Anda di halaman 1dari 17

KONSEP – KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kebijakan Pendidikan”

Dosen Pengampu :

Achmad Ridlowi, S.H.I, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Toha Hasan Anwar (20202000213)

PROGRAM STUDI MANEJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

PACITAN

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi


Robbi yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya sehinnga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep-konsep Dasar Kebijakan Pendidikan”.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Kebijakan Pendidikan. Adapun isi dari makalah yaitu menjelaskan tentang Konsep-konsep
dasar kebijakan pendidikan.

Kami berterima kasih kepada Bpk. Achmad Ridlowi, S.H.I, M.Pd.I selaku dosen mata
kuliah Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan arahan serta bimbingan, dan juga
kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan makalah ini.

Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Kami menyadari makalah
ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan kami
sendiri. Oleh karena itu, sangatlah kami harapkan saran dan kritik yang positif dan
membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa
yang akan datang.

Pacitan, 6 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
3. Tujuan ......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian dan hakikat kebijakan pendidikan. ........................................................... 2


2. Latar belakang perlunya kebijakan pendidikan. ......................................................... 6
3. Proses kebijakan pendidikan. ...................................................................................... 7
4. Ruang lingkup Kebijakan Pendidikan. ..................................................................... 10

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ............................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tatkala masyarakat sendiri yang menyelenggarakan pendidikan, tatkala itulah
pendidikan sekedar dipandang sebagai peristiwa sosial. Hanya karena bertambahnya
tuntutan, bertambahnya kompleksitas kehidupan, pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat sendiri tanpa adanya intervensi dari penguasa atau pemerintah umumnya
tidak memadai. Itulah sebabnya pengurusan masalah-masalah pendidikan dibutuhkan
intervensi dari pemerintah atau pengusaha. Di Negara maju sendiri, yang
masyarakatnya sudah mempunyai kesadaran yang sedemikian tinggi terhadap
pendidikan, dalam realitasnya masih juga membutuhkan intervensi pemerintah.
Kebijaksanaan pendidikan dipandang sebagai bagian dari kebijaksanaan
pemerintah secara keseluruhan. Maka, studi mengenai kebijaksanaan pendidikan
tentulah tidak dapat terlepas dari kebijaksanaan pemerintah secara umum. Apa yang
berkembang di dunia pendidikan sendiri, dalam realitasnya sering berasal dari
perkembangan-perkembangan di bidang lain. Terkait mengenai hal ini, maka sebagai
penulis akan lebih lanjut membahas konsep dasar kebijakan pendidikan dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan hakikat kebijakan pendidikan.
2. Latar belakang perlunya kebijakan pendidikan
3. Proses kebijakan pendidikan
4. Ruang lingkup Kebijakan Pendidikan
C. Tujuan
1. Mengatahui Pengertian dan hakikat kebijakan pendidikan.
2. Mengetahui latar belakang perlunya kebijakan pendidikan
3. Mengatahui proses kebijakan pendidikan
4. Mengatahui ruang lingkup Kebijakan Pendidikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Hakikat Kebijakan Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan berarti kepandaian,
kemahiran, kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud
sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis
haluan.1 Menurut Kamus Oxford, kebijakan berarti “rencana kegiatan” atau
pernyataan-pernyataan tujuan ideal.2
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani,
yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.3
Contoh kebijakan adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres,
Kepmen, Perda, Keputusan Bupati, dan Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang
dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek
kebijakan. Contoh ini juga memberi pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup
kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.
Menurut Nichols, bahwa : “kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan
secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan bukan kegiatan-
kegiatan berulang dan rutin yang terpogram atau terkait dengan aturan-aturan
keputusan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Klein dan Murphy, bahwa : “kebijakan
berarti seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang
membimbing sesuatu organisasi, kebijakan dengan demikian mencakup keseluruhan
petunjuk organisasi”4.
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa
menunjuk pada seperangkan tujuan, rencana atau usulan, program-program,

