Anda di halaman 1dari 34

UJIAN AKHIR SEMESTER KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian akhir semester

Kebijakan Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Yoga Anjas Pratama, M.Pd.

Oleh :

Dewi Ulandari
NPM: 2011010295

KELAS G

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

1443 H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas berkat
dan pertolongan-Nya lah, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya ucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu Bapak Yoga Anjas Pratama, M.Pd.Yang
turut dalam membimbing saya sehingga bisa menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Terimakasih juga kepada teman-teman yang
turut andil dalam terselesainya makalah ini.

Makalah ini saya buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman mengenai “Implementasi Kebijakan Pendidikan”. Yang bertujuan
agar para mahasiswa yang hendak menjadi seorang pendidik dapat terbantu
dengan adanya makalah ini. Dengan segala keterbatasan penulis yang ada, penulis
telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kata sempurna.


Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan
terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 31Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan ......................................... 3
B. Hal-Hal yang harus Diperhatikan dalamImplementasi Kebijakan
Pendidikan ................................................................................................. 6
C. Tahapan Implementasi Kebijakan Pendidikan............................................. 7
D. Pendekatan Implementasi Kebijakan Pendidikan ........................................ 10
E. Model Implementasi Kebijakan Pendidikan ................................................ 12
F. Pengukuran Implementasi Kebijakan Pendidikan ....................................... 14
G. Faktor-faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan ........................ 17
H. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pendidikan ......................................... 22

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................... 26
B. Saran ......................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pendidikan adalah konsep atau gagasan yang sering kita


dengar, kita ucapkan bahkan kita lakukan, tetapi seringkali tidak dipahami secara
baik. Landasan utama yang mendasari suatu kebijakan adalah pertimbangan akal
sehat dan juga berdasarkan kebutuhan di lapangan. Tentunya suatu kebijakan
bukan semata-mata merupakan hasil pertimbangan akal manusia entah itu
perseorangan maupun kelompok, walaupun akal manusia merupakan unsur yang
dominan dalam mengambil keputusan.

Dalam sebuah kebijakan, dapat ditekankan bahwa bisa saja dalam


tahapan perencanaan dan formulasi kebijakan dilakukan dengan sebaik baiknya,
tetapi jika pada tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya,
maka tentu tidak jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu.
Pada akhirnya pun dipastikan bahwa pada tahapan evaluasi kebijakan, akan
menghasilkan penilaian bahwa antara formulasi dan implementasi kebijakan tidak
seiring sejalan, bahwa implementasi dari kebijakan itu tidak sesuai dengan yang
diharapkan, bahkan menjadikan produk kebijakan itu sebagai batu sandungan bagi
pembuat kebijakan itu sendiri.

Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang sangat


menentukan dan menegangkan. Proses ini menjadi penting disebabkan akhir dari
semua kebijakan yang sudah diambil selalu pada tahap implementasi. Karena
sebaik apapun rumusan kebijakan yang dibuat, jika tidak diimplementasikan,
maka tidak akan dapat dirasakan manfaatnya. Sebaliknya sesederhana apapun
rumusan kebijakan, jika sudah diimplementasikan, maka akan lebih bermanfaat,
apapun hasilnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan?
2. Apa Hal-Hal yang harus Diperhatikan dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan?
3. Bagaimana Tahapan Implementasi Kebijakan Pendidikan?
4. Apa Saja Pendekatan Implementasi Kebijakan Pendidikan?
5. Bagaimana Model Implementasi Kebijakan Pendidikan?
6. Bagaimana Cara Pengukuran Implementasi Kebijakan Pendidikan?
7. Apa Saja Faktor-faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan.
2. Memahami Hal-Hal yang harus Diperhatikan dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan.
3. Mengetahui Tahapan Implementasi Kebijakan Pendidikan.
4. Memahami Pendekatan Implementasi Kebijakan Pendidikan.
5. Mengetahui Model Implementasi Kebijakan Pendidikan.
6. Mengetahui Pengukuran Implementasi Kebijakan Pendidikan.
7. Memahami Faktor-faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan
Secara etimologis, kata implementasi jika dirujuk dari Kamus Webster,
yakni to implement (mengimplementasikan) berarti melaksanakan sesuatu).
Begitu juga implementasi kebijakan merupakan tahapan bersifat praktis berbeda
dengan formulasi rumusan masalah atau perumusan kebijakan sebagai tahapan
yang bersifat teoretis.1Berkaitan dengan definisi implementasi kebijakan, bisa
merujuk pendapat para ahli, diantaranya Anderson mengemukakan bahwa policy
implementation is the application by government`s administrative machinery to
the problems. 2 Pelaksanaan kebijakan oleh pemerintah, biasanya sebagai proses
politik dan administratif dimulai bila tujuan, sasaran sudah ditetapkan, program
kegiatan telah disepakati dan dana sudah siap serta disalurkan untuk mencapai
tujuan dan sasaran. Implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan
organisasi pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok
untuk mencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan.

Menurut Van Meter dan Van Horn implementasi kebijakan dimaksudkan


sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan kebijakan yang
telah ditentukan, yang merupakan usaha sesaat untuk menstransformasikan
keputusan ke dalam istilah operasional ataupun usaha berkelanjutan untuk
mencapai perubahan besar dan kecil yang dimanfaatkan oleh keputusan
kebijakan.Teori ini berasumsi bahwa implementasi kebijakan berjalan secara
berurutan dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. 3

1
Muhammad Jumhadi dan Warijo, Implementasi Penyediaan dana Daerah Urusan
Bersama (DDUB) untuk Pembiayaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Medan Tahun Anggaran
2009-2011, Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal) JAP Vol. 1 No.2
Desember 2013.
2
James E Anderson, Public Policy Making, Holt Rinehart & Winston, (New York, 2006),
hlm. 25.
3
Dr. H. A. Rusdiana, Kebijakan Pendidikan dari Filosofi Ke Implementasi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2015) hlm. 132-133

