Anda di halaman 1dari 9

Nama : Holid Apriadi

NPM : 1911030310

Kelas/semester : F/2

Prodi : Manejemen Pendidikan Islam

Mata Kuliah : Kebijakan Pendidikan

Dosen Pengampu : Drs. Ali Murtadho,M.Si

Soal dan Jawaban!

1. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Pendidikan itu, Jelaskan!


Jawab:
Istilah “Kebijakan Pendidikan” merupakan terjemahan dari “Educational Policy” yang
berasal dari kata Educational dan Policy. Kebijakan adalah seperangkat aturan,
sedangkan pendidikan menunjukan kepada bidangnya. Jadi kebijakan pendidikan sama
artinya dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan
merupakan kebijakan publik yang mengatur khusus berkaitan dengan penyerapan sumber,
alokasi, dan distribusi sumber serta pengaturan perilaku dalam ranah pendidikan.
Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah seperangkat aturan sebagai bentuk
keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun suatu sistem pendidikan, sesuai
dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama.1
2. Ada beberapa hal latar belakang pentingnya kebijakan pendidikan itu dibuat, dan
mengapa latar belakang tersebut sangat mempengaruhi sebuah kebijakan pendidikan,
Jelaskan!
Jawab:
Umumnya kebijakan pendidikan muncul karena adanya kebutuhan mendesakdan
strategis yang mesti dijadikan sandaran atau pijakan dalam menjalankan hal tertentu yang
berkaitan dengan pendidikan. Biasanya, masalah yang sudah masuk dalam agenda
kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut
didefinisikan untuk kemudian dicarikan pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan
masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama
halnya dengan perjuangan seuatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan dalam
tahap perumusan kebijakan, masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang sudah daimbil untuk memecahkan masalah.
Diantara latar belakang perlunya kebijakan pendidikan adalah sebagai berikut:
Pertama, perintah Undang-undang Dasar 1945 dan atau Undang-undang. Misalnya
mengenai fungsi dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam pendidikan.
Dalam pasal 10 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
dijelaskan pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing,
membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1
Abd. Madjid,Analisis Kebijakan Pendidikan,(Yogyakarta:Samudra Biru,2017), hlm.9
Dalam pasal 50 pada Undang-undang yang sama dijelaskan: (1) pengelolaan sistem
pendidikan nasional merupakan tanggungjawab menteri. (2) pemerintah menentukan
kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional. (3) pemerintah atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan yang bertaraf internasional. (4) pemerintah daerah provinsi melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga pendidikan, dan
penyediaan fasilitas penyelenggaran pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah. (5) pemerintah kabupaten atau kota mengelola
pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal.
Kedua, prinsip dan sifat pendidikan yang adil dan merata. Dalam pasal 4 UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Seperti (1)
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajuan bangsa.
Atau seperti yang dijelaskan pada pasal 10 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan pelayanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Ketiga, perubahan politik, ekonomi, peta pendudukan dan pergeseran ideologi.
Kebijakan pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh perubahan politik, ekonomi, peta
pendudukan dan dinamika global.
Sekadar contoh, pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tidak kita temukan pembahasan secara detail tentang
alokasi dana pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena
adanya dinamika politik yang memberi efek terhadap pendidikan, maka terjadilah
kebijakan baru dalam pendidikan.
Hal ini bisa dibaca pada Pasal 49 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) poin (1) yang menjelaskan bahwa dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Termasuk juga soal kewajiban belajar pada batas usia tertentu, di samping standar
tenaga pendidik dalam level pendidikan tertentu. Semua itu muncul karena adanya
kebutuhan yang meniscayakan adanya kebijakan tertentu.
Sangat jelas apabila latar belakang sangat mempengaruhi kebijakan pendidikan,
ketika pelaksanaan pendidikan itu berjalan ketika itu juga pendidikan acap kali dipandang
sebelah mata, dipandang hanya sebagai peristiwa sosial semata, lebih-lebih masyarakat
Indonesia ini adalah masyarakat yang majemuk dan multicultural yang dari setiap aspek
ini memiliki berbagai potensi konflik antar sesama dan lain sebagainya, oleh sebab itu
pengaturan dan aturan main dalam pendidikan berupa kebijaksanaan pendidikan yang
setidaknya bisa menjadikan sebuah tonggak dalam pelaksanaan pendidikan. Bisa dilihat
diatas bagaiamana sebuah kebijakan dibuat dengan adanya latar belakang.2
3. Apa yang dimaksud dengan lingkungan kebijakan pendidikan? Apa saja lingkungan
kebijakan pendidikan tersebut; serta mengapa lingkungan kebijakan pendidikan tersebut
sangat mempengaruhi terhadap pembuatan kebijakan pendidikan. Jelaskan!
Jawab:
Lingkungan kebijakan pendidikan menurut Anderson adalah “segala hal yang berada
diluar kebijakan tetapi mempunyai pengaruh terhadap kebijakan pendidikan, pengaruh
tersebut bisa besar, kecil, langsung, tidak langsung, laten, dan jelas”.
Yang termasuk lingkungan kebijakan pendidikan dirumuskan secara berbeda-beda
oleh para ahli ilmu kebijakan pendidikan. Supandi (1988) menyebut lingkungan
kebijakan meliputi; kondisi sumber alam, iklim, topografi, demografi, budaya politik,
struktur sosial, dan kondisi ekonomik. Sementara yang dianggap paling berpengaruh
terhadap kebijakan tersebut adalah budaya politik.
Orang-orang yang terlibat dalam perumusan kebijakan pendidikan negara disebut
sebagai aktor perumusan kebijakan pendidikan. Sebutan lain dari aktor ini adalah:
partisipan, peserta perumusan kebijakan pendidikan. Oleh karena itu kebijakan
pendidikan mempunyai tingkatan-tingkatan (nasional, umum, khusus dan teknis), maka
para aktor perumusan kebijakan disetiap tingkatan-tingkatan tersebut berbeda. Aktor
tersebut yakni: Legislatif, Eksekutif, Administrator, Partai politik, Interest Group,
Organisasi Massa, Peruruan Tinggi, dan Tokoh Perorangan.
Mengapa lingkungan kebijakan pendidikan mempengaruhi perumusan kebijakan?
Karena rumusan kebijakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut; Pertama,
rumusan kebijakan pendidikan tidak mendiktekan keputusan spesifik atau hanya
menciptakan lingkungan tertentu. Kedua, rumusan kebijakan pendidikan dapat
dipergunakan dalam menghadapi masalah atau situasi yang timbul secara berulang. Hal
ini berarti, bahwa waktu, biaya dan tenaga yang telah banyak dikeluarkan tidak sekedar
dipergunakan untuk memecahkan satu masalah atau satu situasi saja melainkan bisa lebih.
Jadi hal ini yang menjadikan suatu pasrtisipan didalamnya dalam merumuskan kebijakan
pendidikan, apabila pasrtispan tersebut tidak ada maka apa yang dibuat dan bagaiamana
kebijakan itu bisa berjalan.3
4. Mengapa suatu kebijakan pendidikan disuatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem
politik, dan jelaskan apa yang dimaksud dengan politik pendidikan, Jelaskan!
Jawab:
Karena Sistem politik pendidikan dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan
pendidikan yang mencakup permasalahan: (1) peningkatan mutu; (2) efisiensi keuangan;
(3) relevansi pendidikan; dan (4) pemerataan pendidikan. Keempat permasalahan tersebut
merupakan permasalahan pokok dalam bidang pendidikan. Sistem politik pendidikan

