Anda di halaman 1dari 22

RESUME

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Nilai Dalam Mata Kuliah Kebijakan Pendidikan Islam

Oleh :
ANISA INDAH MULYANI
NIM. 211531477

Dosen Pengampu :
Dr. JAMILAH, M.Pd.I

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
FAKULTAS PENDIDIKAN ISLAM DAN KEGURUAN
2024
PENGERTIAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kebijakan berarti kepandaian,


kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(pemerintah, organisasi dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau
maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran;
garis haluan.1
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi dari kebijakan
pendidikan merupakan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan
sistem pendidikan, yang mencakup tujuan pendidikan dan cara mencapai tujuan
tersebut. Dalam pengertian sederhana, kebijakan pendidikan adalah rumusan berbagai
cara dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan melalui berbagai
kebijakan pendidikan (Tilaar, 2009). Kebijakan pendidikan ditujukan untuk menjadi
pedoman dalam melakukan tindakan, pengarahan kegiatan pendidikan atau organisasi
atau sekolah dengan masyarakat serta pemerintah untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Sehingga kebijakan pendidikan merupakan garis umum bagi pengambilan
keputusan di setiap jenjang pendidikan maupun organisasi.2
Dalam upaya mencapai keselarasan sekaligus memenuhi kebutuhan tersebut,
Duke dan Canady menjabarkan konsep kebijakan melalui delapan arah pemaknaan
fungsi kebijakan dimana :
a. Kebijakan berfungsi sebagai penegas maksud dan tujuan dari diterbitkannya
kebijakan tersebut.
b. Kebijakan berfungsi sebagai keputusan lembaga yang mengatur, mengendalikan,
mempromosikan, melayani dan memberikan pengaruh lainnya dalam lingkup
kewenangan kebijakan tersebut.
c. Kebijakan sebagai panduan tindakan diskresioner.
d. Kebijakan sebagai strategi untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
e. Kebijakan sebagai perilaku atau tindakan yang bersanksi.

1
Saifullah Isri, Kebijakan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Semesta Aksara, 2021), hal 2
2
Emilda Sulasmi, Buku Ajar Kebijakan dan Permasalahan Pendidikan (Medan: Umsu Press, 2021), hal 3

2
f. Kebijakan sebagai norma perilaku yang memiliki ciri konsistensi dan keteraturan
dalam bidang tindakan substantive.
g. Kebijakan sebagai output dari sistem pembuat kebijakan.
h. Kebijakan sebagai pengaruh dari pembuatan kebijakan, yang ditujukan kepada
pemahaman target kebijakan terkait dengan implementasi sistem.3

Tanggung jawab pengelolaan pendidikan tidak lagi oleh pemerintah saja (baik
pusat maupun daerah), tetapi juga telah menjadi tanggung jawab bersama dengan
sekolah dan masyarakat dalam rangka memperoleh hasil dari pengambilan keputusan
sedekat mungkin dengan kebutuhan dari sasaran kebijakan, yaitu peserta didik dan
semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Sebagai pedoman dalam menjalankan pengelolaan pendidikan, kebijakan
hendaknya memenuhi karakteristik sebagaimana disebutkan berikut :
1. Memiliki tujuan pendidikan yang jelas
Seperti kebijakan pada umumnya, kebijakan pendidikan juga harus memiliki
tujuan yang jelas. Terutama tujuan pendidikan yang akan di realisasikan. Tujuan
pendidikan tersebut harus jelas dan terarah sehingga memberikan kontribusi pada
pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal
Keberadaan kebijakan pendidikan pasti akan diberlakukan, oleh karenanya
segala pra-syarat yang harus dipenuhi harus dituntaskan terlebih dahulu. Dengan
demikian kebijakan pendidikan memiliki bukti keabsahan dan diakui secara legal
dapat diberlakukan pada suatu wilayah. Kebijakan pendidikan harus memenuhi
syarat konstitusional sesuai dengan konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah agar
secara resmi diakui dan berlaku di wilayah tersebut.
3. Memiliki konsep operasional yang matang
Agar kebijakan pendidikan tersebut dapat di implementasikan, maka ia harus
mempunyai manfaat operasional. Yang dimaksudkan disini adalah sebagai sebuah
pedoman kebijakan pendidikan harus menjalankan fungsinya sebagai pendukung
dalam pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh pihak yang berwenang membuat kebijakan
3
Mudjia Rahardjo, Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal 3

