letak penentunya ada pada tangan Menteri dan merupakan pembantu presiden
selaku eksekutif, maka tingkat kebijaksanaan khusus ini disebut kebijaksanaan
eksekutif. Tingkat kebijaksanaan khusus ini dibuat oleh Menteri dengan
berdasarkan kebijaksanaanyang berada di atasnya. 

H. Tingkat Kebijakan Teknis (technical policy level) 


Secara garis besar di Indonesia,terdapat dua jenis kebijakan yaitu yang bersifat
sentralistik dan desentralistik.Kebijakan desentralistik adalah langkah yang diambil untuk
mensinkronkan dengan kondisi di setiap satuan pendidikan yang tidak sama.Salah satunya
adalah melalui MBS(Manajemen Berbasis Sekolah). Kebijakan ini setidaknya memiliki
empat dampak positif yang dapat dikemukakan yaitu: 
     1.) Peningkatan Mutu 
Desentralisasi pendidikan yang antara lain dimanifestasikan dalam pemberian
otonomi pada sekolah, akan meningkatkan kapasitas dan memperbaiki manajemen sekolah.
Dengan kewenangan penuh yang dimiliki sekolah, maka sekolah lebih leluasa
mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya yang dimiliki, misalnya, keuangan,
tenaga pengajar (guru), kurikulum, sarana prasarana, dan lain-lain.
     2.) Efisiensi Keuangan 
Desentralisasi dimaksudkan untuk menggali penerimaan tambahan bagi kegiatan
pendidikan. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan
mengurangi biaya operasional. Untuk itu, perlu eksplorasi guna mencari cara-cara baru dalam
membuat channelling of fund. 
     3.) Efisiensi Administrasi 
Desentralisasi memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan
prosedur bertingkat-tingkat. Kompleksitas birokrasi seperti tercermin dalam penanganan
pendidikan dasar, yang melibatkan tiga institusi (Depdiknas, Depdagri, dan Depag), tak akan
terjadi.
     4.) Perluasan dan Pemerataan 
Secara teoritis, desentralisasi membuka peluang kepada penyelenggara pendidikan di
tingkat daerah dan lokal untuk melakukan ekspansi sehingga akan terjadi proses perluasan
dan pemerataan pendidikan. Desentralisasi akan  meningkatkan permintaan pelayanan
pendidikan yang lebih besar, terutama bagi kelompok masyarakat di suatu daerah yang
selama ini belum terlayani. 

I. Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan 


Pendidikan adalah hal penting yang terdapat pada suatu negara sehingga pemerintah
perlu untuk merumuskan kebijakan yang mendukung berlangsungnya pendidikan. Dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di alinea ke empat dinyatakan bahwa Bangsa
Indonesia bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini selanjutnya di dukung
dengan pasal 31 ayat 1 dalam Undang-undang Dasar 1945 yang memberikan hak bagi setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan. Dalam ayat-ayat selanjutnya dinyatakan; 
1) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya 
2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
3) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional  
Ketentuan tentang beberapa hal dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Misalnya; 
1. Wajib Belajar 
Ketentuan tentang wajib belajar diatur dalam PP No 47 Tahun 2008.Dalam peraturan
pemerintah ini diatur tentang berbagai hal yang berkaitan dengan wajib belajar seperti fungsi
dan tujuannya, penyelenggaraan,pengelolaan dan pengawasan. Penyelenggaraan program
wajib belajar dilakukan oleh pemerintah,pemerintah daerah dan masyarakat.Pemerintah
daerah dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan program wajib agar sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing melalui peraturan daerah. 
2. Standar Nasional Pendidikan 
Standar Nasional Pendidikan diatur dalam PP No 19 Tahun 2005.Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
Indonesia.Didalamnya dimuat delapan standar nasional dalam pendidikan mencakup;  
a. Standar kompetensi lulusan yakni kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap,pengetahuan dan keterampilan.Standar ini digunakan sebgai pedoman penilaian
dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. 
b. Standar isi yakni mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Didalamnya memuat
struktur kurikulum,beban belajar,kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender
pendidikan. 
c. Standar proses yakni yang berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikanPembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif ,inspiratif,menyenangkan,menantang memotivasi peserta didika untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup untuk kreativitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat ,minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta
didik. 
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan yakni yang berkaitan dengan kelayakan baik
dari segi fisik maupun mental.Pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran(kompetensi pedagogik,profesional,sosial dan
kepribadian), sehat jasmani dan memiliki  kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Dengan mengingat pentingnya peran dan fungsi guru dalam
pendidikan, DPR bersama Pemerintah membuat undang-undang No 14 tahun
2005.Kemudian khusus tentang guru diatur lebih lanjut dalam PP No 74 Tahun 2008. 
e. Standar sarana dan prasarana yakni berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar dan berbagai tempat yang menunjang proses pembelajaran termasuk teknologi
informasi dan komunikasi. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
lahan,ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang tata usaha, perpustakaan,
laboratorium, tempat ibadah dan lain-lain yang menunjang proses pembelajaran secara
teratus dan berkelanjutan.Tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar dan
menengah, diatur dalam permen no 24 tahun 2007. 
f. Standar pengelolaan yakni berkaitan dengan perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan
agar tecapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.Pada satuan
pendidikan dasar dan menengah menggunakan manajemen berbasis sekolah
(MBS).Sedangkan pendidikan tinggi diberikan otonomi sesuai kewenangan yang diatur
dalam ketentuan perundang-undangan. 
g. Standar pembiayaan yakni yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasional
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahunPembiayaan pendidikan terdiri atas
biaya investasi(penyediaan sarana prasarana,pengembangan SDM dan modal kerja
tetap),biaya personal (biaya pendidikan peserta didik) dan biaya operasional (gaji
pendidik,bahan dan peralatan habis pakai,biaya operasi pendidikan tidak langsung,) 
h. Standar penilaian yakni yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen  

