Anda di halaman 1dari 20

PERENCANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Mata Kuliah Assesment AUD
Dosen Pengampu: Neni Sumarni, S.Pd. I, M.Pd.

Disusun Oleh:
Ineu Setiani (184223001)
Endah Erawati (184223006)
Popi Novianti (184223012)
Irma Meilani (184223017)
Eem Romaelah (184223020)

PRODI PG-PAUD
STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2021
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Evaluasi
1. Pengertian Perencanaan Evaluasi
Perencanaan merupakan suatu cara untuk menentukan serangkaian tindakan untuk
mengarahkan tindakan tersebut agar sesuai dengan visi. Sedangkan evaluasi dibagi
menjadi dua kategori umum: evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif
biasanya dilakukan dengan maksud membuat penilaian mengenai keseluruhan aktivitas
dan program. Pengumpulan dan analisis biasanya ditujukan pada pengukuran hasil dan
tingkat pencapaian dengan mengacu pada tujuan dan standar tertentu yang telah
dipahami. Hasil penilaian melalui proses ini dijadikan dasar formal untuk membuat
keputusan.Evaluasi formatif, sebaliknya, mengacu pada evaluasi yang muncul proses
atau produk itu dirancang. Evaluasi formatif biasanya digunakan untuk memperbaiki
pengembangan, dan dapat dikatakan sebagai evaluasi berkelanjutan yang mengiringi
upaya pengembangan atau proses perubahan yang lebih besar.
Selain evaluasi sumatif dan formatif, Tuckman (1985) menyarankan jenis evaluasi
lainnya: ex post facto evaluation (after the fact – setelah fakta). Metode ini melihat
proses kejadian-kejadian dan data secara longitudinal untuk menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pendidikan. Evaluasi ini biasanya
digunakan untuk mendapatkan informasi danmemeriksa penilaian yang dibutuhkan
untuk perencanaan pendidikan, untuk mencatat hasil, kecenderungan (trend), dan arah
masalah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan evaluasi adalah menguraikan
strategi mengenai cara mendapatkan dan menganalisis data yang akan membantu
meningkatkan efektivitas dari suatu evaluasi program pendidikan. Yang termasuk ke
dalam perencanaan evaluasi ini adalah: (1) penjelasan mengenai perlunya evaluasi dan
tanggung jawab melakukan evaluasi; (2) penentuan batasan evaluasi dan analisis konteks
evaluasi; (3) identifikasi pertanyaan, kriteria, dan masalah evaluatif; (4) perencanaan
pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi; dan (5) mengembangkan team
manajemen perencanaan evaluasi, termasuk penentuan waktu, anggaran dan biaya,
personel, serta menentukan penilaian, monitoring, dan perbaikan perencanaan evaluasi
sampai mendapatkan suatu kesepakatan mengenai prosedur evaluasi yang akan
dilakukan.
Ackoff menyatakan bahwa walaupun perencanaan itu merupakan suatu proses
pembuatan-keputusan, perencanaan adalah jenis pembuatan keputusan : (a) perencanaan
merupakan sesuatu yang kita lakukan sebelum bertindak, artinya adalah pembuatan
keputusan yang sifatnya antisipatif; (b) perencanaan diperlukan bila keadaan masa depan
yang kita inginkan tersebut melibatkan sejumlah putusan yang saling berkaitan, artinya
suatu sistem keputusan; dan (c) perencanaan merupakan suatu proses yang diarahkan
untukmenghasilkan keadaan di masa depan yang diinginkan, dan tidak diharapkan
muncul kecuali ada suatu tindakan yang dilakukan.
2. Pentingnya Perencanaan Evaluasi
Perlunya evaluasi dan tanggung jawab melakukan evaluasi, kita perlu memahami
asal-mula dan alasan mengapa suatu studi evaluasi itu dilakukan, lalu menilai apakah
alasan itu layak atau tidak. Jika layak, maka dibuatlah perencanaan; jika tidak evaluator
harus bisa mengemukakan alasan bahwa studi evaluasi yang diajukan tersebut memang
tidak perlu dilakukan.Perencanaan evaluasi yang dilakukan akan sangat bergantung pada
informasi yang perlu dikumpulkan untuk membuat berbagai keputusan penting.
Berikut beberapa kelompok atau individu yang mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh suatu studi evaluasi, yaitu: sponsors, clients, participants, stakeholders, dan
audiences.
Sponsor evaluasi adalah badan atau perorangan yang memiliki wewenang
evaluasi dan menyediakan sumberdaya keuangan yang dibutuhkan untuk jalannya
evaluasi. Sponsor ini bisa saja memilih evaluator atau terlibat dalam evaluasi tersebut,
tetapi pada akhirnya merekalah yang memiliki wewenang yang berkaitan dengan
evaluasi, kecuali jika mereka mendelegasikan wewenang tersebut.
Klien adalah badan atau perorangan tertentu yang memerlukan dan meminta
evaluasi. Dalam beberapa hal, sponsor dan klien ini bisa saja badan atau lembaga yang
sama, tetapi tidak selalu begitu. Sebagai contoh, dalam evaluasi pihak ketiga mengenai
program persekolahan bagi anak berbakat di suatu kota, dinas pendidikan (klien)
mungkin meminta dan menyusun studi evaluasi, tetapi sumberdaya dan untuk evaluasi
tersebut berasal dari departemen pendidikan nasional (sponsor).
