Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS MUSAMUS

PEMULUNG SEBAGAI PROFESI


DAN DILEMATIKANYA
DI KABUPATEN MERAUKE
PAPUA SELATAN
Mata Kuliah: Kebujakan Publik

Dosen Pengampuh: Nurkholis Syukron, M.A.P

EKA NURMAYANTI

202263201007

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama demi
mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah disepakati. Kebijakan publik merupakan
jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah
mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia (yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan), maka kebijakan publik
harus bisa menggapai semua cita-cita dari masyarakat. Kebijakan publik pada dasarnya adalah
suatu kewenangan karena dibuat oleh sekelompok individu yang mempunyai kekuasaan yang
sah dalam sebuah sistem pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat
yang mengikat bagi para pelayan publik atau public servant untuk melakukan tindakan
kedepannya. Kebijakan publik menjadi faktor penting dalam pencapaian penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.

Hal tersebut bergantung kepada setiap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dan dampak yang dirasakan oleh objek kebijakan tersebut. Sering kali kebijakan publik yang
dilaksanakan tidak berpihak kepada rakyat dan justru hanya menguntungkan pihak-pihak
tertentu. Maka dari itu, kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus memiliki
keberpihakan kepada rakyat dan memang ditujukan untuk menyelesaikan setiap permasalahan
yang berada di tengah- tengah masyarakat.

Pada dasarnya kebijakan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang umumnya dipikirkan,
didesain, dirumuskan, dan diputuskan oleh para pemangku kebijakan. Walaupun dalam suatu
siklus kebijakan publik telah dilakukan tetapi fakta di lapangan sering menunjukan bahwa
kebijakan tersebut gagal untuk mencapai sasaran. Kebijakan publik sebagai proses yang krusial
seringkali dicampuri oleh unsur-unsur politik kepentingan yang dibawa oleh pihak tertentu.
Sehingga baik dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan, dapat melenceng dari apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat.

2
Begitu banyak masalah yang timbul dalam masyarakat setiap harinya, hal tersebut menjadi tugas
pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui suatu kebijakan publik. Salah satunya
adalah tentang masalah pembangunan, baik secara fisik maupun non-fisik. Pembangunan
keduanya sangat penting bagi masyarakat karena keduanya saling mendukung keberhasilan satu
dengan lainnya. Walaupun pada kenyataannya sering kali terjadi ketimpangan antar keduanya.
Ketimpangan ini yang menjadikan efektifitas suatu kebijakan menurun dan dapat menjadi faktor
kegagalan suatu kebijakan.

Dalam mata kuliah kebijakan publik yang diampuh oleh dosen Nurkholis Syukron ,M.A.P kami
di beri tugas untuk mencari isu publik,mengidentifikasinya,membuat formulasi kebijakan lalu
membuat pasal dari isu tersebut maka disini saya mengambil salah satu kasus di Kabupaten
Merauke, Provinsi Papua Selatan dimana tidak sedikit masyarakat di kota merauke yang
menjadikan mulung sebagai profesi

3
BAB II

PEMBAHASAN

PEMULUNG SEBAGAI PROFESI DAN DILEMATIKANYA

DI KABUPATEN MERAUKE,

PAPUA SELATAN

1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan bagian dari proses penelitian yang dapat
dipahami sebagai upaya mendefinisikan problem serta membuat definisi tersebut menjadi
lebih terukur atau measurable sebagai suatu langkah awal penelitian. Singkatnya, dengan
mengidentifikasi masalah kemudian adalah mendefinisikan masalah penelitian.
Identifikasi permasalahan dalam makalah ini dengan judul Pemulung sebagai Profesi dan
dilematikanya di Merauke, Papua Selatan, antara lain:
a) Meningkatnya angka pemulung di Merauke, Papua Selatan
b) Pemulung termasuk salah satu duta kebersihan khususnya di Merauke, Papua
Selatan
c) Pemahaman pemulung yang kurang dalam memilah sampah di Merauke, Papua
Selatan
2. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno, dapat dipandang
dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa
yang apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk
memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan
yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya
diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu
keputusan kebijakan mencakup Tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi
untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih.
Sejalan dengan pendapat Winarno, maka dalam (Islamy, 2002). Membagi proses
formulasi kebijakan kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda
pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan
dan penilaian kebijakan.
Perumusan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses. Menurut William N
dunn (Subarsono 2006:57) proses tersebut yaitu Pencarian masalah (problem search),
Pendefinisian Masalah (problem definition), Spesifikasi Masalah dan Pengenalan
Masalah (Problem sensing) Perumusan masalah diawali dengan adanya situasi masalah,
yakni serangkaian situasi yang menimbulkan rasa ketidakpuasan dan terasa ada sesuatu
yang salah. Kemudian para analis terlibat dalam pencarian masalah. Selanjutnya lahir apa

4
yang disebut meta masalah, yakni masalah yang belum tertata dengan rapi. Dari meta
masalah para analis melakukan pendefinisian masalah dalam istilah yang paling umum
dan mendasar, misalnya menentukan apakah masalahnya termasuk dalam masalah sosial,
politik, ekonomi, selanjutnya akan lahir masalah substantif berubah menjadi formal,
yakni masalah yang telah dirumuskan secara spesifik dan jelas.
Formulasi kebijakan pada isu Pemulung sebagai profesi dan dilematikanya di Merauke,
Papua Selatan yaitu:

Proses Formulasi Kebijakan Pemulung Sebagai Profesi dan Dilematikanya Di


Merauke, Papua Selatan.
 Permasalahan mengenai pemulung diamati melalui proses isu kebijakan yang
didalamnya membahas mengenai masalah Bersama dan tujuan Bersama.
Proses formulasi kebijakan diawali dengan munculnya isu kebijakan. Isu
kebijakan dapat berupa masalah atau kebutuhan masyarakat bahkan kebutuhan
negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar dan
memerlukan pengaturan pemerintah. Dalam penentuan isu kebijakan tersebut
juga harus dapat ditentukan apakah masalah yang diangkat merupakan
masalah bersama dan tujuan bersama atau tidak, sehingga kebijakan yang
akan dicapai nantinya tidak hanya untuk kepentingan golongan tertentu saja
melainkan untuk banyak pihak.
Permasalahan pemulung dimasyarakat merupakan isu kebijakan yang
cukup untuk diangkat menjadi perda di Merauke, papua selatan. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari media sosia bahwasannya pemulung cukup
mengkhawatirkan masyarakat mengenai pemahaman mereka yang kurang
dalam memilah sampah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,
permasalahan pemulung terjadi karena factor Pendidikan, ekonomi dan social.
Faktor Pendidikan yang menjadi penyebab dari kasus pemulung ini yaitu
karena kurangnya tingkat Pendidikan dan pengetahuan dari para pemulung
mengenai mana sampah yang bisa diambil dan mana sampah yang tidak boleh
diambil.
Pendidikan yang kurang yang dialami para pemulung, Sebagian besar
disebabkan oleh factor ekonomi. Factor ekonomi yang dimaksud yaitu kondisi
finansial. Kondisi finansial atau keuangan menyebabkan orang cenderung
untuk melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup. Selain factor
ekonomi yang menjadi penyebab dari kasus pemulung ini, factor social juga
menjadi penyebab utama dalam kasus pemulung yang mengkhawatirkan bagi
masyarakat sekitar. Faktor keadaan social yang buruk juga dapat dialami oleh
orang yang memiliki keadaan ekonomi dan Pendidikan yang baik maupun
yang kurang baik. Kondisi ini bisa terjadi jika seseorang tidak dapat
menyaring berbagai macam informasi yang didapatkan.

5
 Pembuatan agenda kebijakan diamati melalui penyiapan tim perumusan
kebijakan dan proses pra kebijakan yang didalamnya terdapat naskah
akademik
Dalam pembuatan agenda kebijakan terbentuklah tim perumusan
kebijakan pada saat penyiapannya. Setelah dibentuk tim perumus
kebijakan, agenda kebijakan akan masuk ke dalam proses pra kebijakan
yang didalamnya terdapat pembuatan naskah akademik. Agenda kebijakan
dilakukan agar perumusan kebijakan dapat dilakukan dengan baik dan
terstruktur. Dalam formulasi kebijakan, agenda kebijakan dilakukan agar
target kebijakan yang dituju tepat sasaran dan tidak meleset.
Dalam perencanaannya, Instansi Pemerintah (Dinas Kebersihan
dan Dinas Sosial) bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
memulai agenda bersama untuk membuat kebijakan Pemulung sebagai
Profesi dan Dilematikanya dengan dimulaiya pembuatan naskah
akademik. Pembuatan Naskah Akademik ini harus dilakukan Bersama
dengan ahli kebijakan terkhusus dalam bidang terkait.

 Perumusan dan penetapan kebijakan Bersama actor kebijakan melalui proses


public yang dilanjutkan dengan proses merumuskan kebijakan lalu diakhiri
dengan penetapan kebijakan.
Aktor kebijakan yang berperan dalam perumusan kebijakan publik
merupakan orang-orang yang penting yang mengerti sangat baik dengan
kondisi permasalahan yang ada, dengan kebijakan yang akan dibuat,
dengan akibat dari adanya suatu kebijakan tersebut dan mempunyai
tanggung jawab dalam pembuatan kebijakan dari awal hingga kebijakan
tersebut terbentuk. Dalam perumusan kebijakan pemulung sebagai profesi
dan dilematikanya di Merauke, Papua Selatan aktor yang terlibat meliputi
anggota Instansi Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Dinas
Sosial beserta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

6
3. Pasal yang mengatur tentang isu ini.

Pasal 1
“Pemulung, ialah profesi yang dijalankan oleh mereka yang memiliki Pendidikan
rendah, ekonomi sulit serta factor social yang buruk”

Pasal 2
“Barang pemulung siapa yang mengambil barang yang tidak seharusnya di ambil akan
diberi sanksi”

Pasal 3
“Sanksi bagi pemulung yang mengambil barang yang tidak seharusnya dan bukan
miliknya dikenakan Sanksi berupa denda paling banyak 50 juta atau Kurungan Penjara
selama 1 tahun 6 bulan”

Pasal 4
“Bagi para pemulung yang masuk ke daerah Pekarangan rumah milik Orang lain tanpa
izin dan mengganggu ketertiban masyarakat dapat diancam dengan hukuman kurungan
selama 1 minggu”

Pasal 5
“Pemulung dapat melakukan pekerjaannya untuk menafkahi dan memenuhi kebutuhan
keluarganya dengan aturan yang sesuai yang telah ditetapkan guna menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan terjadi”

Pasal 6
“Pemerintah dan instansi terkait daerah setempat Bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat dapat membuat Program terkhusus untuk Penanggulangan Kemiskinan,
Pembinaan Kerja beserta dengan pelatihannya dan Penyediaan lapangan pekerjaan
yang layak”

7
Pasal 7
“Pemerintah dan instansi terkait daerah setempat Bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat bisa melakukan Evaluasi Lanjutan atas program-program khusus yang
dibuat untuk mengatasi terkait isu Pemulung”

Pasal 8
“Pemerintah dan instansi terkait daerah setempat Bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat bisa melakukan peninjauan Kembali atas hasil yang didapatkan dari
Program yang telah dijanlankan dan apabila masih dirasa kurang efektif, dapat
diadakan program lain”

8
DAFTAR PUSTAKA

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi


Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara

Agustino, Leo. (2006). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Bagaskara, Sewitra, and Dyah Lituhayu. "Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di


Kota Semarang." Journal of Public Policy and Management Review 6.3 (2017):
104-114.
Bagaskara, S., & Lituhayu, D. (2017). Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di Kota
Semarang. Journal of Public Policy and Management Review, 6(3), 104-114.
BAGASKARA, Sewitra; LITUHAYU, Dyah. Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di
Kota Semarang. Journal of Public Policy and Management Review, 2017, 6.3:
104-114.

Anda mungkin juga menyukai