2
Syamsudin Kadir, “Konsep Dasar Kebijakan Pendidikan”,07 September
2017,http://kumpulanidependidikan.blogspot.com/2017/09/konsep-dasar-kebijakan-pendidikan.html diakses
pada 27 Mei pukul 21.03 WIB
3
Makalah Kelompok,”Perumusan kebijakan pendidikan”, 22 Oktober
2017,http://septia45edison.blogspot.com/2017/10/perumusan-kebijakan-pendidikan.html diakses pada 22
Mei Pukul 20.20 WIB
merupakan alokasi daripada nilai-nilai, pengalokasian dari pada nilai-nilai tersebut
bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan pengalokasian yang bersifat paksaan
tersebut mengikat masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Sistem politik merupakan
sebagai seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari seluruh tingkah laku sosial dan
nilai-nilai tersebut dialokasikan secara otoritatif kepada masyarakat.
Sistem politik pendidikan mengarah kepada alokasi nilai-nilai pendidikan yang
mengikat stakeholders sehingga menimbulkan interaksi dalam kebijakan pendidikan.
Politik pendidikan sebagai education policy, misalnya yang berkait dengan ideologi dan
paradigma pendidikan nasional dan global. Sistem politik pendidikan tercermin pada
kebijakan dalam bidang pendidikan seperti sekolah gratis, peran pendidikan publik dalam
membangun demokrasi, pendidikan dan lapangan kerja dengan kebijakan link and match,
dan reformasi pendidikan berbasis standar. Politik pendidikan yang prospektif dan
menjanjikan kemajuan masa depan bangsa sehingga cita-cita untuk menjadi bangsa besar
yang berperadaban dapat terwujud.4
Politik pendidikan adalah segala usaha, kebijakan dan siasat yang berkaitan dengan
masalah pendidikan. Dalam, perkembangan selanjutnya politik pendidikan adalah
penjelasan atau pemahaman umum yang ditentukan oleh penguasa pendidikan tertinggi
untuk mengarahkan pemikian dan menentukan tindakan dengan perangkat pendidikan
dalam berbagai kesamaan dan keanekaragaman beserta tujuan dan program untuk
merealisasikannya. Dengan demikian politik pendidikan adalah segala kebijakan
pemerintah suatu negara dalam bidang pendidikan yang berupa peraturan perundangan
atau lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan demi tercapainya tujuan negara.
Politik dan pendidikan berada dalam satu sistem yang saling berhubungan dekat. Dari
kiprahnya, para pendidik selalu memelihara politik karena proses pendidikan yang
memberikan sumber nilai dan memberikan kontribusi terhadap politik. Pendidik memberi
kontribusi signifikan terhadap politik, terutama stabilasi dan transformasi sistem politik
(Thomson, 1976:1). Peran politisi dalam perencanaan dan pengembangan tampak
berkembang karena para bidang legislatif bertanggung jawab mengembangkan sikap
politis, biasanya melalui undang-undang, hukum, pembuatan anggaran, aturan, dan
peraturan (Catanese, 1984:58).5
5. Kebijakan pendidikan terkait UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan
sebuah upaya pemerintah dalam hal meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru.
Mengapa kebijakan tersebut sangat penting, dan bagaimana relevansinya dalam
peningkatan mutu pendidikan saat ini, Jelaskan!
Jawab:
Mengacu pada UU, Visi dan Misi, serta PP di atas, kebijakan telah menggariskan
bahwa setiap pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik, sertifikat pendidik dan
kompetensi sesuai dengan bidangnya. Untuk mencapai tujuan yang telah digariskan
tersebut perlu implementasi kebijakan nyata di lapangan melalui program peningkatan
kualifikasi akademik, setifikasi pendidik, dengan demikian akan dapat mewujudkan

