Dosen Pengampu:
Kelompok 1
DISUSUN OLEH:
RUANG : R003
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi Tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan,
dengan judul: “Kebijakan Public dan Kebijakan Pendidikan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari Kerja
Sama Teman-Teman Yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah
Pengantar Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.4 Manfaat
1. Agar pembaca lebih banyak mengetahui tentang Kebijakan public dan
kebijakan pendidikan.
2. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Prinsip-prinsip yang dimiliki oleh manajemen pendidikan tidak berbeda dengan
prinsip-prinsip yang ada pada konsep manajemen pada umumnya, demikian pula
dengan fungsi-fungsi manajemen pendidikan adalah juga merupakan rangkaian
konsep dari rumusan manajemen. Penerapan manajemen di bidang pendidikan
diarahkan pada usaha untuk menunjang kelancaran pencapaian tujuan pendidikan,
sedangkan untuk fungsi dan strategi dari konsep manajerial pada prinsipnya sama
dengan yang diterapkan dalam lingkup manajemen.
4
Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat dua pendapat yang mengemuka. Pertama, pendapat yang
memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan pemerintah. Pendapat ini cenderung beranggapan bahwa semua tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya dapat disebut sebagai kebijakan
publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan
(policy implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik
merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran
tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik
mempunyai akibatakibat atau dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi
sebelumnya.
Dengan kata lain kebijakan publik merupakan suatu proses yang amat
kompleks, bersifat analitis dan politis yang tidak mempunyai awal atau akhir dan
batas-batas dari proses tersebut pada umumnya tidak pasti. Kadangkala rangkaian
kekuatan-kekuatan yang kompleks yang disebut pembuatan kebiajakan itu
menghasilkan suatu akibat yang dinamakan kebijakan (Lindbolm, 1986).
a. Hukum
b. Services
c. Dana
d. Pajak
6
2.5 Tahapan Proses Pembentukan Kebijakan Public
A. Agenda Kebijakan
1) Agenda Setting
Terdapat sejumlah kriteria untuk membedakan masalah publik yang ada. Pertama,
berdasarkan pada aktor perumus kebijakan. Masalah publik dibedakan dalam
procedural problems dan substantive problems. Procedural problems berkaitan
dengan bagaimana persoalan tersebut disusun oleh pemerintah, termasuk
operasionalisai dan kegiatannya, dan penentuan sepenuhnya di tangan pemerintah.
7
Persoalan publik dibedakan menjadi persoalan domestik (seperti pendidikan,
transportasi, pajak) dan non dome stik (foreign problems) seperti liberalisasi
pendidikan dalam WTO.
(1) Pendekatan Pluralistik; Pendekatan ini berasumsi bahwa semua kekuatan baik
lembaga pemerintah maupun bukan mempunyai kesempatan yang sama dalam
membuat suatu agenda kebijakan melalui mekanisme pasar untuk diusulkan kepada
pemerintah.
(2) Pendekatan Elitis; Pendekatan ini berasumsi bahwa hanya ada kelompok kecil
dalam suatu negara yang mempunyai kewenangan untuk merumuskan suatu
agenda kebijakan, dengan argumentasi ada keterbatasan kemampuan warga
negara dan golongan di luar elit dalam memahamai masalah yang dihadapi negara.
(4) Outside Initiative Model; Model inisiatif dari luar untuk menggambarkan proses
yang datang dari masyarakat melalui tahapan artikulasi masalah, memperluas isu
menjadi masalah publik dan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk
mengambil kebijakan.
(5) Inside Access Model; Model akses dari dalam digunakan bahwa agenda
kebijakan publik hanya dibuat oleh unit atau lembaga resmi pemerintah dan
mencegah adanya keterlibatan pihak dari luar.
8
2) Dari Issue Menjadi Agenda
1) Formulasi Kebijakan
Setelah tahapan agenda setting dilalui atau suatu isu telah masuk agenda
pemerintah, maka tahapan berikutnya adalah membuat formulasi kebijakan.
Tahapan formulasi kebijakan merupakan mekanisme yang sesungguhnya untuk
memecahkan masalah publik yang telah masuk dalam agenda pemerintah. Tahapan
ini lebih bersifat teknis dibandingkan tahapan agenda setting yang lebih bersifat
politis dengan menerapkan berbagai teknis analisis untuk membuat keputusan
terbaik. Model-model ekonomi dan teori pengambilan keputusan (decision making)
merupakan alat analisis yang berguna untuk mengambil keputusan yang terbaik,
dengan meminimalkan resiko kegagalan.
9
a) Social - cost – benefit analysis, digunakan untuk menekan biaya yang harus
dikeluarkan pemerintah dan memaksimalkan manfaat yang dapat diperoleh. Dalam
analisis ini juga menggunakan perhitungan social cost dan efek perluasan manfaat
(externalities).
b) Decision analysis, dengan asumsi bahwa suatu akibat tertentu akan terjadi bila
decision maker mengambil keputusan yang tertentu pula, seperti dalam pohon
pembuatan keputusan.
2) Legitimasi Kebijakan
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
11
mempunyai akibatakibat atau dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi
sebelumnya.
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Ripley, R.B. 1985. Policy Analysis In Political Science. Chicago: Nelson – Hall
Publishers.
13
MAKALAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 2
RUANG 003
UNIVERSITAS JAMBI
2022
14
KATA PENGANTAR
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
Tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan, dengan judul:
“Konsep Konsep Dasar Kebijakan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari Kerja
Sama Teman-Teman Yang dengan tulus memberikan bantuan, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah
Pengantar Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun
15
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...3
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….15
16
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu negara. Melalui
pendidikan transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya sekedar
pengetahuan, namun juga penanaman nilai, cita – cita dan budaya suatu bangsa.
Oleh karenanya pendidikan memegang peranan penting dalam keberlangsungan
suatu negara.
Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari sistem politik yang
dianut sehingga setiap negara mempunyai kebijakan – kebijakan yang berbeda.
Indonesia menganut sistem demokrasi berdasarkan undang – undang. Kebijakan –
kebijakan yang diputuskan juga harus berdasarkan undang – undang.
17
1.3 TUJUAN
18
BAB II
PEMBAHASAN
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani,
yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama
diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar
tujuannya.
19
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa
menunjuk pada seperangkan tujuan, rencana atau usulan, program-program,
keputusan-keputusan,menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau
peraturan-peraturan.
20
bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan
ialah berupa keputusan yangsubstansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan.
Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh pimpinan,
staf, dan personel organisasi, serta interaksinyadengan lingkungan eksternal.
21
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya Pemenuhan
atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara
sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi
syaratkonstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah
hingga iadapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga,
dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimate.
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang
memilikikewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada
pendidikan danlingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan,
pengelola lembaga pendidikandan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuatkebijakan pendidikan.
5)Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnyauntuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jikamengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.
Sehingga, kebijakan pendidikanmemiliki karakter dapat memungkinkan adanya
evaluasi terhadapnya secara mudah danefektif.
6)Memiliki sistematika
22
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya
harusmemiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur
olehnya.Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas
yang tinggi agarkebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan
rapuh strukturnya akibatserangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu
sama lainnya. Hal ini harusdiperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak
tidak menimbulkan kecacatanhukum secara internal. Kemudian, secara eksternal
pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan
politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping
dan dibawahnya.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu
perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan
perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi
23
perubahan kebutuhan dantuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan
global. Globalisasi yang menjangkauseluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak
bisa terisolasi. Perkembangan teknologitelekomunikasi dan informasi, membuat
segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke
Indonesia.
24
birokrasi.Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan
pengelolaansekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkansuasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak
pada tumbuhnya partisipasimasyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan
peduli terhadap masalah pendidikan.Implikasinya adalah pemberian kewenangan
yang lebih besar kepada kabupaten dan kotauntuk mengelola pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhandaerahnya. Juga, melakukan
perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkanefisiensi dan efektivitas
dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumberdaya manusia,
yang menekankan pada profesionalisme.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara indonesiadan untuk itu
setiap warga negara berhak memperolehpendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status
ekonomi,suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin
keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental,
hambatan ekonomi dan social ataupun kendala geografis, dengan menyediakan
25
layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.Peningkatan
mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua,kelenturan pengelolaan sekolah,
peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuh
kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake!holders), terutama yang mampu dan peduli
terhadap masalah pendidikan. implikasinya adalah pemberian kewenangan yang
lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.
•Inisiasi
Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan timbul. Pada saat itu
berbagai cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi beban atau
meringankan akibat masalah itu dapat dipikirkan secara tepat dan tentatif. Sudah
barang tentu dalam fase ini mungkin sekali perumusan masalah tidak tepat, namun
demikian dalam fase ini yang penting adalah mendapatkan “rasa” apakah memang
diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk merumuskan permasalahan, karena
pemikiran lebih lanjut ini akan memerlukan sumber (tenaga, waktu, pikiran).
°Estimasi
26
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan dari alternatif yang
dipikirkan. Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara ilmiah,empirik dan proyektif
untuk melihat konsekuensi apa yang akan timbul sebagai akibat pilihan kebijakan itu.
Penekanan juga diberikan terhadap penilaian tentang keluaran yang diharapkan
dengan bantuan berbagai pendekatan teknis.Kebenaran yang bersifat normatif
seringkali tidak dinilai secara tuntas karena terbatasnya alat atau metode untuk hal
tersebut.
•Seleksi
•Implementasi
•Evaluasi
Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam fase inisiasi dan
estimasi sifat kegiatan adalah antisipatif dan dalam faseseleksi bersifat kekinian.
Implementasi merupakan kesempatan untuk mentransformasikan sesuatu hal yang
potensial ke dalam realitas dan evaluasi melihat perbedaan antara
27
keduanya.Evaluasi berusaha menjawab pertanyaan seperti kebijakan mana yang
sukses dan mana yang gagal, bagaimana unjuk kerja dapat diukur serta kriteria apa
yang digunakan untuk mengukurnya.
•Terminasi
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian.
28
panjang, menengah, dan jangka pendek, maupun bahan-bahan untuk kebijakan
departemen yang setiap saat diperlukan oleh pengambil keputusan.
Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan Pengembangan
adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan dengan tujuan untuk membantu
pemerintah dalam menyiapkan dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai
dengan isu-isu penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian,
pengembangan, dan masyarakat luas.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
30
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,(Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal.
149
31
32
33