3
Dalam perspektif lain, Solichin Mujianto menyatakan implementasi
kebijakan sebagai proses panjang penyelesaian masalah, bagaimana para pelaku
kebijakan menjalankan keputusan kebijakan. Dimana keseluruhan tindakan
pemangku kepentingan (stakeholder) diarahkan pada pencapaian tujuan
kebijakan. 4Implementasi kebijakan merupakan cara yang dilaksanakan agar
sebuah kebijakan organisasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang sudah
ditetapkan dengan cara langsung menerapkannya dalam bentuk program kegiatan
atau melalui formulasi kebijakan derivat (turunan) dari kebijakan itu sendiri
sebagai kebijakan penjelas atau sering disebut dengan peraturan pelaksanaan.
Proses mencapai tujuan itu dilakukan dengan serangkaian aktivitas program dan
keputusan kebijakan yang memudahkan terwujud kedalam praktik organisasi.
Implementasi kebijakan terdiri dari berbagai aspek antara lain:
1. Idealized policy; pola interaksi digagas oleh para perumus kebijakan,
tujuannya untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group
untuk melaksanakannya,
2. Target groups; Bagian dari kebijakan pihak terkait (policy stakeholders)
diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi oleh perumus kebijakan.
Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan,
diharapkan dapat menyesuaikan pola perilaku dengan kebijakan yang telah
dirumuskan,
3. Implementing organization; badan pelaksana kebijakan yang bertanggung
jawab dalam implementasi kebijakan dan environmental factors; unsur-
unsure yang berada di dalam lingkungan sekitarntya turut serta
mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek tradisi budaya,
realitas sosial, stabilitas ekonomi dan politik.

Dalam konteks pendidikan, implementasi kebijakan merupakan proses


yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan pengelola yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan program kegiatan dan menimbulkan
kesadasaran dan ketaatan kepada kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut

4
Solichin Mujianto, Implementasi Kebijakan Pendidikan dan Peran Birokrasi, (Religi:
Jurnal Studi Islam, 2015) hlm. 151.

4
faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang secara langsung ataupun tidak
langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam
program pendidikan.

Implementasi kebijakan pendidikan merupakan usaha atau pengupayaan


agar rumusan kebijakan pendidikan bisa dilaksanakan dalam praktik, sebab sebaik
apapun rumusan kebijakan pendidikan, jika tidak di implementasikan, tidak akan
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebaliknya sesederhana apapun rumusan
kebijakanpendidikan itu, jika sudah diimplementasikan, akan lebih berguna
apapun dan seberapa pun hasilnya. Implementasi kebijakan memiliki pemahaman
yakni topdown, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatifalternatif yang
masih abstrak (makro) menjadi alternatif yang bersifat konkrit (mikro). 5

Proses implementasi kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang


penting (urgen), bahkan dipandang jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan
pendidikankarena implementasi menjadi jembatan penghubung perumusan
kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan.

Ada 4 komponen dalam implementasi kebijakan pendidikan:

1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan pendidikan itu,


2. Proses administrasi,
3. Kepatuhan yang diharapkan,
4. Dampak pelaksanaan kebijakan pendidikan itu.

Hal senada, dijelaskan ada dua hal menjadi fokus implementasi kebijakan
pendidikan, yakni kepatuhan (compliance) para pelaksana terhadap prosedur dan
standar operasional yang sudah disepkati, dan apa yang terjadi (what’s
happening)? Menyangkut proses implementasi itu dikerjakan, apa hambatan dan
apakah sudah berhasil.

Dari uraian di atas, dapat disintesiskan, implementasi kebijakan


pendidikan suatu proses penyelesaian masalah pendidikan untuk mewujudkan
policy goal dengan melewati suatu proses (delivery mechanism) yang sesuai

5
Tachjan, Implementasi Kebijakan Publik, (Bandung: Lemlit UNPAD, 2006), hlm. 25.

5
dengan prosedur dan policy outcomes (menikmati hasil kebijakan) yang dapat
dinikmati bagi seluruh stakeholder pendidikan, untuk meningkatkan kepatuhan
dan ketertiban administrasi. Implementasi kebijakan pendidikan merupkan
kegiatan yang penting setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu
implementasi maka kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan akan mubazir
alias sia-sia. Oleh karena itu, implementasi kebijakan pendidikan mempunyai
peran dan kedudukan yang sangat strategis (penting) dalam kebijakan publik pada
umumnya.

B. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Implementasi Kebijakan


Pendidikan
Kebijakan yang telah dibuat harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat
mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Tujuan
implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi yang dirancang dan
dibiayai. Program dilaksanakan sesuai dengan rencana. Implementasi kebijakan
pendidikan agar dapat mencapai tujuan dengan baik, maka diperhatikan isi
kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of
implementation).
Adapun isi kebijakan mencakup;
1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan (interest affected),
2. Berbagai tipe manfaat yang akan dihasilkan (type of benefit),
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extend of change envison),
4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making),
5. Pelaksana program yang harus didukung pelaksana yang kompeten
(program implementor)
6. Sumber daya yang bisa dikerahkan unuk melaksanakan kebijakan/
resources commited.

Sedangkan konteks implementasi, terdiri dari;


1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari para aktor yang terlibat (power,
and strategy of actor involved),

6
2. Karakteristik lembaga dan rezim yang sedang berkuasa sebagai
lingkungan implementasi kebijakan dijalankan (institution an regime
charahteristic),
3. Tingkat kepatuhan dan respon pelaksana menanggapi implementasi
kebijakan (compliance and responsiveness).

Keseluruhan komponen itu saling mempengaruhi kualitas kebijakan


pendidikan yang diharapkan dan dampaknya terhadap kualitas individu dan
masyarakat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

C. Tahapan Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang sangat kompleks


dan rumit. Sehingga Implementasi cukup untuk membuat sebuah program dan
kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Realitasnya sulit
merumuskan dalam kata dan slogan yang kedengarannya mengenakan bagi
telinga para pemimpin dan bawahannya yang mendengarkan dan lebih sulit untuk
melaksanakan dalam berbagai bentuk dan cara yang memuaskan semua pihak,
termasuk pelanggan.

Pernyataan ini menyiratkan implementasi kebijakan pendidikan menjadi


salah satu aktivitas atau kegiatan dalam proses kebijakan yang menentukan
apakah sebuah kebijakan bersentuhan dengan kepentingan stakeholder pendidikan
serta dapat diterima oleh masyarakat (public). Dalam halini, dapat diketahui bila

7
dalam tahapan dan formulasi kebijakan dilakukan dengan baik, tetapi jika pada
tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak
jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu. Pada akhir tahapan
evaluasi kebijakan, menghasilkan penilaian antara lain bahwa formulasi dan
implementasi kebijakan tidak seiring sejalan. Jika demikian, bisa dikatakan
implementasi kebijakan pendidikan itu tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan kebijakan pendidikan


merupakan suatu hubungan yang kompleks dengan memperhatikan dua hal yaitu;

1. Formulasi tujuan kebijakan pendidikan harus jelas termasuk kelompok


sasaran; siapa yang berperan; dan bagaimana kebijakan pendidikan harus
dilaksanakan.
2. Dana pendukung yang proporsional, karena tanpa dana kebijakan tidak
akan pernah sepenuhnya terealisir.

Implementasi kebijakan pendidikan memiliki tiga tahapan utama, yakni


organization, interpretation, and application, sebagaimana dijelaskan pada gambar
di bawah ini.

Konteks pengorganisasian implementasi kebijakan pendidikan, bisa dilihat


dari makna organization is the establishment or rearrangement of resources, units
and methods for putting a policy into effect. Maksudnya, aktivitas implementasi

8
kebijakan pendidikan diawali dengan pengorganisasian (organization) sebagai
upaya menetapkan dan menata sumber daya (resources), unit (units), dan metode
(methods) mengarah pada upaya mewujudkan atau merealisasikan kebijakan
pendidikan menjadi hasil (outcome) sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan
pendidikan. Ada beberapa pengorganisasi dilakukan, yaitu;

1. Penataan sumber daya manusia yang kompeten, misalnya implementasi


kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memerlukan SDM yang
handal,
2. Standar Operasional Procedure (SOP), misalnya kebijakan BOS
memerlukan panduan berupa SOP baku menunjang keberhasilan
implementasinya,
3. Kesatuan antar pelaksana,
4. Penetapan sarana dan prasarana. Keberhasilan implementasi kebijakan
BOS harus didukung sarana dan prasarana yang memadai, misalnya untuk
sekretariat pengelola.

Sedangkan dalam konteks inprestasi, bisa dimaknai dari konsepsi


interpretation is the translation of language (often contained in a statute) into
acceptable and feasible plans and directives. Tahapan interpretasi (interpretation)
disini merupakan penjelasan substansi dari kebijakan pendidikan dalam bahasa
lebih operasional, mudah dipahami, dapat dilaksanakan dan diterima oleh para
pelaku dan sasaran kebijakan pendidikan itu sendiri. Tahap Interpretasi disini
menjabarkan dan menerjemahkan kebijakan pendidikan yang masih berbentuk
abstrak menjadi rumusan, sifatnya teknis dan operasional. Hasil interpretasi
seringkali keluarannya berbentuk petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Pada
aspek interpretasi (interpretation) meliputi antara lain: isi dan tujuan kebijakan,
petunjuk pelaksanaan, sumber daya, dukungan dan sikap masyarakat.

Terkait dengan penerapan, dimaknai bahwa application is the routine of


service, payments, or other agree upon objectives or instrument. Tahapan
application ini merupakan tahapan aktivitas pelaksanaan atau penyediaan layanan
secara rutin sesuai tujuan dan sasaran kebijakan yang ada Tahapan aplikasi ini

9
sering juga disebut sebagai tahapan penerapan rencana implementasi kebijakan
pendidikan ke kelompok target atau sasaran kebijakan pendidikan.

D. Pendekatan Implementasi Kebijakan Pendidikan

Solichin dalam Arif Rohman, mengemukakan ada empat pendekatan yang


digunakan dalam proses implementasi kebijakan pendidikan, keempat pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan Struktural (Structural Approach)

Dalam teori organisasi modern pendekatan ini bersifat top- down.


Pendekatan ini berpandangan bahwa dalam merancang, mengimplementasikan
dan mengevaluasi kebijakan pendidikan harus dilakukan secara struktural sesuai
dengan tahapan atau tingkatannya. Semua proses dilakukan sesuai dengan
hierarkhi suatu organisasi dan sangat birokratis. Hal inilah yang menyebabkan
pendekatan ini menjadi kaku jika diterapkan dalam proses implementasi kebijakan
pendidikan karena terlalu birokratis.

b. Pendekatan Prosedural dan Manajerial (Procedural and Managerial


Approach)

Dalam pendekatan ini tidak mementingkan penataan struktur birokrasi


pelaksana tetapi dalam pendekatan ini lebih kepada proses pengembangan
prosedur yang relevan dan teknik-teknik yang dirancang dengan tepat. Pendekatan
ini membutuhkan beberapa peralatan canggih untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan pendidikan.

c. Pendekatan Perilaku (Behavioural Approach)

Pendekatan ini meletakkan perilaku manusia sebagai pelaksana dari


seluruh kegiatan implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan pendidikan
akan berjalan dengan baik, bila perilaku manusia dengan semua sifat-sifatnya juga
dikategorikan baik.

d. Pendekatan Politik (Political Approach)

10
Pendekatan ini menekankan pada faktor-faktor politik yang berkuasa
dalam memperlancar dan menghambat proses implementasi kebijakan pendidikan.
Implementasi kebijakan pendidikan harus mempertimbangkan realitas-realitas
politik.6

Selain itu juga ada beberapa pendekatan yang biasa digunakan analis
mengimplementasikan kebijakan, pendekatan top-down dan Bottom up.
Pendekatan top-down yaitu pendekatan penurunan alternatif kebijakan yang
abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro. Dalam proses
implementasinya peran pemerintah sangat besar. Pada pendekatan ini asumsi yang
memungkinkan para pengambil keputusan merupakan aktor kunci dalam
keberhasilan implementasi. Kebijakan yang bersifat top-down merupakan
kebijakan yang bersifat strategis dan berhubungan dengan keselamatan negara,
seperti kebijakan anti terorisme, radikalisme, kurikulum pendidikan, pembiayaan
pendidikan nasional dan lainnya.

Pendekatan bottom-up, yaitu pendekatan yang berasal dari bawah


(masyarakat), didasarkan pada proses kebijakan yang bersumber dari
penyampaian aspirasi masyarakat lapisan bawah, berupa permintaan ataupun
dukungan. Implementasi kebijakan berusaha mendorong masyarakat untuk
menyampaikan harapannya, permasalahan yang dihadapi, termasuk memberikan
kesempatan pada level bawah untuk menyelesaikan hal-hal yang sifatnya tidak
strategis. Kebijakan lebih efektif, jika diimplementasikan secara bottomup,
berkenaan dengan hal-hal yang tidak secara langsung berkaitan dengan national
security, seperti kebijakan alat kontrasepsi, padi varietas unggul, pengembangan
ekonomi nelayan dan sejenisnya, sifatnya pada area tertentu dan bidang yang
tidak vital. Dalam implementasi kebijakan, alternatif pilihan yang paling efektif
jika bisa membuat kombinasi implementasi kebijakan yang partisipatif, artinya
bersifat topdown dan bottom-up dan mengkombinasikan (mixing) topdown dan
bottom-up.

6
Indah Mayangsari, Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan UU NO. 20 TAHUN
2003 Terhadap Pendidikan Nasional di Indonesia Vol 2 No. 2, Tahun 2019. hlm 103.

11
E. Model Implementasi Kebijakan Pendidikan

Model implementasi kebijakan pendidikan dapat berupa konsep, diagram,


grafik atau persamaan matematika, yang digunakan untuk menjelaskan,
menerangkan, dan memprediksikan elemen suatu kondisi dari masalah pendidikan
guna memperbaiki dengan cara menyampaikan rekomendasi dan serangkain
tindakan untuk memecahkan masalah kontroversi, dan menyita perhatian publik.

Model adalah contoh ideal dari situasi-situasi dan harapan dari dunia
nyata. Model bisa juga dalam bentuk menyederhanakan dari realitas fakta yang
diwakili. Fungsi utama model disini untuk mempermudah menerangkan konsep.
Dalam beberapa contoh, model didasarkan suatu teori. Model dipakai juga untuk
menguji atau menjelaskan hipotesis sebagai bagian dari perumusan teori. Untuk
mempermudah dalam menjelaskan, partisipasi orang tua siswa dan masyarakar
dalam pembiayaan pendidikan tentunya diperlukan model konsep memungkinkan
kita memahaminya.

Aspek pelaksanaan, ada dua model implementasi kebijakan yang efektif,


antara lain model linier dan model interaktif. 7 Model linier dalam implementasi
kebijakan merupakan fase pengambilan keputusan penting, sedangkan fase
pelaksanaan kebijakan sering kurang mendapat perhatian karena dianggap sebagai
tanggung jawab pihak lainnya. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan sangat
tergantung pada kemampuan unit pelaksananya. Jika implementasi kebijakan
gagal, yang sering disalahkan adalah pihak pelaksana (manajemen), karena
dianggap kurang memiliki komitmen, Sehingga dipandang perlu dilakukan upaya
yang lebih baik guna meningkatkan kapasitas kelembagaan pelaksana. Uraian ini
dilengkapi dengan gambar di bawah ini.

7
Baedhowi, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan: Studi Kasus
di Kabupaten Kendal dan Kota Surakarta, Disertasi Departemen Ilmu Administrasi FISIP
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004), hlm. 47.

12
Sedangkan model interaktif implementasi kebijakan dipandang sebagai
proses dinamis, karena setiap pihak terlibat dalam implementasi kebijakan bisa
mengusulkan perubahan dalam berbagai tahapan pelaksanaan. Misalnya ketika
kebijakan pendidikan tentang Full Daya School (FDS) dianggap masyarakat
kurang memenuhi harapan stakeholders. Ini berarti bahwa berbagai tahapan
implementasi kebijakan FDS akan dianalisis, dievaluasi oleh para pihak. Sehingga
potensi, kekuatan dan kelemahan setiap fase pelaksanaan dapat diketahui dan
segera dilakukan perbaikan untuk mencapai tujuan. Adapun gambaran
implementasi kebijakan pendidikan model interaktif, bisa dilihat pada gambar
berikut ini.

13
Selain model implementasi kebijakan di atas, Van Meter dan Van Horn
juga mengembangkan model dalam proses implementasi kebijakan. 8 Keduanya
meneguhkan pendirian bahwa kontrol perubahan dan kepatuhan dalam bertindak
merupakan konsep penting dalam prosedur implementasi kebijakan. Begitu juga,
keduanya mengembangkan tipologi kebijakan menurut jumlah perubahan yang
dihasilkan, dan jangkauan dan ruang lingkup kesepakatan mengenai tujuan oleh
para pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Kata kunci yakni
perubahan yang dimaksudnya model proses ini adalah kontrol dan kepatuhan
masuk dalam dimensi isi kebijakan dan implementasi kebijakan. Tipologi
kebijakan yang dibuatoleh keduanya masuk dalam elemen isi kebijakan dan
konteks implementasi kebijakan. Tipologi jumlah perubahan yang dihasilkan
dalam elemen isi kebijakan masuk dalam konteks implementasi kebijakan.

Korten menawarkan model implementasi kebijakan yakni model


kesesuaian implementasi kebijakan atau program kegiatan dengan menggunakan
pendekatan proses.9 Model ini berisikan kesesuaian antara tiga elemen
pelaksanaan program, antara lain program, pelaksanaan program dan kelompok
sasaran program, seperti dijelaskan pada gambardi bawah ini.

F. Pengukuran Implementasi Kebijakan Pendidikan

8
Antonius Tarigan, Implementasi Kebijakan Jaring Pengaman Sosial, Studi Kasus
Program Pengembangan Kecamatan di Kabupaten Dati II Lebak, Jawa Barat, Tesis Masigter,
(Administrasi Publik UGM Yogyakarta, 2000), hlm. 20.
9
Ibid, hlm. 19.

14
Kebijakan pada hakekatnya berkenaan dengan gagasan pengaturan
organisasi menggunakan pola formal yang samasama diterima
pemerintah/lembaga terkait sehingga semua pihak berusaha mengejar tercapainya
tujuan yang ditetapkan.10

Adapun Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan


pendidikan mencapai tujuan didasarkan pada tiga aspek, yaitu:

1. Tingkat kepatuhan birokrasi pendidikan terhadap birokrasi yang lebih


tinggi di atasnya atau tingkatan birokrasi pendidikan sebagaimana sudah
diatur dalam undang-undang,
2. Kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah yang dihadapi;
3. Dampak (manfaat) yang dikehendaki dari program pendidikan yang
dilaksanakan terarah.11

Disamping itu, ada variabel lain yang berkontribusi memberikan dorongan


dan paksaan dari birokrasi pendidikan pada level pusat ditentukan oleh legitimasi
dan kredibilitasnya, yakni semakin sahih kebijakan pendidikan yang dikeluarkan
pemerintah pusat di mata daerah, maka semakin besar pula kredibilitasnya, atau
sebaliknya.

Selain kriteria pengukuran terhadap implementasi kebijakan di atas, perlu


juga dipahami hubungan dan/atau pengaruh antara implementasi kebijakan
dengan faktor lainnya. Hal ini selaras dengan pemikiran Van Meter dan Van Horn
bahwa terdapat beberapa variabel yang saling berhubungan dalam keberhasilan
implementasi kebijakan meliputi:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan,


2. Sumber kebijakan,
3. Ciri sifat dan karakteristik badan/ instansi pelaksana kebijakan,
4. Komunikasi kegiatan antar organisasi terkait,

10
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Konsep, Strategi dan Alikasi Kebijakan
Menuju Organisasi Sekolah Efektif. (Penerbit Rineka Cipta, 2008), hlm. 75.
11
Joko Widodo, Good Governance, telaah dari dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi, pada era Desentralisasi dan Otonomi daerah, (Surabaya: Insan Cendekia, 2001), hlm.
12.

15
5. Sikap para pelaksana,
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.12

Sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini.

Disamping itu, beberapa indikator untuk menilai kualitas policy output,


yaitu: cakupan, bias, akses, frekuensi, service delivery (ketepatan layanan),
akuntabilitas, dan kesesuaian program dengan kebutuhan. Indikator policy
outcomes digunakan untuk mengukur hasil implementasi suatu kebijakan. Hasil
atau dampak kebijakan pada dasarnya berkaitan dengan perubahan kondisi
masyarakat yang menjadi kelompok sasaran kebijakan atau program, yaitu dari
kondisi awal yang tidak dikehendaki (kemiskinan, kondisi kesehatan yang buruk,
dan lainlain) menuju kondisi baru yang lebih dikehendaki (lebih sejahtera, lebih
sehat, dan lain-lain). Indikator policy outcomes yang digunakan dalam penulisan
ini adalah:

1. Initial outcome atau hasil awal dari keluaran kebijakan,


2. Intermediate outcome atau hasil jangka menengah,
3. Long-term outcome atau hasil jangka panjang.

Ada banyak faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan, antara lain


faktor disposisi implementor dan format kebijakan. Disposisi implementor ini
dipahami sebagai perilaku implementor yang berkenaan dengan ketersediaan
implementor untuk carry out terhadap sebuah kebijakan. Disposisi implementor
dapat memengaruhi implementasi sebuah kebijakan. Seperti diungkapkan

12
Merilee S Grindle, Politics and Policy Implementation in The Third World, (Princnton
University Press, New Jersey, 1980), hlm. 6.

16
Edwards III: “If implementation is to proceed effectively, not only must
implementers know what to do it, but they must also desire to carry out a
policy”.13Implementor memegang peran penting dalam keberhasilan dan
kegagalan implementasi kebijakan (some say attitude is everything and, when
considering program implementation, the disposition of implementers provides
the lightning rod for success or failure).

Pendidikan Pengukuran kebijakanterdiri dari: kejelasan kebijakan (policy


clarity), konsistensi kebijakan (policy consistency), frequency, serta penerimaan
isi kebijakan (receipt of message).14 Pada konteks ini, fokus implementasi
kebijakan bisa dilihat dari konsistensi kebijakan (policy consistency) dan
kejelasan kebijakan (policy clarity).Kejelasan dan konsitensi kebijakan adalah hal
yang mendasar dalam implementasi kebijakan. 15 senada dengan itu, Chustz and
Larsonmenyatakan keharusan konsistensi dan kejelasan kebijakan sebagai konsep
dasar dalam implementasi kebijakan reviewed the basic concepts of the
implementation and found the initial concept stated that the policy must be clear
and consistent. This will eliminate the distractions that will come as the program
moves from the planning stage to the implementation stage and more stakeholders
take part in interpreting the concepts and building the implementation. 16

G. Faktor-Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Pendidikan

Edward III mengemukakan bahwa policy implementation is the stage of


policy making between establishment of a policy…and the consequences of the
policy for the people whom it affects”. Ada beberapa faktor penentu kebijakan,
bidang pendidikan, antara lain:

1. Komunikasi,

13
Edward III, George C, Implementation Public Policy, (Washington DC: Congresional
Quarter Press, 1980), hlm. 11.
14
Purwanto, dan Sulistyastuti,Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia,(Yogyakarta: Gava Media, 2012), hlm. 89.
15
Brian Wagner, The Principal’s Perception of Character Education Implementation in
California Middle Schools Based on The Eleven Principles of Character Education, (USA:
Proquest LLC, 2008), hlm. 14.
16
Ibid, hlm. 14.

17
2. Sumber daya,
3. Disposisi,
4. Struktur birokrasi.

Faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, keterkaitan


faktor-faktor tersebut dapat diuraikan melalui diagram gambarberikut ini.

Kebijakan pendidikan akan bisa dilaksanakan dengan baik, jika terdapat


komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok
sasaran. Tujuan dan sasaran dari program dapat disosialisasikan dengan baik
dengan harapan bisa menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program
sudah ditetapkan. Ini sangat penting asumsinya semakin tinggi pengetahuan
kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan
kekeliruan dalam mengimplementasikan kebijakan yang sesungguhnya.

Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan


aspek komunikasi ini, yaitu:
a) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu hasil implementasi yang baik pula.
b) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh
para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan, agar tidak
menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para
pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi

18
pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan
yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi
yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan
konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang
diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan
bagi pelaksana di lapangan.17

Begitu juga setiap kebijakan pendidikan harus didukung sumber daya yang
memadai (SDM), baik sumber daya manusia, maupun sumber daya financial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan kualitas pengetahuan, karakter, dan
keterampilan maupun kuantitas implementor dapat juga melingkupi seluruh
kelompok sasaran. Kecukupan sumber daya financial juga memperlihatkan
kecukupan modal investasi atas kebijakan yang diambil. Keduanya harus saling
mendukung dan menjadi perhatian dalam implementasi/kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan. Misalnya kebijakan menjadi guru professional minimal
pendidikan S1, didukung dengan tunjangan sertfikasi. Sangat riskan dan beresiko
jika kebijakan tanpa kehandalan implementor akan menghasilkan kebijakan yang
kurang enerjik, berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumber daya financial
berkontribusi menjamin keberlangsungan program atau kebijakan. Tanpa
dukungan sumber daya financial mustahil program akan berjalan efektif dan cepat
dalam mencapai tujuan dan sasaran.

Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen implementor dalam


mewujudka kebijakan. Karakteristik sikap pelaksana menempel erat pada
implementor kebijakan berupan kejujuran, komitmen dan demokratis.
Implementor yang memiliki komitmen tinggi, jujur dan berintegritas senantiasa
bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran
mengarahkan implementor kebijakan untuk tetap berada dalam aras program yang
telah ditetapkan dalam guideline kebijakan. Komitmen dan kejujuran yang tinggi
dari implementor cenderung membawa pada suasana yang senantiasa antusias
17
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 106.

19
dalam melaksanakan tahapan kebijakan secara konsisten. Sikap yang demokratis
akan meningkatkan kesan baik implementor dan analis kebijakan dihadapan
anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat
dan menumbuhkan rasa percaya serta kepedulian kelompok sasaran terhadap
implementor dalam program dan kebijakan pendidikan itu sendiri. 18

Struktur birokrasi yang baik menjadi penting dalam implementasi


kebijakan pendidikan. Karena aspek struktur birokrasi mencakup dua hal penting,
pertama adalah mekanisme dan struktur organisasi pelaksana, kedua, mekanisme
implementasi program ditetapkan melalui standar operating prosedur (SOP) yang
ada dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka
kerja yang jelas, sistematis, mudah dipahami oleh siapapun. Oleh karena itu akan
menjadi acuan dalam bekerja bagi implementor. Sedangkan struktur organisasi
pelaksanapun sejauh ini menghindari hal yang berbelit, panjang dan komplek.
Struktur organisasi pelaksana justru harus dapat menjamin adanya pengambilan
keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Struktur
organisasi yang baik juga mencerminkan pembagian kerja dan tanggungjawab
dalam implementasi kebijakan pendidikan, sehingga alur koordinasi dan
komunikasi terlihat dan terjadi dengan jelas, terhindar dari salah sangka dan salah
pemahaman.

Uraian-uraian berbagai faktor model yang mempengaruhi implementasi


kebijakan memiliki keterkaitan satu sama yang lain dalam mencapai tujuan dan
sasaran kebijakan dan program kerja. Semuanya bersinergi satu sama lainnya
misalnya; implementor yang tidak jujur akan mudah sekali melakukan mark up
dan korupsi atas dana implementasi kebijakan dan program kerja tidak akan
berjalan optimal. Begitu juga watak implementor yang kurang demokratis tentu
mempengaruhi proses komunikasi, iklim kerja dengan kelompok sasaran.

Disamping itu Weimar dan Aidan menjelaskan ada beberapa yang


menentukan keberhasilan dan kegagalan dari implementasi kebijakan, antara lain:

18
Arwildayanto, Analisis Kebijakan Pendidikan: Kajian Teoretis, Eksploratif, dan
Aplikatif, (Bandung: Cv Cendekia Press, 2018), hlm. 113.

20
1. Logika yang digunakan dalam suatu kebijakan, yakni sampai berapa benar
teori yang menjadi landasan kebijakan, bagaimana hubungan logika antara
kegiatan yang dilakukan dengan tujuan, sasaran yang ditetapkan;
2. Hakikat kerjasama yang dibutuhkan, apakah semua pihak terlibat dalam
kerja suatu assembling produktif
3. Ketersediaan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan dan
komitmen untuk mengelola pelaksanaannya.

Faktor-faktor yang turut serta menentukan keberhasilan implementasi


kebijakan pendidikan, antara lain;

1. Tiadanya hambatan eksternal,


2. Tersedianya sumber daya (resources) yang memadai,
3. Kebijakan pendidikan yang bagus (good education policy),
4. Hubungan ketergantungan yang minimum,
5. Adanya kesepahaman,
6. Kesepakatan terhadap tujuan pendidikan,
7. Tugas ditetapkan dengan urutan yang tepat,
8. Komunikasi dan koordinasi lancar,
9. Ada dukungan otoritas.

Kegagalan implementasi analisis kebijakan pendidikan, bisa disebabkan


beberapa hal:

1. Tak bisa diimplementasikan,


2. Unsucsessfull implementation, penyebab kegagalan kebijakan:
a. Bad policy, ditandai dengan perumusan asalasalan, kondisi dan
dukungan internal belum siap, kondisi eksternal tak memungkinkan,
b. Bad implementation: pelaksana tak memahami petunjuk pelaksanaan
(juklak), terjadi implementation gap dan sebagainya,
c. Bad luck.

Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan atas sebuah kebijakan.


Interaksi menjadi bagian penting dalam implementasi kebijakan. Hal ini mengacu

21
pada hubungan yang terkadang kompleks. Dalam implementasi kebijakan ada dua
penting yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Formulasi tujuan kebijakan harus jelas termasuk kelompok sasaran; dan


siapa yang berperan; serta bagaimana kebijakan dilaksanakan;
2. Dana pendukung tersedia secara proporsional. Tanpa dana mustahil
kebijakan akan terealisir.

Implementasi kebijakan pendidikan dalam realitasnya tidak selalu berjalan


dengan baik, ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain;

1. Faktor organisasi, suatu kebijakan dalam implementasinya memerlukan


keterlibatan dan dukungan banyak organisasi (aktor), diantaranya memiliki
persepsi dan benturan kepentingan (vested interest) yang berlainan, baik
dalam organisasi pemerintah maupun swasta. Untuk itu perlu koordinasi
dan ketaatan (compliance) organisasi di bawah pada instansi yang lebih
tinggi,
2. Faktor politik, sering disebit sebagai faktor non teknis, mencakup:
a. Legislasi tentang isu yang masih kabur sebagai akibat dari tujuan yang
belum jelas. Misalnya kebijakan Full Daya School (FDS) tujuannya
belum disepakati, akibatnya regulasi belum kuat,
b. Log-rolling, dimaknai gagalnya implementasi kebijakan atau program
yang disebabkan adanya kesalahan saat proses legitimasi, proses
bargaining yang dilakukan aktor perumus kebijakan dengan cara
memberikan ruang setuju atau ketidaksetujuan terhadap usulan
kebijakan, termasuk dilakukannya tukar tambah atau modifikasi usulan
kebijakan, sehingga setelah usulan ditetapkan menjadi kebijakan
statusnya semakin tidak jelas (vague). Hal seperti ini mesti dihindari,
para analis kebijakan pendidikan.

H. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pendidikan


1. Monitoring

22
Monitoring kebijakan pendidikan adalah suatu proses pemantauan untuk
mendapatkan informasi tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan. Dengan
demikian fokus monitoring adalah pada pelaksanaan kebijakan pendidikan bukan
pada hasilnya. Dalam hal ini ini menyangkut komponen proses kebijakan
pendidikan baik menyangkut proses pengambilan keputusan pengelolaan
kelembagaan pengolahan program maupun pengolahan proses belajar mengajar.
Jadi monitoring merupakan usaha terus menerus untuk memahami perkembangan
pelaksanaan kebijakan pendidikan mulai dari program proyek maupun kegiatan
yang sedang dilaksanakan.

Monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk


menghasilkan informasi tentang sebab akibat dari kebijakan publik. Dalam
melakukan monitoring, setidaknya ada 4 (empat) hal yang harus menjadi catatan
orang yang melakukan monitor, empat hal tersebut yaitu:

a. Proses monitoring tidak diperkenankan mengganggu proses implementasi;


b. Orang yang melakukan monitor tidak diperkenankan melakukan intervensi
karena dapat menghilangkan peluang berkembangnya diskresi atau
inovasi;
c. Orang yang melakukan monitor tidak diperkenankan menyampaikan hasil
monitoring kepada yang dimonitor, tetapi kepada atasan yang dimonitor;
d. Orang yang melakukan monitor tidak diperkenankan mengambil anggota
dari pelaksana, atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaksana.

2. Evaluasi Kebijakan Pendidikan

Evaluasi merupakan tahapan akhir dari sebuah proses kebijakan. Evaluasi


kebijakan merupakan penilaian mengenai apa yang telah terjadi sebagai akibat
pilihan dan implementasi kebijakan, dan apabila dipandang perlu, dapat dilakukan
perubahan terhadap kebijakan yang telah dilakukan.

Evaluasi didefenisikan sebagai proses mengumpulkan informasi mengenai


suatu objek, menilai suatu objek, dan membandingkan dengan kriteria, standar,

23
dan indikator. Oleh sebab itu, evaluasi kebijakan pendidikan secara umum
dilakukan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut

a. Mengkaji seberapa besar sebuah kebijakan pendidikan dapat mencapai


tujuan-tujuannya;
b. Memberi panduan kepada para pelaksana kebijakan pendidikan mengenai
seberapa lancar perjalanan atau proses kebijakan pendidikan tersebut
diimplementasikan;
c. Menyediakan indikator penting bagi pembuatan kebijakan pendidikan
dimasa yang akan datang.

Antara monitoring dengan evaluasi memiliki keterkaitan dan hubungan


yang tidak dapat dipisahkan. Paling tidak ada beberapa hal pola hubungan antara
monitoring dengan evaluasi, yaitu sebagai berikut:

a. Pada dasarnya monitoring adalah salah satu bentuk pengawasan. Apabila


pengawasan dilaksanakan dengan baik, maka hasil pengawasan dapat
langsung menjadi evaluasi. Hal itu berarti evaluasi merupakan
penyimpulan dari pengawasan-pengawasan yang dilakukan. Dengan
demikian, akan terjadi sinergi optimal antara pengawasan dan evaluasi,
sehingga tidak perlu terjadi pengulagan proses dan pekerjaan;
b. Monitoring tidak selalu menjadi bagian dari evaluasi apabila monitoring
dilaksanakan secara khusus, misalnya sebagai “sistem peringatan dini”
agar implementasi kebijakan pendidikan berjalan sesuai yang diinginkan;
c. Ada perbedaan mendasar secara metodologis, baik teknik maupun standar
kriteria dan pengukuran antara monitoring dan evaluasi, sehingga
monitoring dan evaluasi tidak dapat dicampuradukkan kedudukannya;
d. Penetapan tenggang waktu antara monitoring dan evaluasi juga berbeda,
namun pada monitoring dan evaluasi juga berbeda, namun pada saat
tertentu (misalnya di awal implementasi) dapat pula
monitoring dilaksanakan berjalan seiring dengan evaluasi yang sifatnya
formatif, bukan sumatif;

24
e. Objek monitoring adalah proses dan sebagian dari koridor implementasi,
misalnya penyerapan anggaran, kesesuaian aspek, dan sebagainya,
sedangkan objek evaluasi menyeluruh dan luas, nilai dan perumusan;
implementasi, kinerja (hasil dan dampak), serta lingkungan kebijakan
pendidikan;
f. Format dan sistem monitoring dan evaluasi berbeda, baik secara substantif
maupun secara fisik.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Implementasi kebijakan merupakan cara yang dilaksanakan agar sebuah


kebijakan organisasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan
dengan cara langsung menerapkannya dalam bentuk program kegiatan atau
melalui formulasi kebijakan derivat (turunan) dari kebijakan itu sendiri sebagai
kebijakan penjelas atau sering disebut dengan peraturan pelaksanaan.

Berkenaan dengan pendidikan, pelaksanaan strategi adalah siklus yang


tidak hanya mencakup cara berperilaku badan administrasi yang bertanggung
jawab untuk menjalankan program latihan dan membawa masalah ke titik terang
dan tunduk pada tujuan pertemuan, tetapi juga mencakup legitimasi, politik,
moneter, faktor-faktor sosial yang secara langsung atau secara tidak langsung
mempengaruhi cara berperilaku dari berbagai pertemuan yang terlibat dengan
proyek-proyek pendidikan. Pelaksanaan pendekatan pembelajaran adalah suatu
usaha atau usaha sehingga perincian pengaturan pembelajaran dapat dilakukan
secara praktis, mengingat betapapun hebatnya rencana strategi pembelajaran, jika
tidak dilaksanakan, daerah setempat tidak akan merasakan manfaatnya. apalagi,
apapun hasilnya.

Adapun isi kebijakan mencakup: Kepentingan yang terpengaruh oleh


kebijakan (interest affected),Berbagai tipe manfaat yang akan dihasilkan (type of
benefit),Derajat perubahan yang diinginkan (extend of change
envison),Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making),Pelaksana
program yang harus didukung pelaksana yang kompeten (program implementor),
Sumber daya yang bisa dikerahkan unuk melaksanakan kebijakan/ resources
commited.
Ada beberapa pengorganisasi dilakukan, yaitu: Penataan sumber daya
manusia yang kompeten, misalnya implementasi kebijakan Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) memerlukan SDM yang handal; Standar Operasional Procedure
(SOP), misalnya kebijakan BOS memerlukan panduan berupa SOP baku

26
menunjang keberhasilan implementasinya; Kesatuan antar pelaksana; Penetapan
sarana dan prasarana. Keberhasilan implementasi kebijakan BOS harus didukung
sarana dan prasarana yang memadai, misalnya untuk sekretariat pengelola.
Beberapa pendekatan yang biasa digunakan analis mengimplementasikan
kebijakan, pendekatan top-down dan Bottom up. Pendekatan top-down yaitu
pendekatan penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi
tindakan konkrit atau mikro. Dalam proses implementasinya peran pemerintah
sangat besar. Pada pendekatan ini asumsi yang memungkinkan para pengambil
keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi. Kebijakan
yang bersifat top-down merupakan kebijakan yang bersifat strategis dan
berhubungan dengan keselamatan negara, seperti kebijakan anti terorisme,
radikalisme, kurikulum pendidikan, pembiayaan pendidikan nasional dan lainnya.
Model implementasi kebijakan pendidikan dapat berupa konsep, diagram,
grafik atau persamaan matematika, yang digunakan untuk menjelaskan,
menerangkan, dan memprediksikan elemen suatu kondisi dari masalah pendidikan
guna memperbaiki dengan cara menyampaikan rekomendasi dan serangkain
tindakan untuk memecahkan masalah kontroversi, dan menyita perhatian publik.

Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan


mencapai tujuan didasarkan pada tiga aspek, yaitu:Tingkat kepatuhan birokrasi
pendidikan terhadap birokrasi yang lebih tinggi di atasnya atau tingkatan birokrasi
pendidikan sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang; Kelancaran rutinitas
dan tidak adanya masalah yang dihadapi;Dampak (manfaat) yang dikehendaki
dari program pendidikan yang dilaksanakan terarah. Faktor penentu kebijakan,
bidang pendidikan, antara lain:Komunikasi,Sumber daya,Disposisi,Struktur
birokrasi.

B. Saran
Penulis berharap agar pemerintah mampu membuat suatu kebijakan-
kebijakan yang lebih baik untuk perubahan dibidang pendidikan. Selain itu harus
mampu merangsang masyarakat agar turut serta berpartisipasi dalam sebuah

27
inovasi dibidang pendidikan agar pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan
negara lain.

28
DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: CV Alfabeta. 2006.

Anderson, James E. Public Policy Making, Holt Rinehart & Winston, New York.
2006.

Baedhowi. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan: Studi


Kasus di Kabupaten Kendal dan Kota Surakarta, Disertasi Departemen
Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta. 2004.

Bardach, E. Policy dynamics. New York: The Oxford handbook of public policy.
2006.

Chustz, M. H., & Larson, J. S. Implementing change on the front lines: A


management case study of West Feliciana Paris Hospital. Paris: Public
Administration Review. 2006.

Edward III, George C. Implementation Public Policy, Washington DC:


Congresional Quarter Press. 1980.

Feis Imronah. Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria


Pengukurannya. Jawa Tengah: Gema Eksos. 2009.

Gaffar, Afan. Publik Policy: State Of The Disipline, Model and Proses.
Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. 1997.

Goggin, Malcolm L et al. Implementation, Theory and Practice; Toward a Third


Generation, USA; Scott, Foresmann and Company. 1990.

Grindle, Merilee S. Politics and Policy Implementation in The Third World. New
Jersey: Princnton University Press. 1980.

Hanisy, Asmad. Konsep dasar analisis kebijakan. Al Qodiri: Jurnal Pendidikan,


Sosial dan Keagamaan, 4(1), 48-63. 2013.

Islamy, Irfan M. Prinsip-prinsip perumusan kebijakan negara, Jakarta: Bumi


Aksara. 2003.

29
Jumhadi Muhammad dan Warijo. Implementasi Penyediaan dana Daerah Urusan
Bersama (DDUB) untuk Pembiayaan PNPM Mandiri Perkotaan di
Kota Medan Tahun Anggaran 2009-2011, Jurnal Administrasi Publik
(Public Administration Journal) JAP Vol. 1 No.2 Desember 2013. 2018.

Nakamura, Rober T and Frank Smallwood. The Politics of Policy Implementation,


New York St: Martin Press. 1980

Nisa Agistiani Rachman. Pengukuran Kinerja Implementasi Kebijakan


Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut, Yogyakarta:
Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik JKAP Vo, 18 No. 2
November 2014.

Nugroho, Riant Dwijowijot. Kebijakan Publik Formulasi,Implementasi, dan


Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2009.

Parsons, Wayne. Public Policy: An introduction to the theory and practice of


policy analysis, Edward 27 Edgar Publishing. LTD and Lansdown
Place, Cheltenham, UK, Lyme, Us. 1997.

Pasolong, Harbani. Teori Administrasi Publik, Bandung: CV. Alfabeta. 2008.

Puluhulawa, Jusdin, and Puluhulawa, Moh. Rusdiyanto. Implementation of Free


Education Policy (Case Study in Gorontalo Province), Gorontalo:
Fakultas Ilmu Sosial Universias Negeri Gorontalo. 2013.

Purwanto, E.A., dan Sulistyastuti, D.R. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep


dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media. 2012.

Putt, Allen J and J Fred Springer. Policy Research. New Jersey: Prentice Hall.
1989.

Quade, E.S. Analysis for Public decision. Elsevier Science Publishing. New York.
1984.

Rahman, N. A. Pengukuran Kinerja Implementasi Kebijakan Penanggulangan


Kemiskinan di Desa Wisata Brayut. JKAP (Jurnal Kebijakan dan
Administrasi Publik). 2014.

30
Ripley, Rendal B. and Grace A. Franklin. Policy Implementation and
Bureaucracy, second edition, the Dorsey Press, Chicago-Illionis. 1986.

Smith, T. B. The Policy Implementation Process. Policy Sciences, 1973.

Solichin, M. Implementasi Kebijakan Pendidikan dan Peran Birokrasi. Religi:


Jurnal Studi Islam. 2015.

Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Konsep, Strategi dan Alikasi


Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Penerbit Rineka Cipta.
2008.

Tachjan. Implementasi Kebijakan Publik, Bandung: Lemlit UNPAD. 2006.

Tarigan, Antonius. Implementasi Kebijakan Jaring Pengaman Sosial: Studi Kasus


Program Pengembangan Kecamatan di Kabupaten Dati II Lebak, Jawa
Barat, Tesis Masigter Administrasi Publik UGM Yogyakarta. 2000.

Wagner, P. Brian. The Principal’s Perception of Character Education


Implementation in California Middle Schools Based on The Eleven
Principles of Character Education. USA: Proquest LLC. 2008.

Wahab Solichin, Abdul. Pengantar Studi Analisis Kebijakan Negara. Jakarta;


Rineka Cipta. 2004

Weimer, David, and Aidan Vining. Policy Analysis: Concepts and Practice.
Upper Saddle River. New York: Princeton University Press. 1999.

Wibawa, Samodra. Kebijakan Publik. Jakarta; Intermedia. 1994.

Widodo, Joko. Good Governance, telaah dari dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi, pada era Desentralisasi dan Otonomi daerah. Surabaya:
Insan Cendeki. 2001.

31

Anda mungkin juga menyukai