DOSEN PENGAMPU
Faisol Hakim M. Pd.
DISUSUN OLEH:
1. Ahmad Ubaidillah
2. Nuzulul Arifin
3. Ferdianto
4. Saifudin Zuhri
i
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ...............................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................2
1.3. TUJUAN ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. KEBIJAKAN PENDIDIKAN ....................................................................3
2.2. KARAKTERISTIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN ...................................5
2.3. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI BERBAGAI NEGARA .......................6
2.4. DAMPAK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERHADAP
MASYARAKAT DAN SISWA ................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
nantinya akan berpengaruh pada peserta didik yang memiliki jiwa memajukan
bangsa, baik dari segi karakter bangsa dan kecerdasan bangsa yang akan menciptakan
bangsa mampu bersaing unggul dalam persaingan bangsa. Oleh sebab itu potret
pendidikan itu sendiri tidak lain dibawah tanggung jawab suatu negara. Dimana
aturan yang berkenaan dengan pendidikan diatur dalam kebijakan pendidikan, yakni
salah satunya adalah kebijakan pengembangan profesional guru. Sebab guru
merupakan tolak ukur utama dalam mencetak generasinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk memecahkan permasalahan pendidikan nasional yang ditetapkan secara
komprehensif dalam suatu kurun waktu tertentu.
Margaret E. Goertz (Nugroho, R. 2008) mengemukakan bahwa kebijakan
pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu ini
menjadi penting dengan meningkatnya kritisi publik terhadap biaya pendidikan.
Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
pembangunan negara di bidang pendidikan, sebagai salah satu bagian dari tujuan
pembangunan secara keseluruhan (Tilaar & Riant Nugroho, 2008)
Tahap Kebijakan Pendidikan
Menurut Putt dan Springer dalam Syafaruddin (1989) ada tiga proses
kebijakan, yaitu: formulasi, implementasi dan evaluasi. Ketiga proses tersebut
diuraikan agar secara holistik makna kebijakan sebagai suatu proses menajemen
dapat dipahami dengan baik. Tahap pertama dimulai dengan formulasi kebijakan,
formulasi atau pembuatan kebijakan dalam pemerintahan termasuk aktivitas politis.
Dalam konteks ini, aktivitas politis dijelaskan sebagai pembuatan kebijakan yang
divisualisasikan. Aktivitas politis itu berisi serangakaian tahap yang saling
bergantung dan diatur menurut urutan waktu, penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.
Formulasi kebijakan mengandung beberapa isi penting yang dijadikan sebagai
pedoman tindakan sesuai rencana yang mencakup kepentingan yang terpengaruh oleh
kebijakan, jenis dan manfaat yang dihasilkan, pelaksanaan program serta sumber
daya yang dikerahkan (Syafaruddin, 2008).
Menurut Dwijowijoto dalam Syafaruddin (2008) tahap kedua adalah
implementasi kebijakan, dimana pada prinsipnya adalah cara yang dilaksanakan agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Menurut Putt dan Springer dalam
Syafaruddin (2008) implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan
4
keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujud ke
dalam praktik organisasi.
Tahap ketiga dalam proses kebijakan adalah evaluasi. Evaluasi kebijakan
dilaksanakan sebagai proses untuk mengetahui sejauh mana keefektivan kebijakan
guna dipertanggungjawabkan kepada semua pihak terkait (stakeholders). Dengan kata
lain, sejauh mana tujuan kebijakan tersebut telah tercapai. Di sisi lain, evaluasi
dipergunakan untuk mengetahui kesenjangan antara harapan atau tujuan dengan
kenyataan yang dicapai.
5
c. Memiliki sistematika, kebijakan pendidikan yang ditetapkan harus dengan
sistem keseluruhan aspek yang jelas. Sistem tersebut diharuskan memiliki
nilai efektivitas dan efisiensi yang tinggi (Rusdiana, A. 2015).
6
Pendidikan di Finlandia dikenal sebagai sistem pendidikan terbaik di seluruh
dunia. Sejak hasil ujian internasional Program Penilaian Pelajar Internasional
(PISA) keluar pada tahun 2000, Finlandia mendapat perhatian khusus dari seluruh
dunia. Remaja Finlandia berhasil menempati peringkat pertama bersama dengan
Korea Selatan dan Jepang. Pada hasil tersebut, Finlandia menempati peringkat
pertama di Literasi Membaca, keempat di Matematika, dan ketiga di Ilmu Alam.
Pendidikan berkualitas tersebut bergantung banyak pada kualitas jajaran
pendidiknya yang diberikan kebebasan penuh dalam meramu kurikulum dan
menentukan metode dan materi belajar-mengajar. Keberhasilan tersebut telah
menarik sekitar 100 delegasi dari 40-45 negara di seluruh dunia untuk
mengunjungi Kementerian Pendidikan Finlandia pada masa 2005-2011 dan
mempelajari kunci sukses sistem pendidikan disana. Finlandia juga telah
melakukan ekspor sistem pendidikannya ke negara-negara lain.
Sistem pendidikan di Finlandia tidak memberlakukan pemeringkatan institusi
pendidikan dan merupakan sistem inklusif dimana semua siswa dianggap setara
dalam haknya untuk mendapatkan pendidikan. Karenanya, tidak ada pembagian
kelas menurut kompetensi akademis maupun bagi anak-anak berkebutuhan
khusus. Tahun pelajaran sekolah dimulai pada bulan Agustus dan berakhir di bulan
Juni dengan total 190 hari sekolah. Murid bersekolah lima hari dalam seminggu
dengan jumlah pelajaran berkisar antara 19-30 per minggunya, tergantung dari
tingkat pembelajaran serta jumlah kelas pilihan yang diambil (Wikipedia, 2017).
Tingkat pendidikan di Negara Finlandia yaitu:
- Pendidikan Prasekolah: pendidikan prasekolah di Finlandia terdiri dari dua jenis:
Pendidikan Usia Dini (usia 0-5) yang bersifat pilihan dan Pendidikan Pradasar
(usia 6 tahun) yang bersifat wajib. Semua fasilitas buku sekolah, makanan harian,
dan transportasi bagi murid yang tinggal jauh dari lokasi sekolah ditanggung oleh
pemerintah. Pendidikan Pradasar berlaku wajib untuk semua anak berusia enam
7
tahun. Siswa belajar keterampilan dasar dan pengetahuan umum berbagai bidang
yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan mereka. Proses belajar-mengajar
mengutamakan metode “belajar melalui bermain” (play learning).
- Pendidikan dasar: pendidikan dasar di Finlandia merupakan fase wajib belajar
sembilan tahun bagi setiap anak berusia 7-16 tahun. Setiap siswa masuk ke
sekolah dekat rumah yang ditunjuk oleh pemerintah daerahnya, walaupun di
beberapa kota besar orangtua dapat memilih sekolah untuk anaknya dalam
batasan tertentu. Tidak ada penggolongan kelas maupun penjurusan selama tahap
ini. Enam tahun pertama setiap guru kelas mengajar hampir semua mata
pelajaran. Baru di tiga tahun terakhir terdapat guru-guru khusus untuk hampir
setiap mata pelajaran. Tidak ada Ujian Nasional untuk tingkat pendidikan dasar.
Setelah menyelesaikan Pendidikan Dasar 9 tahun, siswa mendapat sertifikat
kelulusan.
- Pendidikan menengah atas: pendidikan menengah atas di Finlandia terdiri dari
dua jenis: Pendidikan Umum dan Pendidikan Vokasi. Fasilitas umum (sekolah
dan makan) disediakan gratis oleh pemerintah, namun murid harus membeli buku
sekolahnya sendiri. Proses penerimaan siswa di pendidikan menengah atas
bergantung banyak pada hasil evaluasi siswa selama di tingkat pendidikan dasar
serta nilai yang tercantum di sertifikat kelulusan pendidikan dasar. Lulusan
semua pendidikan menengah atas baik pendidikan umum maupun vokasi
mendapatkan kesempatan yang sama untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi
(universitas).
- Pendidikan umum: agensi kependidikan nasional Finlandia menentukan sasaran
dan target pembelajaran serta modul pembelajaran masing-masing mata
pelajaran. Silabus pendidikan umum dirancang untuk pembelajaran selama tiga
tahun, tetapi fleksibilitas sistem pembelajaran memungkinkan silabus ini untuk
diselesaikan dalam waktu 2-4 tahun.
8
- Pendidikan vokasi: Pendidikan dan pelatihan vokasi terdiri dari 8 bidang
pendidikan yang memberikan lebih dari 50 sertifikasi vokasi. Pendidikan vokasi
terdiri dari tiga tahun pembelajaran yang mencakup penempatan kerja selama
minimal 1,5 tahun. Kerangka kualifikasi pendidikan vokasi di Finlandia
berdasarkan pada kerangka yang telah ada sejak awal tahun 1990-an yang
bergantung banyak pada kerjasama dari pihak industri.
- Pendidikan tinggi: Finlandia memiliki dua jenis universitas, yaitu universitas
umum dan universitas ilmu terapan (applied sciences). Universitas umum
mengedepankan riset dan instruksi ilmiah, sedangkan universitas ilmu terapan
memprioritaskan penerapan ilmu secara praktis. Jumlah kursi yang tersedia di
pendidikan tinggi Finlandia tidak mampu memenuhi jumlah calon mahasiswa
yang ingin masuk sehingga standar penerimaan mahasiswa di pendidikan tinggi
Finlandia sangat kompetitif.
Keunggulan kebijakan pendidikan di Finlandia yaitu; a. Sistem pendidikan
dengan kesetaraan serta keadilan bagi seluruh masyarakat; b. Pendidikan berbasis
inklusi sudah diterapkan; c. Biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah; d.
Kurikulum pendidikan yang bersifat konsisten dan fleksibel. Kelemahan kebijakan
pendidikan di Finlandia yaitu; a. Hanya bisa diterapkan pada negara kecil; b. Tidak
adanya standar ukuran yang pasti untuk melihat perkembangan anak secara
berkala, hal ini dikarenakan tidak adanya tes secara berkala (Suardipa, I.P. 2019).
2. Kebijakan Pendidikan di Amerika Serikat (Harianto, 2016)
Setiap Negara bagian menyediakan kependidikan secara gratis bagi anak-anak
sekolah negeri mulai dari Tamat Kanak-kanak ditambah 12 tahun pada jenjang-
jenjang berikutnya. Sekolah dasar dan menengah adalah wajib bagi seluruh siswa
di Amerika Serikat, akan tetapi jenjang usia siswa berbeda-beda di setiap Negara
bagian. Siswa di Amerika Serikat memulai pendidikanya dari jenjang
Kindergarten (usia 5-6 tahun) hingga menyelesaikan pendidikan menegah pada
9
kelas 12 (usia 18 tahun). Terdapat 14.000 sekolah di Amerika Serikat dan setiap
tahunnya pemerintah Amerika Serikat mengalokasikan dana pendidikan sebesar
$500 triliun untuk digunakan keperluan sekolah dasar dan menengah.
Dalam sistem pendidikan Amerika Serikat, terdapat beberapa pola struktur
pendidikan, baik pada tingkat dasar dan menengah, maupun pada tingkat
pendidikan tinggi. Pada tingkat dasar dan menengah terdapat pola (Nur, A.S.
2001) sebagai berikut:
1. Taman Kanak-Kanak + Pendidikan Dasar “grade” 1-8 + 4 tahun SLTA.
2. Taman Kanak-Kanak + Sekolah Dasar grade 1-6+3 tahun SLTP + 3 tahun
SLTA.
3. Taman Kanak-Kanak + Sekolah Dasar “grade” 1-4/5+ 4 tahun SLTP + 4 tahun
SLTA.
4. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat taman Kanak-Kanak + 12tahun, pada
beberapa buah Negara bagian, dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi
(Junior/ Community Collage ) sebagai bagian dari system pendidikan dasar
menengah.
Dengan mengikuti empat pola pertama, pada umumnya, seorang siswa
menamatkan pendidikannya pada umut 17-18 tahun.
Tingkat pendidikan di Negara Amerika Serikat yaitu:
- Pendidikan dasar: pendidikan dasar di Amerika Serikat berjenjang dari
Kindergarten hingga Fithh grade (Kelas 5), tetapi terkadang juga berjenjang
hingga Fourth grade (kelas 4), Sixth grade (kelas 6) atau eighth grade (kelas 8)
tergantung sistem kurikulum pada school district tersebut. Kurikulum
pembelajaran dipilih oleh school district mengacu pada standar pembelajaran di
Negara bagian tersebut.
- Pendidikan menengah: jenjang pendidikan menengah di Amerika Serikat dibagi
menjadi dua tahap (middle school/ junior high) mulai pada jenjang sixth,
10
seventh, eighth and ninth grade (kelas 6, 7, 8, 9). Jenjang pendidikan pada
middle school/ junior high (grade/kelas) ditentukan oleh faktor demografi
seperti jumlah usia siswa sekolah menegah. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan populasi siswa sekolah yang stabil. Pada jenjang ini, siswa
diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang dikehendaki dan
menggunakan sistem kelas berpindah (moving class). Senior High (kelas
9,10,11,12) adalah jenjang lanjutan setelah middle school/ junior high,
biasanya Jenjang ini dimulai dari ninth grade (freshman), tenth
grade(sophomores), eleventh grade(Juniors), twelfth grade(seniors). Perlu
diketahui bahwa jenjang middle school (Junior high) dan Senior high berbeda-
beda di setiap Negara bagian, mengacu pada demografi usia siswa di Negara
bagian tersebut.
3. Kebijakan Pendidikan di Asia Tenggara (Indonesia)
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk
mencapai hal-hal sebagai berikut:
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia
Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara
berarti.
b. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu
berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan
budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga
kependidikan.
c. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum,
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,
11
penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan
kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional.
d. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan
partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana
memadai.
e. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
f. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang
efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
g. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,
terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh
seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
h. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama
usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Karateristik kebijakan pendidikan di Indonesia yaitu:
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus,
yakni:
1) Memiliki tujuan pendidikan, kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan,
namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan
terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2) Memenuhi aspek legal-formal, kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi
12
agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah.
Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan
hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah
dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu
kebijakan pendidikan yang legitimat.
3) Memiliki konsep operasional, kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan
yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas
pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan
kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4) Dibuat oleh yang berwenang, kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para
ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai
menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para
administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang
berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan
pendidikan.
5) Dapat dievaluasi, kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan
yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
6) Memiliki sistematika, kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem
juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh
aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas,
efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak
bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktor
yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan
13
dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum
secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan
kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing
produk yang berbasis sumber daya lokal.
Tingkatan pendidikan di Indonesia (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 14)
a. Pendidikan dasar Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang bisa
memberikan bekal untuk hidup dalam bermasyarakat berupa sikap,
pengetahuan dan keterampilan dasar (Suardi, dkk, 2016). Jenjang pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah (Pasal 17 (1)), pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang
sederajat (Pasal 17 (2)).
b. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah
pendidikan dasar dan diselenggarakan di SLTA (sekolah lanjut tingkat atas)
atau satuan pendidikan yang sederajat (Suardi, dkk, 2016). Adapun jenjang
pendidikan menengah diatur dalam pasal 18 (1,2,3, dan 4) yang berturut-turut
dijelaskan sebagai berikut. Ayat (1) pendidikan menengah merupakan lanjutan
pendidikan dasar; (2) pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan; (3) pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajat; (4) ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana yang
dimaksud lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah (Munib, 2011).
c. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan
menengah, yang di selenggarakan untuk peserta didik menjadi anggota
14
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antar
pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan
internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, pendidikan tinggi
secara terbuka dan selekitif mengikuti perkembangan kebudayaan yang terjadi
diluar Indonesia untuk diambil manfaatnya bagi pengembangan bangsa dan
kebudayaan Indonesia (Suardi, dkk, 2016).
2.4. Dampak Kebijakan Pendidikan terhadap Masyarakat dan Siswa
(UNESCO)
1. Kebijakan pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat.
Berikut adalah beberapa pengaruh kebijakan pendidikan terhadap masyarakat:
a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia: kebijakan pendidikan yang baik
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat. Dengan
pendidikan yang berkualitas, masyarakat akan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang lebih baik, sehingga dapat berkontribusi secara positif dalam
pembangunan dan kemajuan masyarakat.
b. Mengurangi ketimpangan sosial: kebijakan pendidikan yang merata dan
inklusif dapat membantu mengurangi ketimpangan sosial dalam masyarakat.
Dengan memberikan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua individu,
tidak hanya mereka yang mampu secara finansial, kesenjangan sosial dapat
dikurangi, dan masyarakat dapat lebih adil dan inklusif.
c. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan: melalui kebijakan pendidikan yang
baik, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang
berbagai isu sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. Hal ini dapat membantu
masyarakat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, berpartisipasi dalam
pembangunan masyarakat, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
15
d. Peningkatan kesehatan dan kesejahteraan: kebijakan pendidikan yang fokus
pada pendidikan kesehatan dapat membantu meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya gaya hidup sehat, pencegahan penyakit, dan
akses terhadap layanan kesehatan. Dengan pengetahuan yang diperoleh melalui
pendidikan, masyarakat dapat mengadopsi perilaku yang lebih sehat dan
meningkatkan kesejahteraan mereka.
e. Peningkatan kemampuan ekonomi: pendidikan yang baik dapat membantu
meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat. Dengan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan, individu dapat memiliki
peluang kerja yang lebih baik, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi
tingkat kemiskinan dalam masyarakat.
f. Peningkatan partisipasi sosial dan politik: pendidikan yang baik dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial dan politik.
Masyarakat yang terdidik cenderung lebih aktif dalam berbagai kegiatan sosial,
organisasi masyarakat, dan proses politik.
Dampak-dampak ini dapat berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang
lebih maju, adil dan berkelanjutan.
2. Dampak kebijakan pendidikan terhadap siswa yaitu:
Kebijakan pendidikan memiliki dampak yang signifikan terhadap siswa.
Berikut adalah beberapa dampak kebijakan pendidikan terhadap siswa menurut
(UNESCO) yaitu:
a. Akses pendidikan yang merata: kebijakan pendidikan yang baik dapat
memastikan akses pendidikan yang merata bagi semua siswa. Hal ini berarti
semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas tanpa diskriminasi.
b. Peningkatan kualitas pembelajaran: kebijakan pendidikan yang fokus pada
peningkatan kualitas pembelajaran dapat memberikan dampak positif bagi
16
siswa. Dengan pendidikan yang berkualitas, siswa dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan
masa depan.
c. Pengembangan potensi individu: kebijakan pendidikan yang mendukung
pengembangan potensi individu dapat membantu siswa untuk mengembangkan
minat, bakat, dan kemampuan mereka. Hal ini dapat mendorong motivasi siswa
dan membantu mereka mencapai prestasi yang lebih baik.
d. Peningkatan keterampilan hidup: kebijakan pendidikan yang melibatkan
pengajaran keterampilan hidup dapat memberikan dampak positif bagi siswa.
Keterampilan seperti keterampilan komunikasi, keterampilan problem solving,
keterampilan kerja tim, dan keterampilan kepemimpinan dapat membantu siswa
dalam kehidupan sehari-hari dan persiapan untuk masa depan.
e. Peningkatan kesejahteraan emosional: kebijakan pendidikan yang
memperhatikan kesejahteraan emosional siswa dapat memberikan dampak
positif bagi siswa. Dengan adanya dukungan yang memadai, siswa dapat
mengembangkan kesehatan mental yang baik, mengatasi stres, dan
meningkatkan kualitas hidup mereka.
f. Peningkatan kesadaran sosial dan lingkungan: kebijakan pendidikan yang
memasukkan pendidikan tentang kesadaran sosial dan lingkungan dapat
memberikan dampak positif bagi siswa. Hal ini dapat membantu siswa
memahami isu-isu sosial dan lingkungan, serta mendorong mereka untuk
menjadi warga yang bertanggung jawab dan peduli terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitar.
Dampak-dampak ini dapat membantu siswa dalam mencapai potensi penuh
mereka, mempersiapkan mereka untuk masa depan, serta meningkatkan kualitas
hidup mereka secara keseluruhan.
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap
kebijakan pendidikan di suatu Negara memiliki perbedaan dan pengaruh terhadap
masyarakat dan siswa. Walaupun beberapa Negara lebih maju dalam hal pendidikan,
tetap setiap Negara memiliki tujuan yang sama dalam menentukan kebijakan, yaitu
dapat meningkatkan kreatifitas siswa serta mempunyai manfaat yang sesuai bagi
masyarakat.
18
DAFTAR PUSTAKA
iii
Syafarudin, A. 1989. Alat-alat Analisis dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit
Andi Offset.
iv