Evaluator tentunya ―ber-partisipasidalam studi evaluasi, malahan evaluator
itu sendiri yang melaksanakannya. Tetapi di sini kita gunakan istilah partisipan untuk
mengacu pada mereka yang berinteraksi dengan evaluator selama dan pelaksanaan
evaluasi. Termasuk ke dalam partisipan adalah klien (setidaknya selama tahap-tahap
perencanaan) dan orang-orang yang menjadi sumber pengumpulan data (misalnya siswa
yang ikut dalam suatu ujian atau yang mengisi kuesioner).
Stakeholder adalah mereka yang secara langsung dipengaruhi oleh hasil
evaluasi. Kepala sekolah, guru, dan orangtua termasuk ke dalam stakeholder. Sponsor,
klien, dan partisipan biasanya adalah stakeholder juga, tetapi beberapa stakeholder tidak
termasuk ke dalam kelompok tersebut. Sebagai contoh, dimungkinkan (walaupun tidak
bijaksana) untuk mengevaluasi program sekolah bagi siswa berbakat tanpa interaksi
dengan gurunya. Jelas, guru tersebut akan banyak dipengaruhi oleh hasil dari studi
evaluasi tersebut, sehingga mereka memang adalah stakeholders, walaupun mereka
bukan partisipan.
Audiens adalah individu, kelompok, dan lembaga yang memiliki kepentingan
dalam evaluasi dan menerima hasilnya. Sponsor dan klien biasanya merupakan audiens
utama dan kadang-kadang merupakan satu-satunya audiens. Biasanya audiens suatu
evaluasi akan juga melibatkan semua stakeholder dan partisipan, walaupun tidak selalu
begitu. Sebagai contoh, siswa SD mungkin menjadi partisipan dalam evaluasi mata
pelajaran membaca. Mereka diamati, dites, atau diwawancara. Tetapi hanya dalam
cakupan tertentu saja mereka menunjukkan ketertarikan atau kepentingan terhadap hasil
evaluasi tersebut.
Kita, sebagai evaluator, bisa mengakomodasi kepentingan berbagai kelompok
atau individu tersebut. Memahami tujuan evaluasi adalah salah satu wawasan paling
penting yang harus dimiliki seorang evaluator.Dalam hal ini, tugas penting seorang
evaluator adalah menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada klien.
Jika sponsor atau klien telah memahami tujuan dan prosedur tersebut, penting juga bagi
seorang evaluator untuk memahami motivasi mereka melakukan evaluasi.
Brinkerhoff et al (1983) menyatakan bahwa tujuan evaluasi itu dianggap valid
jika memenuhi kriteria berikut:
a. Jelas (dipahami oleh para audiens utama)
b. Bisa diperoleh atau accessible (disebarkan kepada mereka yang berhak tahu)
c. Berguna (informasi yang dihasilkan akan dipakai dan diterapkan)
d. Relevan (dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berkaitan
dengan program)
e. Manusiawi (dapat dicapai tanpa merugikan mereka yang terlibat atau
dipengaruhi)
f. Kompatibel (sesuai dengan tujuan sponsor, klien, partisipan, dan stakeholder)
g. Bermanfaat (keuntungannya lebih besar dari biayanya)
Apapun pendekatan yang kita gunakan, perencanaan evaluasi yang kita lakukan
akan sangat bergantung pada informasi yang perlu kita kumpulkan untuk membuat
berbagai keputusan penting.Dalam hal ini, sponsor, klien, partisipan, atau stakeholder
berkepentingan untuk membuat keputusan utama yang berkaitan dengan, misalnya,
relevansi kurikulum, berkurangnya pendanaan pendidikan dari pemerintah, kebutuhan
pendidikan yang belum terpenuhi, mutu layanan pembelajaran yang rendah, dan
sebagainya.
Dalam pelaksanaannya evaluasi akan melibatkan metodologi kuantitatif dan
kualitatif untuk memberikan informasi sesuai dengan tujuan formatif maupun sumatif.
Keseluruhan tujuan evaluasi itu harus (1) menentukan akuntabilitas evaluasi dalam
menilai setiap kemajuan dalam memenuhi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
dalam perencanaan, (2) mengukur persepsi mengenai efektivitas implementasi dari
perencanaan evaluasi, (3) mengukur dampak dari implementasi terhadap warga sekolah
dan kebijakan sekolah, (4) menentukan faktor-faktor dan kebijakan yang merintangi
dan/atau yang memudahkan pencapaian keberhasilan dari rencana evaluasi, dan (5)
mengidentifikasi hasil yang tidak diharapkan dari pelaksanaan evaluasi.
3. Beberapa Jenis Pendekatan Evaluasi sebagai Pertimbangan dalam Perencanaan
Evaluasi
Dalam membuat perencanaan evaluasi, selain jenis informasi yang akan
dikumpulkan, ada tiga jenis pendekatan evaluasi yang bisa dipertimbangkan dalam
perencanaan evaluasi, yaitu (1) goal-based evaluation, (2) process-based evaluation, dan
(3) outcome-based evaluation. Dalam hal ini kita tidak hanya sekedar mengambil salah
satu jenis pendekatan yang ada, tetapi harus mengaitkannya dengan tujuan dilakukannya
suatu evaluasi.
