Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi membawa perubahan disegala bidang slah satunya adalah otonomi


daerah. Penerapan otonomi daerah dengan dasar dsentrealisari ini didasari oleh
keinginan menciptakan demokrasi, pemerataan, dan efisiensi. Desentralisasi
berimplikasi kebijakan publik harus berasal dari masyarakat bawah keatas, bukan lagi
dari atas atau pemerintah.

Akan tetapi, dalam bidang pendidikan hal tersebut sepertinya tidak bisa berjalan
sesuai seperti seharusnya. Kebijakan-kebijakan yang ada pada saat ini terkesan dan
bahkan memang semuanya berasal dan disusun langsung oleh Dinas pendidikan tanpa
memperhatikan partisipasi dari masyarakat. Pendidikan yang seharusnya berpusat di
masyarakat, untuk saat ini pendidikan masih di pegang secara penuh oleh pihak Dinas
pendidikan atau pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Kebijakan pendidikan ?


2. Bagaimana Proses Perumusan kebijakan pendidikan tersebut ?
3. Masalah yang melatar belakangi Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan?
4. Bagaimana Perumusan Kebijakan Pendidikan Tersebut ?
5. Bagaimana Lingkungan dan Aktor Kebijakan pendidikan tersebut?
6. Bagaimana Formulasi Kebijakan Pendidikan tersebut??
7. Batasan dan Faktor Implementasi Kebijakan Pendidikan??
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mrngetahui Apa pengertian dari Kebijakan pendidikan
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Proses Perumusan kebijakan pendidikan tersebut
3. Untuk Mengetahui Masalah yang melatar belakangi Proses Perumusan Kebijakan
Pendidikan
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Perumusan Kebijakan Pendidikan Tersebut
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Lingkungan dan Aktor Kebijakan pendidikan tersebut
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Formulasi Kebijakan Pendidikan tersebut
7. Untuk Mengetahui Batasan dan Faktor Implementasi Kebijakan Pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Pendidikan
Menurut para pakar ahli definisi kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Unitet Nations (1975)
Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak,
suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktifitas-aktifitas tertentu
(Wahab, 1990)
2. James E. Anderson (1978)
Kebijakan adalah prilaku dari sejumlah aktor ( pejabat, kelompok, instansi
pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu kegiatan tertentu (Wahab, 1990).
Dari teori kedua pakar diatas dapat kita analisa, bahwasannya kebijakan adalah
sebuah keputasan yang dibuat oleh seseorang sebagai suatu pedoman atau dasar
untuk melakukan tindakan atau aktifitas tertentu. Dalam hal ini pemerintah
tentunya yang paling berperan penuh dalam menentukan sebuah kebijakan yang
nantinya dilaksanakan dan diikuti oleh semua pelaku kebijakan.
Pengertian Kebijakan pendidikan adalah proses suatu penilaian terhadap
sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional yang sudah dirumuskan
secara strategis oleh lembaga pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi
pendidikan dan di operasikan dalam sebuah lembaga pendidikan sebagi
perencanaan umum dalam rangka untuk mengambil keputusan agar tujuan
pendidikan yang di inginkan bisa tercapai.
Hal diatas dapat kita cermati secara seksama bahwasannya kebijakan
pendidikan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh sebuah lembaga
pendidikan untuk memberikan acuan atau dasar terhadap seluruh elemen yang
berhubungan dengan pendidikan, tentunya dalam mengambil kebijakan juga
mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan pelaku pendidikan.
2.2 Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan
Istilah kebijakan pendidikan banyak dikonotasikan dengan istilah perencanaan
pendidikan (educational planning), rencana induk tentang pendidikan (master plan of
education), pengaturan pendidikan (educational regulation), kebijakan tentang
pendidikan (policy of education), serta istilah lain yang mirip dengan istilah tersebut.
Suatu kebijakan dapat diambil dan diputuskan biasanya dilatar belakangi oleh adanya
masalah. Masalah biasanya muncul ketika ada deskripansi antara dunia cita-cita (das
sollen) dengan dunia nyata (das sein). Sedangkan kebijakan pendidikan dilakukan

