Anda di halaman 1dari 31

KEBIJAKAN PUBLIK

(Makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Manajemen Sektor Publik)

Oleh :

Kelompok 2

RIZKI HOTNIDA HARAHAP NIM : 2210247826

SELPHI AFDAYATI DWI PUTRI NIM : 2210247825

SRI DEVI WIRANTIKHA NIM : 2210247824

PROGRAM PASCASARJANA STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena kami dapat
menyelesaikan dan penyusunan makalah ini, penyusunan makalah ini untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Kebijakan Publik.

Terimakasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman
– teman sekalian yang telah membantu proses penyelesaiannya sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunannya makalah ini masih banyak


kekurangan – kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
keterbatasan isi materi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan sasaran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah – makalah kami di lain waktu.

Pekanbaru, 07 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Manfaat Penulisan...............................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................3
1. Ciri – Ciri Kebijakan Publik..............................................................................3
1.1 Jenis Kebijakan Publik................................................................................3
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan kebijakan....................6
1.3 Kerangka Kerja Kebijakan Publik.............................................................7
1.4 Tujuan Kebijakan Publik............................................................................7
2. Pendekatan dalam Memahami Kebijakan Publik............................................8
2.1 Pendekatan Kekuasaan dalam Pembuatan Kebijakan Publik................8
2.2 Beberapa Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik......................10
3. Perbedaan Masalah Publik dan Masalah Privat............................................21
3.1 Masalah Publik dan Masalah Kebijakan.................................................21
3.2 Perbedaan Masalah Publik dan Masalah Privat....................................22
BAB III...........................................................................................................................24
PENUTUP......................................................................................................................24
3. Kesimpulan............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan


pengulangan (repetititveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka
yang mematuhi keputusan tersebut (Eulau & Prewitt, 2003).

Thomas R. Dye mendefenisikan kebijakan public sebagai segala sesuatu yang


dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat
kehidupan bersama tampil berbeda.

Hal menarik yang dibahas untuk membuat makalah tentang Kebijakan Publik
adalah bagaimana aktivitas membuat kebijakan dimana kepentingan, tujuan, dan
strukturnya dapat memuat segala aspek kebutuhan publik.
Kebijakan publik tidak hanya harus baik dalam perumusannya, namun juga baik
dalam pengkomunikasiannya kepada publik. Menurut Saefullah (2006) berdasarkan
pendekatan pemahamannya kebijakan publik dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama,
perspektif politik dimana dalam perumusannya, implementasi, maupun evaluasi pada
hakikatnya merupakan pertarungan berbagai kepentingan publik dalam mengalokasikan
dan mengelola sumberdayanya (resources) sesuai dengan visi, harapan, dan prioritas yang
ingin diwujudkan. Kedua, perspektif administratif dimana kebijakan publik merupakan
hal ikhwal yang berkaitan dengan sistem, prosedur, dan mekanisme serta kemampuan
pejabat publik dalam menerjemahkan dan menerapkana kebijakan publik sehingga visi
dan harapan dapat diwujudkan dalam realitas.
Permasalahan dalam kebijakan publik masih menjadi pembahasan menarik bagi
ahli ilmu soaial terutama dari bidang pilitik dan administrasi publik baik di negara
berkembang maupun maju. Berbagai permasalahan yang terjadi dalam proses aktivitas
pembuatan kebijakan publik selalu berkembang mengikuti arus global. Oleh sebab itu
sifat permasalahan kebijakan publik itu sangat mempengeruhi implementasi dan
bagaimana pemecahan masalah – masalah tersebut.
Tachjan (2006) mengungkapkan permasalahan kebijakan publik dapat dilihat dari
keputusan – keputusan kebijakan yang mencakup berbagai tingkatan kesulitan teknis
selama pelaksanaannya, sebagian diantaranya lebih sulit dibandingkan dengan yang lain.

1
Keanekaragaman masalah yang menjadi target dari suatu program pemerintah dapat
membuat pelaksanaan program tersebut menjadi sulit. Besarnya kelompok yang menjadi
sasaran kebijakan akan menyebabkan kesulitan melakukan pengontrolan prilaku kearah
tujuan yang diinginkan. Tingkat perubahan perilaku kelompok sasaran tersebut akan
menjadi acuan efisiensi kebijakan dalam mengatasi permasalahan dan melihat tingkat
kesulitan dalam implementasainya.
Kebijakan Privat merupakan tidakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
swasta yang bersifat tidak memaksa kepada orang atau lembaga lain. Menurut Jones
masalah dikatakan sebagai masalah privat bila masalah tersebut dapat diatasi tanpa
mempengaruhi orang lain atau tanpa harus melibatkan pemerintah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri – ciri dan fungsi dari kebijakan publik ?
2. Bagaimanakah pendekatan dalam memahami kebijakan publik ?
3. Apa perbedaan masalah publik dan masalah privat ?

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan dalam bidang social, administrasi, dan politik secara umum. Secara
khususnya pada mata kuliah Kebijakan publik dapat menambah referensi
teori.
2. Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini penulis dan pembaca mendapatkan pengetahuan
baru dan mampu untuk memahami ciri, fungsi, dan pendekatan kebijakan
publik serta dapat membedakan permasalahan yang terjadi disektor publik
dan privat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Ciri – Ciri Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 22-24), ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan
publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan. Ciri-ciri kebijakan
publik antara lain:

a) Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada
sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kebijakan-
kebijakan publik dalam system politik modern merupakan suatu tindakan yang
direncanakan.
b) Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas Tindakan Tindakan yang saling berkaitan
dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-
pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.
c) Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan
berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-
pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.
Kebijakan tidak cukup mencakup keputusan untuk membuat undang-undang
dalam bidang tertentu, melainkan diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang
bersangkut paut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuan.
d) Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah
dalam bidang tertentu.
e) Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif, kemungkinan
meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau
tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah dimana justru campur
tangan pemerintah diperlukan.

1.1 Jenis Kebijakan Publik

Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut


pandang masing-masing. James Anderson sebagaimana dikutip Suharno (2010: 24-
25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

a. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural

3
Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah
bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

b. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan


redistributif
Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan
pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori merupakan kebijakan
yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau
kelompok masyarakat. Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan
kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau
hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

c. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik


Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber
daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis
adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok
sasaran.

d. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan


barang privat (privat goods)
Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian
barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah
kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar
bebas.

Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 25- 27)


mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik
sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memerinci kebijakan
tersebut kedalam beberapa kategori, yaitu:

a. Tuntutan kebijakan (policy demands)


Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat
pemerintah yang dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun
kalangan pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan
tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada
suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan
umum, agar pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil
tindakan konkret tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam
masyarakat.

b. Keputusan kebijakan (policy decisions)


Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang
dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan
publik. Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan- keputusan untuk
menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan,
ataupun membuat penafsiran terhadap undang-undang.

4
c. Pernyataan kebijakan (policy statements)
Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik
tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit
Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat
pemerintah yang menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

d. Keluaran kebijakan (policy outputs)


Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan
dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna
merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan
kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang
ingin dikerjakan oleh pemerintah.

e. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)


Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh
masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai
konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah
dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam
masyarakat.

William N. Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima


bagian, yaitu:

a. Masalah kebijakan (policy public)


Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi
dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa
yang hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang mendahului adanya problem maupun informasi mengenai
nilai yang pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.

b. Alternative kebijakan (policy alternatives)


Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat member
sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan.
Informasi mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya
juga mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

c. Tindakan kebijakan (policy actions)


Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif
kebijakan yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

d. Hasil kebijakan (policy outcomes)


Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan
yang telah dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil
atau diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil
tersebut terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.

e. Hasil guna kebijakan

5
Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberiakn sumbangan pada
pencapaian nilai. Pada kenyataanya jarang ada problem yang dapat
dipecahkan secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem
dapat menumbuhkan problem sehingga perlu pemecahan kembali atau
perumusan kembali.

Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi: 1)


kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak
sipil, masalah luar negeri); 2) kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan
eksekutif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen); 3) kebijakan menurut kurun
waktu tertentu (misalnya kebijakan masa reformasi, kebijakan masa orde baru).

1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan kebijakan

Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan


pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun
demikian, para adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut
memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga
dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun
yang tidak diharapkan (unintended risks)

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal pemting yang


turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan
kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembuatan kebijakan adalah:

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar


Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau
membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama


Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro
disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal
yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birikratik,
cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun
keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena
sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering
secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan
yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi


Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat
pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan
keputusan/kebijakan.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

6
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan
besar.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu


Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman
sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan
kebijakan/keputusan. Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan
wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir
disalahgunakan (Suharno: 2010: 52-53).

1.3 Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 31) kerangka kebijakan publik akan ditentukan oleh
beberapa variabel dibawah ini, yaitu:

a. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang
akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin
sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan
semakin sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.

b. Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu kabijakan


yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai
dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

c. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan


ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.


Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas aktor
kebijakan yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas
tersebut ditentukan oleh tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,
pengalaman kerja dan integritas moralnya.

e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan


sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks
sosial, ekonomi, maupun politik tempat kebijakan tersebut
diimplementasikan.

f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan


untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja
suatu kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat bersifat top/down approach
atau bottom approach, otoriter atau demokratis (Suharno: 2010: 31).

1.4 Tujuan Kebijakan Publik

7
Tujuan publik tak lain untuk menghadirkan sebuah pemecahan masalah yang
dihadapi oleh suatu negara secara umum di wilayah tertentu. Namun, secara lebih
lanjut terdapat beberapa tujuan kebijakan publik yang selalu melekat. Beberapa di
antaranya yakni:

 Tujuan Ilmiah

Tujuan kebijakan publik yang pertama tak lain untuk mengembangkan


pengetahuan ilmiah. Sebab, kebijakan publik tidak akan pernah terlepas dari
suatu penelitian ilmiah yang menghasilkan suatu rekomendasi kebijakan.
Penelitian ilmiah tersebut juga merupakan salah satu input atau referensi pada
proses penyusunan agenda permasalahan publik.

 Tujuan Profesional

Tujuan kebijakan publik yang berikutnya adalah untuk menetapkan


pengetahuan ilmiah di bidang tertentu untuk memecahkan permasalahan
publik. Maka dari itu, suatu kebijakan publik yang berkualitas tersebut akan
selalu berpedoman pada penelitian ilmiah dari para ahli di bidangnya.

 Tujuan Politik

Tujuan kebijakan publik selanjutnya adalah untuk mendapatkan legitimasi dari


publik terhadap suatu rezim tertentu. Kekuasaan akan semakin mendapatkan
kekuatan di kala dampak positif dari suatu kebijakan publik tertentu semakin
meluas.

2. Pendekatan dalam Memahami Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah sebuah proses perumusan terhadap masalah yang


terjadi dalam kehidupan bernegara yang dilakukan dengan kompleks, analitis, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah bersifat politis. Adakalanya, proses yang terjadi di
dalamnya mempunyai kekuatan atau kepentingan yang akan menghasilkan kebijakan
tesebut. Pendekatan kebijakan publik dalam buku “Ajar Kebijakan Publik Teori dan
Aplikasinya” yang berkaitan dengan kebijakan yang dijelaskan dalam studi kebijakan
sebagai berikut:

2.1 Pendekatan Kekuasaan dalam Pembuatan Kebijakan Publik

8
Pendekatan kekuasaan dalam pembuatan kebijakan publik model kekuasaan
(power) memandang pembuatan keputusan sebagai sesuatu yang dibentuk dan
ditentukan oleh struktur kekuasaan, yaitu kelas, orang kaya, tatanan birokratis, dan
tatanan politik, kelompok penekan, dan kalangan profesional atau ahli pengetahuan
teknis. Ada enam macam pendekatan dalam pembuatan keputusan, antara lain sebagai
berikut:

a. Elitisme: berfokus pada cara kekuasaan dikonsentrasikan Model proses kebijakan


elitis berpendapat bahwa kekuasaan terkonsentrasi di tangan sebagian orang atau
kelompok. Menurut pandangan elitisme, pembuatan keputusan adalah proses yang
dilaksanakan demi keuntungan elite tertentu. Sebagai sebuah model pembuatan
keputusan, tujuan elitisme didasarkan pada analisis terhadap cara dunia riil
berjalan.di dunia riil ada pihalpihak yang berada di atas yang memegang
kekuasaan. Model ini berasal dari ilmu sosial modern, yakni berakar pada pada
pendapat seorang ahli bernama Karl Marx. Ia dihindari, masyarakat tanpa kelas
adalah mitos, dan demokrasi hanya sandiwara. Demikrasi juga dapat dilihat
sebagai sebentuk politik, yaitu elite politik bersaing untuk mendapatkan suara dari
rakyat untuk mengamankan legitimasi kekuasaan.
b. Pluralisme: berfokus pada cara kekuasaan didistribusikan Dalam mengakaji
kebijakan publik, kaum pluralism cenderung mengasumsikan kebijakan publik
adalah hasil dari persaingan bebas antara ide dan kepentingan. Kekuasaan
dianggap didistribusikan secara luas dan sisrem politik sangat teratur sehingga
proses politik pada esensinya dikendalikan oleh tuntutan dan opini publik. Di
wilayah pluralis, partisipasi dalam permainan politik terbuka untuk semua orang,
tetapi pandangan demokrasi liberal ini ditentang karena banyak pihak yang
beranggapan tidak selalu benar vahwa orang dengan kebutuhan yang banyak
paling katif berpartisipasi dalam politik.
c. Marxisme: berfokus pada konflik kelas dan kekuasaan ekonomi Gagasan bahwa
masalah dan agenda adalah satu set dalam suatu dimensi yang tidak bisa diamati
secara behavioral adalah gagasan yang bisa dijumpai dalam teori-teori yang lebih
luas, yang disebut teori mendalam. Teori ini menyatakan bahwa pelaksanaan
kekuasaan dalam mendefinisikan masalah dan menetapkan agenda merupakan

9
sesuatu yang terjadi di tingkat yang lebih dalam daripada yang terlihat di
permukaan atau di level keputusan.
d. Korporatisme: berfokus pada kekuasaan kepntingan yang terorganisasi
Korporatisme adalah istilah yang berasal dari abad pertengahan dan dalam
gerakan fasis pada periode antara perang duni. Istila ini mengandung teori tentang
masyarakat yang didasarkan pada pelibatan kelompok-kelompok dalam proses
pembuatan kebijakan negara sebagai model untuk mengatasi konflik kepentingan.
Akan tetapi, sebagai kerangka analitis yang dikenal sebagai neokorporatisme telah
ternoda, lebih banyak dari pada konsep lainnya. Isthilah ini menjadi teori popular
pada 1970-an dan 1980-an sebagai explanatory, dan lebih signifikan sebagai alat
yang dipakai para politisi dan kelompok lainnya.
e. Profesionalisme: berfokus pada kekuasaan kalangan profesional Perhatian utama
dalam analisis kebijakan kontemporer adalah elite profesional mendapat
kekuasaan dalam pembuatan keputusan dan dalam implementasi kebijakan publik
dalam demokrasi liberal. Aliran liberal khususnya, mengkritik cara pertumbuhan
big government membuat keputusan menjadi dikuasai oleh kelompok profesional
yang lebih tertarik pada pengambilan keuntungan dan kepentingan sendiri
daripada kepntingan publik yang mereka layani.
f. Teknokrasi: berfokus pada kekuasaan pakar teknis Model pembuatan keputusan
ini menganggap masyarrakat sebagai entittas yang bergerak menuju aturan
berdasarkan rasionalitas ilmiah. Model ini adalah ide-ide yang banyak diekslorasi
dalam fiksi sains dan merupakan tema esensial dari para filsuf. Model ini
menpang teori manajemen. Sebagai gerakan sosial, teknokrasi muncul di AS
sebelum perang dunia pertama. Pada periode antara dua perang dunia, kampanye
mendukung agar masyarakat diatur secara rasional.

2.2 Beberapa Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik

Pada ilmuan politik telah menciptakan teori-teori dan model-model untuk


membantu mereka dalam memahami dan menjelaskna proses pembuatan keputusan.
Mereka juga mengembangkan bermacam-macam pendekatan teoritik untuuk
membantu mereka dalam mempelajari perilaku dari seluruh sistem politik. Sekalipun
kebanyakan pendekatan teoritik ini belum dikembangkan secara khusus untuk
menganalisis kebijakan publik, namun pendekatan-pendekatan teoritik ini dapat

10
diubah dengan mudah untuk tujuan tesebut. Kita akan membahas beberapa
pendekatan teoritik yang sering dibicarakan oleh para ahli dalam mengkaji kebijakan
publik. Seberapa besar manfaat yang dapat kita ambil dari penggunaan pendekatan-
pendekatan teoritik tersebut dalam mengkaji kebijakan publik, tergantung pada
sumbangan yang diberikan dalam mengarahkan perhatian kita dan memberi
penjelasan bagi kegiatan politik atau dalam kasus ini kebijakan publik.

a. Pendekatan Kelompok
Beberapa kontributor utama dari pendekatan teoritik kelompok terhadap
sistem politik dan kebijakan publik bisa disebutkan antara lain: Athur Bentley (1908),
The Proces of Government, David Truman (1951), The Governmet Process, Earl
Lathan (1952), The Group Basic of Politics. Dikalangan para teoritisi kelompk
terdapat pandangan yan sama tentang konsep kelompok.
Menurut mereka, kelompok-kelompok adalah the ultimate “real” of politics.
Secara garis besar pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan kebijakan publik
pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh
tingkah laku atau kepentingan yang sama. Mereka mempertahankan dan membela
tujuan-tujuan kelompok gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan-
tindakannya sendiri, maka kelompok itu biasanya menggunakan politik dan
pembentukan kebijakan publik untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya.
Namun demikian, seperti diungkapkan oleh Anderson, pendekatan ini
mempuyai kelemahan, yakni terlalu meremehkan peran bebas dan kreatif yang
dilakukan oleh para pejabat pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan publik. Ini
disebabkan oleh perhatiannya yang terlalu berlebihan terhadap kelompok-kelompok
dalam sistem politik. Oleh karena itu, menganalisis kebijakan publik hanya
berdasarkan pada pendekatan kelompok menjadi agak kurang memadai tanpa
memerhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan
publik.
Contoh adanya pembentukan koalisi partai politik akan memiliki pengaruh
kuat dalam suatu pemerintahan. Dampak positif dari pendekatan ini adalah adanya
sebuah wadah misalkan partai politik untuk menyalurkan aspirasi individu yang
tergabung didalamnya, sedangkan dampak negatifnya adalah adanya overlapping

11
atau tumpang tindih dalam sebuah kelompok yang bersatu, selain itu persaingan tidak
sehat terjadi dalam model ini.

b. Pendekatan Proses Fungsional


Suatu cara lain untuk mendekati studi pembentukan kebijakan adalah dengan
jalan memusatkan perhatian kepada berbagai kegiatan fungsional yang terjadi dalam
proses kebijakan. Harold Lasswell mengemukakan tujuh kategori analisis fungsional
yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pembahasan pendekatan fungsional:
a. Inteligensi: Bagaimana informasi tentang masalah-masalah kebijakan
mendapat perhatian para pembuat keputusan-keptusan kebijakan
dikumpulkan dan diproses.
b. Rekomendasi: Bagaimana rekomendasi-rekomendasi atau alternatif-
alternatif mengatasi suatu masalah tertentu dibuat dan dikembangkan.
c. Preskripsi: Bagaimana peraturan-peraturan umum dipergunakan atau
diterapkan oleh siapa?
d. Permohonan (invocation): Siapa yang menentukan apakah perilaku
tertentu bertentangan dengan peraturan-peraturan atau undang-undang dan
menuntut penggunaan peraturan-peraturan-peraturan atau undang-undang?
e. Aplikasi: Bagaimana undang-undang atau peraturan-peraturan sebenarnya
diterapkan atau diberlakukan?
f. Penilaian: Bagaimana pelaksanaan kebijakan, keberhasilan atau kegagalan
itu dinilai?
g. Terminasi: Bagaimana peraturan-peraturan atau undang-undang semula
dihentikan atau dilanjutkan dalam bentuk yang berubah atau dimodifikasi?
Desain analisis ini mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, desain ini tidak
terikat pada lembaga-lembaga atau peraturan-peraturan politik khusus. Kedua, desain
analisis ini memberi keuntungan untuk analisis komparasi pembentukan kebijakan.
Untuk tujuan tersebut, orang bisa saja menyelidiki bagaimana fungsi-fungsi yang
berbeda ini dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa dalam sistem politiik atau unit-
unit pemerintahan yang berbeda dilakukan. Namun demikian, desain ini juga
mempunyai kelemahan. Penekanannya pada kategori-kategori fungsional mungkin
akan menyebabkan pengabaian terhadap politik pembentukan kebijakan publik.
Dalam bahasa yang lebih ringkas, kita dapat menyatakan bahwa pembentukan
kebijakann lebih dari sekedar proses intelektual.

12
c. Pendekatan Kelembagaan (Institusionalisme)

Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah dilihat


sebagai hubungan yang sangat erat. Suatu kebijakan tidak menjadi suatu kebijakan
publik sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga
pemerintah. Lembaga-lembaga pemerintah memberi tiga karakteristik yang berbeda
terhadap kebijakan publik. Pertama, pemerintah memberi legitimasi kepada
kebijakan-kebijakan. Kebijakan-kebijakan pemerintah secara umum dipandang
sebagai kewajiban-kewajiban yang sah yang mununtut loyalitas warga negara. Rakyat
mungkin memandang kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh kelompok-
kelompok dan asosiasi-asosiasi lain dalam masyarakat, seperti misalnya korporasi,
organisasi profesional asosiasi sipil dan sebagainya sangat penting dan bahkan
mengikat. Tetapi hanya kebijakan-kebijakan pemerintah sajalah yang membutuhkan
kewajiban-kewajiban yang sah. Kedua, kebijakan-kebijakan pemerintah
membutuhkan universalitas. Hanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang menjangkau
dan dapat menghukum secara sah orang-orang yang melanggar kebijakan tersebut.
Sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan oleh kelompok-kelompok dan oragnisasi-
organisasi lain dalam masyarakat bersifat lebih terbatas dibandingkan dengan
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dengan demikian, keunggulan dari kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah bahwa kebijakan tersebut dapat menuntut
loyalitas dari semua warganegaranya dan mempunyai kemampuan membuat
kebijakan yang mengatur seluruh masyarakat dan memonopoli penggunaan kekuatan
secara sah yang mendorong individu-individu dan kelompok membentuk pilihan-
pilihan mereka dalam kebijakan.

Sekalipun demikian, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan sebagaimana


pendekatan-pendekatan yang lain. Kelemahan pendekatan tradisonal yang paling
mencolok adalah bahwa pendekatan lembaga dalam ilmu politik tidak mencurahkan
perhatian yang banyak pada hubungan antar struktur lembaga-lembaga pemerintah
dan substansi kebijakan publik. Sebaliknya, studi-studi lembaga biasanya lebih
berusaha menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah secara khusus, seperti misalnya
sturuktur, organisasi, kewajiban dan fungsi-fungsi tanpa secara otomatis menyelidiki
dampak dari karakteristik lembaga tersebut pada hasil-hasil kebijakan. Aturan-aturan
konstitusi dan undang-undang dijelaskan secara terperinci sebagaimana kantor-kantor

13
dan badan-baadan pemerintah yang banyak sekali jumlahnya, baik di pusat maupun
daerah-daerah. Kebijakan-kebijakan publik seringkali dijelaskan, tetapi jarang
dianalisis dan hubungan antara struktur dan kebijakan secara luas tidak diselidiki.

d. Pendekatan Peran Serta Warga Negara

Teori peran serta warga negara didasarkan pada harapan-harapan yang tinggi
tentang kualitas warga negara dan keinginan mereka untuk terlibat dalam kehidupan
publik. Menurut teori ini, dibutuhkan warga negara yang memiliki struktur-sruktur
kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan fungsi-fungsi demokrasi. Setiap warga
negara harus memiliki cukup kebebasan untuk berperan serta dalam masalah-masalah
politik, mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan yang lebih
penting adalah perasaan mampu. Di atas segala-galanya, para warga negara harus
tertarik dalam politik dan menjadi terlibat secara bermakna. Sayangnya apa yang
diketahui tentang kebiasaan-kebiasaan politik dari warga negara pada umumnya
merupakan suatu gambaran suram yang bertentangan dengan cita- cita demokrasi.
Studi-studi empirik mengungkapkan tekanan-tekanan otoritarianisme yang kuat pada
rakyat biasa, toleransi yang rendah dan ketidaktahuan yang meluas. Studi-studi
tentang pendapat umum mengungkapkan bahwa orang cenderung menyaring
informasi yang tidak diinginkan dan memandang stimuli politik secara selektif
berdasarkan pikiran-pikiran yang dipahami sebelumnya.

Seperti dalam jurnal kebijakan publik dengan judul Partisipasi Masyarakat


Dalam merumuskan kebijakan Pada Musrenbang Kampung. Dimana di jelaskan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan dalam setiap tahapan
pembangunan yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
evaluasi (Deviyanti, 2013). Hal tersebut karena keberhasilan suatu program
pembangunan bukan hanya berdasar pada kemampuan pemerintah, tetapi juga
berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam menjalankan program pembangunan.
Namun, masalah yang muncul di kalangan masyarakat yaitu sering dikecewakan oleh
program pembangunan sebelumnya, sehingga mereka cenderung curiga terhadap
program pembangunan selanjutnya (Makhmudi & Muktiali, 2018; Manghayu, 2018;
Syukron, 2022). Partisipasi masyarakat adalah sebagai bentuk keterlibatan anggota
masyarakat dalam seluruh pembangunanyang meliputi kegiatan dalam perencanaan
dan pelaksanaan program pembangunan.

14
e. Pendekatan Psikologis

Menurut Amir Santoso pendekatan ini juga menjelaskan hubungan antar


pribadi antara perumus dan pelaksana kebijakan. Hubungan tersebut menjadi variable
yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu program. Dengan merujuk
pendapat Mclaughlin, Amir Santoso menyatakan bahwa terdapat tiga jenis hubungan
yang berbeda antara perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan, yakni adaptasi
bersama, kooptasi dan non-implementasi.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, menurut Lester dan Stewart,


terdapat banyak pendekatan (9 pendekatan) secara lebih khusus terhadap analisis
kebijakan publik. misalnya, peneliti mungkin tertarik dalam analisis terhadap
sebagian dari proses kebijakan publik (misalnya, agenda setting, dan policy
implementatiom) atau suatu bidang substantif (misalnya, environmental policy).
Peneliti mungkin mengandalkan pada pendekatan statistic yang ketat atau pendekatan
yang lebih intiutif. Peneliti mungkin juga menggunakan pendekatan prespektif (apa
yang seharusnya) atau pendekatan empirik (apakah). Selanjutnya, menurut Lester dan
Stewart, untuk pemahaman yang mendalam dan detail, di bawah ini di bahas
pendekatan 9 pendekatan alternative dalam analisis kebijakan publik. Saran yang
diberikan oleh kedua penulis adalah untuk praktisnya, peneliti bebas memanfaatkan
satu pendekatan atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut.

Munculnya manajerialisme dalam sektor publik, diharapkan bahwa pengaruh


psikologi terhadap studi kebijakan publik akan bertambah. Pengabaian konteks
psikologis dari analisis kebijakan ini menghalangi pemahaman tentang pembuatan
keputusan. Harold Lasswell, dimensi psikologis sangat penting untuk memahami
politik kekuasaan. Tetapi terlalu banyak teori yang menunjukkan bahwa analisis
kebijakan didasarkan pada pandangan yang dangkal dan parsial tentang perilaku
“rasional” manusia. Ini terutama kelihatan dalam ilmu ekonomi. Bahkan Boulding,
memberikan penjelasan yang tidak memadai untuk pembuatankeputusan entah itu di
level individu atau kelompok.

f. Pendekatan Proses

Dalam pendekatan ini, masalah-masalah masyarakat pertama-pertama diakui


sebagai suatu isu untuk dilakukan tindakan, dan kemudian kebijakan ditetapkan,

15
diimplementasikan oleh para pejabat agensi, dievaluasi, dan akhirnya diterminasi atau
diubah atas dasar keberhasilan atau kekurangannya. Tentu saja proses ini jauh lebih
kompleks, ketimbang gambaran yang lebih sederhana ini. Namun demikian, pada saat
ini bicara tentang siklus kebijakan, kita bicara suatu proses kebijakan melalui mana
kebanyakan kebijakan publik menlintasi. sekalipun, realitas dari proses kebijakan
adalah sangat kompleks, proses ini dipahami secara baik dengan membayangkannya
seolah-olah kebijakan itu melewati sejumlah tahap yang berbeda-beda. Selama lebih
dari tiga dekade, para analisis kebijakan publik telah membuat kemajuan secara
substansial dalam memeroleh pemahaman yang lebih baik tentang siklus kebijakan.
Beberapa penulis telah meneliti aspek-aspek tertentu dari siklus kebijakan publik, dan
telah memajukan pemahaman tentang setiap tahap kebijakan.

Berbagai aspek siklus kebijakan telah dipelajari secara lebih mendalam,


ketimbang aspek-aspek lainnya (misalnya, perumusan kebijakan publik), sementara
aspek-aspek lain baru mulai dikembangkan lebih jauh oleh penelitiian yang berupaya
memajukan konsep-konsep yang tercakup atau menguji sejumlah hipotesis yang
menjelaskan aspek tertentu dari siklus kebijakan (misalnya, perubahan kebijakan).
Misalnya hasil studi John kingdom tentang agenda setting telah memberikan
penjelasan yang sangat bermanfaat tentang determeninan-determinan penting dari
tahap ini. Riset mendatang diarahkaan untuk menguji model ini, dan model-model
lain dari masing-masing tahap dari siklus kebijakan. Hasil studi ini baru merupakan
permulaan untuk meneliti politik tentang perubahan kebijakan.

g. Pendekatan Substantif

Beberapa ilmuwan kebijakan berpendapat bahwa pengetahuan substantif


secara relatif tidak diperlukan untuk menjadi seorang analis kebijakan yang bagus.
Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa seseorang hanya membutuhkan keterampilan
dalam proses dan kebijakan metode kebijakan publik. Substansi secara relatif tidak
penting. Namun demikian, dalam pandangan Lester dan Stewart, substansi adalah
penting, karena bisa memberikan seseorang suatu wawasan tentang persoalan-
persoalan yang ditanyakan dalam melakukan suatu analisis kebijakan. Pengetahuan
tentang substansi ini dibutuhkan untuk memahami dan untuk menginterpretasikan
penemuan-penemuan empirik dari seorang peneliti. Bagaimanapun, akan selalu ada
mereka yang berpendapat salah satu pandangan atau menentang pengetahuan

16
substantif dalam analisis kebijakan. Ini merupakan bidang dari pilihan individual
untuk menaikkan gengsi keilmuan dari para ilmuwan kebijakan.

h. Pendekatan Logical-Positivist

Pendekatan logical-positivist, seringkali disebut sebagai pendekatan perilaku


(behavioral approach) atau pendekatan keilmuan (scientific approach), menganjurkan
penggunaan teori-teori yang berasal dari penelitian deduktif (deductively derived
theories), model-model, pengujian hipotesis, data keras (hard data), metode
komparasi, dan analisis statistic yang ketat. “Keilmuan” (scientific) dalam konteks ini
mempunyai makna beberapa hal. Pertama, mempunyai makna mengklarifikasi
konsep-konsep, seperti implementasi kebiakan harus didefinisikan lebih hati-hati,
ketimbang pada masa lalu. Sebelumnya, implementasi didefinisikan sebagai dikotomi
ya/tidak, ketimbang sebagai suatu proses merancang garis-garis pedoman,
menyediakan dana, memonitor kinerja, dan memperbaiki undang-undang. Kedua,
mempunyai makna bekerja dari teori eksplisit tentang perilaku kebijakan, dan
menguji teori ini dengan hipotesis-hipotesis. Ketiga, mempunyai makna
menggunakan data keras, mengembangkan langkah- langkah yang baik terhadap
berbagai fenomena, dan secara ideal, menyelidiki bermacam-macam penjelasan
melewati waktu.

Pendekatan ini sebenarnya mulai digunakan pada saat terjadi revolusi perilaku
(behavioral revolution) dalam ilmu sosial segera setelah Perang Dunia II. Pendekatan
ini telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun, dan telah menjadi pendekatan
epistemologi yang dominan dalam ilmu politik. Namun demikian, pendekatan
keilmuan ini bukan tanpa kritik, yang berpendapat bahwa pendekatan itu keliru dalam
memahami proses kebijakan dengan memperlakukannya sebagai sebuah “proyek
rasional.” Yaitu, proses kebijakan adalah jauh lebih kompleks, ketimbang perspektif
seperti ban berjalan. Dengan demikian, pendekatan ini tidak tidak memberi
kemungkinan untuknya sebagai suatu teknik analisis yang sangat canggih. Kritik ini
mengambil bentuk dekonstruksi postpositivist terhadap metode-metode preilaku
tardisional, dan berpendapat sebagai penggantinya pendekatan yang intuitif atau
pendekatan partisipatori terhadap analisis kebijakan publik.

i. Pendekatan Ekonometrik

17
Pendekatan ekonometrik, kadangkala dinamakan pendekatan pilihan publik
(the public choice approach) atau pendekatan ekonomi politik, terutama didasarkan
pada teori-teori ekonomi politik. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sifat alami
manusia diasumsikan “rasional,” atau dimotivasi oleh pencapaian secara pribadi
murni. Pendekatan ini beranggapan bahwa orang mengejar preferensi-preferensi
mereka yang berbobot tetap, terlepas hasil-hasil kolektif. Secara esensial, pendekatan
ini mengintegrasikan wawasan umum tentang riset kebijakan publik dengan metode-
metode keuangan publik. Misalnya, diasumsikan bahwa preferensi-preferensi individu
adalah sempit dan beragam, yang membutuhkan individu mengagregasikan
preferensi-preferensinya ke dalam masyarakat luas yang bisa meminta tindakan
pemerintah.

Pendekatan ini telah memperoleh respek dalam ilmu kebijakan, sekalipun


dikritik sebagai pendekatan yang agak sempit terhadap analisis kebijakan. Secara
khusus, ada yang berpendapat bahwa pendekatan ini dianggap tidak lengkap dalam
asumsi-asumsinya tentang sifat manusia dan kakuasaan politik. Secara khusus,
manusia adalah altruistik (tidak hanya rasional atau egois), dan dengan demikian,
kadangkala dimotivasi untuk melayani kepentingan publik atau kepentingan kolektif.

j. Pendekatan Fenomologik (Postpositivist)

Singkatnya, pendekatan ini lebih mendekatkan kepeduliannya pada ketaatan


keilmuan dengan intuisi dan pembenaman secara menyeluruh dalam informasi yang
relevan. Kritik-kritik terhadap pendekatan postpositivist/naturalistik lebih dikaitkan
pada kekurangan keketatannya dan bergerak menjauhi pendekatan keilmuan yang
dianjurkan oleh kelompok behavioral dan kelompok ekonomi. Seolah-olah para
pendukung pendekatan postpositivist/naturalist ini menginginkan peneliti kembali ke
pendekatan prebehavioral/praperilaku tahun 1940-an dan tahun 1950-an, dimana
studi- studi deskriptif, nonscientific, dan intuitive memberikan ciri sebagian besar apa
yang dilakukan bagi analisis kebijakan.

k. Pendekatan Partisipatori

Pendekatan partisipatori ini dikaitkan dengan pandangan Peter DeLeon, yang


mempunyai kaitan erat dengan tantangan postpositivist, dan mencakup inklusi
perhatian yang besar dan nilai-nilai dari berbagai stakeholders dalam proses

18
pembuatan keputusan kebijakan. Penedekatan ini agaknya lebih dekat dengan apa
yang disebut oleh Harold Lasswell, policy of democracy, di mana populasi yang
diperluas dari para warganegara yang dipengaruhi terlibat dalam perumusan dan
implementasi kebijakan publik melalui serangkaian dialog yang tidak
berkesinambungan. Pendekatan ini mencakup dengar pendepat terbuka secara
ekstensif dengan sejumlah besar warganegara yang mempunyai kepedulian, dimana
dengar pendapat ini disusun dalam suatu cara untuk mempercepat para individu,
kelompok-kelompok kepentingan, dan para pejabat agensi memberikan kontribusi
mereka kepada pembuatan desain dan redesain kebijakan.

Tujuan yang dinyatakan dari analisis kebijakan partisipatori adalah


mengumpulkan informasi sehingga para pembentuk kebijakan bisa membuat
rekomendasi dan keputusan yang lebih baik (misalnya, informasi yang lebih lengkap).
Sebagai suatu pendekatan terhadap analsiis, pendekatan ini menyarankan
pertimbangan tentang sejimlah besar pemain, (players), dan nilai-nilai dalam proses
pembuatan kebijakan, dan dengan demikian, mempunyai katalog yang lebih baik
berbagai perspektif yang dihasdirkan pada saat kebijakan sedang dipertimbangkan.
Pendekatan partisipatori mungkin bermanfaat sebagai arahan kepada pembentukan
agenda, perumusan kebijakan, dan implementasi kebijakan, ketimbang tahap-tahap
lain dalm proses kebijakan publik. Dalam beberapa hal, pendekatan ini lebih
merupakan preskripsi untuk desain dan redesain kebijakan atau, ketimbang sebagai
suatu pendekatan empirik untuk memahami pembentukan kebijakan atau
implementasi.

l. Pendekatan Normatif atau Preskriptif

Dalam pendekatan normatif atau preskriptif, analis perlu mendefinisikan


tugasnya sebagai analis kebijakan sama seperti orang yang mendefinisikan “end
state,” dalam arti bahwa preskripsi ini bisa diinginkan dan bisa dicapai. Para
pendukung pendekatan ini seringkali menyarankan suatu posisi kebijakan dan
menggunakan retorika dalam suatu cara yang sangat lihai untuk meyakinkan pihak
lain tentang manfaat dari posisi mereka. Beberapa contoh dari tipe analisis kebijakan
ini bisa dilihat dari hasil-hasil studi yang dilakukan oleh Henry Kissinger, Jeane
Kirkpatrick, atau para ilmuwan politik praktisi lainnya. Pada intinya, mereka
menggunakan argument-argumen yang lihai dan (kadangkala) secara selektif

19
menggunakan data untuk mengajukan suatu posisi politik dan untuk meyakinkan
pihak lain bahwa posisi mereka dalam suatu pilihan kebijakan yang layak.
Kadangkala, tipe analisis ini mengarah kepada tuduhan bahwa para analis kebijakan
seringkali menyembunyikan ideology mereka sebagai ilmu.

m. Pendekatan Ideologik
Sekalipun tidak semua analis secara eksplisit mengadopsi pandangan
konservatif atau pandangan liberal, mereka nyaris selalu mempunyai suatu pandangan
yang tertanam dalam analisis kebijakan mereka. Thomas Sowell menanamkan
pendekatan ideologi ini “visi” (visions) dan mengidentifikasi dua perspektif yang
bersaing.
Pertama, “visi yang dibatasi” (the constrained vision) merupakan suatu
gambaran manusia egosenttrik dengan keterbatasan moral. Oleh karenanya, tantangan
moral dan sosial yang fundamental adalah untuk membuat yang terbaik dari
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam keterpaksaan/ keterbatasan ketimbang
menghamburkan energi dalam suatu upaya yang sia-sia untuk mengubah sifat
manusia.
Kedua, “visi yang tidak dibatasi” (the unconstrained vision) memberikan suatu
pandangan tentang sifat manusia dimana pemahaman dan disposisi manusia adalah
mampu untuk memeroleh keuntungan-keuntungan sosial. Menurut perspektif ini,
manusia mampu merasakan secara langsung kebutuhan-kebutuhan orang lain lebih
penting, ketimbang kebutuhan- kebutuhan mereka sendiri, dan karenanya mampu
bertindak secara konsisten dan secara adil, bahkan pada saat kepentingan-kepentingan
mereka atau keluarga mereka terlibat. Kemudian, pandangan tentang sifat manusia
ini, seringkali dikaitkan dengan pandangan liberal bahwa sifat manusia adalah tidak
mempunyai keterbatasan. Agaknya, keterbatasan justru dikenakan oleh lingkungan di
luar individu.

n. Pendekatan Historis/Sejarah

Banyak sarjana kebijakan publik makin meningkatkan perhatian mereka


kepada evolusi kebijakan publik melintasi waktu. Peneliti bisa melakukan penelitian
tentang kebijakan-kebijakan publik dari perspektif lima puluh tahun atau lebih.
Dengan demikian, peneliti bisa melihat pola-pola teertentu dalam bentuk kebijakan
publik yang sebelumnya yang tidak dikenali karena analisis menggunakan kerangka

20
waktu yang pendek (misalnya, analisis lintas sectional atau analisis terbatas pada
kurun waktu satu dekade atau lebih). Hanya dengan meneliti kebijakan-kebijakan
publik dari titik pandang kurun waktu yang panjang analis bisa memeroleh perspektif
yang jauh lebih baik tentang pola-pola yang ada dalam pembuatan kebijakan publik,
baik misalnya di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, maupun negara-negara
berkembang, seperti di Indonesia.

3. Perbedaan Masalah Publik dan Masalah Privat

Masalah didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan


kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang menginginkan pertolongan atau
perbaikan. Sementara itu suatu masalah akan menjadi masalah publik jika melibatkan
banyak orang dan mempunyai akibat tidak hanya pada orang – orang yang secara
langsung terlibat, tetapi juga pada sekelompok orang yang tidak terlibat.
Kebijakan Privat merupakan tidakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
swasta yang bersifat tidak memaksa kepada orang atau lembaga lain. Misalnya, keputusan
suatu perusahaan swasta untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkannya
merupakan contoh kebijakan privat. Perusahaan swasta adalah lembaga privat dan dan
keputusannya tidak mengikat atau bersifat memaksa bagi perusahaan lain atau masyarakat
luas. Menurut Jones masalah dikatakan sebagai masalah privat bila masalah tersebut
dapat diatasi tanpa mempengaruhi orang lain atau tanpa harus melibatkan pemerintah.

3.1 Masalah Publik dan Masalah Kebijakan

Suatu masalah akan menjadi masalah publik apabila ada orang atau kelompok
yang menggerakkan ke arah tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Suatu
masalah akan menjadi masalah publik jika masalah tersebut diartikulasikan. Masalah-
masalah publik adalah masalah-masalah yang mempunyai dampak luas dan mencakup
konsekuensi bagi orang-orang yang tidak secara langsung terlibat.

Masalah publik dapat dibedakan ke dalam masalah prosedural dan masalah


substantif (Winarno 2007). Masalah prosedural berkenaan dengan bagaimana
pemerintah diorganisasikan dan bagaimana menjalankan tugas-tugasnya; sedangkan

21
masalah substantif berkaitan dengan akibat-akibat nyata dari kegiatan manusia, seperti
kebebasan berbicara, keadilan sosial, dan lain-lain.

Masalah publik juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu


masalah distributif, masalah regulasi, dan masalah redistributif (Winarno 2007).
Masalah distributif mencakupi sejumlah kecil orang yang dapat ditangani satu per
satu. Masalah regulasi mendorong timbulnya tuntutan yang diajukan dalam rangka
membatasi tindakan pihak lain. Masalah regulasi ini berkaitan dengan peraturan yang
bertujuan untuk membatasi tindakan pihak tertentu. Masalah redistributif menyangkut
masalah yang menghendaki perubahan sumber-sumber untuk kelompok atau kelas
dalam masyaraka.

William Dunn (1999) dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik


mengemukakan empat ciri pokok masalah kebijakan, yaitu sebagai berikut.

1) Saling kebergantungan. Seperti yang dinyatakan oleh Ackoff (1974),


masalah-masalah kebijakan bukan merupakan suatu kesatuan yang berdiri
sendiri, melainkan bagian dari seluruh sistem masalah.
2) Subjektivitas. Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permasalahan
didefinisikan, diklarifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif.
3) Sifat buatan. Masalah-masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan
diubah secara sosial.
4) Dinamika masalah kebijakan. Cara pandang orang terhadap masalah akan
menentukan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.

Masalah Kebijakan Charles O. Jones (1963) membuat dua tipe masalah


publik, yaitu sebagai berikut.

a. Masalah tersebut dikarakteristikkan oleh adanya perhatian kelompok dan


warga kota yang terorganisasi yang bertujuan untuk melakukan tindakan.
b. Masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual, tetapi kurang
terorganisasi dan kurang mendapatkan dukungan.

3.2 Perbedaan Masalah Publik dan Masalah Privat.

22
Kebijakan Privat merupakan tidakan yang dilakukan oleh seseorang atau
lembaga swasta yang bersifat tidak memaksa kepada orang atau lembaga lain.
Menurut Jones masalah dikatakan sebagai masalah privat bila masalah tersebut dapat
diatasi tanpa mempengaruhi orang lain atau tanpa harus melibatkan pemerintah.

Dengan menelusuri literatur sejarah Romawi, Gobetti (2007) memilah istilah


privat dalam kaitannya dengan individu atau person; sedangkan publik merujuk pada
komunitas atau negara. Dalam analisis Gobetti, John Locke termasuk pemikir politik
yang lebih menekankan pada kepentingan privat atau individu, sedangkan Thomas
Hobbes meyakini urusan publik atau negara lebih penting.

Dalam kaitan dengan posisi dan peran negara di dalamnya, sektor publik dapat
dibedakan dari sektor privat. Baber sebagaimana dikutip Parsons (2005) dari Masey,
menyebutkan sepuluh ciri penting dari sektor publik, yaitu:

1. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih mendua,
2. Sektor publik lebih banyak problem dalam mengimplmentasikan kebijakan,
3. Sektor publik memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang
sangat beragam,
4. Sektor public lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peluang
kapasitas
5. Sektor publik lebih memperhatikan kompensasi atas kegagalanpasar,
6. Sektor publik melakukan aktivitas yang lebih banyak mengandung signifikansi
simbolik,
7. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas,
8. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar untuk merespon isu-
isukeadilandan kejujuran,
9. Sektor publik harusberoperasi demi kepentinganpublik,
10. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimaldi atas
level yangdibutuhkandalam industri swasta.

23
BAB III
PENUTUP

3. Kesimpulan

Kebijakan publik adalah sebuah proses perumusan terhadap masalah yang


terjadi dalam kehidupan bernegara yang dilakukan dengan kompleks, analitis, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah bersifat politis. Adakalanya, proses yang terjadi di
dalamnya mempunyai kekuatan atau kepentingan yang akan menghasilkan kebijakan
tesebut. Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi: 1)
kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak
sipil, masalah luar negeri); 2) kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan
eksekutif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen); 3) kebijakan menurut kurun
waktu tertentu (misalnya kebijakan masa reformasi, kebijakan masa orde baru).
Tujuan publik tak lain untuk menghadirkan sebuah pemecahan masalah yang dihadapi
oleh suatu negara secara umum di wilayah tertentu. Namun, secara lebih lanjut
terdapat beberapa tujuan kebijakan publik yang selalu melekat.

Pendekatan kekuasaan dalam pembuatan kebijakan publik model kekuasaan


(power) memandang pembuatan keputusan sebagai sesuatu yang dibentuk dan
ditentukan oleh struktur kekuasaan, yaitu kelas, orang kaya, tatanan birokratis, dan
tatanan politik, kelompok penekan, dan kalangan profesional atau ahli pengetahuan
teknis. Pada ilmuan politik telah menciptakan teori-teori dan model-model untuk
membantu mereka dalam memahami dan menjelaskna proses pembuatan keputusan.
Mereka juga mengembangkan bermacam-macam pendekatan teoritik untuuk
membantu mereka dalam mempelajari perilaku dari seluruh sistem politik. Sekalipun
kebanyakan pendekatan teoritik ini belum dikembangkan secara khusus untuk
menganalisis kebijakan publik, namun pendekatan-pendekatan teoritik ini dapat
diubah dengan mudah untuk tujuan tesebut. Kita akan membahas beberapa
pendekatan teoritik yang sering dibicarakan oleh para ahli dalam mengkaji kebijakan
publik. Seberapa besar manfaat yang dapat kita ambil dari penggunaan pendekatan-
pendekatan teoritik tersebut dalam mengkaji kebijakan publik, tergantung pada
sumbangan yang diberikan dalam mengarahkan perhatian kita dan memberi
penjelasan bagi kegiatan politik atau dalam kasus ini kebijakan publik.

Masalah didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan


kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang menginginkan pertolongan
atau perbaikan. Sementara itu suatu masalah akan menjadi masalah publik jika
melibatkan banyak orang dan mempunyai akibat tidak hanya pada orang – orang yang
secara langsung terlibat, tetapi juga pada sekelompok orang yang tidak terlibat.
Kebijakan Privat merupakan tidakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
swasta yang bersifat tidak memaksa kepada orang atau lembaga lain. Misalnya,
keputusan suatu perusahaan swasta untuk menetapkan harga jual produk yang
dihasilkannya merupakan contoh kebijakan privat. Perusahaan swasta adalah lembaga
privat dan dan keputusannya tidak mengikat atau bersifat memaksa bagi perusahaan

24
lain atau masyarakat luas. Menurut Jones masalah dikatakan sebagai masalah privat
bila masalah tersebut dapat diatasi tanpa mempengaruhi orang lain atau tanpa harus
melibatkan pemerintah.

Suatu masalah akan menjadi masalah publik apabila ada orang atau kelompok
yang menggerakkan ke arah tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Suatu
masalah akan menjadi masalah publik jika masalah tersebut diartikulasikan. Masalah-
masalah publik adalah masalah-masalah yang mempunyai dampak luas dan mencakup
konsekuensi bagi orang-orang yang tidak secara langsung terlibat.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.E., 1979, Public Policy Making: An Introduction, 3rd ed. Boston:

Houghton Mifflin Company

Bromley, Daniel W., 1989, Economic Interest and Institutions: The Conceptual

Foundations of Public Policy. New York: Basil Blackwell Ltd.

Basri dkk. (2022). Partisipasi Masyarakat Dalam merumuskan kebijakan Pada Musrenbang

Kampung. Jurnal Kebijakan Publik, 13(1), 25-32.

Cheema,G. Shabbir dan Dennis A. Rondinelli, (Ed), 1983, Decentralization and

Development, Policy Implementation in Developing Countries, California : Sage

Publications, Inc. Beverly Hills

Deviyanti, D. (2013). Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan di

Kelurahan Karangjati Kecamatan Balikpapan Tengah.

Dunn, William N., 1994, Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey:

Prentice-Hall International, Inc, Englewood Cliffs.

Eko Handoyo. Kebijakan Publik(Semarang: Widya Karya,2012) . p: 31

EJournal Administrasi Negara, 1(2), 27. Retrieved from https://ejournal.ap.fisip-

unmul.ac.id/site/wp- content/uploads/2013/05/JURNAL DEA (05-24-13-09-02-30).pdf

Leo, Agustino. Dasar – dasar Kebijakab Publik (Bandung: Penerbit CV Alfabeta, 2020)

Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) di Kelurahan Tambakrejo, Kota

Makhmudi, P. D., & Muktiali, M. (2018). Prasarana Lingkungan Pada Program Penataan

Semarang Dyah Putri Makhmudi*, Mohammad Muktiali, 6 (September), 108–117.

https://doi.org/10. 14710/jpk.6.2.108

26
Riant Nugroho D. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi (Jakarta:

Penerbit Elex Media Komputindo, 2003).

Sahya Anggara. Kebijakan Publik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014).

Satispi, Evi & Kurniasih. (2019). BUKU AJAR KEBIJAKAN PUBLIK teori dan aplikasinya.

Jakarta: UMJ PRESS 2019.

Syukron, M. A. (2022). Community Participationin Policy Implementation Green Open

Spaces of Kampung City Settlement. Budapest International Research and Critics Institute-

Journal, 5(1), 3189–3202. https://doi.org/https://doi.org/10.33258/birci. v5i1.3975

Tachjan. Implementasi Keijakan Publik (Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonsia, 2006)

Jurnal Pintjar Simatupang. Analisis Kebijakan : Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan.

https://media.neliti.com/media/publications/54473-ID-analisis-kebijakan-konsep-dasar-dan-

pros.pdf

Zahrotul dkk. (2020). Jenis-Jenis Pendekatan Dalam Studikebijakan Sektor Publik. Makalah.

Dikutip dari

https://www.academia.edu/43503994/JENIS_JENIS_PENDEKATAN_DALAM_STUDI_K

EBIJAKAN_SEKTOR_PUBLIK. 2020.

27

Anda mungkin juga menyukai