3
Dalam pembuatan kebijakan pendidikan, para ahli dan semua yang terkait
langsung dengan pendidikan harus ikut andil sehingga ketika kebijakan tersebut
diperkenalkan dan di implementasikan tidak menimbulkan cacat atau kerusakan
terhadap pendidikan itu sendiri dan atau terhadap lingkungan di luar pendidikan.
5. Kebijakan pendidikan dapat di evaluasi
Sebagai suatu bentuk keputusan, kebijakan pendidikan juga harus dinilai apakah
keputusan tersebut sudah tepat atau masih perlu diperbaiki. Baik tidaknya suatu
kebijakan pendidikan dapat dilihat dari hasil yang diperoleh setelah dihadapkan
dengan kondisi realitas di lapangan. Apabila memberikan respon yang baik,
kebijakan pendidikan tersebut dapat dipertahankan, atau dikembangkan. Namun
apabila kebijakan pendidikan tersebut mengandung kesalahan, kebijakan tersebut
haruslah segera diperbaiki. Evaluasi terhadap kebijakan pendidikan merupakan hal
lazim guna mengukur keberhasilan.
6. Memiliki sistematika
Sebagai sebuah sistem, kebijakan pendidikan harus memiliki sistematika jelas
yang menyangkut seluruh aspek yang menjadi sasarannya. Sistematika kebijakan
dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas tinggi sehingga kebijakan
tidak bersifat pragmatis, diskriminatif, dan tidak memiliki struktur yang rapuh hanya
gara-gara hilangnya serangkaian faktor atau karena terjadinya benturan satu sama
lain. Hal ini guna menghilangkan resiko kecacatan hokum secara internal. Kebijakan
pendidikan juga harus memiliki keterpaduan secara eksternal dengan kebijakan
lainnya, seperti kebijakan politik, kebijakan moneter, dan lain-lain.4

LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN PENDIDIKAN

4
Emilda S, Op.Cit., hal 5

4
Kebijakan publik merupakan suatu rangkaian keputusan dan tindakan yang
memiliki tahapan dan diatur menurut waktu. Rangkaian keputusan dan tindakan
tersebut menurut William dan Dunn terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan Perumusan Masalah
Tahapan perumusan masalah ini merupakan suatu proses dengan empat fase
yang saling tergantung yaitu pencarian masalah (problem search), pendefinisian
masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification) dan
pengenalan masalah (problem sensing) dan prasyarat perumusan masalah ini
adalah adanya pengakuan atau dirasakannya keberadaan suatu situasi masalah.
Ada beberapa karakteristik penting yang perlu diperhatikan dalam mengenali
adanya masalah kebijakan, yaitu: (a) menyangkut kepentingan masyarakat luas, (b)
serius dimana suatu situasi dapat diangkat sebagai masalah kebijakan jika situasi
tersebut berada diatas ambang toleransi untuk diabaikan begitu saja, (c) potensial
menjadi serius dalam arti bahwa suatu masalah mungkin pada saat ini belum
berkembang cukup serius, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi sangat serius,
(d) ada peluang untuk memperbaiki.5
b. Tahapan Penyusunan Agenda
Tahapan ini suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti misalnya apakah masalah tersebut
mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan
yang harus segera dilakukan.
c. Fase Formulasi Kebijakan
Tahapan ini adalah tahap perumusan usulan-usulan kebijakan. Perumusan
usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian
tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah.6

d. Tahapan Kebijakan Adopsi


Tahap ini merupakan tahap dimana dari banyaknya alternatif yang ditawarkan,
maka sampailah pada tahap kebijakan tersebut diterima dengan dukungan

5
Abdul Madjid, Analisis Kebijakan Pendidikan (Yogyakarta: Samudra Biru, 2018), hal 33
6
Ahmad Rusdiana, Kebijakan Pendidikan “dari Filosofis ke Implementasi” (Bandung: Pustaka Setia,
2015), hal 54

5
mayoritas penyusun kebijakan. Abdul Madjid dalam bukunya menyatakan bahwa
terhadap suatu rencana yang disepakati harus dipertimbangkan oleh pejabat
pemerintah yang berwenang apakah suatu keputusan yang diambil akan diterima
atau tidak. Apabila tidak diterima, maka berarti bahwa rancangan kebijakan tersebut
harus dirumuskan kembali (reformulated) atau memang ditolak sama sekali
(rejected). Sebaliknya, jika rancangan itu diputuskan untuk dapat diterima, maka
rancangan kebijakan tersebut lalu disahkan dan selanjutnya diimplementasikan.7
e. Tahapan Implementasi Kebijakan
Tahap ini merupakan tahapan pelaksanaan kebijakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.
f. Tahapan Penilaian Kebijakan
Penilaian suatu kebijakan mencakup tentang isi kebijakan, pelaksanaan
kebijakan dan dampak kebijakan. Penilaian kebijakan merupakan suatu aktivitas
yang dirancang untuk menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai
perbedaan-perbedaan yang sangat penting. Hal inilah yang sangat dibutuhkan oleh
pembuat kebijakan dan masyarakat luas, karena dengan mengetahui hasil dan
dampak kebijakan tersebut akan dapat dikenali tingkat efektifitas suatu kebijakan
dan sebagai bahan masukan yang sangat berguna dalam memperbaiki kebijakan-
kebijakan yang telah ada atau perumusan kebijakan baru.8

Implementasi merupakan bagian intergral dari pembentukan kebijakan. Menurut


Association for the Development of African Education, implementasi merupakan praktik
dari kebijakan itu sendiri. Pada tahapan implementasi itulah dapat dilakukan penilaian,
monitoring, dan evaluasi terhadap kebijakan dalam rangka mengambil pelajaran dari
penerapan kebijakan tersebut. Proses kebijakan pendidikan dilaksanakan sesuai
dengan proses pengambilan keputusan atau kebijakan secara umum, namun dengam
memperhatikan sejumlah faktor yang berkaitan erat dengan pendidikan. Menurut
tahapan perumusan kebijakan yang dikemukakan oleh Haddad dan Demsky proses
tersebut adalah sebagai berikut :9

7
Abdul Madjid, Op.Cit., hal 34
8
Arwildayanto, et al, Analisis Kebijakan Pendidikan Kajian Teoritis, Eksploratif, dan Aplikatif (Bandung:
Cendikia Press, 2018), hal 56
9
Abd Madjid, Op.Cit., hal 76-78

6
a. Menganalisis situasi yang sedang terjadi
Pada bidang pendidikan langkah ini harus mempertimbangkan aspek yang
meliputi konteks social, politik, ekonomi, demografi, kebudayaan, dan permasalahan
social yang berpotensi mempengaruhi pengambilan keputusan hingga proses
implementasinya pada sector pendidikan.
b. Membuat beberapa pilihan kebijakan
Kebijakan baru biasanya dibuat dalam situasi ketika terjadi permasalahan akibat
keputusan politis atau reorganisasi. Pembuatan kebijakan dapat dilakukan dengan
beberapa model tergantung situasinya, namun pada kondisi tertentu model-model
tersebut dapat digabungkan.
c. Mengevaluasi pilihan kebijakan
Evaluasi yang dilakukan terhadap pilihan kebijakan meliputi aspek desirability
(kemenarikan), affordability (keterjangkauan), dan feasibility (kelayakan). Desirability
mencakup tiga dimensi yaitu apakah kebijakan tersebut akan mampu menarik dan
menguntungkan berbagai kelompok stakeholder, kecocokan dengan ideology
dominan dan target pertumbuhan ekonomi pada rencana pembangunan nasional,
serta dampaknya pada perkembangan nasional, serta dampaknya pada
perkembangan dan stabilitas ekonomi. Aspek affordability penting karena
pengeluaran pendidikan bersifat lebih rentan terhadap perubahan situasi ekonomi
dan politik dibandingkan pengeluaran politik lainnya. Sedangkan kelayakan
mencakup ketersediaan sumber daya manusia untuk menerapkan perubahan yang
dikandung dalam kebijakan tersebut.
d. Membuat keputusan tentang kebijakan
Pengambilan keputusan hingga menghasilkan suatu kebijakan dilakukan dengan
mempertimbangkan banyak pertanyaan, menganalisis seberapa jauh atau radikal
perbedaan antara kebijakan baru dengan yang lama, konsistensi dengan kebijakan
sektor-sektor lain, dan apakah kebijakan tersebut bersifat operasional.

