Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERADABAN ISLAM MASA DINASTI II DI SPANYOL

DOSEN PENGAMPU
FAISAL HAKIM, M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
1. Nuzulul Arifin
2. Abdul Aziz
3. M. Hariri Hidayatullah

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS AL-FALAH AS-SUNNIYAH
KENCONG – JEMBER
2023

i
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG.........................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH.....................................................................1
1.3. TUJUAN..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH TERBENTUKNYA DAULAH UMAYYAH....................3
2.2. PERKEMBANGAN AGAMA DAN FILSAFAT PADA
MASA DAULAH UMAYYAH...........................................................6
2.3. PENYEBAB RUNTUHNYA DAULAH UMAYYAH.......................12

BAB III PENUTUP


3.1. KESIMPULAN....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berakhir periode klasik Islam ketika islam mulai memasuki masa
kemunduran, eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja
terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-
kerajaan islam dan bagian dunia lainnya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang
mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan eropa ini tidak dapat
dipisahkan dari pemerintahan islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol  di Eropa banyak
menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam berhasil mencapai masa keemasaan,
spanyol merupakan pusat perdaban Islam yang sangat penting, menyaingi baghdad di
timur. Ketika itu, orang-orang eropa kristen banyak belajar di perguruan-perguruan
tinggi islam disana.  Islam menjadi “Guru” bagi orang eropa.
Sejak islam masuk spanyol sampai berarkhirnya kerajaan islam di sana selama
lebih dari tujuh abad, dapat dibagi kepada empat periode. Periode pertama, (710-755
M), yaitu sejak masuknya islam ke spanyol sampai terbentuknya daulah Umayyah
(masa dinasti II) di Andalusia (Spayol). Pada periode pertama ini, islam di spanyol
mengalami goncangan sehingga terjadi 20 kali pergantian gubernur selama 45 tahun
karena tidak ada gubernur yang tangguh yang mampu mempertahankan
kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah dinasti Daulah Umayyah dalam mendirikan kekuasaan di
Andalusia (Spanyol)?

1
2. Bagaimana pekembangan agama dan filsafat pada masa Daulah Umayyah di
Andalusia-Spanyol?
3. Apakah sebab-sebab jatuhnya masa Daulah Umayyah di Spanyol?

1.3. Tujuan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui sejarah dinasti Daulay Umayyah dalam mendirikan kekuasaan
di Andalusia-Spanyol.
2. Untuk mengetahui perkembangan agama dan filsafat pada masa Daulah Umayyah
di Andalusia Spanyol.
3. Untuk mengetahui sebab-sebab jatuhnya masa Daulah Umayyah di Andalusia-
Spanyol.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Terbentuknya Dinasti Daulah Umayyah dalam Mendirikan


Kekuasaan di Andalusia
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid
(705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang berpusat di Damaskus
(Maryam, S, dkk. 2004). Bani Umayyah merebut Spanyol dari bangsa Gothia pada
masa khalifah al Walid ibn ‘Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Spanyol
diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn
Malik pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas undangan salah
satu raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian yang sedang belajar di
Toledo ibu kota Visigoth telah diperkosa oleh raja Roderick. Karena kemarahan dan
kekecewaannya, umat Islam diminta untuk membantu melawan raja Roderick.
Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa.
Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa kembali ke Afrika Utara dengan membawa banyak
Ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur Jenderal al Maghrib di Afrika Utara pada
masa itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad. Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al Thariq) pada
tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan dihadapi berjumlah 100.000
orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi 12.000 orang
(Mubarok, J. 2004).
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada bulan
Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam
pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat yang
bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712
Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan

3
menyerang kota-kota yang belum ditaklukan oleh Thariq sampai pada bulan Juni
tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada
Musa, dan pada saat itu pula Musa mengumumkan bahwa Andalusia menjadi bagian
dari wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan
Islam di Andaluisa oleh Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya,
keberhasilannya tidak terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair (Sunanto, M. 2003)
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750,
Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah satu pangeran
Dinasti Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibnu Mu’awwuyah (Abdurrahman
I), cucu khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik berhasil melarikan
diri dari kejaran-kejaran orang-orang Abbasiyah setelah runtuhnya pemerintahan Bani
Umayyah di Damaskus dan menginjakan kaki di Spanyol. Atas keberhasilannya
meloloskan diri ia diberi gelar al Dâkhil (pendatang baru) (Siba’I, M. 1987).
Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amîr al
mu’minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai.
Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol (Bani Umayyah II) merupakan pemerintahan
pertama yang memisahkan diri dari dunia pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah.
Pendirinya adalah Abdurrahman ad Dakhil bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abd
Malik al Umawi.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban Islam baru di Spanyol yang
dinamakan Dinasti Umayyah Spanyol (Umayyah II). Diantara khalifah-khalifah
Umayyah II yang terkemuka diantaranya (Yabtim, B. 2003 ):
1. Muawiyyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (tahun 64-65 H/683-684 M)
4. Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-86 H/685-705 M)

4
6. Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
8. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
9. Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
12. Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
13. Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
14. Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya
gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom). Gangguan politik yang
paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak
di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80
tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang
terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan
anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan
antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi. Namun ada
yang berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa Ke Amiran (755-912)
dan masa ke Khalifahan (912-1013) (Mufrodi, A. 1999).
Pendiri dinasti Umayah yang merdeka ini ialah Abdurrahman bin Abi Sofyan,
cucu Khalifah Umayah ke 10, Hisyam. Dia adalah salah seorang di antara sedikit
Bani Umayah yang terlepas dari Pembalasan dendam yang keji dari khalifah
Abbasyiah yang pertama, Asaffah. Setelah singgah lima tahun di Palestina, Mesir, dan
Afrika, akahirnya dia sampai di Geuta. Disana dia diberi perlindungan oleh seorang
Berber, keluarga pamannya dari pihak ibu. Kemudian mengutus pelayannya, Badar,
untuk berunding dengan orang-orang Siria di Spanyol. Orang-orang Siria merupakan
pendukung utama bani Umayah, dan mereka siap menyambut pemuda petualang dari

5
dinasti kesayangannya itu. Karena itu Abdurrahman pergi ke Spanyol dan
memperoleh sambutan hangat pada tahun 755 M. Pribadi yang menarik dari seorang
Petualang muda ini serta nama besar keluarganya, membuat dia memperoleh
dukungan rakyat. Gubernur Abbasiyah yang lemah memeranginya di Masarah.
Pertempuran Masarah itu merupakan pertempuran yang menentukan. Yusuf gubernur
Abbasiyah untuk Spanyol, dikalahkan karena Khalifah Manshur tidak dapat
mengirimkan bantuan pada waktunya. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan
menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka
(756 M).maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayah,
suatu dinasti Umayah yang baru didirikan di Spanyol (Ibrahim, H. 2003).

2.2. Perkembangan Agama dan Filsafat pada masa Daulah Umayyah


Konsep dasar kebijakan pemerintah Umar bin Abdul Aziz dapat dilihat pada
pidato pertama beliau sehari setelah dibaiat segabai khalifah “sesungguhnya aku
menasehatkan kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah swt (dalam hidup dan
kehidupan) serta meninggalkan segala hal yang menjauhkan dari ketakwaan kepada-
Nya. Perbanyaklah mengingat kematian, karena ia pemutus segala kenikmatan
(duniawi), maka persiapkanlah diri untuk menghadap kematian dengan sebaik-
baiknya. Sesungguhnya (kesesatan dan kehancuran) ummat ini bukan pada
perselisihan (dalam pemahaman dan peribadatan) terhadap Tuhan maupun kitab suci
tapi lebih pada pertentangan dalam masalah dinar dan dirham (uang/urusan duniawi).
Maka sesungguhnya aku tidak akan memberikannya dengan bathil kepada seseorang
dan tidak akan menahannya dari seseorang (jika memang ia berhak mendapatkannya)
(Al-Hajwi, M.H.1995).
Dalam berijtihad Umar bin Abdul Aziz menghormati ijtihad para ulama
walaupun mungkin hasilnya bertentangan dengannya. Hal ini dilakukan untuk dapat
merangkul semua golongan dan menyatukan umat. Beliau menjadikan musyawarah
dengan ulama’ sebagai salah satu cara kontrol pemerintahannya agar selalu berjalan

