1) Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir sistemik yaitu memandang program yang
diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dan beberapa komponen atau unsur yang saling
berkaitan antara satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dan objek yang
dievaluasi.
2) Perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi
keberhasilan program, agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dan objek yang dievaluasi.
3) Menggunakan standar, kriteria, dan tolok ukur yang jelas untuk setiap indikator yang
dievaluasi agar dapat diketahui dengan cermat keunggulan dan kelemahan program.
4) Perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi sub komponen, dan
sampai pada indikator dan program yang dievaluasi, agar informasi yang diperoleh dapat
menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang
belum terlaksana.
5) Hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga
dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
6) Simpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan/ rekomendasi bagi kebijakan atau
rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi
program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau
tolak ukur.
Ragam penelitain evaluasi dalam bidang pendidikan, dapat dilihat dari lingkup bidang
pendidikan, yaitu: a) penelitian evaluasi kurikulum, b) penelitian evaluasi program pendidikan
secara umum, c) penelitian evaluasi pendekatan/model/metode pembelajaran, d) penelitian
evaluasi terhadap pendidik, e) evaluasi terhadap siswa, serta f) penelitian evaluasi terhadap
organisasi dan manajemen pendidikan.
Dilihat dari tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan itu dilakukan, maka ragam penelitian
evaluasi dapat dikelompokkan menjadi: a) penelitian evaluasi kebijakan, b) penelitian evaluasi
implementasi kebijakan, c) penelitian evaluasi program, dan d) penelitian evaluasi kinerja.
Berkaitan dengan penelitian kebijakan, fokus penelitian ini adalah kebijakan publik, fokus
penelitian evaluasi implementasi kebijakan adalah pada tataran implementasi kebijakan tersebut,
fokus penelitian evaluasi program adalah pada program yang disusun oleh lembaga tertentu, serta
fokus penelitian evaluasi kinerja adalah pada kinerja dari organisasi, kinerja pengelola maupun
kinerja pelaksananya atau personalnya. Pertanyaan yang muncul berkaitan dengan fokus penelitian
kebijakan adalah apakah sebenarnya kebijakan itu? Lalu apa kebijakan publik itu?, Apa dan
bagaimana penelitian evaluasi berkaitan dengan implementasi kebijakan itu?, Apa dan bagaimana
penelitian evaluasi program itu?, serta apa dan bagaimana penelitian evaluasi kinerja itu?
Istilah kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misal pejabat
pemerintah, dan lain lain ) atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu
persoalan (Winarno, 2012). Kebijakan adalah keputusan dan tindakan pihak berwenang untuk
mengatasi masalah bersama (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Sedangkan kebijakan publik
adalah serangkaian instruksi dari para pejabat pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan
yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (Winarno 2012).
Misalnya kebijakan pemberlakuan kurikulum SD tahun 2013, kebijakan PPDB (Penerimaan
Peserta Bidik Baru) berbasis zonasi, kebijakan tentang pendidikan inklusi, kebijakan wajib belajar
9 tahun, Kebijakan tentang dana BOS dan lain-lain.
Apa dan bagaimana fokus penelitian evaluasi implementasi dari kebijakan publik ini? Alur
kebijakan publik (lihat gambar 1), berangkat dari keputusan para pembuat keputusan/pejabat
(misalnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengeluarkan kebijakan pemberlakuan
Kurikulum SD tahun 2013), kemudian kebijakan publik tersebut disertai penjelas kebijakan
(misalnya Petunjuk Teknis Implementasi kurikulm SD tahun 2013). Selanjutnya secara hierarkhis
pejabat di bawahnya (Kepala Dinas Dikbud Provinsi, Kepala Dinas Dikbud Kabupaten/Kota,
sampai ke Kepala SD) menyusun program. Program dijabarkan ke dalam Proyek. Proyek
dijabarkan dalam Kegiatan, dan akhirnya sampai pada penerima manfaat (seluruh pemangku
kepentingan, terutama guru dan siswa).
Pertanyaan berkaitan dengan apa dan bagaimana penelitian evaluasi program itu, dijawab
pada uraian berikut.
Program didefinisikan sebagai sebuah rencana yang dilakukan oleh seseorang atau
organisasi untuk mencapai tujuan (Jaedun, 2010) .
Program adalah kegiatan yang direncanakan untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan dalam waktu yang lamaWirawan (201I) .
Arikunto (2014: 3-4) menyatakan bahwa secara umum program: rencana atau rancangan
kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang di kemudian hari.
Berpjak dari alur kebijakan publik, implementasinya dan pengertian dari program seperti
telah dijelaskan, maka program hakikatnya suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, yang berlangsung dalam proses
berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Misalnya
program Pendidikan Inklusi di SD Pantang Mundur, Program Komite Sekolah, Program
Pembelajaran Daring, Program Sertifikasi, Program Ekstra Kurikuler Pramuka, Program BOS, dan
lain-lain.
Apa dan bagaimana fokus penelitian evaluasi kinerja ini? Kinerja dapat didefinisikan
berikut:
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Suatu pekerjaan atau profesi
mepunyai sejumlah fungsi atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil
pekerjaan tersebut (Wirawan (2009: 5).
Kinerja berasal dar ikata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Widodo, 2015: 131).
Kinerja sebagai pencapaian / prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya (Marwansyah, 2010:228).
Berdasarkan definisi kinerja tersebut di atas, fokus penelitian evaluasi kinerja sebenarnya ada pada
upaya meneliti dalam mengumpulkan data dan menarik simpulan terhadap aktualisasi seseorang
atau sekelompok orang, bahkan lembaga tertentu dalam melaksanakan tugasnya dibandingkan
dengan ukuran atau kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya penelitian evaluasi tentang kinerja
guru bersertifikasi di SD Pantang Mundur, penelitian evaluasi terhadap Guru Kelas I, penelitian
evaluasi terhadap kinerja Kepala Sekolah, penelitian evaluasi terhadap kinerja Komite Sekolah,
dan lain-lain.
Dilihat dari model penelitian evaluasinya, ragam penelitian evaluasi dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok model evaluasi kebijakan dan program (dalam hal ini program
pendidikan) dan kelompok model evaluasi kinerja. Berdasarka kelompok model evaluasi
kebijakan dan programnya, model penelitian evaluasi diantaranya adalah sebagai berikut:
a) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam
b) Discrepancy Evaluation Model, dikembangkan oleh Provus.
c) Goal Oriented Evaluation Model dikembangkan oleh Tyler.
d) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
e) Formatif - Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
f) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
g) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
Model CIPP (Context, Input, Process and Product) pertama kali dikenalkan oleh
Stufflebeam pada 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (the Elementary and
Secondary Education Act). Tujuan evaluasi model ini adalah untuk memperbaiki sebuah program.
Evaluasi model Stufflebeam terdiri dari empat dimensi, yaitu: konteks, input, proses, dan
produk, sebagai sasaran utama dalam penelitian evaluasi, sehingga model evaluasinya diberi
nama CIPP. Dimensi konteks merupakan komponen yang berkaitan dengan menguji apakah
tujuan dan prioritas telah disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dilaksanakan. Dimensi input
berkaitan dengan evaluasi bagaimana organisasi menentukan cara mencapai tujuan program,
mencakup: 1) sumber daya manusia, 2) sarana dan peralatan pendukung, 3) dana/anggaran, dan
4) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Dimensi proses berkaitan dengan upaya
mendeteksi rancangan prosedur yang telah ditetapkan oleh organisasi yang dilaksanakan dalam
peaksanaan program ini sesuai atau tidak, sehingga menyediakan informasi untuk keputusan
program, dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Dimensi produk berkaitan
dengan upaya peneliti untuk mendapatkan dieskripsi dan pertimbangan tentang produk yang
dihasilkan membandingkn hasil dengan tujuan, proses , input dan nilai (keberartian) program.
Discrepancy Evaluation Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus, bertujuan untuk
menganalisis suatu program apakah program tersebut layak diteruskan, ditingkatkan, atau
dihentikan. Kata kunci dari model ini adalah discrepancy yang berarti kesenjangan. Model ini
berangkat dari angapan bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, peneliti
membandingkan antara apa yang diharapkan (standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi
(performance). Dengan membandingkan kedua hal tersebut, maka dapat diketahui ada tidaknya
kesenjangan (discrepancy), yaitu standar yang ditetapkan dengan kinerja yang sesungguhnya.
Model ini menekankan pada terrumuskannya standard, performance, dan discrepancy secara rinci
dan terukur. Evaluasi program yang dilaksanakan oleh peneliti mengukur besarnya kesenjangan
yang ada di setiap komponen program. Dengan adanya penjabaran kesenjangan pada setiap
komponen program, maka langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan secara mudah. Komponen-
komponen pentahapan dalam model evaluasi ini mencakup: 1) Definition stage (tahap definisi)
yaitu staf program yang mengorganisir berupa: (a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan
kemudian; (b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan; 2) Installation stage (langkah
instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian
operasi awal program; 3) Process stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan
data untuk menjaga keterlaksanaan program; 4) Product stage (tahap produk), pengumpulan data
dan analisa yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome; dan 5)
Optional, yaitu tahap cost benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang
dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.jika dilihat dari biayanya.
Goal Oriented Evaluation Model, di dikembangkan oleh Ralph Tyler tahun 40-50 an.
Model evaluasi ini menekankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung
secara berkesinambungan. Model evaluasi yang berorietasi pada tujuan cocok diterapkan untuk
mengevaluasi program pembelajaran. Peninjauan atas keterlaksanaan tujuan, dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan. Dalam pembelajaran kita mengenal adanya tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua
tujuan tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Model ini dianggap lebih praktis
karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yag dapat diukur. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur
pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan
hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat diobeservasi
(observable) dan dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi
praktis dan simple. Di samping itu, model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan.
Goal Free Evaluation Model, merupakan model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael
Scriven (tahun 1973). Model evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang
sesungguhnya dari implementasi program sehingga mengurangi bias dan menambah objektivitas.
Dalam Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi
program peneliti sebagai evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program.
Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu
program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-
hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).
Evaluasi ini fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang
diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan, dan membandingkan dengan keadaan sebelum program dilakukan. Evaluator juga
membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program
tersebut, sehingga berfungsi sebagai cost benefit analysis.
Formatif - Summatif Evaluation Model, merupakan model evaluasi yang dikembangkan
oleh Michael Sciven. Model ini menunjukkan adanya tahapan objek yang dievaluasi, yaitu
evaluasi formatif yang dilakukan pada waktu program masih berjalan dan evaluasi sumatif ketika
program sudah selesai dilakukan. Tujuan evaluasi formatif berbeda dengan tujuan evaluasi
sumatif. Para guru yang berkewajiban melakukan tugas profesionalnya, yaitu mengevaluasi, tentu
sudah mengenal dengan baik apa yang dimaksud dengan evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif merupakan evaluasi yang dilakukan ketika program tertentu sedang dikembangkan dan
biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Konkritnya
misalnya untuk mencari umpan balik guna memperbaiki proses belajar mengajar bagi guru
maupun peserta didik. Dengan demikian tujuan evaluasi formatif adalah mengetahui sejauh mana
program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. Dengan
diketahui hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambilan keputusan
secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program;
serta untuk memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan
suatu program.
Countenance Evaluation Model, model evaluasi yang dikembangkan oleh Robert E. Stake
dari University of Illinois. Stake menjelaskan ada tiga tahapan evaluasi program dalam model ini,
yaitu: antecedents, transaction, dan outcomes. Antecedents mengacu pada informasi dasar yang
terkait dengan kondisi sebelum implementasi program, misalnya, terkait dengan kegiatan belajar
mengajar sebelumnya, apakah siswa memiliki kebiasaan sarapan pagi sebelum berangkat ke
sekolah, dan lain-lain. Pada tahap transactions, apakah yang sebenarnya terjadi selama program
dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana program.
Termasuk tahap ini adalah informasi yang dialami oleh peserta didik berkaitan dengan guru, orang
tua, konselor, tutor, dan peserta didik lainnya. Pada tahap outcomes, berkaitan dengan pertanyaan
apa yang akan diperoleh dengan program tersebut?, apakah program itu dilaksanakan sesuai
dengan yang diharapkan, termasuk pencapaian tujuan pembelajaran.
Responsive Evaluation Model, yaitu model evaluasi yang dikembangkan juga oleh Robert
E. Stake. Pendekatan ini adalah sistem yang mengorbankan beberapa fakta dalam evaluasi dengan
harapan dapat meningkatkan penggunaan hasil evaluasi kepada individu atau program itu sendiri.
Model ini berdasarkan pada apa yang biasa individu lakukan untuk menilai suatu perkara. Untuk
melaksanakan evaluasi ini, evaluator dipaksa bekerja lebih keras untuk memastikan individu yang
dipilih memahami apa yang perlu dilakukan. Evaluator juga perlu membuat prosedur
yang bakudan mencari serta mengatur tim untuk memperhatikan pelaksanaan program tersebut.
Dengan bantuan tim, evaluator akan menyediakan catatan, deskripsi, hasil tujuan serta membuat
grafik. Adapun tahapannya, yaitu: 1) Pelaksanaan awal evaluasi, evaluator dan seluruh pemangku
pepentingan membuat kontrak mengenai tujuan penilaian, validitas dan jaminan kerahasiaan; 2)
Concern (perhatian) dari stakeholder; 3) Mengumpulkan informasi yang memiliki hubungan
dengan tujuan, isu, nilai yang dikenal pasti oleh stakeholder.dan 4) Penyusunan laporan mengenai.
Laporan ini mengandung beberapa isu-isu dan perhatian yang dikenal betul oleh stakeholder.
Metode yang digunakan adalah melalui observasi dan data dokumentasi dari setiap
domain yang sedang dan telah dilaksanakan oleh guru. Apabila seluruh domain
tersebut dilaksanakan dengan baik oleh setiap guru dalam proses pembelajaran,
berarti kinerja guru tersebut sesuai dengan standar.
Penelitian evaluasi dalam bidang pendidikan, apapun model yang digunakan dilakukan
dengan langkah-langkah berikut:
1) Peneliti evaluatif melakukan kajian literatur dan studi lapangan pendahuluan untuk menggali
informasi dari para ahli dan mengumpulkan data lapangan untuk memperoleh gambaran
permasalahan yang akan diteliti;
2) Peneliti evaluatif merumuskan problematika penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian
(research questions), berdasarkan kajian literatur dan studi pendahuluan yang telah dilakukan;
3) Peneliti menyusun proposal penelitian evaluasi, mencakup: latar belakang masalah,
deskripsi penting dan gentingnya permasalahan tersebut diteliti, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kajian teoretik dan kajian penelitian relevan, metode penelitian
yang mencakup: jenis atau bidang penelitian evaluasi yang digunakan atau dipilih, variabel
penelitian (termasuk definisi operasional yang dipakai), model evaluasi yang digunakan
(apakah model CIPP Evaluation Model, Subyek penelitian (populasi dan sampel penelitian,
termasuk penjelasan cara menentukan sampel), instrumen penelitian yang digunakan, serta
teknik analisis data yang dipakai.
4) Peneliti mengorganisasaikan perncanaan penelitian (penentuan tim peneliti, pembagian kerja,
biaya dan lain-lain), menyusun instrumen penelitian serta melakukan uji coba untuk
memastikan validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan secara statistik atau
memvalidasi berdasarkan uji pakar.
5) Melaksanakan penelitian. Langkah ini dilakukan sesuai proposal yang telah disusun dan
pengorganisasian penelitian yang telah dilakukan, serta sesuai prosedur penelitian evaluasi
berdasarkan model evaluasi yang dipilih, lengkap dengan rincian komponen-komponen yang
di evaluasi. Misalnya jika yang dipilih adalah evaluasi bidang implementasi kurikulum 13 di
SD Pantang Mundur menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process and
Product) karya Stufflebeam, maka peneliti harus menyiapkan dimensi beserta indikator
kinerja yang terukur untuk masing-masing dimensi: a) Context implementasi kurikulum 13
di SD Pantang Mundur, b) Input implementasi kurikulum 13 di SD Pantang Mundur , c)
Proces implementasi kurikulum 13 di SD Pantang Mundur, dan d) Product implementasi
kurikulum 13 di SD Pantang Mundur.
6) Peneliti mengumpulkan data menggunakan instrumen yang telah disiapkan berdasarka rincian
prosedur dan komponen-komponen yang telah disusun sebelumnya.
7) Menganalisis data yang terkumpul dengan menerapkan kriteria indikator kinerja yang telah
ditetapkan, sesuai tujuan penelitian evaluasi ini dilakukan.
8) Membuat simpulan hasil penelitian evaluasi berdasarkan rumusan masalah yang telah
ditetapkan (simpulan harus menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah).
9) Menyusun rekomendasi penelitian. Rekomendasi ini disampaikan kepada pengelola program
atau pihak yang meminta bantuan untuk melakukan penelitian evaluasi. Rekomendasi ini
digunakan sebagai bahan petimbangan bagi pengelola program atau pihak-pihak terkait untuk
menyebarluaskan program karena dinilai berhasil, merevisi program atau menghentikan
program tersebut.
PROPOSAL
oleh
Tak Gentar
NIM: 262010000
DAFTAR PUSTAKA
(Contoh penulisan menggunakan APA model (American Psychological Association)
Arends, R. (2008). Learning to Teach, Terjemahan oleh Helly Prajitno & Sri Mulyani. New
York: McGraw Hill Company.
Eni Wulandari, Setyo Budi & Kartika Chryati (2013). Penerapan Model PBL pada
Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Kalam Cendekia PGSD Kebumen, 2 (1):
13-17.