J. Studi Tentang Kebijakan Pendidikan 


Pemulaan abad ke-20 perhatian ahli ilmu politik banyak yang tertuju pada lembaga-
lembaga pemerintahan beserta struktur-strukturnya. Para ahli ilmu politik yang memusatkan
perhatian pada lembaga dan struktur pemerintahan kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme. 

H. Isu-Isu Kebijakan Pendidikan Di Indonesia

Pengertian Isu Kebijakan Pendidikan


Isu adalah sebagai suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan oleh satu
atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sector swasta, kasus
pengadilan sipil atau criminal atau dapat menjadi masalah kebijakan public melalui tindakan
legislative atau perundangan menurut Hainsworth & Meng.
Sedangkan menurut Barry Jones & Chase isu adalah sebuah masalah yang belum
terpecahkan yang siap diambil keputusannya. Isu merepresentasikan suatu kesenjangan antara
praktik korporat dengan harapan-harapan para stakeholder. Berdasarkan definisi yang telah
disebutkan diatas, isu adalah suatu hal yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi
yang apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap organisasi
dan berlanjut pada tahap krisis.
Jadi isu-isu kebijakan pendidikan adalah suatu hal yang terjadi dan tersebar di
masyarakat mengenai kebijakan pendidikan yang apabila tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan masalah yang serius dalam kebijakan pendidikan
1. Issu kritis Aspek Masalah Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia.
Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan
pendidikan Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum (menurut sudut pandang penulis) :
a) Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks
Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan
di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan
terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. siswa harus berusaha
keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan
mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa
akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang
materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa
kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
b) Seringnya Berganti Nama
Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan
tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep
kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum
Indonesia. Bahkan, pengubahan nama kurikulum mampu dijadikan sebagai lahan
bisnis oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dengan bergantinya nama kurikulum yang ada di Indonesia ternyata banyak tidak
memberikan manfaat pada proses pendidikan yang ada di Indonesia karena dengan
melihat kejadian nyata dilapangan malah menjadi masalah atau menjadi momok bagi
sekolah-sekalah dan guru dalam menjalankan tugasnya.
c) Kurangnya Pemerataan Pendidikan
Meninjau mengenai sarana dan prasarana, hal ini berkatan dengan kurangnya
pemerataan yang dilakukan Mendiknas. Selain itu, pemerataan pendidikan juga
ditinjau dari segi Satuan Tingkat Perdidikannya. Hal ini berkaitan dengan materi yang
diajarkan di sekolah pada Tingkat Satuan Pendidikan tertentu.
Pada tingkat Sekoalah Dasar, siswa diajarkan seluruh konsep dasar seperti
membaca, menulis, menghitung dan menggambar. Pada tingkat ini siswa cenderung
hanya diajarkan saja, tida mengena pada pemaknaanya. Pada tingkat Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, pelajaran yang diajukan cenderung
hanya berkonsep pada tujuan agar anak mampu mengerjakan soal bukan konsep agar
siswa mampu memahami soal.
d) Issu kritis aspek Pembelajaran
Skinner (1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu
merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Skinner percaya
bahwa proses adaptasi akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi
penguatan (reinforcement). Ini berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan
yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Disamping itu belajar juga memebutuhkan
proses yang berarti belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
Dengan melihat pendapat sciner diatas dan kita padukan pada kenyataan
terhadapa hasil pendidikan yang ada di Indonesia sunguh masih jauh dari harapan,
salah satu contoh pembelajaran yang ada di Indonesia adalah pembelajaran di
Indonesia lebih menekana siswanya untuk mengahafal materi pembelajan, sehingga
dalam proses ujian atau tugas siswa cenderung menyotek buku dari pada ia
mengembangkan idenya, karena sistim penilian yang diberikan oleh guru harus sama
dengan apa yang ada di dalam buku.ini merupakan salah masalah dalam proses
pembelajaran.