4
Imam Gunawan, Sistem Politik Pendidikan, 23 Mei 2010, http://masimamgun.blogspot.com/2010/05/sistem-
politik-pendidikan.html diakses pada 22 Mei 2020 Pukul 20.21 WIB
5
Tt,Politik Pendiidkan, 2 Desember 2017,https://yusrintosepu.wixsite.com/lsptigairegvsulawesi/single-
post/2017/12/02/POLITIK-DAN-PENDIDIKAN
kompetensi guru yang profesional melalui pendidikan pada jenjang minimal S-1 atau D-
IV sesuai kebijakan tersebut.
Keberadaan UU 14 Tahun 2005, merupakan pelengkap lebih yuridis formal upaya
pemerintah untuk meningkatkan untuk meningkatkan profesionalisme guru dan dosen
meskipun di sisi lain ada kecenderungan tumpang tindih dalam konteks maupun konten.
Sebagai tindak lanjut dari UU 14 tahun 2005, Pemerintah telah mengeluarkan tiga PP,
yaitu PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, PP Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen,
dan PP Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan
Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor. Sebelumnya Pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional untuk menjaga kevakuman hukum sebelum PP
tersebut keluar, telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional RI
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan bidangnya harus dimiliki oleh
guru sebagai bukti formal dan salah satu syarat untuk mengikuti sertifikasi pendidik yang
menunjukkan bahwa guru tersebut mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.6

Relevansinya dalam meningkatkan mutu pendidikan, Undang-undang Republik


Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen telah mendiskripsikan yang
dimaksud guru dalam pasal 1: 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.dan dalam pasal 1 ; 4 dinyatakan Professional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ada 4 kompetensi yang harus dikuasai guru sebagai pendidik professional, ke 4
kompetensi tersebut adalah:

1. Kompetensi pedagogik, yanitu meliputi: Kemampuan mengelola pembelajaran peserta


didik serta pemahaman terhadap peserta didik, dengan indicator esensial: memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan
kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.

2. Kompetensi professional yaitu : Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi


pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum
mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta
penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.

