1
PENDAHULUAN
Proses pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan perlu mendapatkan perhatian
khusus. Karena hampir di setiap elemen-elemen pendidikan memilikikekurangan
yang perlu mendapatkan perbaikan. Mulai dari formulasi, legitimasi, implementasi,
komunikasi, serta partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan. Formulasi
kebijaksanaan pendidikan sebagai bagian dalam proses kebijaksanaan pendidikan
merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi
kebijaksanaan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijaksanaan telah
selesai. Disamping itu, kegagalan sesuatukebijaksanaan atau program dalam
mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan
pengelolaan tahap formulasi. Oleh karena itu,pentingnya evaluasi sejak dini sejak
dilakukan formulasi kebijaksanaan akan mencegah terjadinya kegagalan dalam
pelaksanaan kebijaksanaan.
Evaluasi kebijaksanaan pendidikan pendidikan bertujuan untuk mengukur dan
menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan kriteria-kriteria yang telahditetapkan.
Selain itu, dengan diadakannya evaluasi akan dapat diketahui dampak serta resiko
yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijaksanaan sehingga menghalangi kegagalan
yang lebih besar.
PEMBAHASAN
Pengertian Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Kegiatan evaluasi merupakan salah satu tahapan manajemen, kegiatan evaluasi
juga biasa disebut tahap akhir dari sebuah proses pembuatan kebijakan yang dapat
menghasilkan masukan untuk dapat menyempurnakan kebijakan tersebut. Kata
evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran, sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang
terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen
dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Menurut (Arikunto, 2004) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi
yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan
diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan. Sedangkan, Lessinger (Gibson,
2
1995) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses penilaian dengan jalan
membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan atau prestasi nyata
yang dicapai. (Indrakusuma, 1993) juga berpendapat bahwa proses evaluasi adalah
untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan
program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
Evaluasi kebijakan pendidikan secara umum merupakan rangkaian aktivitas
untuk mengetahui kebijakan pendidikan apakah benar sudah sesuai dengan kriteri
yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi sendiri memiliki arti suatu aktivitas yang
bertujuan mengetahui seberapa berhasil kegiatan itu dapat dilaksanakan. (Supandi,
1993) menyatakan bahwa evaluasi ialah analisis nilai dari fakta-fakta kebijakan.
Maksudnya evaluasi tidak hanya mengumpulkan fakta kebijakan, melainkan juga
untuk menunjukkan dan membandingkan fakta tersebut dengan kriteria yang telah
ditentukan.
Evaluasi kebijakan pendidikan juga merupakan proses atau kegiatan yang
dilakukan secara berurutan, dan menjadi tahapan akhir dalam proses analisis
kebijakan (Winarno, 2007). Evaluasi kebijakan sebagai kegiatan yang didesain untuk
menilai hasil-hasil program pemerintah yang berbeda secara khusus dalam hal
obyeknya, teknik pengukuran dan metodenya. Evaluasi kebijakan pendidikan juga
dapat menjadi alat untuk mengumpulkan dan mengelola informasi mengenai program
atau pelayanan pendidikan, guna menentukan rekomendasi bagi perbaikan yang
diperlukan agar implementasi kebijakan pendidikan berjalan secara efektif sesuai
dengan kriteria yang diterapkan (Hasbullah, 2007).
Berdasarkan dari beberapa uraian pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa evaluasi kebijakan pendidikan merupakan kegiatan untuk mengethaui
seberapa kebijakan pendidikan telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan atau
proses untuk menilai dan mengukur seberapa jauh suatu kebiajakan pendidikan
membuahkan hasil dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan
tujuan dan target (aspek efektivitas kebijakan = hasil;tujuan). Adapun aspek-aspek
yang sering dievaluasi kebijakan pendidikan, antara lain: (1) proses pembuatan
kebijakan; dan (2) konsejuensi dan dampak kebijakan serta efektifitas dampak
kebijakan.
3
yang diraih. Dalam artian yang sederhana, evaluasi kebijakan pendidikan bertujuan untuk
menilai manfaat yang diperoleh dari kebijakan yang diterapkan. Menurut (Subarsono,
2010) evaluasi kebijakan memiliki beberapa tujuan antara lain, (1) mengetahui tingkatan
keberhasilan tujuan yang dicapai dan target kebijakan, dan (2) mengetahui seberapa besar
efisiensi suatu kebijakan. Namun, evaluasi kebijakan pendidikan juga dapat diartikan
sebagai upaya untuk mengetahui besar biaya dan kegunaan kebijakan dengan
memperhatikan beberapa aspek menurut Kawengian & Rares dalam (Arwildayanto,
2018) antara lain :
1. Menghitung keluaran atau outcome kebijakan, yakni mengukur kualitas pengeluaran
atau output dari kebijakan.
2. Menghitung resiko kebijakan yang dilakukan pada tahapan selanjutnya, yang
bertujuan untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan.
3. Mengetahui peluang penyimpangan yang terjadi, dengan cara membandingkan antara
tujuan dan sasaran dalam pencapaian target.
4. Sebagai bahan masukan atau input untuk kebijakan selanjutnya.
Menurut (Subarsono, 2013) tujuan evaluasi pendidikan secara mendalam
antara lain :
1. Apakah berpengaruh progam yang ditargetkan kepada masyarakat, contoh BOS,
pendidikan gratis, atau intervensi sosial (social intervention) untuk merampungkan
permasalahan situasi dan keadaan yang dihadapi oleh masyarakat.
2. Apakah pelaksanaan suatu program kegiatan telah dilakukan sesuai dengan kebijakan
yang telah direncanakan.
3. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan standar yang ada, contoh program
BOS memiliki standar jumlah bantuan yang berbeda-beda pada setiap siswa di
Sekolah Dasar ataupun Sekolah Menengah Pertama. Apakah dapat
dipertanggungjawabkan mengenai pengugunaannya, sehingga semua telah memenuhi
standar dalam melaksanakan program.
4. Menganalisis dan menemukan dimensi program kebijakan yang berproses dan tidak
berproses.
5. Mengembangkan staf pelaksana program pendidikan, mengidentifikasi staf mengenai
keterampilan dan kompetisinya untuk bekerja, pelatihan yang perlu dilakukan, dan
perlukah staf menerima supervisi dan koreksssi mengenai kelemahan masing-masing
staf.
6. Memenuhi ketentuan yang berlaku yakni Undang-undang dan peraturan lainnya.
4
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, (Wirawan, 2011) “tujuan evaluasi kebijakan
pendidikan yang lain yakni sebagai bahan masukan atau input untuk kebijakan
selanjutnya agar dihasilkan kebijakan pendidikan yang terbaik.”
5
mulai dari perancangan, legitimasi, komunikasi, implementasi, partisipasi bahkan
pada evaluasinya sendiri.
Ditinjau dari subtansi evaluasi kebijakan pendidikan dapat diketegorikan
menjadi: evaluasi kebijakan pendidikan dasar, menengah, dan evaluasi kebijakan
pendidikan tinggi.
Ditinjau dari periodisasi evaluasi dibedakan menjadi evaluasi kebijakan
pendidikan repelita keenam tahun pertama, repelita keenam tahun kedua, repelita
keenam tahun ketiga, repelita keenam tahun keempat, dan repelita keenam tahun
terakhir.
Diitinjau dari kriteria evaluasi, dibedakan menajadi dua kriteria evaluasi.
Kriteria evaluasi tersebut, yaitu :Pertama mengunakan kriterium atau mengacu pada
norma dan standar (standar and norma criterian reference) yang dibuat secara
nasional dan daerah-daerah yang menjadi patokan melasanakan kebijakan tersebut.
Kedua adalah lebih menunjuk kepada apakah suatu daerah telah melaksanakan
kebijkan berada dibawah atau diatas rata-rata daerah secara nasional.
Ditinjau dari sasaran, evaluasi kebijakan pedidikan dapat dibedakan menjadi
evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi proses kebijakan pendidikan adalah
evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui baik tidaknya proses kebijakan tersebut.
Evaluasi dampak adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
dampak dari suatu kebijakan pendidikan tersebut terhadap masyarakat.
Ditinjau dari segi kontinuitasnya, evaluasi kebijakan pendidikan dapat
dibedakan menjadi evaluasi ormatif dan sumatif. Evaluasi ormatif adalah evalusai
yang dilakukan secara terus menerus sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi
yang dilakukan setiap periode waktu tertentu.