6
dalam garis-garis yang telah ditetapkan syariat.
1. Perkembangan Agama dan Filsafat pada masa Daulah Umayyah
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brillian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama
pemerintahan penguasa bani Umayyah yang ke-5, Muhammad bin Abdurrahman
(832-886 M). Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah
Abu Bakr Muhmmad ibn Al-Sayyigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah.
Dilahirkan di Saragossa ia pindah ke Sevila dan Granada
Selama pemerintahan Dinasti ini, terdapat peluang untuk berkembangnya
berbagai aliran yang trumbuh di kalangan masyarakat meskipun aliran itu tidak
dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah
Syiah, Khawarij, Mu’tazilah dan yang lainnya (Mubarok, J. 2000).
Mulainya ekspansi wilayah kekuasaan semasa Umayyah telah membuat
Islam bersinggungan dengan dunia barat (Eropa). Penaklukan Spanyol dan upaya
untuk menguasai Bizantium membuat umat Islam mau tidak mau bertemu dengan
pemikiran filsafat Yunani yang sudah berkembang sebelumnya. Hal ini
mengakibatkan sedikit banyaknya berpengaruh kepada perkembangan corak
pemikiran para ulama-ulama Islam saat itu.
Dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara Umar selalu merujuk kepada
sumber-sumber hukum berikut ini:
a. Al-Qur’an dan as-Sunnah: Al–Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna,
merupakan sumber utama bagi umat islam, terkhusus dalam menentukan
masalah-masalah hukum. Pada masa Khulafaurrasyidin, penetapan hukum
disamping bersumber dari Rasulullah dilakukan sebuah metode penetapan
hukum, yaitu ijtihad. Ijtihad pada awalnya hanya pengertian yang sederhana,

7
yaitu pertimbangan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dilakukan dengan
adil dalam memutuskan sesuatu masalah. Pada tahap perkembangan
pemikiranislam, lahir sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih, yang berarti
pedoman hukum dalam memahami masalah berdasarkan suatu perintah untuk
melakukan suatu perbuatan, perintah tidak melakukan suatu perbuatan dan
memilih antara melakukan atau tidak melakukannya. Pada masa ini
bermunculan para tokoh ahli fiqih, antara lain:
1. Sa’id bin Al-Musayyid (Madinah)
2. Salim bin Abdullah bin Umar (Madinah)
3. Rabi’ah bin Abdurahman (Madinah)
4. Az –Zuhri (Madinah)
5. Ibrahim bin Nakha’ai (Kufah)
6. Al –Hasan Basri (Basrah)
7. Thawwus bin Khaissan (Yaman)
8. Atha’ bin Ra’bah (Mekah)
9. Asy –Syu’aibi (Kufah)
10. Makhul (Syam)
Pada zaman dinasti Umayyah ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar hukum
islam menurut pertimbnagan kebijaksanaan dalam menetapkan keputusan yang
berdasar Al-Qur’an dan pemahaman nalar/akal.
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki yang
memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad
masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-
Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal (As-Siba’I,
M. 1993)
b. Peninggalan hukum (jurisprudensi) Abu Bakar dan Umar bin Khatab.

8
c. Ijma’ ulama’[20]: ijma’ dilakukan dengan cara mengumpulkan keputusan-
keputusan hukum para ulama sebelumnya dan bermusyawarah dengan para
ulama’ yang masih hidup pada zamannya. Berikut adalah nama para ulama’
yang masih hidup pada zamannya; Anas bin Malik, Said bin Musayyab, Salim
bin Abdullah bin Umar bin Khatab, Muhammad bin Syihab, Maimun bin
Mahran, ‘Uwah bin Zubair, Sulaiman bin Yasar, Al-qasim bin Muhammad,
Khorijah bin Zaid dan Abullah bin ‘Amir bin Rubai’ah (Nasution, H. 1989).
Dalam berijtihad Umar bin Abdul Aziz menghormati ijtihad para ulama
walaupun mungkin hasilnya bertentangan dengannya. Hal ini dilakukan untuk dapat
merangkul semua golongan dan menyatukan umat. Beliau menjadikan musyawarah
dengan ulama’ sebagai salah satu cara kontrol pemerintahannya agar selalu berjalan
dalam garis-garis yang telah ditetapkan syariat. Cara berijtihad kecuali Umar bin Abdul
Aziz disebabkan para khalifah Bani Umawiyah lebih terfokus kepada urusan politik agar kekuasaan
tidak berpindah ketangan yang lain.
Kebijakan pemerintahan yang membedakan urusan agama dan negara ini berakibat
padamunculnya pemikiran ulama-ulama yang lain. Terlebih lagi dengan semakin luasnya
wilayahkekuasaan Islam pada masa ini, dengan kata lain semakin luasnya daerah dakwah bagi
parasahabat dan tabi‟in yang berbekal informasi hadits yang berbeda-beda pula (Yatim,
B. 1999)
Nilai fatwa mereka adalah sebagai pendapat individu yang kalau fatwanya benar, maka ia
datangnya dari Allah. Sedang kalau salah, itu merupakan kesalahan sendiri. Oleh karena itu, tak
seorang pun diantara mereka mengharuskan orang lain untuk mengikuti fatwanya. Kendati demikian
ada beberapa perkembangan baru yang membedakanperkembangan fiqih pada periode ini dengan
periode sebelumnya, khususnya ulama yangberada di Irak untuk memandang hukum sebagai
timbangan rasionalitas. Mereka tidak sajabanyak menggunakan rasio dalam memahami hukum dan
menyikapi peristiwa dan persoalanyang muncul, tetapi juga memprediksikan suatu peristiwa yang
belum terjadi dan memberi hukumnya (Rahman, F. 1997).

9
a. Ahlul hadist
Dalam masyarakat Islam pada masa itu terdapat kelompok ulama yangmetode
pemahamannya terhadap ajaran wahyu sangat terikat oleh informasi dariRasulullah. Dengan kata
lain, ajaran Islam hanya diperoleh dariAl Qur‟an danpetunjuk hadits Rasulullah saja. Maka dari itu
mereka disebut sebagaiahlul hadits.Mulanya kelompok ini timbul di Hijaz, utamanya di Madinah
karenapenduduk Hijaz lebih banyak mengetahui hadits dan tradisi Rasulullah dibandingpenduduk di
luar Hijaz. Hijaz adalah daerah yang perkembangan budayanya dalampantauan Rasulullah hingga
beliau wafat. Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai masa permulaan
pembukuan hadits. Kekhawatiran khalifah akan semakin tidak terurusnya hadits-hadits Nabi
menggerakkan hatinya untuk memerintahkan ulama hadits khususnyai Hijaz agar membukukan
hadits. Diantara ulama yang masuk kedalam kategorialiran ini adalah: Sa‟id bin Al
Musayyab, Ahmad bin Hanbal.
Umar bin Abdul Aziz, ketika ia diangkat sebagai khalifah, progam utama
pemerintahannya terfokus pada usaha pengumpulan hadist untuk dibukukanAbu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-zuhri seorang yang tepat
dan siap melaksanakan perintah kholifah, maka ia bekerja sama dengan perowi-
perowi yang dianggap ahli untuk dimintai informasi tentang hadist-hadist nabi yang
berceceran ditengah masyarakat islam untuk dikumpulkan, ditulis dan dibukukan.
b. Ahlur Ra’y
Istilah Ahlur ra‟y digunakan untuk menyebut kelompok pemikir hokumIslam
yang memberi porsi akal lebih banyak dibanding pemikir lainnya. BilaAhlulHaditsdalam
menjawab persoalan tampak terikat oleh teks maka Ahlur ra’y sebaliknya meskipun tidak
sepenuhnya menggunakan akal sebagai alat untukmengambil kesimpulan hukum. Mereka juga
menggunakannashsebagai dasarpenetapan hokum hanya saja mereka dalam melihatnya lebih
cenderung kepada substansi masalah daripada textual. Mereka berpendapat bahwanash syar’i itu
memiliki tujuan tertentu. Dannash syar’i secara kumulatif bertujuan untuk
mendatangkan maslahat bagi manusia(Mashalihul Ibad). Karena banyaknya persoalan

10
yang mereka hadapi danterbatasnya jumlah nash yang ada maka para Ahlur Ra‟yberupaya
untukmemikirkan rahasia yang terkandung di baliknash.Diantara ulama yang masuk kedalam
kategori aliran ini adalah: Al-Qamahbin Qois (62 H), Syuraih bin Al Harits (78 H).
Untuk memahami Al-Qur’an para Ahli telah melahirkan sebuah disiplin ilmu
baru yaitu ilmu tafsir, ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui kandungan ayat-ayat
Al-Qur’an. Ketika Nabi masih hidup, penafsiran ayat-ayat tertentu dituntun dana
ditunjukkan melalui malaikat Jibril. Setelah Rasulullah wafat para sahabat Nabi
seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud. Ubay bin
Ka’ab mulai menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bersandar dari Rasulullah lewat
pendengaran mereka ketika Rasulullah masih hidup.
Dalam perkembangan generasi berikutnya, pada masa Dinasti Umayyah Islam
telah berkembangluas. Apalagi pemahaman terhadap Bahasa Arab bagi umat non-
Arab mengalami kesulitan. Makalahirlah tokoh-tokoh dibidang Tafsir, seperti Muqatil
bin Sulaiman (150 H), Muhammad bin Ishak, Muhammad bin Jarir At-Thabary (310
H).
c. Bidang ilmu fiqih
Al –Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna, merupakan sumber utama bagi
umat islam, terkhusus dalam menentukan masalah-masalah hukum. Pada masa
Khulafaurrasyidin, penetapan hukum disamping bersumber dari Rasulullah dilakukan
sebuah metode penetapan hukum, yaitu ijtihad. Ijtihad pada awalnya hanya
pengertian yang sederhana, yaitu pertimbangan yang berdasarkan kebijaksanaan yang
dilakukan dengan adil dalam memutuskan sesuatu msalah. Pada tahap perkembangan
pemikiranislam, lahir sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih, yang berarti pedoman
hukum dalam memahami masalah berdasarkan suatu perintah untuk melakukan suatu
perbuatan, perintah tidak melakukan suatu perbuatan dan memilih antara melakukan
atau tidak melakukannya.
2. Perkembangan bidang filsafat

11
Kemajuan pemikiran Islam, tidak dapat dipisahkan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan sangat berperan aktif dalam kemajuan suatu
peradaban. Ada tiga faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan
di dunia Islam pada masa kejayaannya, yaitu pertama, faktor agama (religius),
kedua, apresiasi masyarakat terhadap ilmu. Dan ketiga, patronase (perlindungan
dan dukungan) yang sangat dermawan dari para penguasa dan orang-orang kaya
terhadap berbagai kegiatan ilmiah (Salabi, A. 1982).
Tradisi pemikiran dan keilmuan dalam Islam berkembang cukup pesat
dengan dimulainya aktivitas penerjemahan karya-karya Yunani kuno ke dalam
bahasa Arab. Dalam hal ini Dar al-Hikmah yang dibangun Harun al-Rasyid
menjadi pusat kegiatannya, yang sekaligus sebagai pintu masuk bagi pemikiran
filsafat Yunani kuno ke dalam tradisi Islam. Tampilnya para filosof dan saintis
muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan Ibnu Sina tidak bisa
dilepaskan dari keuntungan yang mereka peroleh dari aktivitas penerjemahan dan
membludaknya literatur-literatur Yunani (Siba’i, M. 1987).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan
dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama
ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti
Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-
filosof besar pada masa sesudahnya.

2.3. Penyebab Runtuhnya masa Daulah Umayyah


Menurut (Kartanegara, M. 2006) ada empat yang menjadi penyebab
runtuhnya masa Daulah Umayyah di Spanyol yaitu:
1. Konflik islam dengan kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka
sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen

12
taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adapt mereka
termasuk posisi hierarkhi tradisional asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun
demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang
Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak
pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M
umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang
mengalami kemunduran.
2. Kesulitan ekonomi
Di paruh kedua masa kedua Islam di Spanyol, para penguasa membangun
kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga lalai
membina perekonomian. Akibatnyaq timbul kesulitan ekonomi yang amat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3. Tidak jelasnya system peralihan kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahliwaris. Bahkan, karena
inilah kekuasaan bani Umayyah runtuh dan Muluk At-Thawa'if muncul ke
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh
ketangan Ferdinand an Isabela, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
4. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu
berjuang sendiri, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan
Kristen disana.

13
BAB III
KESIMPULAN

1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
Pendiri dinasti Umayah yang merdeka ini ialah Abdurrahman bin Abi Sofyan,
cucu Khalifah Umayah ke 10, Hisyam. Perkembangan Agama dan Filsafat pada masa
Daulah Umayyah yaitu islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang
sangat brillian dalam bentangan sejarah Islam. Dalam menentukan kebijakan-
kebijakan negara Umar selalu merujuk kepada sumber-sumber hokum yaitu al qur’an
dan as-sunnah, Peninggalan hukum (jurisprudensi) Abu Bakar dan Umar bin Khatab
dan ijma’ ulama.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut.
1. Terjadi dikotomi antara agama dan pemerintahan. Agama menjadi urusan Ulama
dan pemerintahan menjadi urusan Amir.
2. Perkembangan dibidang pemikiran keagamaan yaitu lahirnya ulama-ulama hadits,
Ulama Ra’yi, para mutakallimin, para Fuqaha (imam mazhab).
3. Kontaknya Islam dengan Eropa mengakibatkan lahirnya kajian-kajian filsafat
dalam Islam.
4. System pemerintahan berubah dari demokrasi kepada monarkhi.
5. Dibentuknya kementerian dan sekretaris dalam membantu khalifah menjalankan
roda pemerintahan.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, H. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.


Yatim, B. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT. Gravindo Persada.
Maryam, S. 2004. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta: Lesfi.
Mubarok, J. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Sunanto, M. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Penada Media.
Siba’i, M. 1987. Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein. Jakarta:
Media Dakwah.
Mufrodi, A. 1999. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Al-Hajwi M.H. 1995. Al-Fikru Assaamy fi Tarikh Fiqh Islamy. Beirut.
Mubarok, J. 2000. Sejarah Perkembangan Hukum Islam. Bandung: Rosda Karya.
Kartanegara, M. 2006. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan.
Nasution, H. 1989. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Rajawali.
Yatim, B. 1999. Sejarah Peradaban Islam: Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rahman, F. 1997. Islam terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka.
Siba’i, M. 1993. 1993. Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Jakarta: Gema Insani
Press.
Salabi, A. 1982. Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islami. Kairo: al Maktabah al
Misriyah.
Siba’i, M. Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein. Jakarta: Media
Dakwah.

iii

Anda mungkin juga menyukai