Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN INDONESIA

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kebijakan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Dosen : Dr. Siti Fadjarajani, Dra., M.T.

Oleh :
Dede Kusnandar
NPM : 178101002

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA
2018

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok untuk menentukan
arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu negara. Dalam
penyelenggaraan pendidikan di setiap lembaga pendidikan tidak akan pernah lepas
dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam negara tempat lembaga
pendidikan itu ada.
Di Indonesia, yang merupakan negara hukum juga menitikberatkan sektor
pendidikan sebagai wahana untuk memajukan negaranya. Bagaimana tidak,
kebijakan demi kebijakan dibongkar pasang untuk menghasilkan kualitas
pendidikan yang optimal, meski realitanya masih jauh dari harapan.
Dimulai dari kebijakan pengalokasian 20% APBN untuk anggaran
pendidikan yang sampai saat ini masih belum 100% terlaksana, hingga kurikulum
yang berubah-ubah. Inkonsistensi pemerintah dalam memutuskan kebijakan
pendidikan sering menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di masyarakat dan
dunia pendidikan.
Tuntutan paling mendesak dalam memacu pembangunan pendidikan yang
bermutu dan relevan ialah peningkatan kemampuan dalam melakukan analisis
kebijakan. Para analisis kebijakan dalam bidang pendidikan tidak hanya dituntut
untuk menguasai isu-isu pendidikan yang relevan baik isu pendidikan secara
internal maupun isu-isu pendidikan dalam kaitannya secara lintas sektoral.
Berdasarkan hal tersebut, dalam makalah ini penulis mengkaji tentang “Kebijakan
Pendidikan di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1. Bagaimana arah kebijakan pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan?
3. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia?

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 2


B. Tujuan Penulisan
Mengacu kepada rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui arah kebijakan publik di Indonesia.
2. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 3


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Kebijakan (policy) secara etimologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu
“Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama
diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar
tujuannya. (Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75).
Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang
bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk
menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan
utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku.
Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan
Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif,
meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”.
Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri
lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai
kondisi spesifik yang ada.
Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik. Menurut Wahab
(2012), kebijakan publik merupakan ilmu yang relatif baru muncul pada
pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai sebuah disiplin yang menonjol dalam
lingkup administrasi publik maupun ilmu politik. Sementara itu analisis kebijakan
publik bisa dibilang telah lama eksis sejak adanya peradaban manusia. Sejak itu
kebijakan publik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam bentuk tataran
mikro individual maupun konteks tataran makro dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Kebijakan publik mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi
dalam komunitas dan antara komunitas dengan lingkungannya untuk kepentingan

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 4


agar komunitas tersebut dapat memperoleh atau mencapai kebaikan yang
diharapkannya secara efektif. Berbagai ahli memberikan pendapat yang berbeda-
beda mengenai pengertian kebijakan publik, diantaranya sebagai berikut: menurut
Dye (dalam Eddi, 2004: 45) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah
“Segala yang dilakukan pemerintah, sebab-sebab mengapa hal tersebut dilakukan,
dan perbedaan yang ditimbulkan sebagai akibatnya”. Sedangkan menurut
Lasswell (dalam Eddi, 2004: 45) menjelaskan bahwa “Kebijakan publik adalah
serangkaian program terencana yang meliputi tujuan, nilai, dan praktik”. Dalam hal
ini kebijakan publik dapat juga diartikan sebagai program.
Berbeda dengan dengan kedua pendapat di atas, Ranney dalam (Eddi, 2004:
45) memberikan sumbangan pemikiran mengenai kebijakan publik sebagai
“tindakan-tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah
kehendak”. Selain itu, menurut Lester dalam (Eddi 2004: 45-46) yang dimaksud
dengan kebijakan publik adalah “Proses atau serangkaian keputusan atau aktifitas
pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik, apakah hal itu riil
ataukah masih direncanakan (umagined).
Dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu
negara yang ditujukan untuk mengatasi segala persoalan ataupun masalah-masalah
yang ada ditengah-tengah masyarakat, baik yang sudah diterapkan maupun yang
masih direncanakan. Pada dasarnya kebijakan publik dicanangkan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap pembuatan kebijakan,
pemerintah harus mengacu kepada masyarakat karena objek dari kebijakan publik
adalah kepentingan masyarakat.
Menurut Chan (2005:65), pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu ingin berkembang dan berubah.
Pendidikan mutlak ada dan selalu diperlukan diperlukan selama ada kehidupan.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan pendidikan.
Kebijakan pendidikan berhubungan dengan keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan
(Gaffar, 2007 dalam Prasojo).