a. Goal-based Evaluation
Pendekatan ini berkaitan dengan pencapaian seluruh tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
b. Process-based Evaluation
Process-based evaluations digunakan untuk memahami secara mendalam bagaimana
suatu program berjalan.Evaluasi ini akan berguna jika suatu program bersifat sangat
lama dan telah berubah selama bertahun-tahun. Sebagai contoh, kita mungkin
merencanakan evaluasi berbasis proses untuk mengetahui implementasi kurikulum
berbasis kompetensi di suatu sekolah menengah selama 3 tahun. Di sini kita bisa
mengevaluasi sejauh mana kompetensi para guru untuk melaksanakan kurikulum
berbasis kompetensi ini, bagaimana dampak dari pelaksanaan kurikulum itu
terhadapsiswa, atau apa alasan guru untuk tidak melaksanakan KBK. Sebelum kita
melakukan evaluasi jenis ini, kita hendaknya menguji pendekatan ini dalam satu atau
dua program sebelum kita menerapkannya pada seluruh program.
c. Outcome-based evaluation
Outcome-based evaluation: Pendekatan ini digunakan untuk mengukur sejauh mana
kinerja yang sudah dilakukan serta dampak yang ditimbulkan
4. Format Perencanaan Evaluasi
Perencanaan evaluasi hendaknya didokumentasikan dengan baik agar bisa
memastikan evaluasi bisa dilaksanakan secara rutin dan efisien. Perencanaan itu
hendaknya memuat cukup informasi sehingga pihak luar (nonevaluator) dapat
memahami apa yang akan dievaluasi dan cara mengevaluasinya. Kita bisa menggunakan
format berikut ini dalam laporan perencanaan evaluasi:
a. Halaman Judul (nama organisasi yang akan dievaluasi, produk/layanan/ program
yang akan dievaluasi; tanggal)
b. Daftar Isi
c. Executive Summary (satu halaman, sinopsis singkat mengenai temuan atau
rekomendasi)
d. Tujuan dari Laporan Perencanaan Evaluasi (jenis evaluasi yang akan dilakukan,
kegunaan dari temuan evaluasi, dsb.)
e. Latar Belakang mengenai Lembaga dan Produk/Layanan/Program yang akan
dievaluasi
a) Sejarah/Gambaran Lembaga
b) Deskripsi Produk/Layanan/Program (yang akan dievaluasi)
i. Perumusan Masalah
ii. Keseluruhan Sasaran dariProduk/Layanan/Program
iii. Outcomes (or dampak bagi klien) and Pengukuran Kinerja (yang diukur
sebagai indikator outcomes)
iv. Aktivitas/teknologi dari Produk/Layanan/Program (gambaran
umummengenai cara mengembangkan dan melaksanakan
produk/layanan/ program)
v. Staffing (uraian jumlah staff yang akan melakukan evaluasi danperan
lembaga yang relevan dengan produk/layanan/program)
f. Keseluruhan Sasaran Evaluasi (mis., apa pertanyaan yang akan dijawab oleh
evaluasi tersebut)
g. Metodologi
a) Jenis data/informasi yang akan dikumpulkan
b) Bagaimana data/informasi dikumpulkan (instrumen apa yang akan digunakan,
dsb.)
c) Bagaimana data/informasi akan dianalisis
d) Keterbatasan evaluasi (mis., yang berkaitan dengan temuan/simpulan dan cara
menggunakan temuan/simpulan, dsb.)
h. Interpretasi dan Kesimpulan (dari analisis data/informasi)
i. Rekomendasi (yang berkaitan dengan putusan yang harus dibuat mengenai
produk/layanan/progprogra
j. Lampiran: isi lampiran bergantung pada tujuan laporan perencanaan evaluasi,
misalnya:
a) Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data/informasi
b) Data, misalnya, dalam format tabel, dsb.
c) Pernyataan, komentar yang dibuat oleh para pengguna produk/
layanan/program
d) Studi kasus pengguna yang telah menggunakan produk/ layanan/program
e) Literatur yang berkaitan
B. Langkah-langkah Perencanaan Evaluasi
Ada beberapa komponen tertentu yang selalu ditemukan dalam setiap perencanaan
evaluasi, yaitu tujuan dan metode evaluasi. Walaupun perencanaan yang baik itu tidak
menjadi jaminan untuk suatu evaluasi yang efektif, perencanaan yang buruk selalu akan
mengarah pada kekacauan evaluasi.
Agar kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan dengan baik, tentunya diperlukan
perencanaan evaluasi. Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah perencanaan evaluasi
tersebut.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi
Memahami tujuan evaluasi adalah salah satu wawasan paling penting yang harus
dimiliki seorang evaluator. Apapun bentuk dan pendekatan evaluasi, penentuan tujuan
evaluasi akan selalu berkenaan dengan apa yang diharapkan dari pelaksanaan suatu
evaluasi, yaitu output (misalnya; produk pembelajaran, dokumentasi siswa/guru, dsb.)
dan outcome (misalnya; efektivitas/efisiensi pembelajaran siswa, perubahan sikap
siswa, perubahan kinerja dan sikap guru, perubahan kelembagaan, posisi di dunia
pendidikan dan dunia kerja, dsb.).
2. Merumuskan Masalah Evaluasi
Masalah evaluasi bisa dilihat dari fenomena yang terjadi. Dengan mengacu pada contoh
sebelumnya, yaitu masalah kurikulum, dapat dilihat bahwa masalah yang terjadi adalah
rendahnya mutu pembelajaran siswa atau bahwa hasil pembelajaran tidak sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dengan demikian, di sini diperlukan suatu upaya
untuk meningkatkan mutu pembelajaran siswa dalam kaitannya dengan menganalisis
kelemahan atau kekurangan dari kurikulum yang sekarang digunakan. Dalam hal ini,
evaluator bisa merumuskan masalah tersebut dengan melakukan analisis diri, analisis
dari rekan sejawat, dari para ahli, atau dari tinjauan literatur pendidikan, dengan fokus
pada muatan kurikulum, aktivitas pengajaran/pembelajaran, dan penilaian. Setelah
merumuskan masalah, evaluator bisa melanjutkan dengan menentukan jenis data yang
akan dikumpulkan untuk kepentingan evaluasi tersebut.