3. Kompetensi sosial yaitu : Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk


berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Mampu

6
Sofjan Arifin,” Implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Dalam Peningkatan Kualifikasi Akademik
Guru”,( Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 11, Nomor 1, Maret 2010), hlm.37
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator
esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.

4. Kompetensi kepribadian yaitu : Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan


personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kepribadian yang
mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum;
bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi
dalam bertindak sesuai dengan norma.
Secara tidak langsung menurut kebijakan ini akan memunculkan mutu pendidikan
yang baik serta mempertahankan kemampuannya sebagai tenaga pendidik yang
profesional.7

6. Di Indonesia ada kebijakan tentang Sertifikasi Guru. Jelaskan apa itu kebijakan sertifikasi
guru; dan mengapa kebijakan ini sangat penting?
Jawab:
Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk
guru dan dosen. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi merupakan prosedur untuk
menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk
mengajar.
Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi
professional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam
upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon atau guru yang ingin
memperoleh pengakuan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya.
Sertifikasi guru sangat penting sekali yaitu untuk pemberdayaan guru menuju guru
yang professional. Pemberdayaan guru dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan
martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang
dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Sertifikasi guru sebagai proses
pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis,
serta tegaknya kebenaran dan keadilan dikalangan guru dan tenaga kependidikan.
Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru

7
Ibid, hlm.40
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.8

7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan desentralisasi pendidikan; serta mengapa
kebijakan desentralisasi pendidikan ini sangat penting dalam era otonomi daerah; dan
mengapa pendidikan perlu didesentralisasikan?
Jawab:
Otonomi Pendidikan berarti suatu pemberian kewenangan, mandat, kepercayaan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, dan atau dari pemerintah daerah kepada satuan pendidikan, baik dari
sisi dana, personalia, sarana dan prasarana serta manajemen dan kurikulum pendidikan.9
Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan
merupakan kebalikan dari sentralisasi, di mana sebagian kewenangan pemerintah pusat
dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Desentralisasi tidak hanya berarti
pelimpahan wewenang dari pernerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi
juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk
privatisasi. Desentralisasi adalah sehagai pengakuan atau penyerahan wewenang oleh
badan-badan umurn yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan
pertimbangan kepentingan sendiri mengambil lceputusan pengaturan pernerintahan, serta
struktur wewenang yang terjadi dari hal itu. Otonomi pendidikan menurut Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Hak-
Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian
ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, penga wasan, dan evaluasi program
pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan”.10
Dengan diterapkannya otonomi daerah sekiranya dapat memberikan kemudahan
dalam pendidikan terutama dalam hal pembiayaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pola
pikir pemerintah yang hendak memaksimalkan pendidikan untuk bangsa telah mengalami
transisi untuk memajukan bangsa melalui pendidikan. Lahirnya Undang-Undang
Otonomi daerah yaitu Undang-Undang No.22 dan No.25 1999, kemudian disempurnakan
dengan Undang-Undang No.32 dan 33 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang
diikuti dengan peraturan perundang-undangan, mempunyai dampak yang besar bagi
sistem manajemen pembiyaan pendidikan di Indonesia. Sumber anggaran pendidikan di
Indonesia semakin menjadi kompleks, sistem pengalokasiannya juga dari berbagai jalur,
bahkan sampai pada rincian pengelolaan, penggunaan dan pertanggung jawabannya.