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal. 149
2
Prof. Dr. Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 129
3
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan  Aplikasi Kebijakan menuju
Organisasi Sekolah Efektif . Jakarta: Rineka Cipta.hal 75
4
Prof. Dr. Fachruddin, M.A. dkk, Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk Kependidikan Islam,
(Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010), hal. 146
2
keputusan-keputusan, menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau
peraturan-peraturan. Duke dan Canady mengelaborasikan konsep kebijakan dengan
delapan arah pemaknaan kebijakan, yaitu:
1. Kebijakan sebagai penegasan maksud dan tujuan.
2. Kebijakan sebagai sekumpulan keputusan lembaga yang digunakan untuk
mengatur, mengendalikan, mempromosikan, melayani, dan lain-lain pengaruh
dalam lingkup kewenangannya.
3. Kebijakan sebagai panduan tindakan diskresional.
4. Kebijakan sebagai strategi yang diambil untuk memecahkan masalah.
5. Kebijakan sebagai perilaku yang bersanksi, (6) kebijakan sebagai norma perilaku
dengan ciri konsistensi, dan keteraturan dalam beberapa bidang tindakan
substantive.
6. Kebijakan sebagai keluaran sistem pembuatan kebijakan, dan (8) kebijakan
sebagai pengaruh pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman
khalayak sasaran terhadap implementasi sistem.5

Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah


serangkaian tujuan, rencana, program-program yang dibuat untuk menjadi pedoman
ketika melakukan kegiatan atau mengambil keputusan di mana kebijakan tersebut
memiliki sanksi jika tidak dilaksanakan.

Kebijakan pendidikan diartikan sebagai kumpulan hukum atau aturan yang


mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan
pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh
Nugroho kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi
bagi negara-negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu
mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi.6

Dengan demikian dapat disimpulkan landasan kebijakan pendidikan


merupakan konsep hukum yang mendasari ditetapkannya suatu aturan dalam bidang
pendidikan agar tercipta keselarasan antara kebutuhan dengan situasi dan kondisi
dalam proses pendidikan.

5
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer, (Malang : UIN-Maliki
Press, 2010), hal. 3
6
H. A. R. Tilaar, 2009. Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran
Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 7
3
Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan
pendidikan.7

Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi


organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan bahwa
kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan ialah berupa
keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan. Format
kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh pimpinan, staf, dan
personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan eksternal.

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan


kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian
dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses
pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan),
proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan
kepada pembuat kebijakan.

Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua,


masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata – kata bijak itu, maka perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat dan
pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikam
nasional disrbutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat,
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan


dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam
pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan pemerintah  untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis
umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan
atau organisasi.

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:8

1) Memiliki tujuan pendidikan

7
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed, Kekuasaan Pendidikan : Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran
Kekuasaan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 7
8
Imron,Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.hal 23
4
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus,
bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk
memberikan kontribusi pada pendidikan.
2) Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya
pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu
diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan
pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki
konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan
resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu
kebijakan pendidikan yang legitimat.
3) Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum,
tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan
dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan
adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4) Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang
memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan
pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para administrator
pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan
langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan
pendidikan.
5) Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6) Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh
karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek
yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas,
efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak
5
bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian
faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus
diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan
kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan
pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik;
kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping
dan dibawahnya.
2. Latar Belakang Perlunya Kebijakan Pendidikan
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan
gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang
memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial ataupun
kendala geografis, dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau
mereka yang tidak terjangkau.9
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan
program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk
yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia
merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-
ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan nasional yang
kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu
perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan
perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan
kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan global.
Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak bisa
terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi, membuat segala hal
yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke Indonesia.
Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai
wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini
dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat
ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar
9
Gunawan, H. Ary,.1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia  , Jakarta : Bina Aksara. Hal 28
6
tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus
sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan. Tanggung jawab pengelolaan
pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh sekolah dan masyarakat
dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang paling dekat
dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui
desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah
dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan
langsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri
merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah/madrasah”
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap,
adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan
pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus
meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber
daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan peduli
terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih
besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah
sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya. Juga, melakukan perubahan
kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia, yang
menekankan pada profesionalisme.
3. Proses Kebijakan Pendidikan
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan
(policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan
berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan
keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan), proses
7
(transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada
pembuat kebijakan. Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata – kata bijak itu, maka
perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua,
Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikam nasional disrbutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu
setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi,
suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan
kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan
ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau. Peningkatan mutu
diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang
kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
(stake-holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan.
Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan
kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan
kebutuhan daerahnya.
Sebagai produk inovatif, tuntutan logisnya adalah diperlukan pemahaman
mengenai konsep tersebut dalam konteks persekolahan di Indonesia, bagiamana
kebijakan-kebijakan pendukungnya, bagaimana mensosialisasikan ide tersebut kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, bagaimana rancangan konstruksi implementasinya,
kondisi-kondisi apa yang perlu dipenuhi untuk kepentingan implementasi tersebut, dan
perlunya antisipasi terhadap masalah-masalah yang mungkin akan dihadapi.
Kebijakan pendidikan merupakan hasil dari keputusan yang diambil dengan
mempertimbangkan kaitan pendidikan dengan komponen sosial yang lain. Oleh
karena itu, seperti halnya analisis kebijakan dalam bidang lain, sifat kontekstual dan
interdisipliner ini merupakan ciri analisis kebijakan pendidikan. Analisis kebijakan
merupakan usaha untuk menghasilkan dan mengolah informasi (yang relevan) dengan
menggunakan ilmu sosial terapan. Untuk memecahkan masalah pendidikan dalam
situasi politik tertentu ini dilakukan dengan metode inquiri (methods of inquiry) dan
argumen ganda
8
kebijakan dapat dilakukan pada setiap fase proses kebijakan. Ada enam fase
dalam proses kebijakan , yaitu
1. Inisiasi
Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan timbul. Pada saat
itu berbagai cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi beban atau
meringankan akibat masalah itu dapat dipikirkan secara tepat dan tentatif. Sudah
barang tentu dalam fase ini mungkin sekali perumusan masalah tidak tepat, namun
demikian dalam fase ini yang penting adalah mendapatkan “rasa‟ apakah memang
diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk merumuskan permasalahan, karena pemikiran
lebih lanjut ini akan memerlukan sumber (tenaga, waktu, pikiran).
2. Estimasi
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan dari alternatif
yang dipikirkan. Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara ilmiah, empirik dan
proyektif untuk melihat konsekuensi apa yang akan timbul sebagai akibat pilihan
kebijakan itu. Penekanan juga diberikan terhadap penilaian tentang keluaran yang
diharapkan dengan bantuan berbagai pendekatan teknis. Kebenaran yang bersifat
normatif seringkali tidak dinilai secara tuntas karena terbatasnya alat atau metode
untuk hal tersebut.
3. Seleksi
Seleksi menunjuk kepada kenyataan bahwa pada akhirnya seseorang harus
membuat keputusan. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk merumuskan masalah
dan menilai alternatif di atas, maka pilihan kebijakan harus dibuat. Keputusan jarang
dibuat hanya berdasarkan kalkulasi dan perkiraan teknis, tetapi banyak aspek lain yang
perlu dipertimbangkan, misalnya dari pihak-pihak yang terlibat dan mempunyai tujuan
yang berbeda mengenai informasi ideologis, moral serta kerangka acuan penentu
kebijakan. Seringkali keputusan yang dibuat adalah untuk tidak membuat keputusan
4. Implementasi
Dalam implementasi, yaitu pelaksanaaan dari “option‟ yang dipilih.
Implementasi merupakan kesempatan pertama yang memvalidasikan alternatif yang
dipilih dengan realitas. Sebelum implementasi tahap-tahap yang diambil masih dalam
bentuk harapan, imajinasi, dan penalaran, sedang dalam implementasi hal tersebut
secara nyata dilakukan, sambil memberikan balikan kepada penentu kebijakan
5. Evaluasi
Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam fase inisiasi
dan estimasi sifat kegiatan adalah antisipatif dan dalam fase seleksi bersifat kekinian.
9
Implementasi merupakan kesempatan untuk mentransformasikan sesuatu hal yang
potensial ke dalam realitas dan evaluasi melihat perbedaan antara keduanya. Evaluasi
berusaha menjawab pertanyaan seperti kebijakan mana yang sukses dan mana yang
gagal, bagaimana unjuk kerja dapat diukur serta kriteria apa yang digunakan untuk
mengukurnya.
6. Terminasi
Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional,
tidak perlu, berlebihan atau tidak lagi cocok dengan keadaan. Ini merupakan fase yang
belum banyak dibahas secara ilmiah
Proses kebijakan mulai dari inisiasi sampai terminasi merupakan proses yang
tidak sederhana. Proses ini melibatkan perilaku individual, perilaku kelompok dan
masyarakat dalam suatu konteks iklim psikologis dan lingkungan yang variabelnya
sangat banyak. Analisis tentang perilaku kebijakan merupakan usaha untuk memahami
perilaku itu, dan sekaligus mengkaji wahana yang memungkinkan prilaku itu dapat
lebih menunjang pencapaian keluaran kebijakan dengan lebih baik. Keluaran yang
dimakusd demikian luasnya karena menyangkut aspek interaksi proses sosial yang
hasilnya mempunyai spektrum yang luas pula.
4. Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian.
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi untuk


menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan, baik kebijakan jangka
panjang, menengah, dan jangka pendek, maupun bahan-bahan untuk kebijakan
departemen yang setiap saat diperlukan oleh pengambil keputusan.

Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan Pengembangan
adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan dengan tujuan untuk membantu
pemerintah dalam menyiapkan dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai
dengan isu-isu penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian,
pengembangan, dan masyarakat luas.

10
Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan Kebijakan
Pendidikan (Education Policy and Planning Project) atau proyek EPP yang mendapat
bantuan USAID (The United States Agency for International Development). Proyek
tersebut resmi dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan tujuan pokok:
“meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui perumusan kebijakan dan
perencanaan yang lebih baik yang didasarkan pada informasi yang lebih lengkap dan
teliti serta metode analisis yang lebih baik terhadap informasi tersebut.”

Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah dilakukan


khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap berbagai masalah pendidikan
sebagai sasaran dalam melakukan analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis kebijakan
dilaksanakan melalui koordinasi di antara berbaga unit di lingkungan Depdikbud.
Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang sangat berguna dalam mempersiapkan
Rumusan kebijakan Tahunan Mendikbud dan Naskah Repelita.

11
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian Kebijakan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan berarti kepandaian,
kemahiran, kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip,
atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai
sasaran; garis haluan. Menurut Kamus Oxford, kebijakan berarti “rencana
kegiatan” atau pernyataan-pernyataan tujuan ideal.
2. Latar Belakang Perlunya Kebijakan Pendidikan
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku,
etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan
kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan
ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
3. Proses Kebijakan Pendidikan
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan
kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua
bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem.
Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input
(masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik)
dari lingkungan kepada pembuat kebijakan. Sedangkan Pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan
dasar kata – kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia
menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang –
undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikam nasional disrbutkan

12
beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pendidikan.
4. Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian.
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001).

Fattah, Nanang, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012).

Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan  Aplikasi


Kebijakan menuju Organisasi Sekolah Efektif . Jakarta: Rineka Cipta.

Fachruddin, M.A. dkk, Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk Kependidikan


Islam, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010).

Rahardjo, Mudjia, M.Si, Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer, (Malang : UIN-


Maliki Press, 2010).

Tilaar, H. A. R., 2009. Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan Nasional dalam
Pusaran Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta.

Tilaar, H.A.R., M.Sc.Ed, Kekuasaan Pendidikan : Manajemen Pendidikan Nasional Dalam


Pusaran Kekuasaan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009).

Ali, Imron, 2008. Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

H. Ary, Gunawan,1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia , Jakarta : Bina Aksara.

14

Anda mungkin juga menyukai