2
dalam rangka mengurangi kesenjangan kesenjangan (descripansi) atau mendekatkan
antara dunia cita-cita dengan dunia nyata tersebut.
2.3 Masalah yang melatar belakangi Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan
Suatu kebijakan dapat diambil dan diputuskan biasanya dilatar belakangi oleh
adanya masalah. Masalah biasanya muncul ketika ada deskripansi antara dunia cita-cita
(das sollen) dengan dunia nyata (das sein). Sedangkan kebijakan pendidikan dilakukan
dalam rangka mengurangi kesenjangan kesenjangan (descripansi) atau mendekatkan
antara dunia cita-cita dengan dunia nyata tersebut.
Masalah yang dihadapi bangsa indonesia ini mencakup lima pokok masalah,
yaitu:
1. Masalah pemerataan pendidikan,
2. Masalah daya tampung pendidikan,
3. Masalah relevansi pendidikan,
4. Masalah kualitas pendidikan, dan
5. Masalah efesiensi dan efektifitas pendidikan
2.4 Perumusan Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan berproses melalui tahapan-tahapan perumusan kebijakan
pendidikan, legitimasi pendidikan, komunikasi dan sosialisasi kebijakan pendidikan,
implementasi kebijakan pendidikan, mengupayakan partisipasi masyarakat dalam
kebijakan pendidikan dan evaluasi kebijakan pendidikan. Pembahasan dalam
perumusan kebijakan pendidikan meliputi; lingkungan kebijakan pendidikan, aktor-
aktor perumusan kebijakan pendidikan, masalah dan agenda kebijaksanaan pendidikan,
formulasi kebijakan pendidikan dan problema-problemanya.
2.5 Lingkungan dan Aktor Kebijakan Pendidikan
Yang dimaksud dengan lingkungan kebijakan pendidikan menurut Anderson
adalah “segala hal yang berada diluar kebijakan tetapi mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan pendidikan, pengaruh tersebut bisa besar, kecil, langsung, tidak langsung,
laten, dan jelas”.
Yang termasuk lingkungan kebijakan pendidikan dirumuskan secara berbeda-
beda oleh para ahli ilmu kebijakan pendidikan. Supandi (1988) menyebut lingkungan
kebijakan meliputi; kondisi sumber alam, iklim, topografi, demografi, budaya politik,
struktur sosial, dan kondisi ekonomik. Sementara yang dianggap paling berpengaruh
terhadap kebijakan tersebut adalah budaya politik.
Orang-orang yang terlibat dalam perumusan kebijakan pendidikan negara
disebut sebagai aktor perumusan kebijakan pendidikan. Sebutan lain dari aktor ini
adalah: partisipan, peserta perumusan kebijakan pendidikan. Oleh karena itu kebijakan

3
pendidikan mempunyai tingkatan-tingkatan (nasional, umum, khusus dan teknis), maka
para aktor perumusan kebijakan disetiap tingkatan-tingkatan tersebut berbeda. Aktor
tersebut yakni: Legislatif, Eksekutif, Administrator, Partai politik, Interest Group,
Organisasi Massa, Peruruan Tinggi, dan Tokoh Perorangan.

