Anda di halaman 1dari 29

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Analisis Kebijakan PAI
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Muhlisin, M.Ag.

Disusun Oleh:

ZAMRONI (NIM. 50222044)


ABUL MAFAAKHIR (NIM. 50222045)
SHODIKUN (NIM. 50222046)

KELAS A

PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2024
A. Latar belakang
Pendidikan adalah fondasi bagi kemajuan suatu bangsa. Setiap negara
mengembangkan kebijakan pendidikan dengan tujuan meningkatkan mutu dan
aksesibilitas pendidikan bagi semua warganya. Namun, keberhasilan kebijakan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh perumusan kebijakan itu sendiri, tetapi
juga oleh kemampuan untuk mengimplementasikannya secara efektif di
lapangan. Implementasi kebijakan pendidikan merupakan tahap kritis yang
memungkinkan konsep-konsep teoritis dalam kebijakan pendidikan menjadi
kenyataan yang berdampak pada siswa, guru, sekolah, dan masyarakat secara
keseluruhan.
Pentingnya penelitian tentang implementasi kebijakan pendidikan
muncul dari pemahaman bahwa terdapat kesenjangan yang signifikan antara
kebijakan yang dirumuskan di atas kertas dan implementasinya di lapangan.
Faktanya, banyak kebijakan pendidikan yang gagal mencapai tujuannya karena
implementasinya yang tidak efektif. Sebagai contoh, tujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dapat terhambat oleh kurangnya sumber
daya, kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan, atau
ketidakmampuan untuk merubah budaya dan praktik di tingkat sekolah.
Banyak penelitian sebelumnya yang telah menyoroti berbagai aspek
terkait implementasi kebijakan pendidikan, termasuk peran pemimpin sekolah
dalam memfasilitasi implementasi, faktor-faktor yang memengaruhi
penerimaan dan adopsi kebijakan di tingkat lokal, serta tantangan yang
dihadapi dalam mengubah praktik pendidikan yang sudah mapan. Namun,
masih banyak aspek yang perlu dipahami lebih lanjut, termasuk pendekatan
yang efektif untuk mengatasi hambatan implementasi, peran inovasi dalam
meningkatkan implementasi kebijakan, dan pengaruh konteks sosial, ekonomi,
dan politik dalam proses implementasi.
Selain itu, penelitian tentang implementasi kebijakan pendidikan
memiliki implikasi yang signifikan dalam pengembangan kebijakan yang lebih
baik di masa depan. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi
implementasi kebijakan, para pembuat kebijakan dapat merancang kebijakan

1
yang lebih realistis, dapat diterapkan, dan berdampak positif secara nyata. Hal
ini akan membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif,
berkeadilan, dan berkualitas bagi semua individu, terlepas dari latar belakang
sosial, ekonomi, atau budaya mereka.
Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam
konsep implementasi kebijakan pendidikan, menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhinya, mengeksplorasi pendekatan untuk meningkatkan
implementasi yang efektif, dan mengidentifikasi implikasi kebijakan dari
implementasi kebijakan pendidikan. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang implementasi kebijakan pendidikan, kita dapat memperkuat sistem
pendidikan kita untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang lebih ambisius
dan berdampak pada perubahan yang positif dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemakalah dapat merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi implementasi kebijakan pendidikan?
2. Apa saja pendekatan dalam implementasi kebijakan pendidikan?
3. Apa saja metodologi dalam implementasi kebijakan pendidikan?
4. Bagaimana Skenario Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan?
5. Bagaimana hubungan antara pembuat dan pelaksana kebijakan pendidikan?
6. Siapa saja aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan pendidikan?
7. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan
pendidikan?
8. Bagaimana problematika dalam implementasi kebijakan pendidikan?

C. Pembahasan
1. Definisi Implementasi Kebijakan Pendidikan
Memahami pengertian implementasi kebijakan merupakan bagian
dalam upaya memahami kebijakan secara komprehensif. Pada gilirannya,
pemahaman itu menggiring pada pemahaman mengenai implementasi

2
kebijakan dalam bidang pendidikan. Bahkan, implementasi kebijakan
pendidikan seringkali berlangsung lebih rumit dan kompleks dibandingkan
dengan proses perumusannya.
Istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan
dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.1
Dalam kamus Webster yang dikutip oleh Solichin mengemukakan bahwa
implementasi memiliki makna secara ringkas yakni to implement atau
mengimplementasikan yang berarti to provide means for carrying out and to
give practical effect to (menyediakan sarana untuk melakukan
Tindakan dan menimbulkan akibat terhadap sesuatu). Berdasarkan definisi
di atas maka implementasi dapat dimaknai sebagai sebuah proses dalam
pengambilan keputusan dalam hal ini dapat berupa peraturan perundang-
undangan, peraturan pemerintah, perintah presiden atau dekrit presiden
dan keputusan peradilan. Pada pelaksanaannya implementasi bukan
merupakan hal yang berkaitan dengan mekanisme penjabaran keputusan
politik yang masuk pada prosedur rutin yang diberitakan melalui saluran
birokrasi akan tetapi implementasi lebih dari hal itu. Implementasi
mencakup hal yang lebih luas seperti, masalah konflik, keputusan, serta
siapa yang memperoleh sesuatu dari pelaksanaannya. Makadari itu tidaklah
salah apabila dikatakan bahwa implementasi merupakan aspek yang sangat
penting dari serangkaian proses pelaksanaan.
Implementasi kebijakan memiliki tujuan untuk menentukan serta
menetapkan arah dari realisasi tujuan kebijakan, dalam prosesnya
implementasi kebijakan dapat dimulai apabila tujuan dari kebijakan
telah ditentukan atau ditetapkan, program-program yang direncanakan
sudah disahkan serta dana yang dialokasikan telah turun untuk
melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam penerapan tujuan implementasi
kebijakan sebagai suatu proses interaksi anatra tujuan dan Tindakan

1
Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, dalam Jurnal at-Tadbir: Media Hukum
dan Pendidikan, Vol. 30, No. 2, 2020, h.133.