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 5


Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik, kebijakan penidikan
bukan bagian dari kebijakan publik. Pendidikan merupakan milik publik dan tiap
warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh akses
pendidikan yang layak. Kebijakan pendidikan adalah program-program yang
direncanakan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan-
permasalahan yang timbul di bidang pendidikan demi memenuhi kewajiban
pemerintah dalam memberikan pendidikan bagi setiap warga negaranya.

B. Perkembangan Demografi di Indonesia


Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati “bonus demografi”,
yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk
yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio)
penduduk nonusia kerja menjadi penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini
memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai angkatan
kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas manusia (human capital). Di
Indonesia, rasio ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50
persen pada tahun 2012 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara
tahun 2028—2031. Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus
demografi secara nasional maupun regional. Penduduk usia produktif Indonesia
sendiri menyumbang sekitar 38 persen dari total penduduk usia produktif di
ASEAN. Tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia, selain
meningkatkan angkatan kerja dalam negeri, juga membuka peluang untuk mengisi
kebutuhan tenaga bagi negara-negara yang proporsi penduduk usia kerjanya
menurun seperti Singapura, Korea, Jepang, dan Australia.
Di sisi lain, bonus demografi hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh
Indonesia apabila ada jaminan bahwa sebagian atau seluruh penduduk usia kerja
tersebut produktif atau memiliki pekerjaan. Keterbatasan lapangan pekerjaan dan
keterampilan kerja penduduk usia kerja berdampak pada pengangguran. Hal ini
akan menjadi "bencana demografi" karena tingkat ketergantungan yang justru
meningkat drastis akibat tidak mampu membiayai dirinya sendiri.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 6


C. Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Menurut Masnuh dalam (Amnur, 2007:160), pendidikan merupakan suatu
kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai
usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan
hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di
masyarakat dan sarana manusia memperoleh pengetahuan secara
berkesinambungan.
Tema pembangunan pendidikan jangka panjang mengacu pada Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) Tahun 2005—2025. Penyelarasan tema dan fokus pembangunan
pendidikan tiap tahap kemudian dirumuskan dalam Rencana Pembangunan
Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005—2025. Dalam perencanaan
jangka menengah, masih dimungkinkan adanya penyesuaian atau perbaikan tema
sesuai dengan kondisi terkini melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tiap periode pemerintahan, serta Rencana Strategis
Kementerian yang ditugaskan. Tema-tema pembangunan pendidikan tiap tahap
menurut Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP)
2005—2025 yang diselaraskan dengan tema pembangunan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Kemdikbud, 2015).
Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 2015-2019 yang
memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis pendidikan
nasional 2015-2019 yang mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Tahun
1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan, Ketetapan MPR Nomor
VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, Undang-Undang nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangun Nasional, UU nomor 32 tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keunganan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-Undang
nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 7


rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga, Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005—
2025, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015—2019, Peraturan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman penyusunan dan
Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015—2019, dan
Permendikbud Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada
pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan,
baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai sebuah
lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan
paling tinggi di Indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi
pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam
lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian keberadaan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan
pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran
kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah para
pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional.
Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan khusus
masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan
Menteri Pendidikan Nasional RI. Sehingga segala bentuk kebijakan pendidikan
nasional yang dihasilkan oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan
pendidikan di seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia.
Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi
masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).
Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan Dinas
Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan
kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing yang didasari oleh
peraturan perundang-undangan dari hasil permusyawaratan policy maker nasional.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 8


Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk
membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan
yang berlangsung di satuan pendidikannya masing-masing. Sehubungan dengan
evaluasi kebijakan pendidikan era Otonomi masih belum terformat secara jelas
maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam
melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari
kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah
menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang
telah dijalankan berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan
mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat
diimplementasikan sebagai berikut:
1. UN yang tidak lagi menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa.
2. Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
3. Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
4. Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
5. Diberikannya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik dari
pemerintah pusat, provinsi, maupun pemerinta daerah kabupaten/kota.
6. Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru
untuk mengikuti program Pascasarjana.
7. Peniningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui program sertifikasi
guru dan dosen.
8. Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang
pendidikan.
9. Dan lain-lain
Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk
menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam
mendorong kemajuan kehidupan bersama.
Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan
memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain
ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 9


Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung multi fungsi, untuk
menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong
kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini penting, hal yang lebih
penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah berkenaan dengan
perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 10


BAB III
PEMBAHASAN

A. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia


Uraian mengenai arah kebijakan dan strategi nasional dalam Renstra ini
merupakan penugasan RPJMN kepada Kemendikbud, sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya. Kemendikbud bertanggung jawab dalam mencapai sasaran-sasaran
nasional sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pencapaian prioritas
Presiden, selain bertanggung jawab dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, dan
sasaran strategis Kemendikbud.
Arah pembangunan dalam RPJMN 2015—2019 ialah mewujudkan
Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-
royong. Kebijakan ini selanjutnya dijabarkan dalam kerangka pembangunan yang
dapat memastikan Indonesia dapat tumbuh lebih cepat dan kuat, inklusif, dan
berkelanjutan.
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk
mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan
anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan
tenaga kependidikan;
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman
peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 11


dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
professional;
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh
sarana dan prasarana memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan
yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif
oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan
potensinya;
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia
usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

B. Karakteristik Kebijakan Pendidikan


Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan,
namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas
dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal. Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus
dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk
sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat
konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 12


wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah
tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang
legitimat.
3. Memiliki konsep operasional. Kebijakan pendidikan sebagai sebuah
panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat
operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan
untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung
pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang. Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh
para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak
sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar
pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan
dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur
minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi. Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari
keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti.Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan,
maka harus bisa diperbaiki.Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki
karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah
dan efektif.
6. Memiliki sistematika. Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah
sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun
dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan
satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar
pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara
internal.Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 13


bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter;
bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.

C. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan


Proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan hanya dapat dimulai
apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci,
program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan
syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun.
Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka kebijakan publik boleh dikatakan
sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi
ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses
implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam
praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi
kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-
prosedur implementasi mungkin menyebabkan diperlukannya perubahan-
perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah
ditetapkan.Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan
ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap
pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.
Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan di Indonesia yang telah
dilakukan pemerintah cukup banyak salah satunya adalah penetapan alokasi dana
untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, pemusatan oleh perintah untuk wajib
belajar 12 tahun serta yang tengah marak saat ini adalah perubahan kurikulum.
Yang semunya itu dilakukan demi pencapaian tujuan pendidikan yang lebih
maksimal.
Berbicara tentang kurikulum perubahan ini cukup memberikan dampak bagi
pendidikan dari berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarkat terdapat
nuansa lain yang terlihat dari kelompok masyarakat adalah perubahan kurikulum
pendidikan. Perubahan tersebut tampak dari tahun ketahun, seperti pada Kurikulum
tahun 1984 (CBSA) dengan penambahan suplemen pada kurikulum tersebut pada

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 14


tahun 1994, kemudian keinginan yang terus menerus untuk peningkatan mutu
pendidikan Indonesia sehingga memungkinkan kembali perubahan kurikulum
dilakukan dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (2004),
kemudian direvisi lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di
tahun 2006, dan mulai tahun 2013 sampai saat ini diberlakukan kurikulum 2013.
Pendidikan bukan hanya mempersiapkan tenaga kerja siap pakai, melainkan
mengemban misi yang jauh lebih besar. Misalnya pendidikan juga mempersiapkan
generasi penerus dengan akhlak, moral, dan kepribadian yang baik; pendidikan juga
bertanggung jawab atas karakter jatidiri sebagai bangsa; dunia pendidikan; terutama
pendidikan tinggi juga diharapkan mampu menghasilkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemajuan kehidupan masyarakat, bangsa,
dan kemanusiaan. Kebijakan dasar dalam kaitannya dengan isu relevansi
pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun. Empat pilar
pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO (1996) yaitu bahwa
pendidikan harus memungkinkan dan membekali siswa dengan kemampuan
untuk belajar mengetahui (lerning to know), belajar bekerja atau
mengerjakan sesuatu (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning
to be), dan belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together).
2. Perubahan Kurikulum, Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan,
hal ini didasari karena semata-mata ingin mempengaruhi tujuan pendidikan
itu sendiri agar proses belajar mengajar semakin efektif.
3. Adanya pelatihan-pelatihan keguruan.
4. Saat ini pemerintah tengah menggalakkan pelatihan guru-guru yang ada
didaerah agar semata-mata meningkatkan kualitas guru agar semakin baik.
Pelatihan guru ini juga menuntut guru agar lebih loyalitas terhadap
profesinya sehingga dapat menjadikan anak didik semakin berkarakter.

D. Target Kinerja Kebijakan Pendidikan


Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015—2019
merupakan bagian dari sistem perencanaan dan penganggaran Pemerintah, seperti

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 15


yang diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Renstra merupakan persyaratan utama bagi upaya
mewujudkan akuntabilitas dan transparansi serta peningkatan mutu keluaran
(output) dan hasil (outcome) dalam pemanfaatan APBN. Renstra akan menjadi
acuan (guidance) pelaksanaan program dan kegiatan bagi setiap pimpinan unit kerja
agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya semakin akuntabel (accountable).
Renstra saat ini adalah bagian dari konsistensi penerapan Penganggaran Berbasis
Kinerja (Kemdikbud, 2015).
Renstra menggambarkan keterkaitan antara sasaran kementerian, sasaran
program, dan sasaran kegiatan dengan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS),
Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Penetapan
target kinerja ditentukan setelah IKSS, IKP, dan IKK disusun dan disepakati baik
di tingkat kementerian maupun di tingkat Eselon I. Target kinerja menunjukkan
tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai pada tingkat kementerian,
program, dan kegiatan dalam periode 2015—2019.
Oleh karena itu Kemendikbud dalam menyusun dan menetapkan target
kinerja mengacu dan memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Target kinerja harus dapat menggambarkan angka kuantitatif dan satuan
yang akan dicapai dari setiap indikator kinerja sasaran (IKSS, IKP, dan
IKK);
2. Penetapan target dipilih karena relevan dengan indikator kinerjanya, logis
dan berdasarkan baseline data yang jelas.
E. Kebijakan Pendidikan Memanfaatkan Bonus Demografi
Tantangan utama dalam pembangunan tata kelola untuk menciptakan
birokrasi yang efektif yaitu meningkatkan integritas, akuntabilitas, efektivitas dan
efisiensi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan publik. Peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang optimal untuk mendukung keberhasilan pembangunan
dan peningkatan daya saing nasional sehingga dapat mendukung proses
pembangunan nasional ke depan secara efektif dan efisien.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 16


Dari sisi lingkungan strategis, Indonesia mempunyai peluang untuk dapat
menikmati “bonus demografi”, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat
berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio
ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia
kerja. Perubahan struktur ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena
meningkatnya suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas
manusia (human capital).
Di Indonesia, rasio ketergantungan telah menurun dan melewati batas di
bawah 50% pada tahun 2012 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9% antara
tahun 2028 dan 2031. Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus
demografi baik secara nasional maupun regional khususnya kawasan ASEAN.
Apabila tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, bonus demografi tidak akan
dapat diraih. Bahkan, hal itu dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak
diinginkan misalnya konflik sosial, pengangguran dan kriminalitas. Untuk
memitigasi hal ini, pemerintah menentukan kebijakan dalam memanfaatkan bonus
demografi untuk lima tahun ke depan sebagai berikut:
1. memperluas pendidikan menengah universal;
2. meningkatkan pelatihan keterampilan angkatan kerja melalui kualifikasi
dan kompetensi, memperbanyak lembaga pelatihan, dan relevansi
pendidikan dengan pasar kerja;
3. meningkatkan kewirausahaan dan pendidikan karakter pemuda; dan
4. melakukan pendalaman kapital dan pendidikan tenaga kerja.

Strategi pembangunan nasional terkait pembangunan pendidikan dan


kebudayaan, di antaranya ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia unggul dengan meningkatkan kecerdasan otak serta
mempunyai mental dan karakter yang tangguh dengan perilaku yang positif dan
konstruktif. Pemerataan pembangunan pendidikan dan kebudayaan merupakan
suatu keharusan untuk menghilangkan/ memperkecil kesenjangan yang ada, baik
kesenjangan antar kelompok pendapatan, maupun kesenjangan antar wilayah,
khususnya wilayah desa, pinggiran, luar Jawa, dan kawasan timur.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 17


BAB IV
SIMPULAN

Suatu kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak dan


mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program
aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.
Pelaksanaan kebijakan publik dibidang pendidikan meupakan hal yang
sangat penting, sebab pemerintah sudah seharusnya membuat perubahan-perubahan
didalam pendidikan demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang lebih baik.
Selain itu adanya perencanaan-perencanaan dalam bidang pendidikan juga tengah
digalakkan, contohnya saja penempatan guru-guru yang dianggap profesional untuk
bersedia ditempatkan ditempat-tempat terpencil.
Hal ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik, mengingat banyaknya
guru yang berlomba-lomba kedaerah perkotaan mengakibatkan kurangnya guru
didaerah pedesaan/terpencil. Maka dari itu perlu adanya suatu kebijakan dari
pemerintah khususnya yang mana mampu membuat suatu program-program baru
untuk perubahan pendidikan yang lebih berkualitas.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 18


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta: Pancur Siwah

Amnur, Muhdi Ali. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta:


Pustaka Fahim.

Tim Kemdikbud. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan 2015-2019. Jakarta: Kemdikbud.

Syarifuddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Solichin Abdul Wahab.2012. Analisis Kebijakan Publik. Medan : Bumi Aksara.

Wibowo, Eddi. 2004. Kebijakan Publik Pro Civil Society. Yogyakarta: Cipta
Mandiri.

Stevan, M, Chan. 2002. Mendemokratiskan Pembelajaran Pendidikan Liberal


Berbasis Sekolah. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Dede Kusnandar |Kebijakan Pendidikan | 19

Anda mungkin juga menyukai