3. Menentukan Jenis Data yang Akan Dikumpulkan
Pada tahap ini evaluator mengidentifikasi data/informasi sesuai dengan kebutuhan dan
variabel yang akan dievaluasi. Jenis data secara umum adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Di sini evaluator memilih dan/atau mengembangkan metode pengumpulan
data (instrumen), mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang tepat (dari siapa, oleh
siapa) dan cara mengumpulkannya, organisasi hasil informasi evaluasi, serta analisis
dan interpretasi hasil informasi evaluasi.
4. Menentukan Sampel
Sampel digunakan bila kita akan mengevaluasi sebagian dari populasi yang menjadi
subjek atau objek evaluasi, dengan memperhatikan sifatnya yang homogenitas dan
heterogenitas. Evaluator juga menentukan teknik pengambilan sampel (sampling) yang
cocok diambil. Sebagai contoh, Anda bisa menentukan desain sampling yang akan
diambil dari sejumlah populasi dengan menggunakan teknik-teknik seperti random
sampling, stratified sampling, proportional sampling, dengan memperhatikan
pendekatan seperti judgment sampling (ditarik berdasarkan pertimbangan para ahli) dan
probability sampling (ditarik berdasarkan probabilitas) serta haphazard sampling
(berdasarkan aksesibilitas sampel yang dapat diambil).
5. Menentukan Model Evaluasi
Penentuan model evaluasi sangat berkaitan dengan berbagai pendekatan evaluasi.
Evaluator hendaknya memahami berbagai pendekatan dalam evaluasi, kekuatan dan
kelemahan setiap pendekatan. Berikut ini adalah pendekatanpendekatan utama dalam
evaluasi:
a. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang fokusnya adalah menentukan tujuan
dan sasaran dan pencapainnya.
b. Pendekatan yang berorientasi pada manajemen, yang fokus utamanya adalah pada
identifikasi dan pemenuhan kebutuhan informasi bagi para pembuat keputusan
manajerial.
c. Pendekatan yang berorientasi pada klien, yaitu yang masalah utamanya adalah
mengembangkan informasi evaluasi dalam ―produk-produk‖ pendidikan, untuk
digunakan oleh pengguna pendidikan dalam memilih kurikulum (misalnya
kurikulum berbasis kompetensi), produk-produk pembelajaran, dan sebagainya.
d. Pendekatan yang berorientasi pada para ahli, yang sangat bergantung pada
penerapan langsung dari para profesional dalam menilai kualitas pendidikan.
e. Pendekatan yang berorientasi pada lawan atau pesaing, yaitu sebagai kontra atau
penyeimbang dari pendekatan yang berorientasi pada para ahli pada umumnya (pro
dan kontra).
f. Pendekatan naturalistik yang berorientasi pada partisipan, yaitu bahwa keterlibatan
partisipan merupakan penentu utama dalam nilai-nilai, kriteria, kebutuhan, dan sifat
data untuk evaluasi.
6. Menentukan Alat Evaluasi
Alat evaluasi yang umumnya dipakai oleh evaluator antara lain adalah tes, pengukuran
sikap, survey dan kuesioner survey, wawancara, pengamatan, on-site evaluation, teknik
Delphi, analisis kebutuhan, analisis konten, sampling, eksperimental, quasi-
experimental, dan sebagainya. Penentuan alat evaluasi hendaknya sesuai dengan tujuan
dan pertanyaan evaluasi yang dikemukakan sebelumnya. Sebagai contoh, jika Anda
akan mengevaluasi kemajuan prestasi siswa dalam beberapa matapelajaran, hendaknya
Anda menggunakan tes tertulis sebagai alat evaluasi. Contoh lain jika Anda akan
mengevaluasi minat dan bakat siswa, Anda bisa menggunakan tes lisan, wawancara,
atau pengukuran sikap.
7. Merencanakan Personal Evaluasi
Yang dimaksud personal evaluasi di sini adalah seluruh sumberdaya manusia yang
tersedia dan terlibat untuk pelaksanaan evaluasi. Termasuk di sini antara lain adalah (1)
evaluator atau team evaluator, (2) klien yang meminta evaluasi, dan (3) evaluand (objek
evaluasi). Dalam posisi kita sebagai evaluator, kita bisa meminta bantuan dari evaluator
eksternal yang memiliki keahlian tertentu dalam bidangnya. Keuntungan menggunakan
evaluator eksternal antara lain adalah hasil evaluasi akan lebih objektif karena mereka
jarang memiliki kepentingan tertentu (vested interest) dalam keberhasilan atau
kegagalan suatu program. Keuntungan lainnya adalah bahwa evaluator eksternal bisa
memperkaya perspektif lain ketimbang evaluator internal.
8. Merencanakan Anggaran
Anggaran dan pembiayaan kadang bisa menjadi kendala untuk keberhasilan
pelaksanaan evaluasi. Dana yang tidak sesuai dengan perencanaan anggaran bisa
menghambat jalannya program. Di lain pihak, perencanaan anggaran yang tidak realistis
juga akan berdampak buruk dalam pelaksanaan evaluasi. Sebagai contoh, dalam hal ini
kita harus bisa menyesuaikan perencanaan anggaran dengan dana yang tersedia,
misalnya dana yang disediakan oleh sponsor atau dana yang tersedia dalam anggaran
rutin. Dengan kata lain, agar rencana sesuai dengan realisasi, perencanaan anggaran dan
biaya yang kita buat harus realistis dan tetap berpatokkan pada konsep efisiensi. Bila
Anda merasa anggaran Anda kurang sempurna, Anda bisa meminta bantuan orang-
orang perencanaan anggaran, konsultan keuangan dan/atau akuntan.
9. Merencanakan Jadwal Kegiatan
Suatu perencanaan akan lebih mudah dipahami dan lebih mudah dilaksanakan bila kita
memiliki suatu jadwal kegiatan, yang terdiri dari jenis-jenis kegiatan yang akan
dilakukan dan waktu yang tersedia. Dengan jadwal, kita dapat menentukan apa yang
harus kita lakukan hari ini, misalnya. Kita harus tetap menjaga agar aktivitas dan waktu
kita tidak keluar dari jadwal yang telah ditetapkan, sebab jika hal tersebut terjadi, maka
kegiatan lainnya akan terpengaruh juga. Namun demikian, kita tidak boleh melepaskan
diri dari fleksibilitas jadwal, artinya suatu kegiatan dalam suatu rangkaian kegiatan
hendaknya dibuat fleksibel agar jika terjadi hal-hal yang diluar dugaan, hal tersebut bisa
diantisipasi sesegera mungkin. Perencanaan jadwal kegiatan dapat didasarkan pada
permintaan klien, kebutuhan program atau berpatokkan pada kriteria dan peraturan
tertentu.
C. Merencanakan Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
1. Langkah-langkah rancangan evaluasi perkembangan anak usia dini
Agar kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan dengan baik, tentunya diperlukan
perencanaan evaluasi. Hal-hal yang harus dilakukan dalam merencanakan evaluasi
perkembangan anak usia dini, terdiri atas: (1) menentukan tujuan evaluasi, (2) menentukan
ruang lingkup evaluasi, (3) menentukan metode/teknik evaluasi, (4) mengembangkan
instrumen evaluasi, (5) menentukan cara mengintepretasikan hasil evaluasi, dan (6)
menentukan cara melaporkan hasil evaluasi.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
Tujuan evaluasi merupakan hal yang sangat penting, mengingat tanpa tujuan
yang jelas, maka evaluasi yang dilakukan tidak memiliki arti. Untuk itu, ketika akan
melakukan evaluasi, tentukan tujuan evaluasi secara jelas. Tujuan evaluasi disesuaikan
dengan target perkembangan anak pada masing-masing rentangan usia.
2. Menentukan Ruang Lingkup Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa cakupan/ruang lingkup evaluasi
perkembangan anak usia dini meliputi program pengembangan pembiasaan dan
program pengembangan kemampuan dasar. Program pembiasaan meliputi moral dan
nilai-nilai agama serta sosial, emosional, dan kemandirian. Sementara program
pengembangan kemampuan dasar meliputi berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.
Dengan demikian, dalam menentukan ruang lingkup evaluasi, harus disesuaikan dengan
perkembangan usia anak, yakni: (1) 0 – 1 Tahun, (2) 1 – 2 Tahun, (3) 2 – 3 Tahun, (4) 3
– 5 Tahun, dan (5) 5 – 6 Tahun.
3. Menentukan Metode/Teknik Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
Metode/teknik evaluasi merupakan suatu upaya atau cara yang dilakukan untuk
menemukan, mengungkapkan, dan menyajikan informasi tentang perkembangan anak
usia dini dengan menggunakan suatu alat tertentu. Metode/teknik yang digunakan dalam
mengevaluasi diharapkan menghasilkan informasi yang berkualitas dan relevan,
sehingga mendukung proses pengambilan keputusan. Hal ini mengingat, metode/teknik
yang tepat tentunya dapat menghindari kesalahan-kesalahan pada saat menganalisis
informasi yang terkumpul.
Metode/teknik yang digunakan untuk mengevaluasi perkembangan anak usia dini
harus dapat mengukur tentang bagaimana respon dan pengalaman anak usia dini
sehingga didapat informasi tentang perkembangan anak usia dini yang komprehensif.
Untuk mengumpulkan data tentang perkembangan anak usia dini dapat dilakukan
berbagai teknik non tes, yang meliputi: pengamatan (observasi), penugasan, unjuk kerja,
hasil karya, dan wawancara (percakapan).
a. Pengamatan (Observasi) merupakan suatu cara pengumpulan data yang
pengisiannya berdasarkan atas pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku
anak usia dini. Di dalam mengamati/mengobservasi perlu diperhatikan:
1) Siapa yang diamati
Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan rentangan usia anak usia dini.
2) Objek/Perubahan tingkah laku apa yang diamati
Pengamatan dilakukan sesuai dengan sasaran/ruang lingkup evaluasi, yakni
sesuai dengan aspek perkembangan anak usia dini.
3) Bagaimana mengamati
Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan tatacara yang disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak usia dini. Melalui tatacara yang disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak usia dini diharapkan hasil pengamatan
merupakan data yang sebenarnya (faktual).
4) Alat apa yang digunakan untuk mengamati
Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pengamatan adalah format
pengamatan terbuka, daftar ceklis (checklist), dan catatan anekdot (anecdotal
record). Format pengamatan terbuka merupakan format yang digunakan
pengamat (pendidik usia dini) dengan cara menuliskan hal-hal yang teramati
secara alamiah. Daftar ceklis (checklist) digunakan untuk mengamati kejadian
dengan cara memberikan cek pada aspek-aspek yang diamati.Catatan anekdot
(anecdotal record) digunakan untuk mengamati secara teliti apa dan bagaimana
suatu kejadian berlangsung. Catatan anekdot (anecdotal record) merupakan
catatan seketika yang berisi peristiwa atau kenyataan yang spesifik dan menarik
mengenai sesuatu yang diamati atau yang terlihat secara kebetulan.
5) Dimana pengamatan dilakukan
Pengamatan dilakukan dimana anak usia dini melakukan kegiatan. Hal ini
dimaksudkan agar pendidik melakukan evaluasi perkembangan anak usia dini
secara komprehensif.
6) Kapan dan  berapa lama mengamati
Pengamatan dilakukan ketika anak usia dini melakukan kegiatan. Dengan
demikian, pengamatan dilakukan selama anak usia dini melakukan kegiatan.
7) Bagaimana mendokumentasikan hasil pengamatan
Selesai pengamatan, pendidik harus memberikan interpretasi terhadap hasil
pengamatannya. Untuk itu, pendidik harus mampu membuat rekapitulasi hasil
pengamatan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam memberikan keputusan
tentang perkembangan anak usia dini.
8) Bagaimana menggunakan informasi yang diperoleh
Pengamatan dilakukan sesuai tujuan evaluasi. Untuk itu, pendidik harus mampu
menggunakan data hasil pengamatan sebagai bahan dalam melaksanakan
evaluasi perkembangan anak usia dini yang komprehensif.
b. Penugasan
Penugasan merupakan teknik penilaian berupa pemberian tugas yang harus
dikerjakan anak usia dini dalam waktu tertentu baik secara perorangan maupun
kelompok. Misalnya: membuat susu, membuat teh manis, dan sebagainya.
c. Unjuk Kerja
Unjuk kerja merupakan teknik evaluasi yang menuntut anak usia dini untuk
melakukan tugas dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati, misalnya praktik
menyanyi, olah raga, atau memperagakan sesuatu.
d. Hasil Karya
Hasil karya merupakan hasil kerja anak usia dini setelah melakukan sesuatu
kegiatan, dapat berupa pekerjaan tangan atau karya seni. Misalnya: membuat
gambar seri, membuat kipas, dan sebagainya
e. Wawancara (Percakapan)
Wawancara (percakapan) merupakan suatu teknik evaluasi yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi atau penalaran anak usia dini mengenai sesuatu hal. Misal:
tentang nama, jenis kelamin, anggota keluarga, dan sebagainya.
Data evaluasi yang dikumpulkan dengan berbagai teknik tersebut di atas
dikumpulkan dan didokumentasikan dalam bentuk portfolio. Portfolio merupakan
kumpulan hasil evaluasi yang dilakukan dengan berbagai teknik evaluasi yang merekam
berbagai unjuk kerja atau bukti nyata dari perkembangan dan hasil belajar anak usia
dini. Kumpulan hasil evaluasi ini dihasilkan dari berbagai kegiatan sebagai dokumentasi
tentang perkembangan anak usia dini dari waktu ke waktu. Dengan demikian, portfolio
merupakan penilaian berdasarkan kumpulan unjuk kerja anak usia dini yang
menggambarkan sejauh mana kemampuan anak usia dini berkembang. Portfolio dapat
membantu untuk melihat apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dikerjakan anak usia dini,
serta perubahan dalam periode waktu tertentu.  Beberapa alasan digunakannya portfolio
adalah:
a) membantu pendidik PAUD untuk merangkai berbagai bukti nyata dari
perkembangan dan  hasil belajar dalam berbagai bentuk karya
b) mendorong anak usia dini mengambil manfaat dari hasil belajar yang dicapainya
c) membantu pendidik PAUD memahami profil perkembangan anak usia dini
secara lebih lengkap.
d) memberikan gambaran perkembangan anak usia dini dari waktu ke waktu.
e) merupakan sarana evaluasi perkembangan anak usia dini secara interaktif.
4. Mengembangkan Alat (Instrumen) Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
Alat (instrumen) evaluasi perkembangan anak usia dini merupakan perangkat
yang digunakan untuk menjaring data tentang perkembangan anak usia dini. Alat
(instrumen) memegang peranan penting dalam pelaksanaan evaluasi. Ini berarti bahwa
kualitas evaluasi sangat ditentukan oleh alat (instrumen) yang digunakan. Hal ini
disebabkan dengan perangkat yang baik (valid dan reliabel) akan menjaring data yang
benar-benar sesuai dengan tujuan evaluasi. Mengingat alat (instrumen) memegang
peranan penting dalam menentukan kualitas evaluasi, maka penyusunan dan
penganalisisan alat (instrumen) merupakan hal yang harus dikuasai pendidik anak usia
dini. 
Pengembangan alat (instrumen) evaluasi disesuaikan dengan teknik evaluasi yang
digunakan. Artinya, alat (instrumen) evaluasi yang dikembangkan dapat berupa format
terbuka atau format yang memerlukan kriteria penilaian (skala nilai).  Evaluasi dengan
menggunakan format terbuka, dilakukan tanpa menggunakan kriteria penilaian,
melainkan dengan menganalisis objek yang dievaluasi dengan menggunakan penilaian
kualitatif (berbentuk kalimat yang menunjukkan pencapaian tujuan evaluasi atau
kenyataan yang sebenarnya/faktual). Sementara evaluasi dengan menggunakan format
yang memerlukan kriteria penilaian (skala nilai) dilakukan dengan memberikan
penilaian berdasarkan skala yang dicapai anak usia dini.
Penentuan skala penilaian disesuaikan dengan aspek yang akan diukur. Misalnya jarang
(J), kadang-kadang (K), dan Sering (S). Skala jarang berarti hanya sekali-kali muncul,
kadang-kadang berarti lebih sering muncul daripada tidak, dan sering berarti selalu
muncul (sudah ajeg). Skala lain misalnya, M (mampu, tanpa dibantu), B (Masih
dibantu), dan BM (belum mampu/harus dibantu).
5. Menentukan Cara Menterjemahkan Hasil Evaluasi Perkembangan Anak Usia
DiniBerdasarkan Kenyataan (Faktual)
Dalam memberikan keterangan hasil evaluasi didasarkan pada kriteria yang
dirumuskan secara jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga hasil evaluasi
merupakan data faktual. Untuk itu, pendidik PAUD harus menterjemahkan seluruh data
tentang perkembangan anak usia dini yang diperoleh berdasarkan berbagai teknik baik
pengamatan, penugasan, unjuk kerja, hasil karya, maupun wawancara. Dengan
demikian, pendidik PAUD melaporkan data per aspek perkembangan anak yang
diperoleh dengan berbagai teknik evaluasi tersebut.
6. Menentukan Cara Melaporkan Hasil Evaluasi Perkembangan Anak UsiaDini
Hal terakhir yang harus diperhatikan dalam merencanakan evaluasi perkembangan
anak usia dini adalah menentukan cara melaporkan hasil evaluasi perkembangan anak
usia dini. Pada langkah ini, pendidik PAUD harus mampu menentukan cara melaporkan
hasil evaluasi perkembangan sehingga laporan evaluasi perkembangan merupakan profil
anak usia dini yang dievaluasi.
Hal-hal yang harus dipersiapkan adalah menentukan: (1) format yang sesuai
sehingga mampu melaporkan hasil evaluasi perkembangan anak usia dini secara
komprehensif; (2) waktu pelaporan hasil evaluasi; dan (3) sasaran hasil evaluasi.
2. Melaksanakan Evaluasi Perkembangan Anak Usia Dini
Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinu, berkelanjutan, serta diarahkan untuk
proses dan hasil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan evaluasi
perkembangan anak usia dini adalah; (1) pengumpulan data, (2) verifikasi data, (3)
pengolahan data, dan (4) penafsiran data hasil evaluasi.
a. Pengumpulan Data
Ketika mengumpulkan data atau informasi, perlu memperhatikan kriteria-kriteria
berikut: (a) kredibilitas, (b) kepraktisan, (c) ketepatan waktu, (d) keakuratan, (e)
kemudahan dalam menganalisis, (f) keobjektifan, (g) ruang lingkup, (h) kejelasan,
(i) memadai, (j) kegunaan, (k) keseimbangan, dan (l) keefektifan biaya. Adapun
kriteria yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data adalah: (a) bebas dari
bias, (b) efisiensi, (c) karakteristik, dan (d) kesesuaian dengan tujuan.
1) Pengumpulan Data melalui Pengamatan
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan
menggunakan format terbuka, daftar ceklis, dan catatan anekdot.
a) Pengamatan dengan Menggunakan Format Terbuka
Pengamatan yang dilaksanakan dengan menggunakan format terbuka
dilakukan dengan menuliskan seluruh kejadian yang diamati secara alamiah.
Hal ini mengharuskan pengamatan dilakukan secara objektif sehingga
kejadian yang diamati merupakan data yang faktual. Dengan demikian,
catatan pengamatan tidak berupa penafsiran, asumsi, atau dugaan terhadap
hal-hal yang diamati melainkan merupakan fakta berdasarkan apa yang
dilihat dan didengar, bukan apa yang dirasakan pengamat.
Penulisan format pengamatan terbuka dapat dilakukan dengan: (1)
menerangkan kegiatan yang dilakukan anak usia dini, (2) menuliskan
penggunaan kata, (3) menjelaskan gerak tubuh, (4) menjelaskan ekspresi
wajah, atau (4) menjelaskan karya yang dibuat anak usia dini.
Adapun yang termasuk penafsiran, asumsi, dan dugaan dapat berupa:
(1) pemberian label (seperti anak usia dini pemalu, periang, kreatif, dan
sebagainya), (2) maksud (seperti anak usia dini mendekati temannya dengan
maksud untuk berbagi alat), (3) hasil evaluasi (seperti anak usia dini bekerja
kurang rapi, hasil kerjanya bagus, dan sebagainya), (4) pernyataan negatif
(seperti anak usia dini itu malas, penakut, dan sebagainya).
b) Pengamatan dengan Menggunakan Daftar Ceklis (Cheklist)
Pada pengamatan dengan menggunakan daftar ceklis, penilai
memberikan tanda pada pilihan yang tersedia untuk masing-masing aspek
yang diamati. Misal: jarang (J), kadang-kadang (K), dan sering (S) atau
mampu/tanpa dibantu (M), masih dibantu (B), dan belum mampu/harus
dibantu (BM) atau skala lainnya sesuai dengan aspek yang diamati.
c) Pengamatan dengan Menggunakan Catatan Anekdot (Anecdotal Record)
Pada pengamatan dengan menggunakan catatan anekdot, pengamat
mencatat kejadian-kejadian khusus yang dilakukan atau dialami anak usia
dini. Untuk itu, penulisan catatan anekdot dibuat secepatnya setelah
pengamatan. Pengamat mencatat secara teliti apa dan bagaimana
kejadiannya, bukan bagaimana menurut penafsiran pengamat. Artinya data
yang dikumpulkan merupakan data khusus yang terjadi pada anak yang
diamati.
b. Verifikasi Data
Pada langkah ini, guru anak usia dini melakukan verifikasi terhadap data
yang dikumpulkan. Verfikasi dimaksudkan untuk mempersiapkan data
sehingga siap untuk diolah. Verifikasi data dilakukan terhadap masing-masing
aspek perkembangan anak usia dini. Dengan demikian, guru anak usia dini
memiliki hasil asesmen yang siap diolah dan dianalisis (Sujiono 2010:214).
Verifikasi data dapat dilakukan dengan membuat rekapitulasi setiap hasil
assesmen berdasarkan berbagai teknik yang digunakan.
c. Pengelolaan data
Pengolahan data dilakukan terhadap masing-masing hasil
pengumpulan data sesuai komponen yang dinilai. Pada kegiatan ini, guru
anak usia dini melakukan pengolahan baik terhadap data dalam bentuk
kuantitatif maupun kualitatif yang dijaring dengan menggunakan berbagai
teknik asesmen sebagaimana telah dikemukan. Kedua jenis data hasil asesmen
perkembangan anak ini diolah dengan menggunakan studi komparasi antara
data yang diperoleh dengan kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan
studi komparasi ini diperoleh data tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian
antara data yang diperoleh di lapangan, yakni data tentang aspek
perkembangan anak usia dini pada rentang usia tertentu (Sujiono 2010:214).
d. Penafsiran data
Pada kegiatan ini, Sujiono (2010:214) menjelaskan penilaian
melakukan penafsiran data yang telah diolah sesuai dengan kebutuhan.
Penafsiran data dilakukan baik terhadap data kuantitatif maupun kualitatif.
Hasil pengolahan data kuantitatif, yakni dalam bentuk angka ditafsirkan oleh
guru anak usia dini sehingga data tersebut memiliki makna sesuai tujuan
asesmen. Artinya, data yang telah diolah dalam bentuk angka ditafsirkan
sehingga menjadi gambaran secara kualitatif dari objek atau aspek yang
diasesmen. Data yang telah dianalisis dan ditafsirkan dijadikan bahan untuk
mengambil suatu keputusan tindakan yang dapat diberikan terhadap
informasi tersebut. Analisis dan penafsiran data diharapkan dapat melibatkan
keluarga, sumber data pada saat observasi, dan anak usia dini yang diasesmen.
Dalam memberikan penafsiran atau interpretasi hasil asesmen
didasarkan pada kriteria yang dirumuskan secara jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga hasil asesmen merupakan data aktual.
Artinya, data hasil penilaian merupakan laporan perkembangan anak usia
dini. Dengan demikian, keputusan yang diberikan guruanak usia dini
merupakan data aktual tentang kemajuan perkembangan yang dicapai anak
usia dini tersebut. Prinsip-prinsip penting dalam menganalisis adalah tidak
berlebihan, mencatat perbedaan efek dan kondisi, menggunakan teknik yang
bervariasi, meyakini asumsi, menggunakan metode yang sesuai dengan sasaran
dan maksud asesmen, menggunakan metode yang praktis, dan teliti.
Berikut Sujiono (2010:214) menjelaskan petunjuk yang dapat
digunakan dalam interpretasi data:
1) Dilakukan dengan bervariasi dan menghindari dampak
2) Berhati-hati dengan efek samping
3) Memperhatikan konfirmasi dan konsistensi dengan sumber informasi
lainnya
4) Mengetahui kapan harus mengakhiri.
5) Mempertimbangkan dan menyebutkan batasan dari metode yang
digunakan dalam menganalisis
e. Pelaporan Asesmen Perkembangan Anak
Melaporkan hasil asesmen perkembangan anak usia dini dilakukan
untuk mengkomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. Hal ini
diberikan sesuai dengan tujuan pelaksanaan asesmen. Penentuan pihak yang
berkepentingan dengan laporan hasil asesmen tentunya didasarkan pada
tujuan asesmen yang dilaksanakan. Hal ini dilakukan secara komperhensif
sehingga hasil asesmen dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan.
Pihak yang berkepentingan dengan laporan hasil asesmen perkembangan anak
usia dini diantaranya: pemimpin lembaga, ketua yayasan, masyarakat
pengguna (orang tua), dan organisasi lainnya yang terkait.
Laporan hasil asesmen menurut (Sujiono 2010:216) dapat disajikan
dalam bentuk deskriptif yang memuat tentang: kekuatan dan kelemahan.
Komponen-komponen tersebut menggambarkan profil perkembangan anak usia
dini yang diasesmen. Kedua komponen tersebut dijabarkan secara menyeluruh
terkait dengan semua objek yang diasesmen (seluruh aspek perkembangan
anak usia dini).
Berdasarkan komponen-komponen tersebut pihak yang berkepentingan
dapat menggunakan hasil asesmen sesuai dengan tujuan asesmen. Artinya,
dengan melaporkan kekuatan dan kelemahan anak, maka pengguna laporan
hasil asesmen perkembangan anak usia dini dapat melihat:
1) Uraian perkembangan anak secara umum
2) Uraian perkembangan kemampuan anak yang menonjol atau lebih pada
semua aspek
3) Uraian perkembangan kemampuan anak yang masih perlu ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai