Anda di halaman 1dari 8

Model Tyler

Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku
Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan
ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut
diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be
evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi
ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan
pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil).
Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus
dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta
didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa
perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh
pembelajaran.

Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku


terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah
yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-
test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk
menjamin validitas ini maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan
disain eksperimen. Model Tyler disebut juga model black box karena model
ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian, apa
yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. Dimensi proses ini
dianggap sebagai “kotak hitam” yang menyimpan segala macam teka-teki.
Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu :

Menentukan tujuan pembelajaran yang akan


Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk
menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan
Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah
laku peserta
Model yang Berorientasi pada Tujuan (goal oriented evaluation model)
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven tahun 1972 ini
dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh
Tyler. Jika dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus-
menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh
mana tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam model goal free evaluation
(evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan.

Dalam mendisain suatu program tentu tidak terlepas dari tujuan. Begitu pula
dalam pendidikan, kurikulum dan pembelajaran, kita mengenal adanya hirarki
tujuan pendidikan, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional,
tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Model evaluasi ini menggunakan tujuan-tujuan tersebut sebagai kriteria untuk
menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran
hinggamana tujuan program telah tercapai. Model ini dianggap lebih praktis
untuk mendisain dan mengembangkan suatu program, karena menentukan
hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil
dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru
merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan
kegiatan. Jika rumusan tujuan program dapat diobservasi (observable) dan
dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan
menjadi lebih praktis dan simpel. Di samping itu, model ini dapat membantu
guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan suatu program dengan
proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung kepada
tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat
keberhasilan tujuan program berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan
model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan
menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program.
Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi
konsekuensi yang tidak diharapkan.
Model Tyler
Evaluasi berorientasi program dari Tyler ini didesain untuk menggambarkan
sejauh mana tujuan program telah dicapai. Tyler menggunakan kesenjangan
antara apa yang diharapkan dan apa yang berhasil diamati untuk memberikan
masukan terhadap kekurangan dari suatu program. Pendekatan ini
memfokuskan pada tujuan spesifik dari program dan sejauh mana prorgam ini
telah berhasil mencapai tujuan tersebut.

Dalam bidang pendidikan, kegiatan yang bisa dievaluasi oleh pendekatan ini
bisa saja sesimpel kegiatan harian di kelas atau bahkan kegiatan kompleks
yang melibatkan seluruh sekolah. Hasil yang diperoleh dari evaluasi ini
nantinya dapat dipakai untuk merumuskan kembali tujuan dari kegiatan,
mendefinisikan kembali kegiatan/program, prosedur penilaian dan perangkat
yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan.
Berikut ini langkah-langkah dari Tyler untuk menentukan sejauh mana tujuan
program/kegiatan pendidikan telah dicapai
1. Menetapkan tujuan umum
2. Menggolongkan sasaran atau tujuan
3. Mendefinisikan tujuan dalam konteks istilah perilaku
4. Menentukan situasi dimana pencapaian tujuan dapat ditunjukkan
5. Mengembangkan atau memilih tenik pengukuran
6. Mengumpulkan data kinerja
7. Membandingkan data kinerja dengan perilaku yang menggambarkan
tujuan.

Setelah langkah terakhir ini selesai, kesenjangan antara kinerja dan tujuan
yang diinginkan dapat diketahui. Kemudian hasil ini digunakan untuk
mengoreksi kekurangan program. Saat program koreksi berjalan, berikutnya
siklus evaluasi ini bisa diulang kembali.

Pemikiran Tyler ini secara logis bisa diterima dan juga mudah dipakai oleh
para praktisi evaluasi pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar seorang
guru/praktisi pendidikan pasti akrab denga tujuan umum dan tujuan khusus
setiap kegiatan pendidikan. Tyler juga menggunakan pre-test dan post-test
untuk digunakan sebagai salah satu teknik pengukuran.

Tyler juga mendeskripsikan 6 tujuan dari sekolah (khususnya sekolah di


amerika)
 Menguasai informasi
 Mengembangkan kebiasan kerja dan keteramilan belajar
 Mengembangkan cara berpikir yang efektif
 Menginternalisasikan sikap, minat, apresiasi dan kepekaan sosial
 Menjaga kesehatan fisik
 Mengembangkan filsafat hidup

Tyler menekankan perlu penyaringan tujuan umum sebelum menerimanya


sebagai basis untuk mengevaluasi kegiatan. Dalam bidang pendidikan, cara
mengnyaringnya dengan mengajukan pertanyaan yang bermakna mengenai
filsafat, sosial dan pedagogis.

Sanders dan Cunningham 1975 juga menyarankan pentingnya metode logika


dan empiris daalam mengevaluasai sasaran.
Metode logika mencakup
 Memeriksa kekuataan dari argumen atau rasional dibalik masing-masing
tujuan
 Memeriksa konsekuensi dari pencapaian sasaran atau tujuan
 Mempertimbangkan nilai-nilai hukum, kebijakan, moral dan kondisi ideal.

Sedangkan metode empiris mencakup


 Mengumpulkan data untuk menggambarkan keputuan tentang nilai dari
suatu tujuan atau sasaran
 Mengatur diskusi dengan para ahli untuk mengavaluasi sasaran atau tujuan
 Mempelajari catatan arisip
 Melaksanakan pilot study untuk melihat pencapaian tujuan

Model Tyler yang banyak digunakan sebagai evaluasi berorientasi tujuan ini
telah mengilhami para ahli untuk mengembangkan model turunannya antara
sbb:

1.Goal Oriented Evaluation Model


Model Goal Oriented Evaluation, adalah model evaluasi yang dikemukakan
oleh Tyler, yaitu goal oriented evaluation atau evaluasi yang berorientasi pada
tujuan, yaitu sebuah model evaluasi yang menekankan peninjauan pada
tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Model
evaluasi yang berorietasi pada tujuan cocok diterapkan untuk mengevaluasi program
yang jenisnya pemrosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas
keterlaksanaan tujuan, dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Dalam pembelajaran kita mengenal adanya tujuan pembelajaran umum dan
tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua tujuan tersebut
sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan . evaluasi diartikan sebagai proses
pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Model
ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan
yag dapat diukur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah
membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan
kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat diobeservasi (observable) dan
dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi praktis
dan simple. Di samping itu, model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrument
yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur, hasil evaluasi akan
menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan
kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan
dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam
program pembelajaran.
2. Kelebihan dan Kekurangan Goal Oriented Evaluation Model
Kelebihan utama dari pendekatan evaluasi berorientasi tujuan adalah
kelugasannya. Menurut Catatannana (2010) kelebihan dari model ini adalah:
1. Model ini mudah dimengerti,
2. mudah diikuti,
3. mudah diterapkan dan juga
4. mudah disetujui untuk diteliti oleh direktur program.
Model ini telah menstimulasi pengembangan teknik, prosedur pengukuran dan
instrumen untuk berkembang. Literatur mengenai pendekatan ini pun berlimpah, ide
kreatif dan model-model baru yang lahir dari pendekatan inipun banyak bermunculan.
Dengan pendekatan ini pemilik program bisa melihat lebih jelas hasil pencapaian dari
suatu program sehingga bisa menilai dan menimbang suatu program.
Meski memiliki banyak kelebihan model ini juga mempunyai banyak
kekurangan dalam pelaksanaannya , ada beberapa kritik yang muncul mengenai
pendekaan berorientasi tujuan ini, seperti yang diungkapkan oleh fitzpatrick, sanders
dan worthen dalam catatannana (2010) sebagai berikut
1. kurangnya komponen evaluasi yang riil, lebih menekankan mengukur tujuan pencapaian daripada
keberhargaan tujuan itu sendiri
2. kekurangan standar untuk mempertimbangkan kesenjangan yang penting antara hasil observasi dengan
level kinerja
3. mengabaikan nilai dari tujuan itu sendiri
4. mengabaikan alternatif penting dalam mempertimbangkan perencanaan program
5. melupakan konteks mengenai objek evaluasi dilaksanakan
6. mengabaikan hasil penting yang diperoleh yang tidak diungkapakan dalam tujuan

7. meninggalkan bukti informasi program yang tidak menggambarkan tujuan program


8. menghasilkan pendekatan yang linier dan kurang fleksibel

Menurut Ralph W. Tyler evaluasi merupakan proses menentukan sampai seberapa


tinggi tujuan pendidikan sesungguhnya dapat dicapai. Misalnya kurikulum suatu mata
pelajaran mempunyai tujuan tertentu berupa kompetensi dan perilaku yang akan
dicapai oleh guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut. Menurut Scriven
evaluasi berbasis tujuan adalah setiap jenis evaluasi berdasarkan pengetahuan dan
direferensikan kepada tujuan-tujuan program, orang, atau produk.
Model evaluasi berbasis tujuan secara umum mengukur apakah tujuan yang
ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau tidak. Model
evaluasi iini memfokuskan pada mengumpulkan info yang bertujuan mengukur
pencapaian tujuan kebijakan, program dan proyek untuk pertanggung jawaban dan
pengambilan keputusan.
Model evaluas berbasis tujuan dirancang dan dilaksanakan dengan proses sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi tujuan
Mengidentifikasi dan mendefinisikan tujuan atau objektif intervensi layanan dari
program yang tercantum dalam rencana program.
2) Merumuskan tujuan menjadi indicator-indikator
Evaluator merumuskan tujuan program menjadi indicator-indikator kuantitatif dan
kualutatif yang dapat diukur. Misalnya, tujuan program orang tua tunggal adalah
memberikan dukungan kepada 250 orang tua tunggal disuatu kota agar dapat
mengembangkan anak-anak mereka. Untuk itu pemerintah memberikan layanan
(indikator-indikator tujuan program) sebagai berikut :
 Bantuan biaya hidup setiap bulan
 Sekolah gratis kepada anak
 Berobat gratis kepada orang tua tunggal dan anaknya.
3) Mengembangkan metode dan instrumen untuk menjaring data
Evaluator menentukan apakah akan menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif
atau campuran, mengembangkan instrumen untuk menjaring data, jenis instrument
tergantung pada metode yang dipergunakan.
4) Memastikan program telah berakhir dalam mencapai tujuan.
Layanan, intervensi dari program telah dilaksanakan dan ada indikator mencapai
pencapaian tujuan, pengaruh atau perubahan yang diharapkan.
5) Menjaring dan menganalisis data info mengenai indikator-indikator program.
Menjaring dan menganalisis data atau mengenai semua indikator program.
6) Kesimpulan
Mengukur hasil pencapaian program atau pengaruh intervensi atau perubahan yang
diharapkan dari pelaksanaan program dan membandingkan dengan objektif yang
direncanakan dalam rencana program untuk menentukan apakah terjadi ketimpangan.
Hasil yang didapat sebagai berikut :
 Program dapat mencapai objektif sepenuhnya.
 Program dapat mencapai sebagian dari objektifnya antara 50%-99,9%.
 Program mencapai objektif dibawah 50%.
 Program gagal mencapai objektif.
7) Mengambil kaputusan mengenai program.
Keputusan dapat berupa :
 Jika program dapat mencapai tujuannya sepenuhnya, mungkin program dilanjutkan
atau dilaksanakan didaerah lain jika sebelumnya hanya dilaksanakan di daerah
tertentu.
 Dapat juga terjadi jika program berhasil sepenuhnya dan masyarakat yang dilayani
tidak memerlukan bagi layanan program dihentikan.
 Jika program ternyata gagal akan tetapi masih diperlukan layanan oleh sebagian
besar masyarakat, maka program dianalisis penyebab kegagalan dan kemudian
dikembangkan atau dimodifikasi.
Keunggulan Model evaluasi berbasis tujuan / Goal Based Evaluation Model :
 Demoktatis : tujuan, layanan atau intervensi program merupakan hasil keputusan
formal dari lembaga negara yang dipilih secara demokratis.
 Imparsial : evaluasi merupakan bagian dari riset sosial yang bersifat imparsial tidak
memihak.
 Sederhana : proses merancang dan melaksanakan modal evaluasi berbasis tujuan
mudah merancang dan melaksanakannya.
Kelemahan Model evaluasi berbasis tujuan / Goal Based Evaluation Model :
 Tujuan tidak mudah dipahami : sejumlah tujuan yang terpisah / dapat bertentangan
satu sama lain, tujuan ambigius, dan dapat juga terjadi tujuan program tidak jelas.
 Suatu tujuan berkaitan dengan ketidakpastian masa depan : tujuan disusun tidak
untuk saat tujuan disusun, tapi juga untuk masa depan.
 Efek samping dari tujuan : ketika aktivitas program dilaksanakan untuk
merealisasikan tujuan dapat terjadi pengaruh.
 Tujuan tersembunyi dari pengambil kebijakan.

b. Model Evaluasi Bebas Tujuan (Goal Free Evaluation Model)


Model evaluasi bebas tujuan adalah model evaluasi dimana evaluator melakukan
evaluasi tanpa mempunyai penegtahuan atau referansi dari gold an objektif serta
pengaruh yang diharapkan oleh perancang program. Model ini berupaya mengukur
keluaran dan pengaruh yang sesungguhnya tanpa dipengaruhi oleh tujuan dan
pengaruh yang diharapkan dalam rencana program.
Pengaruh program :
1. Pengaruh sampingan yang negative yang tidak diharapkan.
2. Pengaruh positif sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
3. Pengaruh sampingan yang positif di luar tujuan program yang ditetapkan.
Brandon W. Youker dan Allyssa Ingraham (2013) mengungkapkan 4 langkah untuk
menemukan goal dan pengaruh – pengaruh program yang sesungguhnya dalam modal
evaluasi ini :
1. Meneliti dan mengidentifikasi pengaruh program yang relevan tanpa merajuk gold an
objektif yang ada direncanakan program.
2. Mengidentifikasi apa yang terjadi tanpa referensi kepada gold an efektif program.
3. Menentukan pengaruh apa yang muncul yang secara logis disebabkan oleh program
dan intervensi program.
4. Menentukan derajat pengaruh positif, negative atau netral dari program.

Anda mungkin juga menyukai