Berikut beberapa masalah lain dalam pembelajaran yang terjadi di indonesia:


a) Berkurangnya motivasi para peserta didik untuk belajar atau berpartisipasi di
dalam belajar
b) Semakin banyak siswa yang membolos pada saat jam pelajaran di mulai
c) Pada zaman yang berkembang ini juga banyak sekali perkelahian muncul di
kalangan antar mahasiswa
d) Prestasi siswa yang semakin rendah dan mengalami kemerosotan nilai
e) Semakin menipisnya etika dan kesopanan di dalam belajar
f) Beberapa masalah pemebelajaran di atas sering terjadi dalam proses bejalanya
pendidikan kita di Indonesia, kejadian- kejadian tersebut murupakan masalah
sangat sering terjadi, maka dari itu guru, kepalah sekoalah dan oknum-oknum
yang terlibat dalam pengembangan pendidikan di Indonesia harus mampu melihat
titik-titik menuculnya masalah-masalah tersebut.
e) Issu kritis aspek guru
 Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
 Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja
banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar
lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya.
f) Issu kritis aspek masyarakat
Perubahan kurikulum yang mengikuti alur perubahan kepemimpinan telah
membawa pendidikan kita pada kegitan politik sehingga memberi dampak negatif
terhadap pekembangan pendidikan dan kemampuan siswa di indonesia, tidak
hanya siswa dan lembaga pendidikanyang dikenai dampak perubahan tersebut,
namun perubahan kurikulum juga berpengaruh pada masyarakat terdidik untuk
terus mengimbangi perubahan aturan yang terjadi dalam dunia pendidikan di
Indonesia
g) Issu kritis aspek pemerintah pusat
Gema reformasi dikumandangkan oleh para mahasiswa dan pemuda di Indonesia
tepatnya tahun 1998 yang sempat menelan korban jiwa dan tidak sedikit harta benda
yang melayang akibat chaos yang terjadi di sejumlah daerah. Teriakan pembaruan
tersebut dilakukan oleh mahasiswa, pemuda, dan elemen bangsa lainnya karena
mereka menganggap bahwa penguasa tidak lagi konsisten memperjuangkan amanat
rakyat.
Namun setelah 19 tahun teriakan reformasi menggelora, Indonesia kini masih
memiliki sejumlah persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan yang tidak mudah
untuk diselesaikan, baik untuk tingkat regional maupun nasional. Salah satu
persoalan yang hingga kini masih mendera bangsa Indonesia adalah isu seputar
kebijakan pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak mampu menghasilkan alumni
yang siap kerja, para lulusan tidak memiliki kualitas yang dapat diandalkan, para
tamatan SMU/SMK dan Perguruan Tinggi tidak memiliki kecerdasaan dan
kemampuan kewirausahaan (enterpreneurship), dan para Perguruan Tinggi gagal
merubah perilaku para mahasiswa. Lulusan SMU/SMK dan Perguruan Tinggi tidak
siap memenuhi kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Untuk mengatasi isu kritis perihal mutu (layanan) pendidikan, maka pihak-pihak
terkait antara lain pemerintah, Civil Society, dan seluruh stakeholder di bidang
pendidikan perlu bersinergi untuk mencari langkah-langkah strategis pencapaian
mutu layanan pendidikan seperti diamanatkan oleh Pasal 31 Amandemen UUD 1945,
Pasal 28 Konvensi Hak Anak (KHA), dan Pasal 12 UU Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) yang sekaligus menjadi arah dan dasar kebijakan pendidikan nasional.
PENUTUP