e. Merencanakan penerapan kebijakan


Penerapan kebijakan perlu direncanakan dengan baik, karena sebaik apapun
antisipasinya penerapan kebijakan selalu membawa kejutan bagi masyarakat dan

7
membentuk respons yang menggambarkan hasil dari kebijakan itu sendiri. Salah
satu cara mengantisipasi dampak penerapan kebijakan adalah dengan pilot study.
f. Menilai dampak penerapan kebijakan
Penilaian dampak kebijakan dilakukan dengan kriteria yang hampir sama dengan
tahap evaluasi kebijakan. Proses penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan
apa saja dampak dari penerapan kebijakan tersebut, apakah dampak tersebut
sesuai dengan harapan, apakah perubahan dapat dijangkau, dan sebagainya.
g. Menentukan siklus kebijakan selanjutnya
Analisis kebijakan merupakan sesuatu yang tidak berujung. Idealnya, ketika
penerapan kebijakan telah selesai dan hasilnya sudah tampak, tahap penilaian
kebijakan akan berlangsung dan mengarahkan pada kemungkinan siklus
pembentukan kebijakan yang baru.

KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL

8
Kebijakan pendidikan nasional adalah suatu produk yang dijadikan sebagai
panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan
lingkungan hidup pendidikan secra moderat.
Kebijakan pendidikan nasional merupakan bagian dari kebijakan publik.
Pemahaman ini dimulai dari ciri-ciri kebijakan publik secara umum, antara lain :
1. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan dengan
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
2. Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau
kehidupan publik, dan bukan mengatur orang seorang atau golongan.10

Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat


konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan
Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan lainnya. Berikut kebijakan-kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan :
1. Dalam pembukaan UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Rahmat Tuhan yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
2. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (a) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (b) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya; (c) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
(d) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh

10
Rosmawiah. (2023). Kebijakan Pendidikan Nasional Dan Implementasinya Pada Sekolah Dasar,
Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang, 14 (1), 52

9
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional; serta (e) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.11

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (SAAT INI K-

13)

11
Angelika Bule Tawa. (2019). Kebijakan Pendidikan Nasional dan Implementasinya pada Sekolah
Dasar, Jurnal STP-IPI Malang, h 112

10
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.12
Menurut pandangan lama, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Sedangkan menurut pandangan
baru ialah kurikulum yaitu segala usaha dan kegiatan sekolah untuk mempengaruhi
anak belajar, baik didalam kelas, halaman sekolah maupun di luar sekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum
operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu
pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar
dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.13
a. Tujuan Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
1. Tujuan Umum
Untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum.14
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
12
Arismunandar, dkk, Isu Teori Dan Inovasi Pendidikan (Semarang: CV. Pena Persada, 2021), hal. 42
13
Akhmad Zaeni, dkk, Kurikulum Merdeka Pada Pembelajaran Di Madrasah (Semarang: NEM, 2023),
hal. 31.
14
Asfiati, Pendekatan Humanis Dalam Pengembangan Kurikulum (Medan: Perdana Publishing,
2016), hal 39

11
tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentangkualitas
pendidikan yang akan dicapai.

Kurikulum 2013 adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan


berbasis sains yang diberikan oleh suatu lembaga pelaksana pendidikan dengan
tujuan untuk menciptakan generasi emas Indonesia, dengan menggunakan system
yang berkualitas sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar
di kelas. Faktanya, kurikulum 2013 ini mempunyai tujuan yang sangat penting, yaitu
untuk mendorong semua peserta didik untuk melakukan observasi, bertanya, bernalar,
dan mempresentasikan apa yang mereka dapatkan ketika pembelajaran dengan baik.
Penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan
budaya. Kurikulum 2013 juga fokus pada ketiga aspek penting dalam pembelajaran,
yaitu menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia (afektif), berketrampilan
(psikomotorik), dan berpengetahuan (kognitif) yang berhubungan satu sama lain.
Sehingga dengan adanya kurikulum 2013 kali ini, siswa diharapkan menjadi lebih
kreatif, inovatif, dan produktif.
Kurikulum 2013 ini merupakan Kurikulum yang sedang dalam tahap
perencanaan oleh Pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur
kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknya masalah dan salah satu
upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat.
a. Tujuan

Tujuan dari kurikulum 2013 yaitu untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan
mendorong siswa untuk aktif. Pada kurikulum baru, siswa bukan lagi menjadi obyek
tapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada. Dengan
adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar dalam komponen pendidikan akan
berubah. Baik dari standar isi, standar proses.15
b. Pengembangan
15
Mahasiswa Tadris Matematika, Catatan Dasar Pembelajaran Matematika (Semarang: NEM, 2020),
hal. 156.

12
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap, yakni :
1. Penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan
sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan.
2. Pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite
Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan
Komisi X DPR RI pada 22 November 2012.
3. Pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen
masyarakat. Metode selain saluran daring (online) di situs
http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id, juga bisa melalui media massa cetak.
4. Keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi
Kurikulum 2013.

Perbedaan Struktur Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013:


a. Struktur Kurikulum 2013 pelajarannya lebih sedikit dari pada kurikulum KTSP yaitu
yang semula berjumlah 11 mata pelajaran menjadi 7 atau 6 pelajaran. Ke tujuh
mata pelajaran tersebut yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN), Bahasa Indonesia, Matematika, Pengetahuan Umum,
Kesenian, dan Pendidikan Jasmani dan Olahraga Kesehatan (PJOK).
c. Kelas I-VI menggunakan metode belajar tematik.
d. Penambahan waktu mata pelajaran.
e. Pemisahan mata pelajaran IPA dan IPS.
2. Persamaan Struktur Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013:
a. Dibuat dan dirancang oleh Pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
b. Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP.

STANDARISASI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan penjabatan


dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Peraturan

13
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan
bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.16

Karakteristik Standar Pendidik


1. Kualifikasi Akademik Guru
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kualifikasi adalah pendidikan khusus
untuk memperoleh suatu keahlian atau keahlian yangdiperlukan untuk mencapai
sesuatu (menduduki jabatan). Sedangkan akademik memiliki arti akademis. Jadi
kualifikasi akademik adalah keahlian atau kecakapan khusus dalam bidang pendidikan
baik sebagai pengajar pelajaran, administrasi pendidikan dan seterusnya yang
diperoleh dari proses pendidikan.
Kualifikasi akademik diartikan sebagai tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang - undangan yang berlaku (Pasal 28
ayat 2).17
a. Kualifikasi akademik guru melalui pendidikan formal

Dalam permendiknas no. 16 tahun 200718 sebagaimana di kutip oleh imam


machali Ibid, Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal
mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan AnakUsia Dini/ Taman Kanak-
kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), gurusekolah dasar/madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru
sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar
biasa/sekolahmenengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa
(SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan (SMK/MAK).19
b. Kualifikasi guru melalui uji kelayakan dan kesetaraan

16
Imam Machali dan Ara Hidayat, Pengelolaan Pendidikan : Konsep, Prinsip dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: Kaukaba, 2012 ), hlm. 197
17
Kunandar, Guru Profesional (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2007), hlm. 72
18
Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
19
Imam Machali, Op.Cit., hal 198

14
Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru
dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di
perguruan tinggi dapatdiperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan
dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh
perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.
2. Standar Kompetensi Guru
a. Kompetensi Pedagogi
Kompetensi pedagogi merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran dalam kepentingan peserta didik. Paling tidak harus meliputi
pemahaman wawasan atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap
peserta didik. Selain itu juga meliputi kemampuan dalam pengembangan kurikulum
dan silabus termasuk perancangan dan pelaksanaan pembelajaran yang mendidik
serta dialogis.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yangmantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Secara objektif mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri
secara mandiridan berkelanjutan.
c. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua / wali atau masyarakat.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harusdimiliki oleh guru
yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Manajemen berbasis sekolah adalah konsep yang menggambarkan


perubahan formal struktur penyelenggaraan sekolah sebagai suatu bentuk
desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah itu sendiri sebagai unit utama

15
peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan
sebagai sarana penting yang dengannya peningkatan dapat didorong dan dipotong.20
Tujuan adanya manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan dengan cara memberdayakan seluruh potensi sekolah dan
stakeholdernya sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan menerapkan kaidah-
kaidah manajemen pendidikan/sekolah professional.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
secara umum, baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum,
kualitas sumber daya manusia, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Bagi
sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, melainkan kesejahteraannya pula.21
Adapun manfaat dari manajemen berbasis sekolah ialah sebagai berikut:
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah dapat lebih mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang ada.
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan skala prioritas.
c. Pengambilan keputusan lebih partisipatif.
d. Penggunaan dana lebih efektif dan efisien sesuai dengan skala prioritasnya.
e. Keputusan bersama lebih menciptakan transparasi dan demokrasi.
f. Menumbuhkan persaingan sehat sehingga diharapkan adanya upaya inovatif.22

TAHAP DAN SKENARIO KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Menurut Putt dan Springer dalam Syafaruddin ada tiga proses kebijakan, yaitu:
formulasi, implementasi dan evaluasi. Tahap pertama dimulai dengan formulasi
kebijakan. Formulasi atau pembuatan kebijakan dalam pemerintahan termasuk
aktivitas politis. Dalam konteks ini, aktivitas politis dijelaskan sebagai pembuatan
kebijakan yang divisualisasikan. Aktivitas politis itu berisi serangakaian tahap yang
20
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah (DIVA Press, 2012), hal 33
21
Arif Rahman, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada
SMA Negeri 1 Gunung Sindur (Bogor: 2006)
22
Buku Materi Pokok PGSD 4408/3 sks/Modul 1-9, Manajemen Berbasis Sekolah, Universitas Terbuka

16
saling bergantung dan diatur menurut urutan waktu, penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.
Menurut Dwijowijoto dalam Syafaruddin tahap kedua adalah implementasi
kebijakan, dimana pada prinsipnya adalah cara yang dilaksanakan agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Menurut Putt dan Springer dalam Syafaruddin
implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang
memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujud ke dalam praktik
organisasi.
Tahap ketiga dalam proses kebijakan adalah evaluasi. Evaluasi kebijakan
dilaksanakan sebagai proses untuk mengetahui sejauh mana keefektivan kebijakan
guna dipertanggungjawabkan kepada semua pihak terkait (stakeholders).23
Secara garis besar dalam membuat scenario analisis kebijakan adalah:
1. Merumuskan bentuk serangkaian pernyataan-pernyataan hipotetikal, misalnya jika
kita merekomendasikan kebijakan X maka kelompok Y akan mendukungnya,
sebaliknya kelompok Z akan menentangnya.
2. Merumuskan secara tepat policy space (ruang kebijakan) dan mengkaitkan dengan
substansi kebijakan sebagai policy issue area (daerah isu kebijakan). Misalnya
guru, siswa, dinas pendidikan, wali murid, stakeholders adalah termasuk daerah isu
kebijakan dalam lingkup ruang kebijakan pendidikan dasar dan menengah.
3. Memperhatikan aspek waktu dan fisibilitas sebuah kebijakan.
4. Mengkaji informasi politik yang relevan yaitu menyangkut aktor kunci, motivasi
aktor, kepercayaan politik aktor, sumberdaya, pentas para aktor, dan pertukaran.24

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN

Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional
guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas.25
23
Jurnal Kajian Islam Kontemporer Vol 132 No 1. (2022). h 13-14
24
Moh Miftah, Analisis Kebijakan Pendidikan (Jakarta: Publica Institute Jakarta), hal 79
25
Muchlas Samani dkk, Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia (Surabaya: SIC, 2006), hlm. 2

17
Berikut merupakan hak dan kewajiban guru yang sudah bersertifikat. Kewajiban
Sebagai tenaga pendidik (guru), tentunya memiliki kewajiban antara lain :
a. Menjadi tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dan melakukan bimbingan
terhadap peserta didik.
b. Sehat jasmani dan rohani, dan harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan
tujuan pendidikan yang sudah pemerintah buat dan setujui. Dalam artian lain,
sebagai seorang pendidik, harus bekerja dengan ikhlas sesuai arahan dari
pemerintah guna mencapai tujuan pemerintah tersebut.
c. Tenaga pendidik juga diharapkan memiliki komitmen yang tinggi dan sikap
profesional dalam meningkatkan mutu pendidikan.
d. Seorang guru juga harus bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya sesuai dengan
namanya. Guru yaitu digugu dan ditiru sehingga dapat menjadi panutan dan dapat
menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukannya sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Sedangkan hak guru yang sudah bersertifikasi ialah sebagai berikut :


a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
b. Seorang guru juga layak mendapatkan penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja guna meningkatkan semangat kerja dan mengabdi.
c. Guru juga memiliki hak promosi ke tingkat yang lebih tinggi dan juga penghargaan
berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi
kerja dalam bidang pendidikan.
d. Tenaga pendidik juga berhak mendapatkan sertifikat pendidik, dimana adanya
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual.

e. Memiliki hak dan kesempatan dalam menggunakan sarana dan prasarana yang
pemerintah sediakan guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas sebagai
seorang tenaga pendidik tersebut.
f. Seorang guru juga berhak dalam memberikan penghargaan atas pencapaian
peserta didiknya guna memberikan motivasi untuk peserta didik tersebut.

18
Begitupun sebaliknya, tenaga pendidik juga memiliki hak memberikan sanksi
kepada setiap peserta didiknya masing-masing. Pemberian sanksi ini juga tidak
melebihi batas dan masih pada batas kewajaran.
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi
Akademik dan kompetensi, dan juga untuk memperoleh pelatihan dan
pengembangan profesi dalam bidangnya yang diselenggarakan oleh pemerintah.
h. Seorang guru juga berhak dalam mendapatkan cuti studi sesuai dengan
perjanjian yang sudah disepakati.26

Sertifikasi Dosen
Sertifikasi dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk dosen.
Sertifikasi dosen bertujuan untuk (1) menilai profesionalisme dosen guna menentukan
kelayakan dosen (2) melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di
perguruan tinggi, (3) meningkatkan proses dan hasil pendidikan dan (4) mempercepat
terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Sertifikat pendidik yang diberikan kepada
dosen melalui proses sertifikasi adalah bukti formal pengakuan terhadap dosen
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi.
Tujuan Sertifikasi Dosen :
a. Menilai profesionalisme dosen guna menentukan kelayakan dosen dalam
melaksanakan tugas,
b. Melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di perguruan tinggi,
c. Meningkatkan proses dan hasil pendidikan,
d. Mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan
e. Meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajiban menjunjung tinggi kejujuran
dan etika akademik terutama larangan untuk melakukan plagiasi.

REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL

Regulasi kurikulum pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah


26
https://gurubinar.id/blog/informasi-lengkap-mengenai-sertifikasi-guru-yang-perlu-anda- tahu?blog_id=66

19
perkembangan pendidikan sejak jaman kolonial Belanda sampai dengan masa kini.
Telah terjadi perubahan-perubahan regulasi kurikulum yang disesuaikan dengan
perkembangan sosial, hukum dan ekonomi baik ditingkat nasional, regional maupun
internasional, khususnya di kawasan ASEAN. Regulasi kurikulum juga disusun secara
berjenjang melalui Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pasar kerja di tingkat regional khususnya MEA.
Ada 4 (empat) tujuan pendidikan, yaitu:
a. mendapatkan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan untuk
bekerja;
b. berorientasi humanistik;
c. menjawab tantangan sosial, ekonomi dan keadilan;
d. untuk kemajuan ilmu itu sendiri.
Dari keempat tujuan pendidikan di atas, setidaknya poin nomor dua yang
berorientasi pada tujuan memanusiakan manusia atau humanistis, menjadi poin yang
penting dalam proses pendidikan, dan sudah sepatutnya bahwa pendidikan harus
menjunjung hak-hak peserta didik dalam memperoleh informasi pengetahuan.27

Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, agar berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional.

Pendidikan nasional itu mempunyai visi yaitu terwujudnya sistem pendidikan


nasional sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas,
sehingga mampu dan prokatif memjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan dalam Misi Sistem Pendidikan Nasional yaitu :

27
Yuliana, hal 68. https://media.neliti.com/media/publications/282125-regulasi-pendidikan-nasional-
sebagai-upa-b61b521d.pdf

20
1. Mengupayakan peluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh


sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3. Meningkatkan kualitas proses pendidikan untuk megoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pegalaman, siakap dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global.
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.28

KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH

Berdasarkan PP Nomor 80 Tahun 2015 Pasal 1 tentang juknis BOS menjelaskan


bahwa Bantuan Operasional Sekolah adalah program pemerintah untuk penyediaan
pendanaan biaya operasi yang bersifat non personalia bagi satuan pendidikan dasar
dan menengah.

Tujuan umum bantuan operasional sekolah ialah membantu pendanaan biaya operasi dan
nonpersonalia sekolah, meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik pada

28
Akhmad Sudrajat.2010. Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS. Jurnal pendidikan (Online). http://akhmadsudrajat.wordpress.com.

21
sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran
di sekolah. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler bertujuan untuk membantu
biaya operasional sekolah, dan meningkatkan aksesibilitas dan mutu pembelajaran bagi peserta
didik.29

Sasaran penggunaan dana merupakan penggunaan dana yang benar dan merata. Sasaran
(Asnawi, 2013) yaitu bantuan yang diberikan secara merata kepada seluruh siswa Skolah
Menengah Pertama (SMP) serta memenuhi kebutuhan seluruh kebutuhan pada Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Sasaran yang tepat adalah sasaran yang pemenuhannya sesuai
dengan peraturan yang ada. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang ditentukan oleh
pemerintah baik dalam hal jumlah dana maupun penggunaan dana yang diharuskan oleh
peraturan pemerintah. Sasaran yang tepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional
sekolah, pemberian kepada murid-murid tidak mampu dan peningkatan sarana prasarana
sekolah. Sehingga proses belajar siswa semakin baik, dan diharapkan peningkatan prestasi
belajar dapat terwujud. Oleh karena itu dengan sasaran yang tepat maka penggunaan dana Bos
akan lebih efektif untuk meningkatkan prestasi siswa.30

Peraturan program BOS diatur dengan peraturan tiga menteri, yakni :

a. Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mekanisme penyaluran dana BOS dari Kas
Umum Negara ke Kas Umum Daerah serta pelaporannya.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di
daerah dan mekanisme penyaluran dari kas daerah ke sekolah.
c. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur mekanisme pengalokasian
dana BOS dan penggunaan dana BOS di sekolah.31

29
Purwita Sari, Emi Masyitah, Eka Purnama Sari. (2021). Analisis Pengelolaan Bantuan Operasional
Sekolah (Bos) Pada Sdn 060864, Accumulated Journal, Vol. 03, hal. 86
30
Andiana., dkk (2015). Pengaruh Ketepatan Dana, Kecukupan Dana dan Sasaran Penggunaan Dana
Bantuan Operasional Sekolah Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Di Kabupaten Jember, E-
Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, hal. 27
31
Bonita Regina, Saleh Soeaidy, Heru Ribawanto., Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Sekolah Di
Kota Malang, Jurnal Administrasi Publik (JAP)., Vol. 3, No. 1, hal. 63

22

Anda mungkin juga menyukai