Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEBIJAKAN PUBLIC DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan

Dosen Pengampu:

Dr. Robi Hendra, S. Pd., M. Pd.

Kelompok 1

DISUSUN OLEH:

Lulu Ainiyah A1D521060

Vina Budi febriani A1D521070

Liza Natalia A1D521082

RUANG : R003

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi Tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan,
dengan judul: “Kebijakan Public dan Kebijakan Pendidikan”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari Kerja
Sama Teman-Teman Yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah
Pengantar Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jambi,22 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1 Arti Penting Mempelajari Kebijakan Public ......................................................... 3
2.2 Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Public ............................................... 3
2.3 Konsep Kebijakan Public ..................................................................................... 4
2.4 Instrument Kebijakan Public ................................................................................ 5
2.5 Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan Public............................................... 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 11
3.2 Saran .................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan public yang


merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung
dibuat oleh pihak tertentu (dalam hal ini pemerintah) guna mengatur pengelolaan
dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan
public, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.

Kebijakan public pada dasarnya adalah suatu kewenangan karena dibuat


oleh sekelompok individu yang mempunyai kekuasaan yang sah dalam sebuah
sistem pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat yang
mengikat bagi para pelayan public atau public servant untuk melakukan tindakan
kedepannya. Kebijakan public menjadi faktor penting dalam pencapaian
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Hal tersebut bergantung kepada setiap kebijakan-kebijakan yang


dilaksanakan oleh pemerintah dan dampak yang dirasakan oleh objek kebijakan
tersebut. Sering kali kebijakan publik yang dilaksanakan tidak berpihak kepada
rakyat dan justru hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Maka dari itu,
kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus memiliki keberpihakan
kepada rakyat dan memang ditujukan untuk menyelesaikan setiap permasalahan
yang berada ditengah-tengah masyarakat.

Pada dasarnya kebijakan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang


umumnya dipikirkan, didesain, dirumuskan, dan diputuskan oleh para pemangku
kebijakan. Walaupun dalam suatu siklus kebijakan publik telah dilakukan tetapi fakta
dilapangan sering menunjukan bahwa kebijakan tersebut gagal untuk mencapai
sasaran. Kebijakan publik sebagai proses yang krusial seringkali dicampuri oleh
unsur-unsur politik kepentingan yang dibawa oleh pihak tertentu. Sehingga baik
dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan, dapat melenceng dari apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Arti Penting Mempelajari Kebijakan Public?


2. Apa Itu Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Public?
3. Bagaimana Konsep Kebijakan Public?
4. Apa-apa Saja Instrument Kebijakan Public itu?
5. Bagaimana Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan Public?
1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Arti Penting Mempelajari Kebijakan Public.


2. Untuk Mengetahui Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Public.
3. Untuk Mengetahui Konsep Kebijakan Public.
4. Untuk Mengetahui Instrument Kebijakan Public.
5. Untuk Mengetahui Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan Public.

1.4 Manfaat
1. Agar pembaca lebih banyak mengetahui tentang Kebijakan public dan
kebijakan pendidikan.
2. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Penting Mempelajari Kebijakan Public

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya adalah berusaha


menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan secara cermat berbagai sebab dan
akibat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan mempelajari
kebijakan publik maka kita dapat memahami isi kebijakan publik/kebijakan
pemerintah, terutama menilai dampak dari kekuatan-kekuatan lingkungan,
menganalisa akibat dari pengaturan berbagai kelembagaan, proses-proses politik,
meneliti akibat kebijakan publik terhadap sistem politik dan evaluasi dampak
kebijakan terhadap negara.

Merupakan suatu kebutuhan bagi ilmuwan pendidikan, utamanya ilmuwan


administrasi pendidikan untuk memahami studi mengenai kebijakan publik (public
policy) khususnya kebijakan pendidikan (educational policy). Kepentingan ini erat
kaitannya dengan peran yang diharapkan dari ilmuwan administrasi pendidikan,
tidak saja nantinya diharapkan sebagai seorang perumus kebijakan pendidikan yang
berkualitas– apabila ilmuwan administrasi pendidikan terlibat dalam proses
pembuatan kebijakan (policy maker) – akan tetapi lebih dari sekedar itu, ilmuwan
administrasi pendidikan diharapkan akan memberikan peran yang besar dalam
memberikan koreksi terhadap berbagai kesalahan-kesalahan (ketidaktepatan) dalam
perumusan berbagai kebijakan pendidikan yang telah dihasilkan oleh pemerintah
selama ini.

2.2 Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Public

Mengkaitkan studi kebijakan publik, khususnya kebijakan pendidikan dengan


manajemen pendidikan akan selalu berbicara tentang manajemen pendidikan
secara makro. Secara prinsip, manajemen pendidikan merupakan aplikasi ilmu
manajemen ke dalam lingkup pendidikan dan merupakan bagian dari applied
sciences terutama pada bidang pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah.

