Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Isu-Isu Kontekstual Pendidikan Budaya Global

Mata kuliah: Analisis Sosiologi Pendidikan Islam


Dosen Pengampuh: Dr. H. Arifin Amin, MA

Disusun Oleh

Nama: HAMZAH

NIM:

MAHASISWA PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA


ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam dunia pendidikan saat sekarang ini tidak bisa dilepaskan dengan
perkembangan zaman begitupun masalah yang sering dibicarakan masyarakat di
dunia global. Sekolah atau kampus walaupun berbasis lokal tetapi isu-isu yang
dibicarakan sesekali harus melihat ke luar tentang apa yang sedang terjadi di
seluruh belahan dunia ini. Sehingga globalisasi tidak semata-mata menjadi
kekhwatiran bagi sebagian orang tetapi juga untuk mempersiapkan diri jika hal itu
masuk di lingkungan kita.
Di bangku sekolah dijelaskan bahwa salah satu tujuan belajar bahasa asing
agar kita tidak dibodohi oleh negara lain, maka pun demikian adanya tujuan
mengetahui isu-isu global yang sedang dibicarakan oleh masyarakat. Globalisasi,
komputerisasi, digitalisasi, internet, fourth point zero (4.0), 4C dan lain-lain harus
menjadi salah satu pembicaraan dalam dunia pendidikan kita bahkan sampai di
tingkat pedalaman sekalipun.
Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi
mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris
sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu
pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi
memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka
terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial geografis,
tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang
menopang eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas
absolut terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran
dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus
sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir
melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi,
informasi, komunikasi, transportasi, dll.
Lihat saja misalnya tentang fenomena pandemic Covid-19 yang tejadi di
akhir 2019 yang puncaknya terjadi di pertengahan Maret sampai Mei 2020. Jika
pemangku kebijakan abai akan isu global ini, maka boleh jadi negara akan kolaps
dan mengalami krisis nasional disebabkan terlambatnya penanganan masalah ini
yang berdampak pada semua aspek kehidupan masyarakat tertutama sisi
pendidikan nasional yang sedang kita bahas disini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami dapat
menarik beberapa permasalahan, seperti:
1. Apa-apa isu-isu kontekstual pendidikan ?
2. Bagaimana reaksi Masyarakat dalam menghadapi budaya Globalisasi ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui isu-isu kontekstual pendidikan
2. Untuk mengetahui reaksi Masyarakat dalam menghadapi budaya Globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Isu-isu Kontekstual Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Terlebih dahulu kita kembali memahami makna yang terkandung di dalam
pendidikan itu sendiri. Pada dasarnya pendidikan adalah pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan,
atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi
juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan diusahakan oleh orang tua atau
generasi tua untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup
secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-
baiknya.
Imam al-Ghazali memandang pendidikan sebagai sarana atau media untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Sang Pencipta (Allah), dan untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak yang lebih utama dan abadi. Tujuan
pendidikan dalam Islam pada dasarnya mengharapkan manusia menjadi insan
paripurna, baik paripurna di dunia begitupun paripurna di akhirat.