(Anderson, 1979) mengkategorikan evaluasi kebijakan menjadi tiga evaluasi
kebijakan, yaitu :
1. Impresionalis yaitu evaluasi kebijakan yang didasarkan atas bukti-bukti yang
bersifat anekdoktal dan fragmentaris dan dipengaruhi oleh ideologi, kepentingan
dan kriteria tertentu.
2. Operasional yaitu evaluasi kebijakan yang difokuskan pada masalah-masalah
pelaksanaan kebijakan.
3. Sistemik yaitu evaluasi kebijakan yang buat secara sistematis untuk memperhatikan
komponen sistem kebijkan secara keseluruhan, objektif, dan sesaui dengan fakta
sistematis. Evaluasi ini menjangkau apakah kebijkan tersebut tepat sasaran dan
memiliki tujuan yang jelas serta berdampak baik atau tidak.
6
Karakteristik Evaluasi Pendidikan
Karakteristik itu sendiri adalah ciri khusus yang dimiliki oleh sesuatu. Oleh
karena merupakan ciri khusus, maka ciri tersebut tidak dimiliki oleh sesuatu yang lain
selain itu. Dengan demikian, ciri khusus yang ada pada evaluasi kebijakan berbeda
dengan ciri khusus yang ada pada evaluasi-evaluasi lainnya. Adapun ciri khusus
evaluasi kebijakan menurut (Imron, 2012) adalah sebagai berikut:
1. Tidak bebas nilai. Yang dimaksud dengan tidak bebas nilai adalah bahwa evaluasi
kebijakan senantiasa menentukan harga dan nilai suatu kebijakan. Oleh karena
masing-masing orang yang terlibat dalam proses kebijakan tersebut berbeda-beda
orientasi nilainya, maka cara mengevaluasi, unsur-unsur yang dievaluasi, serta
harga dari suatu kebijakan dapat ditangkap berbeda-beda oleh mereka.
2. Berorientasi pada masalah. Evaluasi kebijakan haruslah diaksentuasikan kepada
masalah yang pernah dirumuskan atau diformulasikan. Apakah masalah-malash
yag diformulasikan telah terjawab secara memuaskan ataukah tidak.
3. Berorientasi pada masa lalu dan kini. Orientasi kepada masa lalu menunjukkan
dengan jelas, bahwa yang dievaluasi adalah sesuatu yang telah terjadi, dan bukan
hal-hal yang masih belum terjadi; sesuatu yang telah dilaksanakan dan bukan hal-
hal yang belum dilaksanakan. Orientasi pada masa kini juga menunjukkan dengan
jelas, bahwa apa yang kini dilaksanakan senantiasa diperhatikan dan bahkan
menjadi pusat perhatian.
4. Berorientasi kepada dampak. Inilah yang membedakannya dengan evaluasi jenis yang
lainnya. Ada dua macam dampak dalam hal ini, ialah dampak yang diharapkan dan
dampak yang tidak diharapkan. Evaluasi harus mengetahui apakah dampak yang
ditimbulkan tersebut sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
7
pada pelaksana. Bahkan hak kontrol atas pelaksanaan kebijakan ini sangat banyak
ditentukan oleh pelaksana (Imron, 2008).
Sementara itu keterlibatan aktor-aktor kebijakan yang bersifat tidak formal
umumnya berada di luar arena, karena jika memang mereka bermaksud memberikan
penilaian secara formal melalui arena, haruslah menjadi aktor kebijakan formal.
Media massa sering kali menjadi mediator dalam penilaian yang dilakukan oleh
peserta-peserta kebijakan tidak formal ini. Dengan demikian, hasil penilaian tersebut
akhirnya juga sampai kepada pelaksana secara lambat atau cepat (Imron, 2008).
Pelaksanaan proses penilaian, tidak jarang antara aktor-aktor formal dan aktor non
formal tersebut bekerja sama atau membentuk suatu forum. Forum tersebut sengaja
dibentuk dan dibuat dalam rangka memberikan penilaian menyeluruh terhadap kebijakan.
Dengan adanya forum, akan didapatkan hasil penilaian yang berasal dari banyak variasi
pandangan sehingga didapatkan hasil penilaian hasil yang lebih komprehensif (Imron,
2008). Aktor-aktor non formal evaluasi kebijakan antara lain adalah: partai politik,
organisasi massa, interest group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, tokoh
perorangan dan media massa. Sedangkan aktor-aktor resmi atau formal adalah pembuat
kebijakan (legislative), pelaksanaan kebijakan (eksekutif), dan administrator dari
tingkatan nasional sampai dengan tingkatan lokal.