3
Prinsip-prinsip yang dimiliki oleh manajemen pendidikan tidak berbeda dengan
prinsip-prinsip yang ada pada konsep manajemen pada umumnya, demikian pula
dengan fungsi-fungsi manajemen pendidikan adalah juga merupakan rangkaian
konsep dari rumusan manajemen. Penerapan manajemen di bidang pendidikan
diarahkan pada usaha untuk menunjang kelancaran pencapaian tujuan pendidikan,
sedangkan untuk fungsi dan strategi dari konsep manajerial pada prinsipnya sama
dengan yang diterapkan dalam lingkup manajemen.

Manajemen pendidikan dapat dikatakan sebagai kegiatan penataan aspek


pendidikan, termasuk dalam sistem penyelenggaraan pendidikan yang tercakup
dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan, seperti yang dilakukan dalam
kegiatan manajemen pendidikan di level nasional (makro) maupun level regional
(messo). Aspek pendidikan yang merupakan kajian manajemen pendidikan
merupakan public goods bukan private goods. Dalam konteks ini, pendidikan
merupakan barang dan jasa milik umum (publik), yang mana masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran (pasal 31 UUD
1945), dan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah untuk melaksanakannya,
utamanya peranan mendasar menyediakan kesempatan belajar. Oleh karena
pendidikan merupakan public goods, maka sudah semestinya kajian kebijakan
pendidikan masuk dalam perspektif kebijakan publik dalam dimensi kajian
manajemen pendidikan yang multidisipliner.

2.3 Konsep Kebijakan Public

a. Definisi Kebijakan Publik

Sebelum membicarakan mengenai kebijakan publik, sangat perlu memahami


dahulu konsep kebijakan. Hal ini perlu dilakukan karena begitu luasnya penggunaan
konsep dan istilah kebijakan, sehingga akan menimbulkan sudut pandang yang
berbeda dalam memahami konsep kebijakan dan kebijakan publik, khususnya
kebijakan pendidikan. Solichin Abdul Wahab (1990); menjelaskan mengenai ragam
penggunaan istilah kebijakan sebagai berikut: (1) merek bagi suatu bidang kegiatan
tertentu; (2) pernyataan mengenai tujuan umum atau keadaan tertentu yang
dikehendaki; (3) usulan khusus; (4) keputusan pemerintah; (5) bentuk pengesahan
formal; (6) program; (7) keluaran; (8) hasil akhir; (9) teori atau model; (10) proses.

4
Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat dua pendapat yang mengemuka. Pertama, pendapat yang
memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan pemerintah. Pendapat ini cenderung beranggapan bahwa semua tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya dapat disebut sebagai kebijakan
publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan
(policy implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik
merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran
tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik
mempunyai akibatakibat atau dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi
sebelumnya.

Pada dasarnya aspek kebijakan publik sangat kompleks. Pertama, dalam


pelaksanaannya yang menyangkut pada strukturnya. Struktur yang ada dalam
sistem pemerintahan seringkali menimbulkan konflik dalam implementasi kebijakan
karena adanya perbedaan kepentingan pada masing-masing jenjang pemerintahan.
Kedua, bahwa tidak semua kebijakan pemerintah dilaksanakan oleh badan-badan
pemerintah sendiri, seringkali kebijakan pemerintah dilaksanakan oleh organisasi
swasta dan individu. Ketiga, bahwa kebijakan yang diambil pemerintah akan selalu
menimbulkan akibat terhadap kehidupan warga negara.

Dengan kata lain kebijakan publik merupakan suatu proses yang amat
kompleks, bersifat analitis dan politis yang tidak mempunyai awal atau akhir dan
batas-batas dari proses tersebut pada umumnya tidak pasti. Kadangkala rangkaian
kekuatan-kekuatan yang kompleks yang disebut pembuatan kebiajakan itu
menghasilkan suatu akibat yang dinamakan kebijakan (Lindbolm, 1986).

2.4 Instrument Kebijakan Public

Untuk dapat melaksanakan berbagai kebijakan yang telah dibuat pemerintah,


maka sangat diperlukan instrumen untuk mempengaruhi tingkat keberhasilan
pelaksanaan berbagai kebijakan (Peters, 1980).

a. Hukum

Instrumen yang paling umum digunakan pemerintah, karena hanya


pemerintah yang berwenang menetapkan hukum. Dengan menetapkan suatu
5
hukum, pemerintah mempunyai legitimasi untuk dapat melaksanakan suatu
kebijakan yang dapat memaksa setiap warga negara untuk mentaatinya. Sebagai
instrumen kebijakan, hukum mempunyai kegunaan, pertama, hukum merupakan
hasil kebijakan yang sangat penting terhadap warga negara seperti menjamin
hakhak warga negara dan mengatur kedudukan warga negara. Kedua, hukum
merupakan alat pengatur kehidupan masyarakat. Ketiga, hukum dapat digunakan
untuk membuat batasan-batasan tertentu atau untuk mendapatkan keuntungan
tertentu pada masyarakat.

b. Services

Dalam melaksanakan kebijakan, pemerintah dapat melakukannya dengan


memberikan pelayanan kepada warga negara. Pemberian pelayanan dapat meliputi
berbagai bidang termasuk pelayanan pendidikan. Yang harus diperhatikan adalah
bagaimana agar pelayanan tersebut dapat diberikan oleh pemerintah secara efisien,
dalam arti tidak hanya menekan pengeluaran pemerintah, tetapi harus diupayakan
bahwa pelayanan tersebut sampai pada masyarakat yang membutuhkan.

c. Dana

Instrumen kebijakan yang penting, karena pemberian pelayanan kepada


masyarakat dan jalannya organisasi pemerintah hanya mungkin dilakukan apabila
tersedia sumberdaya untuk membiayai semua kegiatan pemerintah.

d. Pajak

Instrumen kebijakan pemerintah untuk terciptanya pemerataan berbagai jenis


pelayanan kepada masyarakat. Walaupun pajak dipungut dari masyarakat, namun
akan dikembalikan oleh pemerintah kepada masyarakat melalui berbagai bentuk
program yang lebih memberikan keuntungan secara lebih baik kepada masyarakat
yang kurang beruntung. Pajak dapat dijadikan instrumen untuk distribusi atau
redistribusi dalam masyarakat dengan penetapan pajak progresif; dan instrumen
regulasi bagi pemerintah dalam bidang ekonomi untuk mendorong perkembangan
sektor ekonomi tertentu atau memberikan proteksi terhadap kelompok usaha
tertentu.

6
2.5 Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan Public

Untuk lebih memahami kebijakan publik dengan memahami secara lebih


seksama terhadap proses penyusunan kebijakan. Namun Lindblom (1986),
memperingatkan adanya bahaya yang harus diperhatikan dalam membuat
pengkategorian atau pembagian secara kaku pada proses pembentukan suatu
kebijakan. Namun demikian adalah hal yang logis bagi analis kebijakan untuk
melihat sebuah kebijakan melalui tahapan proses perumusannya secara lebih
mendalam bagaimana suatu kebijakan dapat terjadi.

A. Agenda Kebijakan

1) Agenda Setting

Tahapan pembuatan agenda kebijakan (agenda setting) adalah langkah


pertama yang sangat penting dalam pembuatan kebijakan. Tahapan ini merupakan
langkah kunci yang harus dilalui sebelum suatu isu kebijakan diangkat dalam
agenda kebijakan pemerintah (government agenda) dan akhirnya menjadi suatu
kebijakan. Sebab tanpa terlebih dahulu masuk dalam agenda setting, tidak mungkin
suatu masalah yang ada pada masyarakat seberapa pentingnya masalah tersebut,
dapat diangkat menjadi suatu kebijakan oleh pemerintah.

Masalah merupakan keadaan atau kondisi yang mampu menciptakan


ketidakpuasan pada sebagian besar orang dan mendorong mereka untuk memenuhi
ketidakpuasannya atau mencari penyelesaiannya. Masalah bukan merupakan
sesuatu yang berdiri sendiri. Persoalan pendidikan misalnya, bisa terkait dengan
perangkat undang-undangnya, sumberdaya insani (Depdiknas, Kementrian PAN,
Guru, Dosen, Peneliti), maupun organisasi pelaksananya (Depdiknas, Depkeu,
Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, SD, SMP, SMA, PT).

(a) Kriteria untuk membedakan masalah publik

Terdapat sejumlah kriteria untuk membedakan masalah publik yang ada. Pertama,
berdasarkan pada aktor perumus kebijakan. Masalah publik dibedakan dalam
procedural problems dan substantive problems. Procedural problems berkaitan
dengan bagaimana persoalan tersebut disusun oleh pemerintah, termasuk
operasionalisai dan kegiatannya, dan penentuan sepenuhnya di tangan pemerintah.

7
Persoalan publik dibedakan menjadi persoalan domestik (seperti pendidikan,
transportasi, pajak) dan non dome stik (foreign problems) seperti liberalisasi
pendidikan dalam WTO.

(b) Pendekatan/Metode dalam Pembuatan Agenda Kebijakan

Terdapat beragam pendekatan dalam pembuatan agenda kebijakan sebagai berikut:

(1) Pendekatan Pluralistik; Pendekatan ini berasumsi bahwa semua kekuatan baik
lembaga pemerintah maupun bukan mempunyai kesempatan yang sama dalam
membuat suatu agenda kebijakan melalui mekanisme pasar untuk diusulkan kepada
pemerintah.

(2) Pendekatan Elitis; Pendekatan ini berasumsi bahwa hanya ada kelompok kecil
dalam suatu negara yang mempunyai kewenangan untuk merumuskan suatu
agenda kebijakan, dengan argumentasi ada keterbatasan kemampuan warga
negara dan golongan di luar elit dalam memahamai masalah yang dihadapi negara.

(3) Pendekatan Negara/Pusat Kekuasaan; Menekankan bahwa penyusunan agenda


kebijakan merupakan wewenang lembaga negara melalui interaksi eksekutif,
legislatif, dan yudikatif, daripada wewenang kelompok kepentingan ataupun
masyarakat.

(4) Outside Initiative Model; Model inisiatif dari luar untuk menggambarkan proses
yang datang dari masyarakat melalui tahapan artikulasi masalah, memperluas isu
menjadi masalah publik dan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk
mengambil kebijakan.

(5) Inside Access Model; Model akses dari dalam digunakan bahwa agenda
kebijakan publik hanya dibuat oleh unit atau lembaga resmi pemerintah dan
mencegah adanya keterlibatan pihak dari luar.

(6) Mobilization Model; Untuk menjelaskan proses penyusunan agenda kebijakan


yang dilakukan pemimpin politik dan perlunya dukungan dari masyarakat dalam
implementasinya.

8
2) Dari Issue Menjadi Agenda

Untuk dapat menjadi agenda kebijakan, baik sistemik maupun pemerintah,


suatu masalah harus melalui proses atau tahapan tertentu. Ripley (1985)
menguraikan proses suatu isu diangkat menjadi agenda kebijakan dan selanjutnya
menjadi kebijakan yang diambil pemerintah sebagai berikut: terdapat (a) masalah
sosial dan (b) diterima kelompok, kemudian (c) bergabung dengan kelompok yang
berbeda dan (d) menjadi isu sosial (e) sampai pada agenda publik. Dalam tahapan
ini memerlukan (f) tindakan pengartikulasian isu (g) sampai pada agenda
pemerintah. Selanjutnya pemerintah menetapkan (h) keputusan kebijakan mengenai
beberapa masalah telah dibuat, dan (i) kelompok mulai menekankan strategi isu
terkait.

B. Formulasi dan Legitimasi Kebijakan

1) Formulasi Kebijakan

Setelah tahapan agenda setting dilalui atau suatu isu telah masuk agenda
pemerintah, maka tahapan berikutnya adalah membuat formulasi kebijakan.
Tahapan formulasi kebijakan merupakan mekanisme yang sesungguhnya untuk
memecahkan masalah publik yang telah masuk dalam agenda pemerintah. Tahapan
ini lebih bersifat teknis dibandingkan tahapan agenda setting yang lebih bersifat
politis dengan menerapkan berbagai teknis analisis untuk membuat keputusan
terbaik. Model-model ekonomi dan teori pengambilan keputusan (decision making)
merupakan alat analisis yang berguna untuk mengambil keputusan yang terbaik,
dengan meminimalkan resiko kegagalan.

Meskipun birokrasi seringkali merasa sebagai pekerjaan yang bersifat rutin,


namun proses formulasi kebijakan juga menuntut kreativitas dan kepekaan politik
(political sensitivity) untuk menghasilkan formulasi kebijakan yang berkualitas.
Problem yang dimiliki pemerintah dalam setiap pemecahan masalah adalah
kurangnya informasi yang dimiliki oleh pemerintah tentang masalah; dan kurangnya
informasi yang dimiliki pemerintah tentang hubungan sebab akibat timbulnya
masalah. Alat bantu untuk membantu menganalisis masalah dan mencari
pemecahan masalah dalam proses formulasi adalah:

9
a) Social - cost – benefit analysis, digunakan untuk menekan biaya yang harus
dikeluarkan pemerintah dan memaksimalkan manfaat yang dapat diperoleh. Dalam
analisis ini juga menggunakan perhitungan social cost dan efek perluasan manfaat
(externalities).

b) Decision analysis, dengan asumsi bahwa suatu akibat tertentu akan terjadi bila
decision maker mengambil keputusan yang tertentu pula, seperti dalam pohon
pembuatan keputusan.

2) Legitimasi Kebijakan

Setelah kebijakan berhasil diformulasikan, sebelum diterapkan pada


masyarakat, kebijakan tersebut haruslah memperoleh legitimasi (pengesahan) atau
kekuatan hukum yang mengatur penerapan (implementasi) kebijakan pada
masyarakat. Legitimasi sangat penting karena akan membawa pengaruh terhadap
masyarakat banyak, baik yang menguntungkan bagi sebagian masyarakat maupun
yang membawa dampak yang merugikan kelompok lain. Selain itu setiap kebijakan
juga membawa implikasi terhadap anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah.

Pada umumnya wewenang melakukan legitimasi dimiliki oleh pemerintah atau


badan legislatif. Namun kalau dikaji lebih mendalam, bahwa proses legitimasi
tersebut tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara negara dan rakyat sebagai
sumber legitimasi yang paling utama, sebab ukuran legitimasi yang dimiliki oleh
pemerintah sangat tergantung pada tersedianya dukungan bagi pemerintah dan apa
yang ingin diperoleh dari masyarakat.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya adalah berusaha


menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan secara cermat berbagai sebab dan
akibat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan mempelajari
kebijakan publik maka kita dapat memahami isi kebijakan publik/kebijakan
pemerintah, terutama menilai dampak dari kekuatan-kekuatan lingkungan,
menganalisa akibat dari pengaturan berbagai kelembagaan, proses-proses politik,
meneliti akibat kebijakan publik terhadap sistem politik dan evaluasi dampak
kebijakan terhadap negara.

Pada dasarnya aspek kebijakan publik sangat kompleks. Pertama, dalam


pelaksanaannya yang menyangkut pada strukturnya. Struktur yang ada dalam
sistem pemerintahan seringkali menimbulkan konflik dalam implementasi kebijakan
karena adanya perbedaan kepentingan pada masing-masing jenjang pemerintahan.
Kedua, bahwa tidak semua kebijakan pemerintah dilaksanakan oleh badan-badan
pemerintah sendiri, seringkali kebijakan pemerintah dilaksanakan oleh organisasi
swasta dan individu. Ketiga, bahwa kebijakan yang diambil pemerintah akan selalu
menimbulkan akibat terhadap kehidupan warga negara.

Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan


bahwa terdapat dua pendapat yang mengemuka. Pertama, pendapat yang
memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan pemerintah. Pendapat ini cenderung beranggapan bahwa semua tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya dapat disebut sebagai kebijakan
publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan
(policy implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik
merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran
tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik

11
mempunyai akibatakibat atau dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi
sebelumnya.

3.2 Saran

Penulis telah berusaha menyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya. Akan


tetapi, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan ilmu
pengetahuan. Maka, penulis sangat mengharapkan saran terutama dari dosen kami
dan juga para pembaca untuk membantu demi membangun kesempurnaan makalah
ini, sehingga untuk kedepannya kami bisa membuat makalah lebih sempurna lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Solichin, 1990, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Jakarta:


Rineka Cipta.

Lindblom, Charles E. 1986. Proses Penetapan Kebijakasanaan. Cetakan Ke-2.


Erlangga. Jakarta.

Peters, 1980, Medicated Lozanges in Pharmaceutical Dosage Form , Tablet Vol I, by


Lachman and Lieberman, 339-357, 419-420, 427-433, 543, Marcel Dekker
Inc, New York.

Ripley, R.B. 1985. Policy Analysis In Political Science. Chicago: Nelson – Hall
Publishers.

13
MAKALAH

“KONSEP KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN”

Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Pengantar Kebijakan

Dosen Pengampu:

Prof Amirul Mukminin,P,Hd

Akhmad Habibi,S. Pd. I.,M. Pd,.Ph. D

Dr. Robi Hendra,S. Pd,M, Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Lisa Zaskia (A1D521062)

Raya Tri Andini (A1D521063)

Iin Septiani (A1D521083)

RUANG 003

PROGRAM STUDI AMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

14
KATA PENGANTAR

syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
Tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan, dengan judul:
“Konsep Konsep Dasar Kebijakan”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari Kerja
Sama Teman-Teman Yang dengan tulus memberikan bantuan, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah
Pengantar Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jambi,13 Maret 2022

Penyusun

15
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...3

2.1 Pengertian dan Hakikat Kebijakan Pendidikan……………………………………3

2.2 Latar Belakang Perlunya Kebijakan Pendidikan…………………………………..7

2.3 Proses Kebijakan Pendidikan……………………………………………………….9

2.4 Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan………………………………….12

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………14

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….15

16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu negara. Melalui
pendidikan transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya sekedar
pengetahuan, namun juga penanaman nilai, cita – cita dan budaya suatu bangsa.
Oleh karenanya pendidikan memegang peranan penting dalam keberlangsungan
suatu negara.

Dalam mengatur agar pendidikan disuatu negara dapat berlangsung dengan


baik dan mencapai tujuan pendidikan yang dicita – citakan berbagai kebijakan dalam
dunia pendidikan perlu diambil oleh pemerintah negara.

Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari sistem politik yang
dianut sehingga setiap negara mempunyai kebijakan – kebijakan yang berbeda.
Indonesia menganut sistem demokrasi berdasarkan undang – undang. Kebijakan –
kebijakan yang diputuskan juga harus berdasarkan undang – undang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apa pengertian kebijakan pendidikan?

2. Apa hakikat kebijakan pendidikan?

3. Bagaimana proses kebijakan pendidikan?

4. Apa ruang lingkup kebijakan pendidikan?

17
1.3 TUJUAN

1. Dapat mengetahui pengertian kebijakan pendidikan

2. Dapat memahami hakikat kebijakan pendidikan

3. Dapat mengetahui proses kebijakan pendidikan

4. Dapat mengetahui ruang lingkup kebijakan Pendidikan

18
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Hakikat Kebijakan Pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan berarti kepandaian,


kemahiran,kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (pemerintahan, organisasi,dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau
maksud sebagai garis pedoman untukmanajemen dalam usaha mencapai sasaran;
garis haluan. Menurut Kamus Oxford, kebijakan berarti “rencana kegiatan” atau
pernyataan-pernyataan tujuan ideal.

Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani,
yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama
diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar
tujuannya.

Contoh kebijakan adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres,


Kepmen,Perda, Keputusan Bupati, dan Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang
dicontohkan disiniadalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek
kebijakan. Contoh ini jugamemberi pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup
kebijakan dapat bersifat makro, meso,dan mikro.

Menurut Nichols, bahwa : “kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan


secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan bukan
kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terpogram atau terkait dengan aturan-
aturan keputusan”. Pendapatlain dikemukakan oleh Klein dan Murphy, bahwa :
“kebijakan berarti seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peraturan-
peraturan yang membimbing sesuatu organisasi, kebijakan dengan demikian
mencakup keseluruhan petunjuk organisasi”.

19
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa
menunjuk pada seperangkan tujuan, rencana atau usulan, program-program,
keputusan-keputusan,menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau
peraturan-peraturan.

Duke dan 2Canady mengelaborasikan konsep kebijakan dengan delapan


arah pemaknaan kebijakan,yaitu: (1) kebijakan sebagai penegasan maksud dan
tujuan, (2) kebijakan sebagai sekumpulankeputusan lembaga yang digunakan untuk
mengatur, mengendalikan, mempromosikan,melayani, dan lain-lain pengaruh dalam
lingkup kewenangannya, (3) kebijakan sebagai panduan tindakan diskresional, (4)
kebijakan sebagai strategi yang diambil untukmemecahkan masalah, (5) kebijakan
sebagai perilaku yang bersanksi, (6) kebijakan sebagainorma perilaku dengan ciri
konsistensi, dan keteraturan dalam beberapa bidang tindakansubstantive, (7)
kebijakan sebagai keluaran sistem pembuatan kebijakan, dan (8) kebijakansebagai
pengaruh pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman khalayak
sasaran terhadap implementasi sistem.

Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah


serangkaiantujuan, rencana, program-program yang dibuat untuk menjadi pedoman
ketika melakukankegiatan atau mengambil keputusan di mana kebijakan tersebut
memiliki sanksi jika tidak dilaksanakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan landasan kebijakan pendidikan


merupakan konsep hukum yang mendasari ditetapkannya suatu aturan dalam
bidang pendidikan agartercipta keselarasan antara kebutuhan dengan situasi dan
kondisi dalam proses pendidikan.Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari
berbagai cara untuk mewujudkantujuan pendidikan nasional dijabarkan di dalam
berbagai kebijakan pendidikan.

Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi


organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan

20
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yangsubstansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan.

Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh pimpinan,
staf, dan personel organisasi, serta interaksinyadengan lingkungan eksternal.

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan


kebijakan(policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian
dan berhubungankepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses
pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan),
proses (transformasi), output(keluaran), dan feedback(umpan balik) dari lingkungan
kepada pembuat kebijakan.Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara orang tua, masyarakatdan pemerintah. Dengan dasar kata–kata bijak itu,
maka perbaikan kualitas pendidikan diIndonesia menjadi beban bersama orang tua,
Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang–undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikam nasional disrbutkan beberapa peranyang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.Berdasarkan
penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan dibuatuntuk
menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan
atauorganisasi atau sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai
tujuan yangtelah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum
untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan atau
organisasi.Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:

1)Memiliki tujuan Pendidikan

Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia


harusmemiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi
pada pendidikan.

2)Memenuhi aspek legal-formal

21
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya Pemenuhan
atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara
sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi
syaratkonstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah
hingga iadapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga,
dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimate.

3)Memiliki konsep operasional

Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya


harusmempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah
sebuahkeharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Apalagikebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung
pengambilan keputusan.

4)Dibuat oleh yang berwenang

Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang
memilikikewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada
pendidikan danlingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan,
pengelola lembaga pendidikandan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuatkebijakan pendidikan.

5)Dapat dievaluasi

Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnyauntuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jikamengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.
Sehingga, kebijakan pendidikanmemiliki karakter dapat memungkinkan adanya
evaluasi terhadapnya secara mudah danefektif.

6)Memiliki sistematika

22
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya
harusmemiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur
olehnya.Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas
yang tinggi agarkebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan
rapuh strukturnya akibatserangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu
sama lainnya. Hal ini harusdiperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak
tidak menimbulkan kecacatanhukum secara internal. Kemudian, secara eksternal
pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan
politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping
dan dibawahnya.

2.2 Latar Belakang Perlunya Kebijakan Pendidikan

Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.


Pendidikanmerupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap
warga negara berhakmemperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat
dan bakat yang dimilikinya tanpamemandang status sosial, status ekonomi, suku,
etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuksemua menjamin keberpihakan kepada
peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan
sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakanlayanan pendidikan untuk
menjangkau mereka yang tidak terjangkau.

Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan


program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah
penduduk yang luar biasadan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi
Indonesia merupakan masyarakatmulti-etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat
sosial-ekonomi yang beragam. Hal inimenuntut adanya sistem pendidikan nasional
yang kompleks, sehingga mampu memenuhikebutuhan seluruh rakyat.

Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu
perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan
perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi

23
perubahan kebutuhan dantuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan
global. Globalisasi yang menjangkauseluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak
bisa terisolasi. Perkembangan teknologitelekomunikasi dan informasi, membuat
segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke
Indonesia.

Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai


wujud dariimplementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen
Berbasis Sekolah(MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini
dikontrol ketat oleh pusatmenjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat
ditingkatkan. Pemberdayaan sekolahdengan memberikan otonomi yang lebih besar
tersebut merupakan sikap tanggap pemerintahterhadap tuntutan masyarakat,
sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.Tanggung jawab
pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga olehsekolah dan
masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang
paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan
berdemokrasimelalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat
sekolah sehinggasekolah dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran
yang mandiri (kebijakanlangsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi).
Program MBS sendiri merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum
dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51
(1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.

Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap,


adaptif,kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan
pada saat yangsama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk
terus meningkatkan diri.Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu,
dan pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan

24
birokrasi.Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan
pengelolaansekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkansuasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak
pada tumbuhnya partisipasimasyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan
peduli terhadap masalah pendidikan.Implikasinya adalah pemberian kewenangan

yang lebih besar kepada kabupaten dan kotauntuk mengelola pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhandaerahnya. Juga, melakukan
perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkanefisiensi dan efektivitas
dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumberdaya manusia,
yang menekankan pada profesionalisme.

2.3 Proses Kebijakan Pendidikan

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.Pembuatan


kebijakan(policy making)adalah terlihat sebagaisejumlah proses dari semua bagian
dan berhubungan kepadasistem sosial dalam membuat sasaran sistem.
Prosespembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkunganeksternal, input
(masukan), proses (transformasi), output(keluaran), dan feedback (umpan balik) dari
lingkungan kepada pembuat kebijakan. Sedangkan Pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah.Dengan dasar kata-
kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban
bersama orang tua,masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang-undang no 20 tahun
2003: tentang sistem pendidikam nasional disebutkan beberapa peran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat,pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara indonesiadan untuk itu
setiap warga negara berhak memperolehpendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status
ekonomi,suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin
keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental,
hambatan ekonomi dan social ataupun kendala geografis, dengan menyediakan

25
layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.Peningkatan
mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua,kelenturan pengelolaan sekolah,
peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuh
kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake!holders), terutama yang mampu dan peduli
terhadap masalah pendidikan. implikasinya adalah pemberian kewenangan yang

lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.

Kebijakan pendidikan merupakan hasil dari keputusan yang diambil dengan


mempertimbangkan kaitan pendidikan dengan komponen sosial yang lain. Oleh
karena itu,seperti halnya analisis kebijakan dalam bidang lain, sifat kontekstual dan
interdisipliner inimerupakan ciri analisis kebijakan pendidikan.Analisis kebijakan
merupakan usaha untukmenghasilkan dan mengolah informasi (yang relevan)
dengan menggunakan ilmu social terapan. Untuk memecahkan masalah Pendidikan
dalam situasi politik tertentu ini dilakukan dengan metode inquiri(methods of inquiry)
dan argumen ganda kebijakan dapat dilakukan pada setiap fase proses kebijakan.

Ada enam fase dalam proses kebijakan, yaitu:

•Inisiasi

Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan timbul. Pada saat itu
berbagai cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi beban atau
meringankan akibat masalah itu dapat dipikirkan secara tepat dan tentatif. Sudah
barang tentu dalam fase ini mungkin sekali perumusan masalah tidak tepat, namun
demikian dalam fase ini yang penting adalah mendapatkan “rasa” apakah memang
diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk merumuskan permasalahan, karena
pemikiran lebih lanjut ini akan memerlukan sumber (tenaga, waktu, pikiran).

°Estimasi

26
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan dari alternatif yang
dipikirkan. Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara ilmiah,empirik dan proyektif
untuk melihat konsekuensi apa yang akan timbul sebagai akibat pilihan kebijakan itu.
Penekanan juga diberikan terhadap penilaian tentang keluaran yang diharapkan
dengan bantuan berbagai pendekatan teknis.Kebenaran yang bersifat normatif
seringkali tidak dinilai secara tuntas karena terbatasnya alat atau metode untuk hal
tersebut.

•Seleksi

Seleksi menunjuk kepada kenyataan bahwa pada akhirnya seseorang harus


membuat keputusan.Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk merumuskan
masalah dan menilai alternatif di atas,maka pilihan kebijakan harus dibuat.
Keputusan jarang dibuat hanya berdasarkan kalkulasi dan perkiraan teknis, tetapi
banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, misalnya dari pihak-pihakyang
terlibat dan mempunyai tujuan yang berbeda mengenai informasi ideologis,moral
serta kerangka acuan penentuan kebijakan.Seringkali keputusan yang dibuat adalah
untuk tidak membuat keputusan.

•Implementasi

Dalam implementasi, yaitu pelaksanaaan dari “option” yang dipilih. Implementasi


merupakan kesempatan pertama yang memvalidasikan alternatif yang dipilih dengan
realitas. Sebelum implementasi tahap-tahap yang diambil masih dalam bentuk
harapan, imajinasi, dan penalaran,sedang dalam implementasi hal tersebut secara
nyata dilakukan, sambil memberikan balikan kepada penentu kebijakan.

•Evaluasi

Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam fase inisiasi dan
estimasi sifat kegiatan adalah antisipatif dan dalam faseseleksi bersifat kekinian.
Implementasi merupakan kesempatan untuk mentransformasikan sesuatu hal yang
potensial ke dalam realitas dan evaluasi melihat perbedaan antara

27
keduanya.Evaluasi berusaha menjawab pertanyaan seperti kebijakan mana yang
sukses dan mana yang gagal, bagaimana unjuk kerja dapat diukur serta kriteria apa
yang digunakan untuk mengukurnya.

•Terminasi

Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional, tidak


perlu, berlebihan atau tidak lagi cocok dengan keadaan.Ini merupakan fase yang
belum banyak dibahas secara ilmiah. Proses kebijakan mulai dari inisiasi sampai
terminasi merupakan proses yang tidak sederhana. Proses ini melibatkan perilaku
individual, perilaku kelompok dan masyarakat dalam suatu konteks iklim psikologis
dan lingkungan yang variabelnya sangat banyak.Analisis tentang perilaku kebijakan
merupakan usaha untuk memahami perilaku itu, dan sekaligus mengkaji wahana
yang memungkinkan prilaku itu dapat lebih menunjang pencapaian keluaran
kebijakan dengan lebih baik. Keluaran yang dimakusd demikian luasnya karena
menyangkut aspek interaksi proses sosial.

2.4 Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan

Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:

1. Pengumpulan data statistik pendidikan

2. Pengembangan kurikulum.

3. Sistem pengujian.

4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.

5. Teknologi komunikasi pendidikan.

6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi untuk


menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan, baik kebijakan jangka

28
panjang, menengah, dan jangka pendek, maupun bahan-bahan untuk kebijakan
departemen yang setiap saat diperlukan oleh pengambil keputusan.

Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan Pengembangan
adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan dengan tujuan untuk membantu
pemerintah dalam menyiapkan dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai
dengan isu-isu penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian,
pengembangan, dan masyarakat luas.

Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan Kebijakan


Pendidikan (Education Policy and Planning Project) atau proyek EPP yang
mendapat bantuan USAID (The United States Agency for International
Development). Proyek tersebut resmi dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan
tujuan pokok: “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui perumusan
kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang didasarkan pada informasi yang
lebih lengkap dan teliti serta metode analisis yang lebih baik terhadap informasi
tersebut.”

Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah dilakukan


khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap berbagai masalah pendidikan
sebagai sasaran dalam melakukan analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis
kebijakan dilaksanakan melalui koordinasi di antara berbaga unit di lingkungan
Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang sangat berguna dalam
mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan Mendikbud dan Naskah
Repelita.hasilnya mempunyai spektrum yang luas pula.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan –


aturan tertulis yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan
agar tercapainya tujuan pendidikan.

Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.


Pendidikanmerupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap
warga negara berhakmemperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat
dan bakat yang dimilikinya tanpamemandang status sosial, status ekonomi, suku,
etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuksemua menjamin keberpihakan kepada
peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan
sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakanlayanan pendidikan untuk
menjangkau mereka yang tidak terjangkau.

kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Ada enam


fase dalam proses kebijakan , yaitu: inisiasi, estimasi, seleksi, implementasi,
evaluasi, dan terminasi. Adapun Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan
pendidikan meliputi:

1. Pengumpulan data statistik pendidikan

2. Pengembangan kurikulum.

3. Sistem pengujian

4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.

30
5. Teknologi komunikasi pendidikan.

6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,(Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal.
149

2. Prof. Dr. Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja


Rosdakarya 2012),hal. 129

3. Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan


Aplikasi Kebijakan menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka cipta.hal 75

4. Prof. Dr. Fachruddin, M.A. dkk,Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan


untuk Kependidikan Islam, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010), hal. 146

5. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Pemikiran Kebijakan Pendidikan kontemporer,


(Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal.3

6. H. A. R. Tilaar, 2009. Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan


Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 7

31
32
33

Anda mungkin juga menyukai