2. Isu-isu Kontekstual Pendidikan
Masalah pendidikan Indonesia tersebut diantaranya adalah:
a. Kebijakan Pendidikan
Dalam menjankan proses pendidikan di Indonesia sangat ditentukan oleh
kebijakan yang dikeluarkan pemangku kepentingan di negeri ini terutama Menteri
Pendidikan Indonesia. Contoh sederhana pada saat sekarang ini terkait kebijakan
yang dikeluarkan selama belajar dari rumah dan penggelontoran dana pembelian
paket internet belajar yang banyak mendapatkan sorotan masyarakat yang dinilai
hanya menguntungkan segelintir orang dan terbatas kepada kelompok pelajar
tertentu karena adanya kendala akses internet.
Jika menteri pendidikan bisa membuat nota kesepakatan dengan stasiun
TV nasional dan swasta, maka sesungguhnya hal ini lebih efektif dengan
mengganti tayangan-tayangan televise berbasis pendidikan, hal ini juga karena
hampir setiap rumah memiliki TV dan belum tentu memiliki HP, kalaupun
memiliki HP tapi belum tentu bisa akses internet.
b. Kualitas Pengajar
Pengajar atau guru bukanlah satu-satunya sentral pendidikan tetapi
kehadiran guru sangat mempengaruhui kualitas transfer ilmu kepada peserta didik.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru. Pemerintah memang telah menerapkan program
sertifikasi guru yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pengajar
atau tenaga pendidik. Namun, hingga saat ini kita masih bisa menemui tenaga
pengajar yang ilmu dan pengetahuannya belum up to date sehingga hanya
terkesan asal - asalan saja menjalani program sertifikasi guru tersebut. Hal ini
sangat bisa ketumui pada proses pembelajaran daring (dalam jaringan) selama
pandemi, dimana banyak guru yang notabene tersertifikasi tapi mengalami
kesulitan melakukan pembelajaran jarak jauh berbasis internet.
c. Rendahnya Kesejahteraan Guru.
Jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya negara tetangga Malaysia
maka kita bisa temukan perbedaan yang sangat jauh tingkat kesejahteraan guru.
Bahkan di berbagai satuan pendidikan masih banyak guru non PNS bergaji sangat
jauh dari UMR, hanya mengandalkan dana Bos yang diterima per triwulan disisi
lain, mereka juga diminta memenuhi administrasi pembelajaran layaknya guru
PNS. Jika guru PNS saya masih banyak yang mengeluh, lalu bagaimana dengan
guru-guru yang berstatus guru “suka rela”, maka wajar jika mereka harus mencari
pemenuhan kehidupan di luar sekolah yang kadang mengalami kesulitan
pengaturan jadwal mengajar dan pembagian konstrasi antara mengajar dan urusan
di luar sekolah.
d. Rendahnya Prestasi Siswa
Prestasi siswa sebenarnya tidak hanya diukur dengan peringkat kelas setiap
akhir semester, tetapi prestasi itu bisa saja diukur dari kemampuan lain yang
diperoleh oleh peserta didik di luar kelas seperti kompetensi atau lomba baik yang
diadakan di lingkup satuan pendidikan atau di luar sekolah. Itulah sebabnya dalam
kurikulum 2013 (K13) tidak lagi dicantumkan nilai rapor yang diadopsi dari
sistem pembelajaran di Austria, yang hanya mengukur kemampuan bisa atau tidak
bisa terhadap materi yang diberikan kepada peserta didik.
Prestasi siswa pada dasarnya banyak dipengaruhi dari kemampuan sarana
prasana satuan pendidikan, kualitas pengajar, kesejahteraan pengajar dan
keterlibatan stackholder lain. Jika semuanya bisa bersinergi, maka tentu akan
membuat kenyamanan dalam menumbuhkembangkan prestasi peserta didik.
e. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Lapangan Kerja
Asumsi sebagian masyarakat bahwa tujuan pendidikan (sekolah) adalah
menjadi PNS ternyata masih ada. Namun kemudian tidak semua lulusan
perguruan tinggi menjadi pegawai negeri sipil. Disisi lain, dunia kerja penuh
dengan persaingan sehingga banyak sarjana yang memiliki kualifikasi pendidikan