8
Ayuri,”Pentingnya Sertifikasi Guru”,16 Juli
2011,https://ayu3nawang.wordpress.com/2011/07/16/pentingnya-sertifikasi-guru/ di akses pada 31 Mei 2020
Pukul 10.11 WIB
9
Sri Winarsih,” Sistem Pembiayaan Pendidikan Dan Otonomi Daerah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
”,(JURNAL INSANIA Vol. 8, 16 No.2, Mei – Agustus 2013), hlm.269
10
Emmi Kholilah Harahap,“Manajemen Otonomi Pendidikan Di Indonesia”,(Jurnal RI‟AYAH, Vol. 01, No. 02 Juli-
Desember 2016), hlm.141
Maka dengan hal ini sangatlah penting dengan diberlakukannya desentralisasi pendidikan
agar semua jenjang pendidikan disuatu daerah bisa berkembang sepenuhnya dengan
memajukan sumber daya yang ada didaerahnya.11
Apabila pendidikan tidak disentralisasikan berarti tidak mengikuti aturan pemerintah
setelah orde baru, perlunya didesentralisasikan karena semua aspek yang menyangkut
dengan daerah itu semua yang mengatur daerah bukan pusat lagi. Baik dari segi keungan,
kekuasaan, kebijakan dan opsi lainnya sepenuhnya di kendalikan pemerintah daerah.
Desentralisasi di bidang pendidikan juga tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota,
tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak
pelaksanaan pendidikan. Jadi layak sekali apabila pendidikan didesentalisasikan.
8. Jelaskan apa itu kebijakan pendidikan tentang Komite Sekolah; dan mengapa kebijakan
ini sangat penting terhadap peningkatan mutu di sebuah sekolah?
Jawab:
Terbentuknya kebijakan komite sekolah sebagai perangkat yang ikut serta dan
bertanggung jawab terhadap kepentingan setiap sekolah. Tanggung jawab yang dimaksud
adalah untuk membantu sekolah mencari jalan keluar terhadap apa saja yang dihadapi
sekolah (Siaahan, 2000: 75). Keputusan menteri pendidikan nasional No. 044/U/2002
tanggal 2 April 2002 tentang pembentukan komite sekolah, menjelaskan bahwa acuan
pembentukan
Komite Sekolah adalah Merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam meningkatkan mutu, pemerataan pendidikan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan
sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah (Siaahan, 2000: 75). Komite sekolah
adalah sebuah lembaga yang bertanggung jawab untuk menentukan visi, misi dan tujuan
dari sekolah, menetapkan dan memantau anggaran operasional tahunan, menggunakan,
mengelola dan mengevaluasi, dan menentukan serta mengkaji kebijakan dan praktik
untuk mendukung prestasi peserta didik.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 44 tahun 2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dirumuskan sebagai berikut:
Dewan pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten dan kota dewan pendidikan berperan sebagai: 1) Pemberi pertimbangan
(advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, 2)
Pendukung (supporting agency) baik berupa finansial, pemikiran maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan. 3) Pengonrol (controlling agency) dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, 4) Mediator
antara pemerinta dan DPR dengan masyarakat. Komite sekolah adalah badan mandiri
yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik
pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.

11
Sri Winarsih,Loc.Cit, hlm.270
Peran komite sekolah hampir sama dengan dewan pendidikan, namun ruang
lingkupnya lebih sempit di satuan pendidikan (Idris, 2014: 161- 162).12

Komite Sekolah sangat penting dalam meningkatkan mutu di sekolah karena Komite
Sekolah merupakan mitra sekolah dalam meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
Sebagai mitra sekolah, komite sekolah harus menjadi badan yang otonom agar memiliki
posisi yang sejajar dengan sekolah. Di dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional (Propenas) 2000-2004 dan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah disebutkan
bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri
dan otonom serta menganut asas kebersamaan dan tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan Dinas Pendidikan maupun lembaga-lembaga lainnya di suatu kabupaten/kota.
Pantjastuti (2008:80- 81) mengungkapkan bahwa komite sekolah dan sekolah memiliki
kemandirian masing-masing tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekerja sama
sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah.

Kemendikbud (2016) menyebutkan bahwa program kemitraan melalui komite sekolah


ini bertujuan untuk: (1) menguatkan jalinan kemitraan antara sekolah, keluarga, dan
masyarakat dalam mendukung lingkungan belajar yang dapat mengembangkan potensi
anak secara utuh; (2) meningkatkan keterlibatan orang tua/wali dalam mendukung
keberhasilan pendidikan anak di rumah dan di sekolah; dan (3) meningkatkan peran serta
masyarakat dalam mendukung program pendidikan di sekolah dan di masyarakat.

Keberadaan Komite Sekolah diharapkan tidak menjadi sebuah formalitas semata.


Sebagai sebuah badan yang mandiri, Komite Sekolah memiliki komitmen dan loyalitas
terhadap peningkatan kualitas pendidikan sebagimana pendapat dari Sagala (2009:251)
yang menyatakan bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan organisasi
masyarakat pendidikan yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas di daerahnya.13

Maka dengan hal ini komite sekolah sangat penting dalam meningkatkan mutu di
sekolah secara kolektif dan berkesinambungan dalam upaya memajukan sekolah dan
lingkungan sekitanya.

12
Syamsudin, “Peran Komite Sekolah Terhadap Penerapan Kurikulum”,( JURNAL IDAARAH, VOL. 2, NO. 1, JUNI
2018), hlm.87-90
13
Ali Mustadi, dkk.,”Peran Komite Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Sekolah Dasar”,(
Cakrawala Pendidikan, Oktober 2016, Th. XXXV, No. 3), hlm.313-315

Anda mungkin juga menyukai