2.6 Formulasi Kebijakan Pendidikan


Aktifitas sekitar formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan
kebijakan pendidikan baik formal maupun non formal. Kapan suatu perumusan
kebijakan pendidikan dianggap selesai? Suatu kebijakan dianggap final setelah
disahkan oleh peserta perumusan kebijakan formal. Pengesahan tersebut dapat berupa
penerbitan keputusan dan dapat berupa ketetapan.Dapat juga berupa undang-undang,
peraturan pemerintah pengganti undang-undang, dan peraturan pemerintah.
Agar rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan yang baik, haruslah
memenuhi kriteria; Pertama, rumusan kebijakan pendidikan tidak mendiktekan
keputusan spesifik atau hanya menciptakan lingkungan tertentu. Kedua, rumusan
kebijakan pendidikan dapat dipergunakan dalam menghadapi masalah atau situasi yang
timbul secara berulang. Hal ini berarti, bahwa waktu, biaya dan tenaga yang telah
banyak dikeluarkan tidak sekedar dipergunakan untuk memecahkan satu masalah atau
satu situasi saja.
2.7 Batasan dan Faktor Implementasi Kebijakan Pendidikan
Setelah kebijakan dirumuskan, disahkan dan dikomunikasikan, kepada khalayak
kemudian dilaksanakan atau diimplementasikan. Implementasi ini, adalah aktualisasi
kebijakan pendidikan yang telah disahkan, bergantung kepada bagaimana
pelaksanaannya dilapangan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan pendidikan adalah pada
implementasinya. Sebaik apapun rumusan kebijakan, jika tidak diimplementasikan,
tidak akan dirasakan gunanya. Sebaliknya sesederhana apapun rumusan kebijakan, jika
sudah diimplementasikan, akan lebih berguna, apapun dan seberapa pun gunanya.
Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan pendidikan adalah pengupayaan agar
rumusan-rumusan kebijakan pendidikan berlaku didalam praktik. Nakamura (1988)
memberikan batasan implementasi kebijakan pendidikan sebagai keberhasilan
mengevaluasi masalah dan menerjemahkannya kedalam keputusan-keputusan yang
bersifat khusus. Jones (1977) lebih banyak mengkritik batasan-batasan implementasi
kebijakan. Ia sendiri mendasarkan konsepsi implementasi kebijakan berdasarkan
aktifitas fungsional.
“Implementasi kebijakan pendidikan, ia katakan sebagai konsep yang dinamis,
memerlukan usaha-usaha yang untuk mencari apa yang akan dan dapat dilaksanakan.

4
Implementasi akhirnya dipahami sebagai pengaturan aktifitas yang mengarah pada
penempatan program kedalam suatu dampak”.
Tiga aktifitas utama dalam implementasi kebijakan pendidikan ialah interpretasi,
organisasi, dan aplikasi. Yang dimaksud dengan interpretasi adalah aktifitas
menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan
dijalankan. Organisasi adalah unit atau wadah yang dipergunakan untuk menempatkan
program. Sementara aplikasi adalah konsekuensi yang berupa pemenuhan perlengkapan
serta biaya yang dibutuhkan
Supandi (1988) memberikan batasan implementasi kebijakan (implementasi
kebijakan pendidikan) sebagai suatu proses menjalankan, menyelenggarakan atau
mengupayakan agar altenatif-alternatif yang telah diputuskan didalam praktik. Berarti,
rumusan-rumusan kebijakan yang umumnya abstrak tersebut, baru nyata dan kongkrit
setelah diimplementasikan secara nyata. Meskipun demikian, Islami (1991) memandang
lain mengenai implementasi kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa ada kebijakan-
kebijakan yang telah dirumuskan tersebut secara otomatis terimplementasikan dengan
sendirinya.
“Meskipun banyak pula rumusan-rumusan kebijakan yang implementasinya harus
diupayakan; atau tidak secara otomatis terimplementasikan. Kebijakan-kebijakan yang
terlaksana dengan sendirinya lazim dikenal dengan self-executing, sedangkan
kebijakan-kebijakan yang tidak secara otomatis terlaksana dengan sendirinya lazim
dikenal dengan non self-executing” (Dalam Imron, 1996:66).
Berhasil tidaknya implementasi kebijakan pendidikan menurut Ali Imron
ditentukan oleh banyak faktor. Faktor tersebut adalah :
a. Kompleksitas kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Semakin kompleks suatu
kebijakan yang dibuat, semakin rumit dan sulit untuk diimplementasikannya.
b. Bila rumusan masalah kebijakan dan alternatif pemecahan masalah kebijakan yang
diajukan dalam rumusan tidak jelas.
c. Faktor sumber-sumber potensial yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan.
d. Keahlian pelaksana kebijakan.
e. Dukungan dari khalayak sasaran terhadap kebijakan yang diimplementasikan.
f. Faktor-faktor efektifitas dan efisiensi birokrasi.

Oleh sebab itu analisis faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam
implementasi kebijakan pendidikan sangat perlu untuk dijadikan pertimbangan utama
oleh para penentu dan pelaksana kebijakan dilapangan.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kebijakan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan


oleh sebuah lembaga pendidikan untuk memberikan acuan atau dasar terhadap
seluruh elemen yang berhubungan dengan pendidikan, tentunya dalam mengambil
kebijakan juga mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan pelaku pendidikan.

Suatu kebijakan dapat diambil dan diputuskan biasanya dilatar belakangi


oleh adanya masalah. Masalah biasanya muncul ketika ada deskripansi antara
dunia cita-cita (das sollen) dengan dunia nyata (das sein).

Masalah yang dihadapi bangsa indonesia ini mencakup lima pokok


masalah, yaitu:Masalah pemerataan pendidikan, Masalah daya tampung
pendidikan, Masalah relevansi pendidikan, Masalah kualitas pendidikan, dan
Masalah efesiensi dan efektifitas pendidikan. Analisis faktor yang dapat
menentukan keberhasilan dalam implementasi kebijakan pendidikan sangat perlu
untuk dijadikan pertimbangan utama oleh para penentu dan pelaksana kebijakan
dilapangan.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. http://Mudjiaraharjo. Uin-Malang AcId/materi-kuliyah/111-pengantar- analisis /


kebijakan/pendidikan.html. diakses tanggal 16-04-2012.
2. http://ikm1.multiply.comjournal/rem/2/karakter_kebijakan_pendidikan_nasional?
&show_interestitial=1&u=/2Fournal/2Fintern. Di akses tanggal 10-04-2012.

http://iptekindonesiaef.blogspot.com/2013/11/perumusan-kebijakan-
pendidikan.html?m=1

7
LAPORAN HASIL OBSERVASI

A. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya
mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat
digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi).
Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang
tidak terlalu besar.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini penulis langsung terjun langsung ke
lapangan menjadi partisipan (observer partisipatif) untuk menemukan dan
mendapatkan data yang berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu, perbaikan mutu
di sekolah.
2. Dokumentasi
Yang dimaksud dengan metode dokumentasi adalah sekumpulan berkas
yakni mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah agenda dan sebagainya.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode dokumentasi dapat
diartikan sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan
transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.
Adapun data yang dapat dikumpulkan melalui metode dokumentasi ini
adalah :
1. Data tentang kegiatan belajar dan mengajar di MI AL-WASTHIYAH
CIKAMPEK
2. Data tentang mutu pendidikan di MI AL-WASTHIYAH CIKAMPEK
3. Sarana prasarana, jumlah guru di MI AL-WASTHIYAH CIKAMPEK, dan
lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
B. Proses Pelaksanaan
4. Pengambilan data dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Maret 2019 pukul 08.55 –
10.15, bertempat di MI AL-WASTHIYAH CIKAMPEK

8
C. Info Sekolah
Adapun data sekolah ini adalah :
1. Nama Madrasah : MIS Al-Wasthiyah
2. Nomor Statistik Madrasah : 111232150112
3. Akreditasi Madrasah : A
4. Alamat Lengkap Madrasah : Jl. Raya Pangulah Kp. Gandoang Desa
Pangulah Selatan Kecamatan Kotabaru Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat
5. NPWP : 00.329.122.6.433.000
6. Nama Kepala : Neneng Sopiah, S.Pd.I
7. Nomor Telp. Hp : 081318954114
8. Nama Yayasan : Yayasan Al-Wasthiyah
9. Alamat Yayasan : Kp. Gandoang RT 02/08 Desa Pangulah Selatan Kec. Kotabaru
Kab.Karawang
10. Telp. Yayasan : 0264-313419
11. No. Akte Pendirian Yayasan : C.007.HT.01.02 TH 2006
12. Kepemilikan Tanah : Pribadi
a. Status Tanah
b. Luas tanah 520 m2
13. Status Bangunan : Milik Sendiri
14. Luas Bangunan : Bangunan I = 98 m2
Bangunan II = Lantai 1 = 167,7 m2
Lantai 2 = 167,7 m2

 Visi Sekolah
Terwujudnya manusia yang berilmu, beriman, bertaqwa, berkualitas dan kompetitif.
 Misi Sekolah
1. Menumbuh kembangkan sikap dan amaliah keagamaan Islam
2. Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca dan tulis
3. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang kreatif, inovatif dan berkualitas
4. Meningkatkan pencapaian rata-rata nilai Ujian Nasional (UN)
5. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam beribadah

9
D. Data Pengajar dan Staf MI AL-WASTHIYAH
Kepala Yayasan : 1 Orang
Kepala Sekolah : 1 Orang
Guru Kelas/Wali Kelas : 15 Orang
Penjaga Sekolah : 1 Orang

E. Analisis
Berdasarkan hasil observasi, input dari MI AL-WASTHIYAH ini telah menerapkan
manajemen sekolah dengan baik, meskipun sekolah ini adalah sekolah swasta tetapi
kualitas dan kuantitas para guru, serta staff lainnya sudah sesuai standar pendidikan
nasional yang di tentukan pemerintah sehingga bejalan efektif dan efisien.
Proses pembelajaran di sekolah ini sangat baik, dengan lingkungan masyarakat yang
baik sehingga menjadikan peserta didik disekolah ini berakhlakul karimah dan terawasi
pergaulannya. Sarana dan prasarana di sekolah ini juga bisa dikatakan lengkap, karena
sudah adanya LEB computer, perpustakaan, ruangan P3K dan rungan kelas yang nyaman
dan bersih. Lulusan atau output dari MI Al-Wasthiyah mayoritas berakhlakul karimah
dan cerdas, biasanya lulusan sekolah ini minimal sudah hafal juz 30.

Keadaan Siswa dan Guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Wasthiyah

A. Keadaan Siswa MI Al-Wasthiyah

Kelas Jumlah Jumlah


Rombel Siswa

L P jumlah

I 3 43 39 82

II 2 37 25 62

III 2 29 26 55

IV 2 41 29 70

10
V 2 26 29 55

VI 2 24 29 53

JUMLAH 200 177 377

B. Keadaan Guru MI Al-Wasthiyah

NO NAMA/NIP JABATAN KEDINASAN


1. Neneng Sopiah, S.Pd.I Kepsek / Guru Akidah Akhlak
2. Rosideh Tunggal Sari, S.Pd.I Guru Kelas II B
3. H. Mudzakir Sya’roni, A.Ma Guru Kelas VI B
4. Neneng Sopiah, S.Pd.I Guru Fikih
NIP. 196805082005012001
5. Cucu Rohimah, S.Pd.I Guru Kelas I A
6. Aas Asmara, S.Pd.I Guru Kelas I C
7. Nana Nuryadin,S.Pd.I Guru Kelas IVB
8. Lutfiah,S.H. Guru Kelas III A
9. Novi Meliawati, S.Pd Guru Kelas VB
10 Muhammad Raihan, S.Pd.I Guru Kelas IV A
11. Irhan Fauziah, S. Pd. I Guru Kelas III B
12. Endah Dahriah, S.Pd.I Guru Kelas I B
13. Tia Santika Rohmat, S.Pd.I Guru Kelas VI A
14. Evi Ermia, S.S Guru Kelas V A
15. M. Taufani Fauzie Guru Kelas II A

11
LAMPIRAN-LAMPIRAN

12
13

Anda mungkin juga menyukai