Masih tingginya angka putus sekolah di Indonesia karena masalah ekonomi, orangtua
tidak bisa membiayai, sedangkan si anak terpaksa bekerja.Putus sekolah juga dipicu jarak
sekolah yang jauh dari tempat tinggal, kekerasan seksual, dan kriminalitas.Solusinya, adalah
mementingkan sosialisasi kepada orangtua.Pembenahan sistem Bantuan Siswa Miskin (BSM)
dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) juga dapat menjadi solusi tambahan."Sebagai sesama siswa,
kita bisa menjadi relawan untuk membantu agar mereka yang putus sekolah tetap menerima
pelajaran. Salah satunya dengan membentuk forum membantu anakanak putus sekolah," 
Konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan – aturan
tertulis yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan agar
tercapainya tujuan pendidikan. Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa
kebijaksanaan adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu,
mengikat kepada siapa pun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut.
Sedangkan kebijakan atau wisdom adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda
dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat
diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni
memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional,
dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi, memiliki sistematika. 
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya
pendidikan sebagai onventasi jangka panjang yang didasarkan pada beberapa alasan, yaitu
pendidikan adalah untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi,
inventasi pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi fisik di
bidang lain. Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki
etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari  hak dan kewajiban
yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Fungsi kebijakan
dalam pendidikan adalah menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut
pemerintahan perlu ada dalam pendidikan, melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk
mengukur kinerja siswa dan guru.
Kebijakan pendidikan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan akademik dan sumber
daya manusia yang profesional sedini mungkin serta meningkatkan kesjahteraan bagi tenaga
pendidik.
Prinsip – prinsip kebijakan pendidikan salah satunya adalah bahwa pendidikan harus
terbebas dari segala bentuk konflik yang akan mengganggu kebijakan pendidikan itu sendiri
sehingga tujuan dari pendidikan tersebut tidak tercapai. 
Tingkatan kebijakan pendidikan sendiri ditentukan oleh pemerintah antara lain MPR,
DPR, Presiden, dan Mentri Pendidikan. 
Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan telah tercantum di dalam Undang –
Undang yang memuat tentang sistem pendidikan nasional. Di mana dalam sistem pendidikan
nasional tersebut selain menjelaskan tentang kewajiban agar masyarakat dapat menuntut ilmu
sejak dini, sistem pendidikan nasional juga menjelaskan tentang beberapa standar pendidikan
yang ditujukan kepada lembaga pendidikan. kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme. Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran
institusionalisme, maka muncullah aliran behavioristik. Penganut aliran ini berasumsi bahwa
untuk mempelajari politik haruslah sekaligus mempelajari interaksi individu-individu,
kelompok-kelompok, individu-kelompok, baik dalam lembaga politik maupun yang berada di
luarnya. .
Selain itu juga, dari pembahasan diatas Isu-isu kebijakan pendidikan adalah suatu hal
yang terjadi dan tersebar di masyarakat mengenai kebijakan pendidikan yang apabila tidak
ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang serius dalam kebijakan pendidikan

                                                              
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Salma Prawiradilaga, D. A. (2013). Mozaik Teknologi Pendidikan e-learning.
Jakarta: Prenadamedia Group
Chan, Sam M & Tuti T.Sam. (2005). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah.
Jakarta : Rajawali Pers
H.A.R. Tilaar. (2003).Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang : Indonesia Tera
Imron, Ali .2008.Kebijakan Pendidikan Di Indonesia: Proses, Produk, Dan Masa
Depannya .Jakarta: Bumi Aksara
Syafaruddin, 2008.Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, Dan Aplikasi
Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif.Jakarta: Rineka Cipta,
Rohman, Arif .2012.Kebijakan Pendidikan: Analisis Dinamika Formulasi dan
Implementasi.Yogyakarta: Aswaja Pressindo,
Amnur, Muhdi Ali. 2007.Konfigurasi Politik Pendidikan
Nasional.Yogyakarta:Pustaka Fahim
Thomas R. Dye.1981.Public policy is whatever governments choose to do or not to
do.
James E. Anderson,1975.Public policies are those policies developed by
governmental bodies and officials. 
http://immstiwates.blogspot.co.id/2014/04/konsep-kebijakan-pendidikan.html 
http://inten-cahaya.blogspot.co.id/2015/11/kebijakan-dan-pendidikan.html
http://iptekindonesiaef.blogspot.co.id/2013/11/konsep-dasar-kebijakan-
pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai