Dosen Pengampu
Oleh
17.04.124
BANDUNG
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh karena
berkat dan anugerah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal
penelitian ini yang berjudul “PENYESUAIAN DIRI LANSIA DALAM
BERELASI SOSIAL DI WISMA LANSIA “J SOENARTI NASUTION”
YAYASAN PEMBINAAN ASUHAN BUNDA (YPAB) KOTA BANDUNG”.
Pembuatan proposal penelitian ini ditujukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah
Semester pada mata kuliah Penelitian Kualitatif dalam Pekerjaan Sosial Politeknik
Kesejahteraan Sosial Bandung.
2
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian......................................................................5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan ................................................................................. 6
3
DAFTAR TABEL
Halaman
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Menghadapi periode ini beberapa lansia menjalani hidupnya bersama keluarga, ada
juga yang hidup sendiri karena pasangan hidup mereka sudah meninggal atau juga
tidak punya sanak saudara sama sekali. Kita juga dapat menemui bahwa sekarang
banyak lansia yang tinggal di panti wredha. Alasan alasan mereka memilih tinggal
di panti pun berbeda-beda setiap individunya. Ada yang karena sudah tidak punya
saudara, tidak punya tempat tinggal, saran dari orang terdekat, dan ada juga yang
karena kurang mampu dalam segi ekonomi.
5
prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki lanjut usia yang berusia 55-64
tahun, kelompok lanjut usia dengan risiko tinggi, ialah kelompok yang berusia
lebih dari 70 tahun, atau kelompok lanjut usia yang hidup sendiri, terpencil, tinggal
di panti wredha, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1990).
Menurut Hardywinoto (1991), panti wredha adalah panti yang didalamnya ada
personel keperawatan yang profesional, dan hanya lanjut usia yang lemah dan
tidak mampu mengurus dirinya sendiri serta mempunyai kondisi ketergantungan
dapat diterima atau dirawat. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1999) yang
mengatakan bahwa seseorang tinggal di panti wredha apabila kesehatan, status
ekonomi, atau kondisi lainnya tidak memungkinkan mereka untuk melanjutkan
hidup di rumah masing-masing, dan jika mereka tidak mempunyai sanak saudara
yang dapat atau sanggup merawat mereka.
6
keluarga sendiri, sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja,
tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga. Kedua, perubahan
peran ibu. Pada awalnya peran ibu adalah mengurus rumah tangga, anak-anak, dan
lain-lain. Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga bertindak sebagai
pencari nafkah bekerja di kantoran dan sebagainya, sehingga anggota keluarga
seperti anak-anak dan kakek serta nenek dititipkan pada institusi tertentu. Ketiga,
kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila mereka tinggal dalam
keluarga mungkin mereka akan mengalami perasaan yang bosan ditinggal sendiri,
anaknya mungkin berangkat bekerja dan cucunya Universitas Sumatera Utara
kesekolah. Hal ini menyebabkan mereka membutuhkan suatu lingkungan sosial
dimana di dalam komunitas tersebut terdapat beberapa kesamaan sehingga mereka
merasa betah dan kembali bersemangat.
7
dan berbagi cerita.di waktu senggang pun beberapa lansia di panti wredha darma
bhakti Surakarta mengisi waktunya dengan main catur, jalan-jalan di sekeliling
halaman panti, ngobrol dengan kelompok lansia di ruang yang lain. Keputusan
untuk menempatkan orang tua atau sanak saudara yang lanjut usia di panti wredha
sering kali dilakukan untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan-kebutuhan fisik
dan emosional dan hal tersebut juga memungkinkan untuk menimbulkan stres pada
lansia tersebut. Lansia yang mulai menempati panti akan memasuki lingkungan
baru yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri (Santrock, 2002). Panti
wredha memegang peranan penting dalam membangun perasaan lanjut usia,
dimana apabila lanjut usia secara sukarela tinggal di suatu tempat maka akan
membuat mereka memiliki pandangan diri yang positif, menyukai tempat itu dan
dapat mengakibatkan situasi yang menyenangkan dalam penyesuaian diri
(Hurlock, 1999). Efek positif dan efek negatif yang dialami lanjut usia ketika
tinggal di panti akan mengakibat perubahan-perubahan dalam hidupnya. Untuk itu,
lanjut usia yang tinggal di panti wredha perlu melakukan suatu penyesuaian diri.
8
akulturasi yang cenderung menyatu; (b) relasi sosial dissosiatif yaitu proses yang
terbentuk oposisi misalnya persaingan.
Lansia yang tinggal di panti wredha akan dihadapkan pada situasi yang
berbeda dengan sebelum mereka tinggal di panti. Hal tersebut akan mendorong
mereka untuk melakukan penyesuaian diri agar kehidupan mereka dapat selaras 9
dan berjalan baik. Penyesuaian diri yang tepat akan membuat lansia merasa
nyaman untuk tinggal di panti.
B. Perumusan Masalah
2. Apa saja bentuk penyesuaian diri dari lanjut usia di panti wredha?
3. Apa saja bentuk relasi sosial dari lanjut usia di anti wredha?
9
C. Tujuan Penelitian
1. Bagi lanjut usia (lansia) yang tinggal di panti wredha J.S Nasution
Bandung, dapat lebih memahami pola penyesuaian diri mereka selama tinggal di
panti wredha.
E. Sistematika penelitian
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, memuat tentang penelitian
terdahulu, tinjauan tentang coping strategy, tinjauan
tentang lanjut usia, tinjauan tentang kematian dan
tinjauan tentang pekerjaan sosial dengan lanjut usia.
BAB III METODE PENELITIAN, memuat tentang desain
penelitian, penjelasan istilah, penjelasan latar
penelitian, sumber data dan cara menentukan sumber
data, teknik pengumpulan data, pemeriksaan
keabsahan data, teknik analisis data, dan jadwal
penelitian.
11
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi sosial antar lanjut usia, pekerja
sosial, dan petugas panti di balai perlindungan sisuka tresna werdha ciparay, yang
meliputi suasana kolaborasi (kerjasama), tawar-menawar (perundingan), dan
konflik tidak menimbulkan konflik yang berarti melainkan permasalahan yang
dialami hanya terjadi antara lanjut usia di aspek di konflik yang bersumber dari
kurangnya saling menghargai antara lanjut usia dengan lanjut usia.
12
penelitian meliputi pelayanan konseling, pemberian sembako dan layanan
kesehatan. Informasi diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi
dimana analisis data dilakukan deskriptif.
13
B. Teori yang Relevan dengan Penelitian
Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat
sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti. Kriteria untuk
menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena
penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri
(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan
di antara keduanya. Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak
bisa dikatakan baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri
dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon
mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi
kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasifrustrasi, dan konflik-konflik
14
batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang
dikenakan kepada individu oleh dunia dimana individu hidup.
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek (Mu’tadin, 2002), yaitu:
a. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima
dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antar dirinya
dengan lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya, serta mampu bertindak
objektif sesuai kondisi yang dialaminya. Keberhasilan penyesuaian
pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan dan
tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada
kondisiUniversitas Sumatera Utara kondisi yang dialaminya.
Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian pribadi ditandai dengan
guncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap
nasib, yang disebabkan adanya kesenjangan antara individu dengan
tuntutan lingkungan. Hal ini menjadi sumber konflik yang terwujud
dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya,
individu perlu melakukan penyesuaian diri.
b. Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat
terjadi proses saling mempengaruhi. Proses tersebut timbul suatu pola
kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum,
15
adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi demi mencapai penyelesaian
bagi persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu Psikologi Sosial,
proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian
sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut
mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara umum. Dalam hal ini
individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak
bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan
adat istiadat yang ada, sementara komunitas diperkaya oleh eksistensi
atau karya yang diberikan oleh individu sendiri.
16
menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses
penyesuaian diri.
17
c. Kepuasan kebutuhan Individu harus mampu memuaskan berbagai
kebutuhan pribadi mereka dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan
orang lain sepanjang rentang kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri
dengan baik.
e. Anak-anak yang telah dewasa Sikap anak yang telah dewasa terhadap
orang tua yang sudah lanjut usia dan sering berhubungan dengan lanjut usia
tersebut dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi
individu lanjut usia.
18
i. Kondisi Penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang
lebih besar dibanding penyakit yang bersifat temporer dalam menyesuaikan
diri dengan masa lanjut usia, walaupun penyakit temporer mungkin lebih
berat deritanya dan lebih berbahaya.
19
usaha khusus untuk mengurangi ketegangan-ketegangan atau kekurangan-
kekurangan karena adanya kerusakan, yang dipakai untuk mengalihkan
perhatian orang lain dari kerusakannya. Perilaku pengganti atau
kompensatoris ini mungkin dapat diterima mungkin juga ditolak.
b. Perilaku Menarik Perhatian Orang (Attention-Seeking Behavior)
Keinginan untuk memperoleh perhatian merupakan sifat yang normal.
Seseorang dengan penyesuaian yang adekuat akan memperoleh perhatian.
Apabila tingkah laku biasa dapat tidak dapat menimbulkan perhatian yang
diinginkan, maka seseorang akan melakukan tindakan-tindakan yang
menghebohkan untuk menarik perhatian orang terhadap dirinya. Keinginan
ini biasa terlihat pada anak-anak tetapi juga merupakan ciri pada masa
remaja maupun dewasa. Sering pula seseorang berusaha memakai bentuk
penyesuaian ini dengan tujuan mengalihkan perhatian dari satu faktor dan
memusatkan, mengarahkan perhatiannya pada faktor lain.
c. Memperkuat Diri Melalui Kritik Apabila seseorang menyadari akan
kurangnya kemampuan dirinya dalam mengatasi tuntutan sosial akan
membentuk sikap kritis terhadap orang lain, khususnya apabila orang lain
memperlihatkan keberhasilannya dalam penyesuaian terhadap situasisituasi
sedangkan dirinya sendiri mengalami kegagalan. Kritik yang baik yang
diberikan kepada seseorang dapat dikatakan merupakan suatu tanda
bersahabat dan perhatiannya terhadap orang tersebut bila ada kesalahan
yang terlihat. Kritik terhadap seseorang yang dikemukakan kepada orang-
orang lain bisa disebabkan perasaan dirinya kurang terhadap yang dikritik.
Kritik diri sendiri bila berdasarkan keinginan untuk memperbaiki tingkah
laku sendiri merupakan hal yang umum, karena merupakan suatu bentuk
tingkah laku penyesuaian.
d. Identifikasi Pembentukan pola-pola identifikasi merupakan bentuk
penyesuaian yang tidak merugikan. Pada umumnya manusia merupakan
bagian dari suatu kelompok. Sudah selayaknya jika kita mengidentifikasi
diri dengan mereka yang berhasil dalam keberhasilan anggota kelompok
yang menonjol tersebut. Makin bertambahnya usia dan kedewasaan,
20
tokoh/identifikasi berubah misalnya terhadap kelompok-kelompok sosial,
organisasi, atau seseorang yang memang patut ditiru, yang memiliki cita-
cita yang mulia dan menimbulkan keinginan untuk menjadi seperti tokoh-
tokoh tersebut.
e. Sikap Proyeksi Pada umumnya seseorang tidak senang mengakui
kesalahan maupun ketidakmampuannya dalam penilaian orang lain. Lebih
mudah dan menyenangkan apabila kegagalan ataupun sebab dari
kegagalannya sendiri diproyeksikan pada orang lain atau objek lain di
lingkungan dekatnya. Alasan yang diproyeksikan mungkin saja benar akan
tetapi pada umumnya merupakan suatu dalih (excuse). Sikap proyeksi
dapat juga dipakai sebagai pembenaran suatu kesalahan. Hal ini digunakan
untuk melindungi seseorang terhadap perasaan sia-sia, sebagai akibat
pengaruh kesalahankesalahannya.
f. Rasionalisasi Rasionalisasi merupakan usaha untuk memaafkan
tingkah laku yang oleh si pelakunya diketahui atau dianggap sebagai tidak
diinginkan, aneh akan tetapi menimbulkan suatu kepuasan emosi tertentu.
Penggunaan rasionalisasi secara terus menerus akan sampai pada
pembentukan penilaian palsu terhadap pribadinya sendiri. Apabila
rasionalisasi disertai proyeksi akan terlihat keadaan seseorang di mana
alasan kegagalan-kegagalannya sama sekali dilepaskan dari
ketidakmampuannya, selalu menyalahkan orang lain, dan keadaan di luar
dirinya sebagai sumber kegagalannya.
g. Sublimasi Dengan sublimasi seseorang menyalurkan aktivitasnya
dengan aktivitas pengganti (substitute) yang dapat diterima umum, untuk
menghindari stres emosi. Sublimasi mempunyai arti sosial. Nilai sosial ini
terletak pada keinginan-keinginan diri sendiri dan dorongan dasar yang
menguntungkan bagi orang lain atau anggota kelompok lainnya. Sublimasi
dipakai sebagai cara penyesuaian apabila secara sementara atau menetap,
suatu dorongan yang kuat tidak dapat disalurkan ke dalam suatu aktivitas
yang memuaskan dorongan. Tanpa disadari suatu perubahan bertahap
terjadi dari pemuasan diri sendiri ke kesejahteraan orang lain.
21
h. Melamun dan Mengkhayal Apabila penyesuaian pemuasan diri tidak
mungkin, maka dipakai penyesuaian melalui khayalan. Melamun
merupakan kecenderungan yang membolehkan khayalan bermain dengan
ide-ide yang merupakan perwujudan yang memuaskan tujuan yang
dikehendakinya. Apabila khayalan/lamunan ini sama sekali dilepaskan dari
realitas, maka pemakaian cara pemuasan diri akan menuju ke penyesuaian
yang tidak wajar. Seorang dewasa dengan penyesuaian diri yang baik akan
mengubah impiannya ke dalam aktivitas yang produktif. Orang lanjut usia
yang pengalaman lalunya cukup memuaskan akan mengenang kembali,
mengenang keberhasilan yang telah diperolehnya dengan memasuki alam
khayalan itu. Lamunan dan fantasi dapat juga merupakan sesuatu yang
tidak baik, di mana lamunan tersebut sudah merupakan suatu bentuk
penyesuaian yang tidak pantas lagi bahkan dapat menjadi gejala dari
penyesuaian yang tidak adekuat atau suatu penyakit mental.
i. Represi (Concious Forgetting) Pada umumnya seseorang akan
menghindari tempat/orang/hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman
yang tidak menyenangkan. Dimana seseorang menghindari suatu hal yang
berkaitan dengan pengalaman tidak enak disebut represi. Pada represi
seseorang hendak melupakan, walaupun tidak menyadari keinginan untuk
lupa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
penyesuaian diri adalah perilaku kompensatoris, perilaku menarik perhatian
orang, memperkuat diri melalui kritik, identifikasi, sikap proyeksi,
rasionalisasi, sublimasi, melamun dan mengkhayal, dan represi.
22
Ada dua teori yang berbeda dan bertolak belakang mengenai
keberhasilan individu lanjut usia. Menurut teori aktivitas (activity
theory), pria maupun wanita seharusnya tetap merawat berbagai sikap
dan kegiatan semasa usia madya selama mungkin dan kemudian
mencari kegiatan pengganti untuk berbagai kegiatan yang harus
Universitas Sumatera Utara ditinggalkan sebagai pengganti pekerjaan
apabila pensiun, pengganti organisasi perkumpulan yang harus
ditinggalkan karena alasan keuangan atau hal-hal lain, pengganti teman
atau kerabat keluarga yang telah meninggal atau pindah ke lingkungan
lain.
Menurut teori pelepasan diri (disengagement theory), pria maupun
wanita, secara sukarela dilakukan atau tidak, membatasi keterlibatan
individu dalam berbagai kegiatan individu berusia madya. Lanjut usia
menghentikan hubungan langsung dengan orang lain, misalnya bebas
berbuat sesuka hati apabila menyenanginya, melakukan hal-hal penting
menurut individu tanpa mempedulikan perasaan-perasaan orang lain
tentang individu tersebut.
Penelitian mengenai penyesuaian diri yang baik dan yang buruk yang
dilakukan pada individu-individu lanjut usia menunjukkan bahwa
individu yang melakukan penyesuaian diri yang baik, mempunyai sifat-
sifat yang diharapkan ada pada individu yang mengikuti teori aktivitas,
sedangkan individu yang kelihatannya menunjukkan penyesuaian yang
buruk, memiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori pelepasan
diri.
Terdapat bukti yang secara umum mengatakan bahwa individu yang
melakukan penyesuaian yang baik ketika masih muda, akan melakukan
penyesuaian yang baik pula di masa lanjut usia. Individu yang memiliki
keinginan sederhana dan watak yang baik, menjadikan masa lanjut
usianya mudah dijalani.
23
b. Perubahan dalam perilaku emosional
Kriteria selanjutnya yang dapat dipergunakan untuk menilai jenis
penyesuaian lanjut usia adalah berbagai perubahan yang berkaitan
dengan perilaku emosional. Berbagai penelitian tentang individu lanjut
usia menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung Universitas Sumatera
Utara menjadi apatis dalam kehidupan, kurang responsif dibanding
ketika masih muda, respon-respon emosional lebih spesifik, kurang
bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa.
c. Perubahan kepribadian Kriteria berikutnya adalah derajat dan besar
perubahan kepribadian. Sudah diketahui bahwa individu lanjut usia,
tanpa menghiraukan pola-pola kepribadian di masa mudanya,
berkembang menjadi individu yang menjengkelkan dengan sifat-sifat
mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak menuntut, egois. Sifat-
sifat lanjut usia, yang lebih kaku dalam memandang segala sesuatu,
lebih konservatif dalam bertindak, lebih berprasangka buruk dalam
bersikap terhadap orang lain dan lebih terpusat pada diri sendiri,
merupakan sifat-sifat lama yang menjadi berlebih-lebihan dan semakin
tampak karena adanya tekanan-tekanan yang terjadi pada masa lanjut
usia. Status minoritas yang dimiliki lanjut usia menyebabkan sifat-sifat
kepribadian lanjut usia menjadi terbentuk seperti sifat-sifat kepribadian
yang sejenis dengan kelompok minoritas, seperti hipersensitivitas,
membenci diri sendiri, perasan tidak aman dan tidak pasti, bertengkar,
apatis, kemunduran, tertutup, cemas, terlalu tergantung dan bersikap
menolak.
d. Kebahagiaan
Kriteria selanjutnya adalah derajat kepuasan diri atau kebahagiaan
lanjut usia yang dialami. Kebahagiaan lanjut usia dapat ditunjang oleh
beberapa kondisi, seperti: memiliki kenangan yang menggembirakan,
bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan, sikap yang realistis
terhadap kenyataan, menerima kenyataan, terus berpartisipasi dengan
kegiatan yang berarti dan menarik, diterima oleh dan Universitas
24
Sumatera Utara memperoleh respek dari kelompok sosial, merasa puas
dengan status sekarang dan prestasi masa lalu, puas dengan status
perkawinan dan kehidupan seksual, menikmati kegiatan rekreasional
yang direncanakan, melakukan kegiatan produktif, dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menilai jenis penyesuaian
diri yang dilakukan lanjut usia diperlukan beberapa kriteria yaitu,
kualitas pola perilaku, perubahan dalam perilaku emosional, perubahan
kepribadian, dan kebahagiaan.
5. Ciri-ciri Penyesuaian Diri yang Efektif
Menurut Siswanto (2007), individu yang mampu menyesuaikan diri dengan
baik, umumnya memiliki ciri-ciri yaitu:
25
c. Mempunyai Gambaran Diri yang Positif tentang Dirinya Pandangan
individu terhadap dirinya dapat menjadi indikator dari kualitas penyesuaian diri
yang dimiliki. Pandangan tersebut mengarah pada apakah individu tersebut dapat
melihat dirinya secara harmonis atau sebaliknya individu melihat adanya konflik
yang berkaitan dengan dirinya. Individu yang banyak melihat pertentangan-
pertentangan dalam dirinya, dapat menjadi indikasi adanya kekurangmampuan
dalam penyesuaian diri. Gambaran diri yang positif juga mencakup apakah
individu yang bersangkutan dapat melihat dirinya secara realistik, yaitu secara
seimbang tahu kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan mampu menerimanya
sehingga memungkinkan individu yang bersangkutan untuk dapat merealisasikan
potensi yang dimiliki secara penuh.
26
a. Tingkah laku yang aneh karena menyimpang dari norma atau standar
sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat. Biasanya individu yang
bersangkutan menampakkan tindakan-tindakan yang tidak umum, aneh, bahkan
orang-orang di sekelilingnya mengalami ketakutan dan tidak percaya pada individu
yang bersangkutan.
27
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Sedangkan, menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2 sebagai berikut:
28
3. Kebutuhan fisik, yaitu berupa mental, perawatan dan
pengobatan.
4. Kebutuhan psikologis, berupa kebutuhan akan kasih
saying, adanya tanggapan dari orang lain, ketentraman,
merasa berguna, memiliki jati diri, dan status yang jelas.
5. Kebutuhan sosial, berupa peranan dalam hubungan-
hubungan dengan orang lain, hubungan pribadi dalam
keluarga, teman sebaya, dan hubungan dengan
organisasi-organisasi sosial.
b. Kebutuhan Sekunder:
1. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
3. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi
dan pengetahuan
4. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status,
perlindungan hokum, partisipasi dan keterlibatan dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan Negara atau
pemerintah
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti
memahami akan makna keberadaan diri sendiri di dunia
dan memahami hal-hal yang tidak diketahui/diluar
kehidupan termasuk kematian.
3. Permasalahn Lanjut Usia
Permasalah lanjut usia dijelaskan secara rinci oleh Tody Lalenoh
(1996), sebagai berikut:
a. Orang-orang yang telah berusia lanjut banyak
menimbulkan problem yang berhubungan dengan
kekurangan mampuan kuntuk mempertahankan diri karena
menurunnya kesehatan.
b. Dengan meningkatnya mutu kesehatan, ekonomi dan sosial
merupakan terjadinya pelambatan proses ketuaan (panjang
29
umur) dengan tingkat harapan hidup yang semakin tinggi,
sehingga populasi dan proporsi lanjut usia meningkat.
c. Adanya kepercayaan bahwa lanjut usia merupakan awal
kemunduran dalam berbagai segi, sehingga hal tersebut
menimbulkan sikap menyerah terhadap keadaan, pasif dan
menunggu nasib.
d. Masalah seksualitas, seperti adanya anggapan bahwa
masalah seks adalah masalah anak muda saja, bila dilihat
orientasi masa sekarang, peranan seks dalam kehidupan
tetap berorientasi pada kenikmatan bukan pada reproduksi.
Sehingga seks bagi kenikmatan kehidupan penting untuk
orang tua, bahkan perlu dipelihara dan ditingkatkan.
e. Sering kita melihat bahwa orang-orang lanjut usia penuh
dengan kemiskinan dan penderitaan. Berbagai penyakit
seringkali menyebabkan depresi, kekhawatiran dan
paranoida. Masa lanjut usia sebenarnya masa kedamaian,
ketenangan di dalam menikmati hasil jerih payah pada saat
masih muda dan dewasa.
4. Pelayanan Sosial bagi Lanjut Usia
Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program
pokok yang dilaksanakan antara lain: pelayanan sosial lanjut usia dalam
panti, pelayanan sosial lanjut usia di luar panti, kelembagaan sosial
lanjut usia, perlindungan sosial dan aksesibilitas lanjut usia. Menurut
Argyo Demartoto (2007), pelayanan sosial bagi lanjut usia meliputi:
a. Pelayanan sosial lanjut usia dalam panti
Pelayanan yang menempatkan penerimaan pelayanan ke
dalam suatu lembaga tertentu untuk mendapatkan
pemenuhan kebutuhan dasar lanjut usia didalam panti.
Pelayanan yang didapatkan meliputi:
30
1. Pelayanan kebutuhan fisik, yang terdiri dari penyediaan
makan dan pakaian serta penyediaan tempat tinggal
yang menyenangkan.
2. Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan, melalui
pemeriksaan rutin, pemberian gizi seimbang, olahraga
senam rutin, melaksanakan kebersihan dan lingkungan .
3. Pemberian bimbingan mental/spiritual dan kerohanian,
berupa bimbingan ibadah, pengajian dan baca al-qur’an.
4. Pemberian bimbingan sosial individu dan
kemasyarakatan, berupa terapi psikososial individu-
kelompok, terapi sosial individu-kelompok dan rekreasi.
5. Pemberian bimbingan keterampilan untuk pengisisan
waktu luang dengan jenis keterampilan seperti,
menganyam, berkebun, olahan pangan, beternak,
bermain music dan membuat telor asin.
b. Pelayanan sosial lanjut usia di luar panti
1. Pelayanan berbasih keluarga
Secara sosiologis keluarga itu terdiri dari dua
pengertian, yaitu keluarga unit dan keluarga luas.
Keluarga tersebut terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, anak-
anak, orang tua nenek atau kakek dan saudara-saudara
dekat. Bentuk-bentuk pelayanan berbasis keluarga:
a) Santunan keluarga (home care, domiciliary care,
home health services, in home services), merupakan
pelayanan yang paling banyak dilakukan dalam hal
lanjut usia tidak mampu, sakit atau cacat. Sedangkan,
keluarganya tidak mempunyai kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang memadai.
b) Paket bantuan usaha produktif, upaya ini
dilaksanakan oleh Departemen Sosial dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan kemandirian lanjut
31
usia melalui kegiatan-kegiatan sector informal
dirumah masing-masing- baik secara individual
maupun kelompok.
c) Pelayanan penunjang keluarga (homemaker services,
home help services), upaya untuk memberikan
bantuan lanjut usia untuk menyelesaikan pelaksanaan
tugas kerumah tanggaan sehari-hari bila anggota
keluarganya ada yang sakit/hala lainnya. Suatu
bentuk lain dari pelayanan penunjang keluarga
tersebut adalah home repair services, yaitu bantuan
untuk perbaikan rumah yang berasa diluar
kemampuan fisik/finansial pemiliknya, yang dalam
hal lain adalah lanjut usia.
2. Pelayanan berbasis masyarakat
a) Pusat pelayanan lanjut usia (adult day center, senior
center), berbagai kegiatan yang disediakan di
lingkungan fasilitas ini adalah rekreasi, latihan
keterampilan, kegiatan kesenian dan kebudayaan,
rehavilitasi, kesehatan dan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya.
b) Klub lanjut usia (old peoples club, golden age
retirement club, senior club), pelayanan yang
disediakan dalam klub ini seperti, pusat pelayanan
lanjut usia hanya penggunaannya terbatas pada lanjut
usia yang menjadi anggota. Klub tersebut di
organisasi oleh lanjut usia atau badan sosial.
c) Rumah sakit siang hari (day hospital, geriatric day
hospital), fasilitas yang berupa klinik atau bagian dari
rumah sakit ini memberikan pelayanan medis dan
rehabilitasi kepada pasien-pasien lanjut usia pada
32
siang hari dan pada malam hari mereka kembali ke
rumah masing-masing.
d) Universitas usia ketiga (university third age),
universitas ini merupakan suatu pusat pendidikan
ragam khusus. Kegiatannya diorganisasikan
universitas yang ada/perkumpulan lanjut usia dengan
bekerjasama dengan universitas tertentu. Upaya ini
diawali di Perancis dan berkembang di banyak
Negara, terutama di Eropa.
e) Program kerukunan tetangga (good neighborhood
program), kegiatan ini sifatnya informal, dilksanakan
untuk mengadakan hubungan dengan para lanjut usia
yang hidupnya sendirian atau mengalami masalah
tertentu sehingga memerlukan kedekatan hubungan
dengan lingkungan sosialnya.
c. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia
Secara umum penanganan berbasis lembaga dapat dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Rumah sakit lanjut usia
Pelayanan yang diberikan rumah sakit ini sama
dengan rumah sakit lainnya, yaitu penyembuhan
penyakit-penyakit fisik yang disandang lanjut usia.
2. Panti werdha
Pada umumnya panti werdha memberikan
akomodasi dan pelayanan serta perawatan jangka
panjang bagi lanjut usia yang tidak mempunyai sanak
keluarga dan tidak mampu menyewa rumah sendiri,
yang mengalami masalah dengan sanak keluarganya
atau tidak ingin membebani keluarga.
3. Panti ketunaan khusus
33
Panti ini menyediakan perawatan bagi penyendang
masalah yang tidak mungkin lagi dapat disembuhkan
atau direhabilitasi, antara lain penyandang cacat berat,
lanjjut usia non potensial yang tuna netra, pasien kronis
yang tidak memerlukan perawatan dirumah sakit.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dengan suatu proses
yang dinamakan interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial manusia juga akan
cenderung membentuk kelompok-kelompok tertentu demi mencapai tujuan yang
diinginkan. Interaksi tidak hanya terjadi antara individu yang satu dengan individu
yang lain, tetapi juga bisa terjadi antara satu individu dengan kelompok individu,
atau antara kelompok individu dengan kelompok individu lain.
c. Relasi antara peksos dengan sistem lainnya atau disiplin ilmu lain
34
Menurut Spradley dan McCurdy, relasi sosial atau hubungan sosial yang
terjalin antara individu yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama akan
membentuk suatu pola, pola hubungan ini juga disebut sebagai pola relasi sosial.
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk pribadi dan sekaligus sebagai makhluk
sosial.Sebagai makhluk pribadi, manusia berusaha mencukupi semua
kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhannya
manusia tidak mampu berusaha sendiri, mereka membutuhkan orang lain. Itulah
sebabnya manusia perlu berelasi atau berhubungan dengan orang lain sebagai
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial dalam rangka menjalani kehidupannya
selalu melakukan relasi yang melibatkan dua orang atau lebih dengan tujuan
tertentu. Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok, ataupun antara individu
dengan kelompok. Hubungan sosial atau relasi sosial merupakan hubungan timbal
balik antar individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi
dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong. Relasi sosial merupakan
proses mempengaruhi diantara dua orang atau lebih. Relasi adalah hubungan yang
terkait dengan aspek emosianal, pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah
hasil dari relasi dengan orang lain, hal ini disebabkan karena manusia sebagai
makhluk sosial, karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh
karena itulah manusia tumbuh dan berkembang adalah hasil dari relasi.
35
kelompok etnik mendominasi kelompok etnik lain,laki-laki mendominasi
perempuan, orang kaya mendominasi orang miskin, dan lain sebagainya.
C. Paternalisme Suatu bentuk dominasi kelompok ras pendatang atas
kelompok ras pribumi. Banton mengemukakan bahwa pola ini muncul
manakala kelompok pendatang yang secara politik lebih kuat mendirikan
koloni di daerah jajahan. Dalam pola hubungan ini Banton membedakan
tiga macam masyarakat: masyrakat metropolitan (didaerah asal pendatang),
masyarakat kolonial yang terdiri atas para pendatang serta sebagian dari
masyarakat pribumi, dan masyarakat pribumi yang dijajah.
D. Integrasi Suatu pola hubungan yg mengakui adanya perbedaan ras
dalam masyarakat, tetapi tidak memberikan perhatian khusus atau makna
penting pada perbedaan ras tersebut.
E. Pluralisme Suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak
politik dan hak perdata semua warga masyarakat.Akan tetapi pola
hubungan itu lebih terfokus pada kemajemukan kelompok ras daripada pola
integrasi. Dalam pola ini solidaritas dalam masing-masing kelompok ras
lebih besar.Barton berpendapat bahwa suatu pola mempunyai
kecenderunagn untuk lebih berkembang kesuatu arah tertentu. Pola
dominasi cenderung mengarah pada pluralisme, sedangkan pola akulturasi
dan paternalisme cenderung mengarah pada pola integrasi.
a.Kondisi geografis
36
c.Hasrat atau keinginan untuk berjuang
37
BAB III
METODE PENELITIAN
38
gambaran permasalahan secara lengkap, mendetail, dan mendalam mengenai
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
39
Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi yang lengkap dari
informan.
40
informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah
penelitian).
Peneliti akan melakukan pengamatan dan wawancara kepada orang-
orang yang dianggap mengerti dan tahu tentang situasi sosial dalam objek
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tidak lupa, peneliti juga akan
melakukan wawancara dengan perawat/pegawai wisma untuk
mengkonfirmasi semua informasi yang telah didapatkan dari informan agar
tidak terjadi kesalahpahaman maupun kekeliruan, sehingga data yang
didapat bisa dipercaya.
41
memudahkan peneliti untuk menggali informasi berkaitan dengan
bagaimana relasi antar lanjut usia di panti. Observasi digunakan untuk
mengamati interaksi dan relasi yang terjadi dari antara lansia.
3. Wawancara
Wawancara dalam penelitian terjadi dimana peneliti sedang
berbincangbincang dengan narasumber dengan tujuan menggali
informasi melalui pertanyaan-pertanyaan dan mengunakan teknik
tertentu. “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dua orang, pewawancara 31 sebagai yang mengajukan
pertanyaan dan narasumber yang memberikan jawaban”, (Moleong,
2007 : 186). Dalam penelitian ini subjek wawancara adalah para lanjut
usia yang baru saja masuk ke dalam panti dan mempunyai masalah
dalam penyesuaian diri dan berelasi antara satu sama lain.
42
3. Triangulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.
Pengambilan data harus disesusikan dengan kondisi narasumber.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan trianggulasi sumber, dengan arti
peneliti membandingkan informasi yang diperoleh dari satu sumber dengan
sumber lain. Menggali satu sumber yang sama dengan teknik yang berbeda
dan menentukan waktu yang berbeda (tepat).
43
2019
No Kegiatan Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
Proposal
2 Penyusunan
Instrumen
3 Pengumpulan
Proposal
(UTS)
4 Pengujian
validitas dan
reliabilitas
instrumen
5 Penentuan
sampel
6 Pengumpulan
data
7 Analisa data
8 Pembuatan
laporan
9 Pengumpulan
laporan
(UAS)
44
DAFTAR PUSTAKA
Calhoun, J.F. & O.R. Acocella. (1990). Psikologi tentang Penyesuaian Diri dan
Hubungan Kemanusiaan. Edisi ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press.
Susi. (2003) Pengertian Lanjut Usia secara umum. Diakses tanggal 6 Oktober 2019
dari..http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19816/Chapter%20I.p
df?sequence=5&isAllowed=y
Taopik. (2010). Bagaimana membuat pendahuluan yang baik dan benar. Diakses
tanggal 6 Oktober 2019 dari http://eprints.ums.ac.id/3768/1/F100050265.pdf
John. (2015). Kajian tentang Penyesuaian diri dan Lanjut usia. Diakses pada
tanggal 6 Oktober 2019 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19816/Chapter%20II.pdf?s
equence=4
Pittor. (2012). Kajian tentang Relasi Sosial. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2019
dari..http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57019/Chapter?seque
nce=4
Hadi. (2015). Penelitian terdahulu. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2019 dari
https://eprints.uny.ac.id/18466/5/BAB%20III%2010417144040.pdf
Gay, R., & Airasian, P. (2003). Educational Research: Competencies for Analysis
& Application. (7th Ed). New Jersey: Merril Prentice Hall.
45
Rahayu, & Ardani. (2004). Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia
Publishing
46