8
pendidikan: guru, alat, sarana prasarana, biaya, pegawai, teknisi yang ada di lembaga
pendidikan, tingkat keterlibatan siswa didalamnya dan faktor-faktor administrasi.
Apakah mereka berinteraksi secara maksimal, intensif dan saling kondusif ataukah
tidak, menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan. Oleh karena itu,
evaluasi kebijakannya juga tertuju pada komponen dan proses transformasi tersebut.
Sedangkan menurut pendekatan output adalah bahwa implementasi kebijakan pendidikan
berkenaan dengan seberapa output pendidikan telah terserap dengan baik, diakui mutunya
oleh masyarakat serta mau belajar sepanjang hayat sebagaimana misi hampir setiap usaha
pendidikan. Oleh karena itu, aksentuasi evaluasi kebijakan pendidikan menurut
pendekatan itu, haruslah tertuju kepada keluaran pendidikan.
9
6. Kedala ekonomis, yaitu ketidaktersediaan biaya dalam melakukan pengumpulan
data untuk evaluasi kebijakan sehingga menghambat evaluasi.
7. Kurangnya sumber informasi atau kelengkapan data dalam menganalisis suatu
masalah kebijakan akibat kurangnya biaya.
8. Politisisasi antara evaluator yang dapat menguntungkan dirinya dalam
melaksanakan evaluasi kebijakan pendidikan.
9. Sumber daya manusia yang minim sebagai evaluator kebijakan pendidikan dan
masalah kejujuran dan kredibilitas seorang evaluator.
Masalah lainnya dalam evaluasi kebijakan pendidikan, berkenaan dengan
pengukuran (measurement), menyangkut juga penggunaan konsep tertentu sebagai suatu
alat untuk mengukur keberhasilan ataupun kegagalan suatu kebijakan atau program.
Misalnya persoalan efisiensi: perbandingan cost-benefit atau input–output, sangat sulit
untuk mengukur cost maupun benefit untuk masalah sosial. Contoh lain persoalan
efektivitas kebijakan: sulit dilihat terutama menyangkut kualitasnya. Disamping
kelompok sasaran (target groups), perlu juga diperhatikan adalah program kebijakan itu
berdampak pada keseluruhan populasi sasaran atau tidak. Realitasnya seringkali terjadi
dampaknya justru bukan menyentuh kelompok sasaran yang memperoleh manfaat dari
kebijakan itu, melainkan kelompok lain dalam populasi tersebut, disebabkan terjadi bias
birokrasi (Ali, 2017)
PENUTUP
Evaluasi adalah suatu kebijaksanaan yang perlu dilakukan, agar diketahui letak
kekurangan, kelebihan, keberhasilan, dan kegagalannya. Evaluasi kebijaksanaan adalah
suatu aktivitas yang bermaksud untuk mengetahui apakah suatu kebijaksanaan tersebut
dapat dilaksanakan atau tidak, telah berhasil sebagaimana yang diharapkan ataukah
belum. Evaluasi kebijaksanaan pendidikan dapat digolongkan sesuai bermacam-macam
sudut pandang. Dari segi waktu mengevaluasi, dari substansi evaluasi, dari periodisasi
evaluasi, dari kriteria evaluasi, dari sasarannya, dan dari segi kontinuitasnya. Selain itu,
evaluasi kebijaksanaan pendidikan juga memiliki ciri khusus atau yang biasa disebut
karakteristik, yaitu: (1) Tidak bebas nilai; (2) Berorientasi pada masalah; (3) Berorientasi
pada masa lalu dan masa kini; (4) Berorientasi pada dampak. Evaluasi juga memiliki
aktor-aktor yang terdiri dari: (1) Pembuat kebijaksanaan; (2) Pelaksana kebijaksanaan; (3)
Administrator dari tingkatan nasional sampai dengan tingkatan lokal.
10
DAFTAR RUJUKAN
Ali, M. (2017). Kebijakan Pendidikan Menengah dalam Perspektif
Anderson, J. (1979). Public Policy Making. New York: Holt, Rinehard and
Wiston.
Aksara.
11
Subarsono, A. G. (2013). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan
P2LPTK.
Premindo.
12