tertentu tidak bisa bekerja pada instansi yang sesuai dengan ijasahnya, dan ada
juga fenomena masyarakat lebih memilih menjadi pengangguran jika pekerjaan
tersebut tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikannya. Hal inilah semua yang
masih menjadi pemicu tingginya tingkat pengangguran.
f. Pergantian Kurikulum
Ini merupakan masalah klasik pendidikan di Indonesia dimana sering
sekali terjadi pergantian kurikulum setiap kali terjadi pergantian pejabat setingkat
menteri. Parahnya, sebagai akibat dari seringnya terjadi pergantian kurikulum ini
adalah harus sering melakukan penggantian buku dan materi ajar yang tidak kalah
merepotkan bagi guru, siswa, dan orang tua / wali.
g. Biaya Pendidikan Yang Tinggi
Setiap kali menjelang musim ajaran baru, kebanyakan orang tua / wali pasti
dibingungkan dengan masalah biaya pendidikan. Mulai dari uang pendaftaran,
uang gedung, uang SPP, dll. Terlebih bila ingin memasukkan anak mereka di
sekolah dengan standard internasional yang biayanya bisa berkali kali lipat bila
dibanding dengan sekolah biasa. Begitu juga dengan perguruan tinggi. Biaya uang
gedung dan SPP (baik SPP tetap dan SPP variabel) sudah semakin tidak
terjangkau bagi masyarakat miskin. Memang pemerintah telah mencanangkan
sekolah gratis bagi siswa SD dan SMP. Namun, dengan dana yang minimalis
untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas nampaknya sangat jauh untuk
ketercapaianya. Apalagi kita tahu bahwa pengelolaan pendidikan di Indonesia
masih jauh dari ke efisienan. Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah
untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah
justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat
dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
h. Metode Evaluasi
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga
berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah
melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil. Peserta didik
Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat
digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih
spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas
standar saja. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan
seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal
itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofersi misalnya. Kami
menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami
sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya
peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat
proses yang dilalu peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan selama
beberapa tahun. Selain hanya berlangsug sekali, evaluasi seperti itu hanya
mengevaluasi beberapa bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain
yang telah diikuti oleh peserta didik. Gonjang - ganjing pelaksanaan Ujian Akhir
Nasional atau UAN pasti terjadi setiap tahunnya. Mulai meributkan tentang
standar nilai, sistem pelaksanaan UAN itu sendiri, hingga penggunaan nilai UAN
untuk mendaftar di sekolah yang lebih tinggi. Dan yang pasti, UAN masih tetap
menjadi momok bagi sebagian besar siswa dan guru di Indonesia
i. Sarana & Prasara Pendidikan
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik. Banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,
tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Siswa akan mampu belajar dengan tenang bila sarana dan prasarana
pendidikan memadai. Untuk wilayah perkotaan mungkin akan sangat jarang
ditemui sarana dan prasarana pendidikan yang tidak layak. Namun coba kita lihat
sarana dan prasarana pendidikan di wilayah pedalaman Indoensia, sangat
memprihatinkan. Padahal para siswa di wilayah pedalama Indonesia tersebut juga
memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati sarana dan prasarana pendidikan
yang layak.

B. Masyarakat dalam budaya Globalisasi


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat sangat ramah ,menghargai
perbedaan, menghormati antar sesama dan berakhlak baik. Dalam menyelesaikan
masalahpun masyarakat Indonesia selalu dengan musyawarah ,sehingga mencapai
persetujuan yang sama . tetapi sekarang masyarakat indonesia sangat berbeda
dengan apa yang saya sebutkan tadi. Saat ini masyarakat Indonesia mengalami
krisis moral sehingga mereka berpikir pendek, tidak menghargai perbedaan,
sangat labil emosinya dan malas. Mengapa hal ini terjadi? hal ini terjadi
dikarenakan masyarakat sulit menyaring informasi dari media seperti TV, Internet
dan lain lain. Informasi yang baik dan buruk mereka terima begitu saja dan di
aplikasikan di kehidupan mereka. faktor lainnya, dikarenakan pembangunan
ekonomi yang tidak merata, hidup tidak sejahtera dan kurangnya perhatian orang
tua terhadap anaknya. Akibat adanya globalisasi pada teknologi terdapat dampak
buruk dan baik sehingga kita perlu berhati hati.
Pengaruh positif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
1. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka
dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara. Jika
pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan
mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa jati
diri terhadap negara menjadi meningkat dan kepercayaan masyarakat akan
mendukung yang dilakukan oleh pemerintahan.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional,
meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan devisa suatu
negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi
bangsa yang dapat menunjang kehidupan nasional dan akan mengurangi
kehidupan miskin.
3. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek dari negara lain yang
sudah maju untuk meningkatkan kedisplinan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa serta akan mempertebal jati diri kita terhadap bangsa.
Serta kita juga dapat bertukar ilmu pengetahuan tentang budaya suatu bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
1. Aspek politik, Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa
liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak
menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi
liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya jati diri bangsa akan luntur dan
tidak mungkin lagi bangsa kita akan terpecah belah.
1. Aspek Globalisasi ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri karena banyaknya produk luar negeri (mainan, minuman, makanan,
pakaian, dll) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap
produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya jati diri bangsa kita.
Maka hal ini akan menghilangkan beberapa perusahaan kecil yang
memang khusus memproduksi produk dalam negeri.
2. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas
diri sebagai bangsa Indonesia dimana dilihat dari sopan santun mereka
yang mulai berani kepada orang tua, hidup metal, hidup bebas, dll. Justru
anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah masuk
ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat
yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
3. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya
dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka pengangguran dan
tingkat kemiskinan suatu bangsa.
4. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian
sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan
peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal jati diri bangsa kita dahulu
mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat sekarang contohnya
saja di perumahan / komplek elit, mereka belum tentu mengenal
sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya
kepedulian, karena jika tidak kenal maka tidak sayang.
Dampak di atas akan perlahan-lahan mempengaruhi kehidupan bangsa
Indonesia, Akan tetapi secara keseluruhan aspek dapat menimbulkan rasa
nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau luntur. Sebab globalisasi
mampu membuka cakrawala masyarakat Indonesia secara global. Apa yang ada di
luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk
diterapkan di negara kita. Bila dilaksanakan belum tentu sesuai di Indonesia. Bila
tidak dilaksanakan akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis
sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia.
Pengaruh Globalisasi Terhadap jati diri di Kalangan Generasi Muda.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di
kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda
kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda
sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti
selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut jelas-
jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka
dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya
bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian
bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah
menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu
akan memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan
mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-
situs porno, bahkan sampai terkena penipuan. Bukan hanya internet saja, ada lagi
pegangan wajib mereka yaitu hand phone, apalagi sekarang ini mulai muncul
hand phone yang berteknologi tinggi. Mereka justru berlomba-lomba untuk
memilikinya, tapi kita lihat alat musik kebudayaan kita belum tentu mereka
mengetahuinya. Hal ini jika kita lihat dari segi sosial, maka kepedulian terhadap
masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih kesibukan dengan
menggunakan handphone tersebut.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak tahu
sopan santun dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati
mereka. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya generasi muda
bangsa? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis antara
golongan muda. Hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena tidak
ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap
masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa
akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki jati diri?
Marilah kita Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia, terima
globalisasi dengan rasa kritis dan banyak melakukan hal positif dalam
menggunakan globalisasi yang ada sekarang ini. Sebagai masyarakat Indonesia
mulai dari sekarang kita utamakan produk dalam negeri dan kenali kebudayaan
kita.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Adapun isu-isu kontekstual pendidikan Indonesia di era globalisasi diantaranya
adalah: a) Kebijakan Pendidikan; b) Kualitas Pengajar; c) Rendahnya
Kesejahteraan Guru; d) Rendahnya Prestasi Siswa; e) Rendahnya Relevansi
Pendidikan Dengan Kebutuhan Lapangan Kerja; f) Pergantian Kurikulum; g)
Biaya Pendidikan Yang Tinggi; h) Metode Evaluasi; i) Sarana & Prasara
Pendidikan
2. Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan
muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita
kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas
tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat
beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa
dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah
menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu
akan memperoleh manfaat yang berguna.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan (diakses tanggal 10 September 2020)


https://silfiamayangsari.wordpress.com/konsep-pendidikan-islam-menurut-para-
filosof-muslim/ (diakses tanggal 10 September 2020)
http://ridaszabbarae.blogspot.com/p/blog-page_1286.html (diakses tanggal 10
September 2020)
https://geotimes.co.id/opini/menjawab-globalisasi-pendidikan-dengan-pendidikan-
kontekstual/ (diakses tanggal 10 September 2020)
http://eprints.ums.ac.id/16803/2/BAB_I_REVISI_GRESS.pdf ( diakses tanggal 10
September 2020)

Anda mungkin juga menyukai