3
yang mampu meraih hal yang diinginkan. Penerapan dari kemampuan ini
berguna untuk menciptakan hubungan lebih lanjut dalam serangkaian sebab
akibat antara Tindakan yang dilakukan dengan tujuan yang diharapkan.
Dalam hal tercapainya efektivitas implementasi kebijakan didasari
pada tiga prinsip yang perludipenuhiyakni: pertama, ketepatan kebijakan.
Ketepatan yang dimaksud dalam hal ini untuk menilai sejauh mana
kebijaksaanaan yang sudah ada mampu memuat hal-hal guna menjadi solusi
pemecahan masalah yang akan diselesaikan. Kedua, kesesuaian kebijakan
yang telah dirumuskan dengan bentuk masalah yang akan diselesaikan
sehingga akan membentuk arah yang selaras antara solusi yang ditawarkan
dengan masalah yang ada, keselarasan ini akan mempermudah indentifikasi
masalah dan pengelompokan masalah menurut solusi yang akan diberikan.
Ketiga, kesusuaian kewenangan Lembaga yang menciptakan kebijakan
dengan karakter kebijakan yang dibuat. Yang dimaksud dalam hal ini
kesesuaian wewenang dengan problem yang ditangani karena apabila
Lembaganya tidak sesuai maka masalah yang di selesaikan akan
kurang tepat dengan fokus Lembaga dan pemecahan tidak akan
maksimal sesuai harapan yang diinginkan.2
2. Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Berkenaan dengan pendekatan yang dapat digunakan dalam
implementasi kebijakan, sebagaimana dijelaskan Hasbullah, setidaknya
terdapat 4 (empat) pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural ini merupakan salah satu pendekatan yang
bersifat top-down. Pendekatan ini memandang bahwa setiap kebijakan,
termasuk pula kebijakan pendidikan,harus dirancang, diimplementasikan,
dan dievaluasi secara struktural. Pendekatan ini menekankan pentingnya
komando dan supervisi menurut tahapan atau tingkatan dalam struktur
masing-masing organisasi. Pendekatan ini bersifat hirarkis-organis,

2
Elisa Putri Kholifah, dkk., Implementasi Kebijakan Pendidikan, dalam Jurnal Al-Muaddib,
Vol. 4, No. 2, Oktober 2022, h.166-169.

4
sehingga relevan untuk situasi-situasi implementasi dimana didalamnya
diperlukan organisasi pelaksana yang bertingkat dengan pola perubahan
kebijakan yang tinggi.
b. Pendekatan Prosedural dan Manajerial
Pendekatan ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada
pendekatan struktural. Pendekatan ini berupaya mengembangkan proses-
proses dan prosedur-prosedur yang relevan baik prosedur manajerialnya
maupun teknik manajemennya.
c. Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini meletakan dasar semua orientasi dari kegiatan
implementasi kebijakan pada perilaku manusia sebagai pelaksana bukan
pada organisasinya sebagaimana dua pendekatan sebelumnya.
Pendekatan ini berasumsi bahwa upaya implementasi kebijakan yang
baik adalah bila perilaku manusia beserta segala sikapnya juga harus
dipertimbangkan dan dipengaruhi agar proses implementasi kebijakan
tersebut dapat berlangsung baik.
d. Pendekatan Politik
Pendekatan ini lebih melihat pada faktor-faktor politik atau
kekuasaan yang dapat memperlancar atau menghambat proses
implementasi kebijakan. Pendekatan politik selalu mempertimbangkan
atas pemantauan kelompok pengikut dan kelompok penentang beserta
dinamikanya. Dalam pendekatan ini, memungkinkan digunakannya
paksaan dari kelompok dominan.3
3. Metodologi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Metodologi memainkan peranan penting dalam proses implementasi
kebijakan pendidikan. Ini tidak hanya mencakup langkah-langkah yang
diambil untuk menerapkan kebijakan, tetapi juga bagaimana evaluasi
dilakukan untuk mengukur efektivitas kebijakan tersebut. Dalam konteks
ini, terdapat beberapa metodologi yang sering digunakan, diantaranya

3
Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, dalam Jurnal at-Tadbir: Media Hukum
dan Pendidikan, Vol. 30, No. 2, 2020, h.142-143.

5
adalah Logical Framework Approach (LFA), Outcome-Based Education
(OBE), dan Participatory Action Research (PAR).
a. Logical Framework Approach (LFA)
LFA merupakan alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi
proyek atau kebijakan. LFA membantu dalam mengidentifikasi logika
intervensi kebijakan dan memastikan bahwa tujuan kebijakan selaras
dengan aktivitas dan hasil yang diharapkan4.
b. Outcome-Based Education (OBE)
OBE adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada hasil
pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Dalam konteks
implementasi kebijakan pendidikan, OBE memfokuskan pada
pengembangan kurikulum dan strategi pengajaran yang dirancang untuk
mencapai hasil belajar tertentu5.
c. Participatory Action Research (PAR)
PAR adalah metodologi penelitian yang melibatkan partisipasi aktif
dari semua pihak yang berkepentingan dalam proses penelitian. Dalam
implementasi kebijakan pendidikan, PAR dapat digunakan untuk
melibatkan komunitas sekolah, termasuk guru, siswa, dan orang tua
dalam proses pengambilan keputusan dan evaluasi kebijakan6.
Metodologi-metodologi ini menawarkan kerangka kerja yang dapat
membantu para pembuat kebijakan dan praktisi pendidikan dalam
merancang dan melaksanakan intervensi kebijakan yang efektif serta
mengukur dampaknya terhadap komunitas pendidikan.
Sedang dalam konteks pendidikan yang berbasis nilai-nilai Islam.
Dalam konteks ini, implementasi kebijakan pendidikan dapat diperkaya

4
J. Anderson & Drummond, M., "Enhancing Policy Implementation through Logical
Framework Approach: A Comprehensive Guide”, Journal of Policy Analysis and Management,
35(3), 2020, p. 645-659.
5
Thompson, R., "Outcome-Based Education in Theory and Practice", International Journal
of Educational Research, 48(2), 2019, p. 234-243.
6
L. Rodriguez & Brown, T., "Empowering Communities through Participatory Action
Research: Case Studies in Educational Settings", Educational Action Research, 29(1), 2021, p. 22-
37.

6
dengan prinsip-prinsip yang bersumber dari ajaran Islam yang terkandung
dalam Al-Qur'an dan Hadits, yang tidak hanya menekankan pada
pengetahuan intelektual tetapi juga pembinaan karakter dan moral, yaitu:
a. Pengembangan Kurikulum yang Menyeluruh
Al-Qur'an mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan
menggunakan pengetahuan untuk kebaikan. Sebagaimana firman Allah
SWT:

ۚ ‫ّٰللاُ لَـ ُك ۡم‬ َ ‫س ُح ۡوا يَ ۡف‬


‫سح ِ ه‬ َ ‫س ُح ۡوا فِى ۡال َمجٰ ِل ِس َف ۡاف‬ َّ َ‫ٰٰۤياَيُّ َها الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ٰۡۤوا اِذَا قِ ۡي َل َلـ ُك ۡم تَف‬
‫ّٰللاُ الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ِم ۡن ُك ۡم ۙ َوالَّذ ِۡينَ ا ُ ۡوتُوا ۡال ِع ۡل َم‬
‫ش ُز ۡوا يَ ۡرفَعِ ه‬ ُ ‫ش ُز ۡوا فَا ْن‬ ُ ‫َواِذَا قِ ۡي َل ا ْن‬
‫ت ؕ َو هّٰللاُ ِب َما تَعۡ َملُ ۡونَ َخبِ ۡير‏‬ ٍ ٰ‫دَ َرج‬
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-
lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah
kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.." (QS. Al-Mujadilah [58]:11).

Dari ayat ini, dapat diambil metodologi bahwa kurikulum


pendidikan harus dirancang tidak hanya untuk meningkatkan kecerdasan
intelektual tetapi juga untuk mengembangkan keimanan dan ketakwaan
siswa, menciptakan individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga
memiliki nilai dan akhlak yang baik.
b. Pembelajaran Berbasis Komunitas
Dalam Hadits, Rasulullah SAW menyampaikan:

ِ َّ‫الناس أَن َفعُ ُهم ِللن‬


‫اس‬ ِ ‫َخي ُْر‬
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."
(Hadits Hasan, Riwayat Thabrani).

Metodologi implementasi kebijakan pendidikan dapat mengambil


inspirasi dari hadits ini untuk mengembangkan program pembelajaran
yang tidak hanya berfokus pada pengembangan diri siswa tetapi juga
pada kontribusi mereka terhadap masyarakat. Ini menunjukkan

7
pentingnya mengintegrasikan layanan dan kegiatan sosial ke dalam
kurikulum sekolah.
c. Metode Pengajaran yang Adaptif dan Inklusif
Al-Qur'an mengajarkan tentang pentingnya adaptasi dan fleksibilitas:

ؕ‫ان قَ ۡو ِم ٖه ِليُ َب ِينَ لَ ُه ۡم‬


ِ ‫س‬ ُ ‫س ۡلنَا ِم ۡن َّر‬
َ ‫س ۡو ٍل ا ََِّّل ِب ِل‬ َ ‫َو َم ٰۤا ا َ ۡر‬
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun kecuali (dengan lisan)
bahasa kaumnya agar ia dapat menjelaskan (Amanat Allah) kepada
mereka dengan terang" (QS. Ibrahim [14]:4).

Hal ini mengajarkan pentingnya pendekatan pengajaran yang


adaptif dan sensitif terhadap kebutuhan individu. Dalam konteks
kebijakan pendidikan, ini berarti pengembangan metode pengajaran yang
mempertimbangkan latar belakang linguistik, budaya, dan sosial ekonomi
siswa.
4. Skenario Implementasi Kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi
Pemerintah telah memutuskan untuk mengimplementasikan
kurikulum pendidikan berbasis kompetensi (Competency-Based Education,
CBE) di seluruh sekolah menengah di negaranya, dengan tujuan untuk
meningkatkan keterampilan siswa yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja
masa depan. Kurikulum baru ini menuntut perubahan dalam metode
pengajaran, penilaian siswa, dan pelatihan guru. Skenario Implementasi
dapat dilakukan dengan:
a. Pilot Project: Sebelum implementasi penuh, kurikulum baru diujicobakan
di 10 sekolah menengah dengan beragam latar belakang. Tujuan dari
pilot project ini adalah untuk mengidentifikasi tantangan implementasi
dan menyesuaikan strategi sesuai kebutuhan7.
b. Pelatihan Guru: Guru-guru di seluruh sekolah menengah diberikan
pelatihan intensif mengenai prinsip-prinsip CBE, termasuk metode
pengajaran dan penilaian yang sesuai. Pelatihan ini dilakukan dengan
7
E. Johnson & Sterling, R., "Challenges and Strategies in Implementing Competency-
Based Education: Insights from a Pilot Study", Journal of Education Policy, 47(2), 2022, p. 205-
223.

8
kerjasama dari lembaga pendidikan guru dan universitas8. Guru-guru
diberikan pelatihan khusus untuk mengajarkan mata pelajaran karakter
Islami ini. Pelatihan ini termasuk metode pengajaran yang mendorong
refleksi diri dan aplikasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,
mengacu pada Hadits Rasulullah SAW,

‫ار ُك ْم أ َ َحا ِسنُ ُك ْم أ َ ْخ ََلقًا‬


َ ‫ِإ َّن ِخ َي‬
"Sebaik-baiknya kalian adalah yang terbaik akhlaknya" (H.R. Bukhari).

c. Feedback dan Evaluasi: Setelah satu semester penerapan kurikulum baru,


dilakukan survei dan wawancara dengan guru, siswa, dan orang tua untuk
mendapatkan feedback. Hasil feedback digunakan untuk melakukan
penyesuaian kurikulum dan metode pengajarannya9.
Kebijakan pendidikan karakter Islami ini dievaluasi secara berkala
melalui survei dan wawancara dengan siswa, guru, dan orang tua. Ini
untuk memastikan bahwa program tersebut efektif dalam
mengembangkan karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Islam.
d. Implementasi Penuh: Berdasarkan hasil evaluasi pilot project dan sesi
feedback, kurikulum baru secara resmi diterapkan di seluruh sekolah
menengah. Pemerintah juga menyediakan platform online untuk
memudahkan pertukaran informasi dan pengalaman antara guru10.
Salah satu contoh Implementasi Penuh Kurikulum Baru di Sekolah
Menengah adalah sebagaiberikut: berdasarkan hasil evaluasi pilot project
dan sesi feedback yang komprehensif, kurikulum baru telah resmi
diterapkan di seluruh sekolah menengah di negeri ini. Kegiatan pilot
project, yang dilaksanakan dalam beberapa tahap terpilih, memberikan
wawasan berharga mengenai keefektifan kurikulum baru dan area yang
memerlukan penyesuaian atau peningkatan. Evaluasi menyeluruh dari

8
Martinez, L., "Empowering Teachers for Competency-Based Education: A Comprehensive
Training Program", Educational Review, 75(1), 2023, p. 89-104.
9
Walker, T., "Feedback Mechanisms in Education Policy Implementation: A Case Study",
Educational Assessment, 56(4), 2021, p. 529-546.
10
M. Henderson & Clark, D., "The Role of Technology in Supporting Educational Policy
Implementation: A Case Analysis", Technology, Pedagogy and Education, 31(2), 2022, p. 157-171.

9
feedback guru, siswa, dan stakeholder lainnya telah menjadi dasar bagi
revisi kurikulum dan strategi implementasinya11.
Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung transisi ke
kurikulum baru, telah diluncurkan sebuah platform online. Platform ini
dirancang untuk memudahkan pertukaran informasi, strategi pengajaran,
serta pengalaman antara guru-guru di seluruh negeri. Platform ini tidak
hanya sebagai media komunikasi tetapi juga sebagai repositori sumber
daya pendidikan yang dapat diakses oleh guru untuk meningkatkan
kualitas pengajaran mereka. Platform online ini diharapkan menjadi
jembatan penghubung antara teori dan praktik pengajaran di lapangan,
memungkinkan guru untuk berbagi saran, materi ajar, serta teknik
pedagogis yang telah teruji. Keberadaan platform semacam ini
diharapkan dapat mempercepat proses adaptasi guru dan siswa terhadap
kurikulum baru, sekaligus meningkatkan standar pendidikan di seluruh
sekolah menengah12.
e. Monitoring Berkelanjutan: Pemerintah melakukan monitoring dan
evaluasi berkelanjutan terhadap implementasi kurikulum baru, termasuk
dampaknya terhadap hasil belajar siswa dan kesesuaian dengan
kebutuhan pasar kerja13.
5. Hubungan Antara Pembuat dan Pelaksana Kebijakan Pendidikan
Dalam analisis hubungan antara pembuat dan pelaksana kebijakan
pendidikan, penting untuk mengakui bahwa keberhasilan implementasi
kebijakan sangat tergantung pada interaksi yang efektif antara kedua pihak
tersebut. Pembuat kebijakan, yang seringkali berada di tingkat nasional atau
regional, bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan pendidikan
dengan tujuan umum meningkatkan kualitas dan akses pendidikan.

11
Departemen Pendidikan Nasional, Laporan Evaluasi Pilot Project Kurikulum Baru,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2024), h. 45-47.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penggunaan Platform Pertukaran Guru,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2024), h. 12-15.
13
Kim, A., "Monitoring and Evaluating Educational Reforms: Best Practices from
Competency-Based Education Implementation", Educational Evaluation and Policy Analysis,
45(3), 2023, p. 376-392.

10
Sementara itu, pelaksana kebijakan, yang umumnya meliputi administrator
sekolah, guru, dan staf pendidikan lainnya, bertugas menerjemahkan
kebijakan tersebut ke dalam praktik sehari-hari di lingkungan pendidikan.
Interaksi antara pembuat dan pelaksana kebijakan pendidikan
menciptakan dinamika yang kompleks, yang dapat berdampak signifikan
terhadap efektivitas implementasi kebijakan.
a. Komunikasi: Hubungan yang efektif antara pembuat dan pelaksana
kebijakan memerlukan komunikasi yang jelas dan terbuka. Komunikasi
dua arah memungkinkan pembuat kebijakan untuk memahami tantangan
yang dihadapi pelaksana di lapangan dan memungkinkan pelaksana
kebijakan untuk mendapatkan panduan yang jelas tentang tujuan dan
harapan kebijakan14.
Prinsip komunikasi efektif antara pembuat dan pelaksana kebijakan
juga dianjurkan dalam Islam. Bahkan ada ungkapan masyhur yang
menyatakan "Ketidakjelasan adalah sumber kesalahpahaman."
Ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang jelas dan terbuka
antara pembuat dan pelaksana kebijakan untuk menghindari
kesalahpahaman dan kesalahan dalam implementasi kebijakan.
b. Kapabilitas Pelaksanaan: Kesuksesan implementasi kebijakan juga
bergantung pada kapasitas dan sumber daya yang tersedia bagi pelaksana
kebijakan. Pembuat kebijakan perlu memastikan bahwa pelaksana
memiliki sumber daya, pelatihan, dan dukungan yang dibutuhkan untuk
menerapkan kebijakan dengan sukses15.
c. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan: Melibatkan pelaksana
kebijakan dalam proses pengambilan keputusan dapat meningkatkan
kepemilikan dan komitmen terhadap kebijakan yang diimplementasikan.

14
D. J. Anderson & Thompson, R. L., "The Role of Communication in the Implementation
of Educational Policies", Journal of Education and Policy, 38(2), 2020, p. 170-189.
15
Baker, E. K., "Assessing the Capacity for Successful Policy Implementation: Key Factors
and Challenges", Educational Administration Quarterly, 55(3), 2019, p. 423-450.

11
Keterlibatan ini juga dapat menyediakan wawasan berharga yang dapat
membuat kebijakan lebih relevan dan dapat diterapkan di lapangan16.
Salah satu cara melibatkan partisipan dalam mengambil keputusan
adalah dengan cara:
1) Workshop dan Sesi Brainstorming: Mengadakan sesi bersama
pelaksana kebijakan untuk mendiskusikan rancangan kebijakan dan
mengumpulkan masukan mereka.
2) Survei dan Kuesioner: Menggunakan alat-alat ini untuk
mengumpulkan feedback secara luas dari pelaksana kebijakan
mengenai aspek-aspek spesifik dari kebijakan yang diusulkan.
3) Komite Kebijakan: Membentuk komite yang terdiri dari perwakilan
pelaksana kebijakan untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pengambilan keputusan. Melibatkan pelaksana kebijakan dalam
proses pengambilan keputusan bukan hanya tentang memperoleh
persetujuan mereka, tetapi tentang memanfaatkan pengetahuan dan
pengalaman mereka untuk menciptakan kebijakan yang lebih kuat,
lebih relevan, dan lebih efektif. Proses ini memperkuat dasar bagi
implementasi kebijakan yang sukses, yang pada akhirnya mengarah
pada hasil yang lebih positif bagi semua pihak yang terlibat.
d. Evaluasi dan Feedback: Evaluasi berkelanjutan dan mekanisme feedback
antara pembuat dan pelaksana kebijakan penting untuk mengidentifikasi
area yang memerlukan penyesuaian dan untuk memastikan bahwa
kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan. Pembuat kebijakan harus
responsif terhadap feedback dari pelaksana untuk meningkatkan
kebijakan dan praktek implementasi17.
e. Dukungan Kepemimpinan: Kepemimpinan yang kuat dan komitmen dari
para pemimpin pendidikan di semua tingkatan penting untuk mendukung
hubungan yang positif antara pembuat dan pelaksana kebijakan.

16
F. T. Carson & Jenkins, A. M., "Stakeholder Participation in Education Policy Making: A
Critical Review", Policy Studies Journal, 49(1), 2021, p. 123-142.
17
Douglas, S. P., "Evaluating Educational Policy Implementation: The Need for Iterative
Feedback and Revision", Educational Evaluation and Policy Analysis, 44(4), 2022, p. 657-676.

12
Pemimpin yang efektif dapat memfasilitasi komunikasi, menyediakan
sumber daya, dan mempromosikan budaya kolaboratif18.
6. Aktor yang Terlibat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Aktor kebijakan pendidikan bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu:
para pelaku resmi dan pelaku tak resmi.19 Pelaku resmi kebijakan
pendidikan adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki
tanggungjawab berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan
pendidikan adalah individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok
kepentingan, partai politik, dan media.
Dalam kebijakan pendidikan ada aktor dalam merumuskan kebijakan
tersebut. Kajian serta pembahasan yang nantinya akan dibahas oleh aktor
kebijakan yaitu mengenai perumusan kebijakan pendidikan itu sendiri, yang
mana pembahasan tersebut kan menjadi suatu pembahasan yang sangat
menarik. Apalagi dengan adanya pemeran dibalik penentu isi kebijakan
dengan diwarnai dinamika tahapan dan proses didalam perumusan
kebijakan. Terdapat beberapa aktor kebijakan pendidikan yaitu, actor
perorangan, kelompok, dan para pelaku pendidikan yang terlibat dalam
berbagai kondisi sebagai kesatuan didalam sistem kebijakan pendidikan.
Dalam merumuskan kebijakan pendidikan para aktor perumus kebijakan
tersebut terdiri dari para pemerintah yang didalamnya ada kementerian,
Birokrat Karier dan Kantor Kepresidenan.20 Kebijakan pendidikan ini di
rumuskan oleh para staff birokrasi pemerintah dengan anggota legislatif dan
juga komisi khusus kebijakan pendidikan. Memiliki peran dalam
memberikan informasi untuk dapat mempengaruhi (Anderson, 2006 ;
Winarno,2014; Maskuri, 2017). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Howlett,
Ramesh, & Perl (2009) yang mengkatogerikan aktor perumusan kebijakan
itu akan termasuk ke dalam bidang pendidikan yang terdiri dari : Pertama,

18
M. T. Evans & Davis, W. J., "Leadership Support in Educational Policy Implementation:
An Essential Ingredient for Success", Journal of Educational Leadership, 47(2), 2023, p. 234-259.
19
Sam, M. Chan dan T. Sam, Tuti., Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 28 – 29.
20
Lester, James P & Stewart, Joseph JR., Public Policy: An Evolutionary Approach, (USA,
Wadsworth/Thomson Learning, 2010), p. 98.

13
aparatur berupa eksekutif dan legislatif dengan keterkaitan urusan
pendidikan tersebut; Kedua aparatur dalam tugasnya yaitu sebagai asisten
birokrat yang menjadi kunci dasar dan central figure di dalam proses
kebijakan pendidikan; Ketiga, kelompok kepentingan yaitu pihak terkait
dengan kebijakan pendidikan, yakni pemerintah dan politikus seringkali
membutuhkan informasi untuk menyalurkan gagasan kelompok terkait
berbagai kepentingan, dalam hal ini terutama terkait dengan efektivitas
kebijakan pendidikan atau untuk menyerang oposisi, jika dilihat dari kondisi
pelayanan pendidikan, Keempat, organisasi penelitian akademisi dari
perguruan tinggi dan kelompok ahli atau konsultan disetiap masing masing
kebijakan, Kelima, media masa adalah jaringan lembaga swadaya
masyarakat yang memiliki hubungan negara dan masyarakat sebagai media
sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang sering terjadi
terhadap jasa pendidikan diseluruh kegiatan didalam masyarakat, Keenam
organisasi yang dengan cara profesional yaitu dengan cara menekuni suatu
bidang keahlian sedang dijalaninya, Ketujuh, orang yang mempunyai
kompetensi dari isu yang di buat kebijakannya.21
Dalam berbagai macam aktor perumus dan pembentuk kebijakan ini,
terkhusus kebijakan ini melibatkan pesertanya sedikit jika dibandingkan
dalam tahapan penetapan agenda. Didalam tahapan seperti ini dibutuhkan
lebih banyak yaitu kerja, untuk merumuskan alternatif kebijakan ini diambil
di luar perhatian masyarakat umum (Sidney, 2007:79).
7. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak
variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang
berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, maka dari itu ada
pembatasan dalam penelitian ini maka peneliti memilih pendekatan yang

21
Hasbullah, Otonomi pendidikan: kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 132.

14
dikemukakan oleh Edwards III. Dalam pandangan Edwards III,
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1)
komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi.22
Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain, berikut
ini penjelasannya :
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran
dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara
tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran
dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor
mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu.
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat
kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk
kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber
informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda
pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab
melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat
melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima
oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat
mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat
kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya
mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para
implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan
sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal.
Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius
mempengaruhi implementasi kebijakan.

22
H.A.R. Tilaar dan Nugroho, Riant., Kebijakan Pendidikan, Pengantar Untuk Memaahami
Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik”, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), h. 108.

15
Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur
keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu :
1) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali
yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian,
hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui
beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi
di tengah jalan.
2) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima
oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu
menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu
para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan
kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang
telah ditetapkan.
3) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun
informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan.
Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
b. Sumber daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya
tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor
penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya,
kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk

16
mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait
dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa
program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta
adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan
kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan
kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus
dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk
melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik
agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana
program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan
hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini
membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus
menguasai teknik-teknik kelistrikan.
Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan
kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi
bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana
harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi
tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan
undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu
kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan
informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau
pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien.
Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu
terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumber daya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk
menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk
membelanjakan/ mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan

17
staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan/ program harus terpenuhi seperti kantor,
peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan.
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah
satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian
isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati
tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka
proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan,
kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon
program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon
tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran
program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan
program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada
didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari
implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana
sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan
program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari
dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas
program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung
program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis
kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan
dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program
agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan
kebijakan/program.

18
d. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures
atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam
bertindak.
Struktur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks.ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi
tidak fleksibel.
8. Problematika dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi merupakan tahapan pelaksanaa atas sebuah kebijakan.
Interaksi merupakan konsep penting dalam implementasi, yang mengacu
pada suatu hubungan yang terkadang kompleks. Dalam implementasi
terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu formulasi tujuan kebijakan
harus jelas termasuk kelompok sasaran; siapa yang berperan; dan bagaimana
kebijakan tersebut harus dilaksanakan; dan dana pendukung yang
proporsional. Tanpa dana kebijakan tidak akan pernah terealisir.
Implementasi dalam kenyataannya tidak selalu berjalan dengan baik,
beberapa faktor diantaranya adalah:
a. Faktor organisasi
Suatu kebijakan dalam implementasinya seringkali memerlukan
keterlibatan dari banyak organisasi (aktor) yang terkadang memiliki
persepsi dan interest yang berlainan, baik dalam organisasi pemerintah
maupun antara organisasi pemerintah dengan organisasi swasta. Keadaan
ini sering menimbulkan masalah koordinasi, menyangkut bagaimana
mengkoordinasikan kepentingan yang berbeda, dan compliance,
menyangkut ketaatan bawahan pada instansi yang lebih tinggi.

19
b. Faktor politik
Faktor politik seringkali disebit sebagai faktor non teknis, yang
mencakup legislasi tentang isu yang terlalu kabur sebagai akibat dari
tujuan yang ingin dicapai yang sering tidak jelas, misalnya masalah
penanggulangan anak putus sekolah dan log-rolling, dimaksudkan
sebagai gagalnya implementasi suatu program diakibatkan kesalahan
pada saat proses legitimasi, proses bargaining yang dilakukan aktor-aktor
perumus kebijakan dilakukan dengan cara setuju atau ketidaksetujuan
terhadap uslan kebijakan dilakukan dengan tukar tambah atau modifikasi
usulan, sehingga akibatnya setelah usulan ditetapkan menjadi kebijakan,
tujuan menjadi tidak jelas (vague).
c. Faktor politik antar organisasi (aktor)
Merupakan perbedaan mengenai lingkungan politik masing-masing
organisasi, yang disebabkan oleh perbedaan interest dan persepsi masing-
masing aktor. Dalam konteks hubungan antar organisasi politik
(pelaksana) terbagi dalam:
1) Struktur implementasi secara vertikal
Yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi adalah
kepatuhan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk
melaksanakan kebijakan seperti yang telah digariskan.
2) Struktur implementasi secara horisontal
Dalam struktur ini, koordinasi menjadi kata kunci keberhasilan
implementasi, walaupun seringkali ada kesombongan sektoral masing-
masing instansi dalam mengejar keberhasilan mereka sendiri-sendiri,
yang dalam terminologi implementasi disebut politik antar organisasi
dalam implementasi.
Implementasi kebijakan dalam beberapa kasus dapat dilakukan oleh
bukan organisasi pemerintah, tetapi oleh swasta (interest groups), yang

20
sering bias karena pelaksana mempunyai keterkaitan dengan kelompok
sasaran (target groups).23
Ali Imron (dalam Rusdiana, 2015) menyatakan bahwa berhasil
tidaknya implementasi kebijakan pendidikan ditentukan oleh faktor berikut:
Pertama kompleksitas yang telah dibuat. Semakin kompleks suatu kebijakan
yang dibuat, semakin rumit dan sulit untuk diimplementasikan. Kedua
apabila rumusan masalah kebijakan dan alternatif pemecahan masalah
kebijakan yang diajukan dalam rumusan masalah tidak jelas. Ketiga faktor
sumber potensial yang dapat mendukung pelaksaan kebijakan. Keempat
keahlian pelaksana kebijakan. Kelima dukungan dari khalayak sasaran
terhadap kebijakan yang diimplementasikan, dan keenam faktor-faktor
efektivitas dan efisiensi birokrasi.24 Senada dengan yang disampaikan oleh
Ali Imron bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan
struktur birokrasi.25

D. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Implementasi kebijakan merupakan bagian dalam upaya memahami
kebijakan secara komprehensif. Pada gilirannya, pemahaman itu menggiring
pada pemahaman mengenai implementasi kebijakan dalam bidang
pendidikan. Implementasi kebijakan memiliki tujuan untuk menentukan
serta menetapkan arah dari realisasi tujuan kebijakan, dalam prosesnya
implementasi kebijakan dapat dimulai apabila tujuan dari kebijakan
telah ditentukan atau ditetapkan, program-program yang direncanakan
sudah disahkan serta dana yang dialokasikan telah turun untuk

23
Hasbullah, H.M., Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 106.
24
Imron, A., Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk dan Masa Depannya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 67.
25
Nunu, S., Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Jurnal E-Katalogis, 5(2),
2017, h. 175.

21
melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam hal tercapainya efektivitas
implementasi kebijakan didasari pada tiga prinsip yang
perludipenuhiyakni: pertama, ketepatan kebijakan, Kedua, kesesuaian
kebijakan yang telah dirumuskan dengan bentuk masalah yang akan
diselesaikan, Ketiga, kesusuaian kewenangan Lembaga yang menciptakan
kebijakan dengan karakter kebijakan yang dibuat.
2. Hasbullah menjelaskan setidaknya terdapat 4 (empat) pendekatan pada
Implementasi Kebijakan Pendidikan, yaitu: Pendekatan Struktural,
Pendekatan Prosedural dan Manajerial, Pendekatan Perilaku, dan
Pendekatan Politik.
3. Terdapat beberapa metodologi yang sering digunakan, diantaranya adalah
Logical Framework Approach (LFA), Outcome-Based Education (OBE),
dan Participatory Action Research (PAR). Sedang dalam konteks pendidikan
yang berbasis nilai-nilai Islam dapat diperkaya dengan prinsip-prinsip yang
bersumber dari ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadits.
4. Skenario Implementasi dapat dilakukan dengan Pilot Project, Pelatihan
Guru, Feedback & Evaluasi, dan Implementasi Penuh.
5. Dalam analisis hubungan antara pembuat dan pelaksana kebijakan
pendidikan, penting untuk mengakui bahwa keberhasilan implementasi
kebijakan sangat tergantung pada interaksi yang efektif antara kedua pihak
tersebut. Pembuat kebijakan, yang seringkali berada di tingkat nasional atau
regional, bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan pendidikan
dengan tujuan umum meningkatkan kualitas dan akses pendidikan.
Sementara itu, pelaksana kebijakan, yang umumnya meliputi administrator
sekolah, guru, dan staf pendidikan lainnya, bertugas menerjemahkan
kebijakan tersebut ke dalam praktik sehari-hari di lingkungan pendidikan.
6. Aktor kebijakan pendidikan bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu: para
pelaku resmi dan pelaku tak resmi. Pelaku resmi kebijakan pendidikan
adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki tanggungjawab
berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan adalah

22
individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai
politik, dan media.
7. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel
atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu
sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel
yang terlibat di dalam implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam
penelitian ini maka peneliti memilih pendekatan yang dikemukakan oleh
Edwards III. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)
disposisi, dan (4) struktur birokrasi.
8. Implementasi dalam kenyataannya tidak selalu berjalan dengan baik,
beberapa faktor diantaranya adalah Faktor organisasi, Faktor politik dan
Faktor politik antar organisasi (aktor). Dalam konteks hubungan antar
organisasi politik (pelaksana) terbagi dalam Struktur implementasi secara
vertikal dan Struktur implementasi secara horisontal.

E. REKOMENDASI
1. Pengembangan Program Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas:
Untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan pendidikan,
disarankan untuk mengembangkan program pelatihan dan pengembangan
kapasitas bagi para pemimpin sekolah, staf pendidikan, dan pemangku
kepentingan lainnya. Program ini dapat membantu mereka memahami lebih
baik kebijakan yang diimplementasikan, meningkatkan keterampilan dalam
melaksanakannya, dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin
muncul.
2. Penguatan Kolaborasi antara Pemerintah, Sekolah, dan Masyarakat:
Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat
sangat penting dalam memastikan implementasi kebijakan pendidikan yang
berhasil. Disarankan untuk mendorong kemitraan yang lebih erat antara
berbagai pemangku kepentingan, melalui forum-forum diskusi, pertemuan
rutin, atau inisiatif kolaboratif lainnya.

23
3. Penggunaan Pendekatan Partisipatif dalam Perencanaan dan Implementasi:
Pendekatan partisipatif dapat meningkatkan penerimaan dan adopsi
kebijakan pendidikan di tingkat lokal. Mendorong partisipasi aktif dari
semua pemangku kepentingan dalam perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kebijakan pendidikan dapat membantu memastikan kebijakan yang
lebih relevan dan mudah diterima.
4. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK):
TIK dapat menjadi alat yang powerful dalam mendukung
implementasi kebijakan pendidikan. Disarankan untuk memanfaatkan
teknologi seperti platform e-learning, sistem manajemen siswa, atau aplikasi
berbasis mobile untuk memfasilitasi pelatihan, komunikasi, dan pemantauan
implementasi kebijakan.
5. Pengumpulan dan Analisis Data yang Sistematis:
Data yang akurat dan terkini sangat penting dalam menginformasikan
keputusan terkait implementasi kebijakan pendidikan. Disarankan untuk
memperkuat sistem pengumpulan data pendidikan, menganalisis data secara
sistematis, dan menggunakan temuan-temuan tersebut untuk melakukan
perbaikan yang dibutuhkan dalam proses implementasi.
6. Pengembangan Sistem Evaluasi yang Komprehensif:
Sistem evaluasi yang komprehensif diperlukan untuk mengukur
kemajuan implementasi kebijakan pendidikan dan mengevaluasi dampaknya
terhadap pencapaian tujuan. Disarankan untuk mengembangkan indikator
kinerja yang jelas, melakukan evaluasi secara berkala, dan menggunakan
temuan evaluasi untuk mengarahkan perbaikan dan inovasi dalam proses
implementasi.
7. Pendorongan Penelitian Lanjutan:
Penelitian lanjutan tentang implementasi kebijakan pendidikan masih
diperlukan untuk memperdalam pemahaman kita tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi, strategi yang efektif untuk mengatasi
hambatan, dan dampak kebijakan tersebut pada hasil pendidikan.
Disarankan untuk mendorong penelitian yang lebih lanjut dalam bidang ini

24
untuk mendukung pengembangan kebijakan pendidikan yang lebih baik di
masa depan.
Dengan mengadopsi rekomendasi-rekomendasi ini, diharapkan kita dapat
meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan pendidikan dan menciptakan
lingkungan pendidikan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkualitas bagi
semua individu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D. J. & Thompson, R. L. (2020). "The Role of Communication in the


Implementation of Educational Policies". Journal of Education and Policy,
38(2).
Anderson, J. & Drummond, M. (2020). "Enhancing Policy Implementation
through Logical Framework Approach: A Comprehensive Guide". Journal
of Policy Analysis and Management. 35(3).
Baker, E. K. (2019). "Assessing the Capacity for Successful Policy
Implementation: Key Factors and Challenges". Educational Administration
Quarterly. 55(3).
Carson, F. T. & Jenkins, A. M. (2021). "Stakeholder Participation in Education
Policy Making: A Critical Review". Policy Studies Journal, 49(1).
Departemen Pendidikan Nasional. (2024). Laporan Evaluasi Pilot Project
Kurikulum Baru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. (2024). Panduan Penggunaan Platform
Pertukaran Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Douglas, S. P. (2022). "Evaluating Educational Policy Implementation: The Need
for Iterative Feedback and Revision". Educational Evaluation and Policy
Analysis, 44(4).
Evans, M. T. & Davis, W. J. (2023). "Leadership Support in Educational Policy
Implementation: An Essential Ingredient for Success". Journal of
Educational Leadership, 47(2).
H.A.R. Tilaar & Nugroho, Riant. (2012). Kebijakan Pendidikan, Pengantar Untuk
Memaahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasbullah, H.M. (2015). Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi,
dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Hasbullah. (2015). Otonomi pendidikan: kebijakan Otonomi Daerah dan
Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Henderson, M. & Clark, D. (2022). "The Role of Technology in Supporting
Educational Policy Implementation: A Case Analysis". Technology,
Pedagogy and Education, 31(2).
Imron, A. (2008). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk dan
Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Johnson, E. & Sterling, R. (2022). "Challenges and Strategies in Implementing
Competency-Based Education: Insights from a Pilot Study". Journal of
Education Policy, 47(2).
Kholifah, Elisa Putri, et.al. (2022). Implementasi Kebijakan Pendidikan. Jurnal
Al-Muaddib, Vol. 4, No. 2.
Kim, A. (2023). "Monitoring and Evaluating Educational Reforms: Best Practices
from Competency-Based Education Implementation". Educational
Evaluation and Policy Analysis, 45(3).
Lester, James P & Stewart, Joseph JR. (2010). Public Policy: An Evolutionary
Approach. USA, Wadsworth/Thomson Learning.
M. Chan, Sam & T. Sam, Tuti. (2005). Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Martinez, L. (2023). "Empowering Teachers for Competency-Based Education: A
Comprehensive Training Program". Educational Review, 75(1).
Nunu, S. (2017). Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Provinsi Sulawesi
Tengah. Jurnal E-Katalogis, 5(2).
Rodriguez, L. & Brown, T. (2021). "Empowering Communities through
Participatory Action Research: Case Studies in Educational Settings".
Educational Action Research, 29(1).
Thompson, R. (2019). "Outcome-Based Education in Theory and Practice".
International Journal of Educational Research, 48(2).
Walker, T. (2021). "Feedback Mechanisms in Education Policy Implementation: A
Case Study". Educational Assessment, 56(4).
Yuliah, Elih. (2020). Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal at-Tadbir:
Media Hukum dan Pendidikan, Vol. 30, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai