Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN:

Proses Pembuatan Kebijakan, Model Perubahan Kebijakan, dan


Analisis Kebijakan dalam Proses

MAKALAH

OLEH
1. ISTIQOMAH (NIM. 210132933606)
2. PAUL ARJANTO (NIM. 210132933610)
3. MUHAMMAT-ASADI LATEH (NIM. 200132650714)
4. 4. QIAO PENG (NIM 200132650711)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
MALANG, OKTOBER 2021
i
ANALISIS KEBIJAKAN DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN:
Proses Pembuatan Kebijakan, Model Perubahan Kebijakan, dan
Analisis Kebijakan dalam Proses

MAKALAH
untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Kebijakan Pendidikan yang dibina oleh:
1. Dr. Yusuf Sobri, S.Sos. M.Pd.
2. Dr. Asep Sunandar, S.Pd., M.AP

OLEH
1. PAUL ARJANTO (NIM. 210132933610)
2. MUHAMMAT-ASADI LATEH (NIM. 200132650714)
3. ISTIQOMAH (NIM. 210132933606)
4. QIAO PENG (NIM 200132650711)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
MALANG, OKTOBER 2021

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................................................... iii

Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Masalah atau Topik Bahasan ......................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................. 1

Bab II. Pembahasan


2.1. Proses pembuatan kebijakan .......................................................................... 2
2.2. Model perubahan kebijakan .......................................................................... 5
2.3. Contoh Analisis Kebijakan dalam Proses ..................................................... 9
2.3.1 Review Artikel Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden No.19 Tahun
2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No.28 Tahun
2016 Tentang Jaminan Kesehatan

2.3.2 Review Artikel Truncated Decision Making and Deliberative Implementation:


A Time-Based Policy Process Model for Transitional China ....................... 11

Bab III. Penutup .................................................................................................... 14

Daftar Rujukan ...................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Analisis kebijakan adalah proses penyelidikan multidisiplin yang bertujuan untuk
menciptakan, penilaian kritis, dan komunikasi pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
Sebagai disiplin pemecahan masalah, itu mengacu pada metode ilmu sosial, teori, dan temuan
substantif untuk memecahkan masalah praktis. Analis kebijakan menciptakan, menilai secara
kritis, dan mengomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.
Perbedaan antara about dan in menandai perbedaan esensial antara analisis kebijakan, di satu
sisi, dan ilmu politik dan ekonomi, disiplin ilmu yang mengkhususkan diri dalam
mengembangkan dan menguji teori empiris tentang pembuatan kebijakan. Meskipun beberapa
anggota disiplin ini bekerja pada masalah praktis yang dihadapi pembuat kebijakan, mayoritas
dimotivasi oleh sistem insentif yang menuntut produksi pengetahuan untuk kepentingannya
sendiri. Sebaliknya, analis kebijakan bekerja di bawah insentif yang dirancang untuk
mempromosikan pengetahuan praktis—biasanya, pengetahuan tentang apa yang berhasil.
Meskipun analisis kebijakan mengacu pada metode, teori, dan temuan substantif ilmu sosial
tradisional, tujuannya adalah untuk memecahkan masalah praktis. Hal ini membutuhkan
komunikasi dan penggunaan pengetahuan serta tentang proses pembuatan kebijakan.

1.2. Masalah atau Topik Bahasan


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka topik bahasan pada makalah ini
akan membahas tentang:
1. proses pembuatan kebijakan dilakukan,
2. model-model perubahan kebijakan, dan
3. contoh analisis kebijakan dalam proses.

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan topik bahasan di atas, maka tujuan penulisan pada makalah ini untuk
mengetahui tentang:
1. Proses pembuatan kebijakan
2. Model perubahan kebijakan
3. Contoh analisis kebijakan dari segi proses perumusan atau perubahan kebijakan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Proses Pembuatan Kebijakan


Proses analisis kebijakan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang pada
dasarnya memiliki unsur politis. Aktivits tersebut dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang
menjelaskan bagimana suatu kebijakan dapat dibuat dan menjadi serangkaian langkah yang
terkait menurut urutan waktu, yaitu: bagiaman agenda disususn, kebijakan diformulasi,
mengadopsi suatu kebijakan, mengimplementasikan kebijakan, menilai suatu kebijakan,
mengadaptasi suatu kebijakan, suksesnya suatu kebijakan, dan bagaimana menghentian suatu
kebijakan. Berikut adalah gambar kompleksitas dalam proses pembuatan kebijakan.

SS
Sumber: Dunn, 2018
Gambar 1. Kompleksitas dalam Proses Pembuatan Kebijakan

1) Penyusunan Agenda
Penyusunan Agenda adalah tahapan yang cukup strategis dalam mengambil suatu
kebijakan publik. Suatu isu dapat diangkat menjadi persoalan publik sehingga
diprioritaskan dalam penyusunan agenda dari suatu publik. Oleh karena itu, isu tersebut
memperoleh perhatian publik yang lebih daripada isu lainnya sehingga dapat diangkat
dalam agenda prioritas pemerintah.
2) Formuasi Kebijakan
Masalah yang pernah atau sudah dibahas pada tahap agenda suatu kebijakan
ditindaklanjuti oleh para pengambil atau penyusun kebijakan. Oleh karena itu, masalah
tersebut dicarikan solusi atau pemcecahan masalah terbaik. Dengan demikian,
pemecahan suatu persoalan yang ditawarkan bersumber dari berbagai pilihan atau

2
alternatif dari kebijakan yang telah ada. Setiap alternatif berkompetisi dipilih untuk
menjadi kebijakan yang tentukan untuk memecahkan suatu masalah.
3) Adopsi Kebijakan
Tahap ini bertujuan untuk memberikan otorisasi kepada pemerintahan sebelum
menjalankan atau melaksanakan suatu kebijakan yang telah dipilih. Dimana legitimasi
diatur oleh kedaulatan rakyat atau suara rakyat maka warga negara berusaha mengikuti
arahan yang disampaikan oleh pemerintah. Warga negara sebagai penerima dampak dari
kebijakan harus percaya kepada tindakan yang diambil oleh pemerintah.
4) Implementasi Kebijakan
Suatu kebijakan dapat dikatakan berhasil tergantung pada pada tataran implementasi dari
kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan tindakan konkrit dalam proses
kebijakan yang diwujudkan dari sebuah kebijakan. Pada umumnya menganalisis suatu
proses dari implementasi kebijakan dapat dilakukan dengan lebih dari satu pendekatan
dimana contohnya adalah bottom-up dan/atau top-down.
5) Penilaian Kebijakan
Penilaian kebijakan berkaitan dengan melakukan estimasi atau menilai terhadap suatu
kebijakan yang terdiri dari: substansi kebijakan, implementasi kebijakan dan dampak dari
suatu kebijakan. Oleh karena itu, evaluasi dianggap sebagai suatu agenda yang bersifat
fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan harus dilakukan pada seluruh tahap proses
kebijakan.
6) Adaptasi Kebijakan
Setalah tahapan penilaian kebijakan maka, hasil penilaian tersebut dilaporkan kepada
lembaga yang bertanggung jawab untuk merumuskan, mengadopsi, dan menerapkan
kebijakan. Kebijakan yang tidak tertulis dengan baik, sumber daya yang tidak memadai,
dan pelatihan yang tidak memadai memerlukan adaptasi kebijakan. Adaptasi kebijakan
merupakan umpan balik terhubung ke tahap sebelumnya.
7) Suksesi Kebijakan
Tujuan dari suksesi kebijakan adalah untuk mengevaluasi kebijakan menentukan bahwa
suatu kebijakan tidak lagi diperlukan karena masalah telah diselesaikan (sukses).
Bukannya menghentikan kebijakan, namun didefinisikan ulang.
8) Penghentian Kebijakan
Pengentian kebijakan dilakukan bilamana suatu kebijakan telah dievaluasi sehingga
menentukan bahwa kebijakan atau seluruh lembaga harus dihentikan karena tidak lagi
diperlukan.

3
2.2. Model Perubahan Kebijakan
Model kebijakan adalah alat bantu yang dikembangkan untuk memudahkan dalam
mempelajari atau mengkaji sebuah kebijakan, terutama dalam perumusan kebijakan. Dengan
model kebijakan, akan lebih mudah dilakukan prediksi akibat atau dampak akibat ada atau
tidak adanya perubahan kebijakan.
Thomas R Day dalam bukunya Understanding Public Policy menyebutkan ada 6 buah
model pengembangan atau perumusan kebijakan, yaitu: institutional model, model kelompok,
model elit, model rasional, model inkremental, model sistem.
1) Model kelembagaan (Institusional Model)
Dalam model ini, kebijakan dipandang sebagai Tindakan yang dilakukan oleh Lembaga
atau institusi pemerintah. Model institusional ini seringkali digunakan oleh Lembaga
atau institusi pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Karena itu, tidak
heran bila satu kebijakan yang sama dari pusat ditangani oleh banyak lembaga. Contoh
model kelembagaan ini dapat dilihat dari pelaksanaan Guru Penggerak dan Sekolah
penggerak yang ditangani oleh beberapa PPPPTK yaitu PPPPTK PKn IPS, PPPPTK
IPA, PPPPTK Penjas – BK, PPPPTK Matematika, dan PPPPTK Seni dan Budaya.
2) Model kelompok
Model kebijakan ini didasarkan atas asumsi bahwa pusat perhatian politik yang
sebenarnya adalah pada hubungan yang terjadi dan ada dalam masyarakat Kebijakan
dalam model kelompok memandang bahwa semua kebijakan sejatinya merupakan
cerminan pencapaian kesepakatan hasil perjuangan kelompok-kelompok dalam
masyarakat tersebut. Keseimbangan yangtercapai tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
tiap kelompok yang terdapat dalam masyarakat.
3) Model elit
Model elit merupakan model perumusan kebijakan yang digunakan kaum elit,
kelompok kasta tinggi pemegang kekuasaan atau yang berpengaruh dalam masyarakat,
untuk mencapai tujuannya. Karena itu, kebijakan yang dirumuskan didasarkan atas
kepentingan mereka dan untuk menjaga agar kepentingan mereka terjaga dan dapat
terwujud.
4) Model Rasional
Model ini berpandangan bahwa kebijakan dipandang sebagai pencapain tujuan secara
efisien. Dalam model yang juga disebut model sinoptik ini, tujuan yang akan dicapai
menjadi dasar utama perumusan kebijakan. Efisiensi cara, biaya, dan waktu untuk
mencapai tujuan menjadi dasar perumusan kebijakan.

4
5) Model Inkremental
Model perumusan kebijakan ini memandang bahwa kebijakan merupakan variasi dalam
kebijakan-kebijakan sebelumnya atau kebijakan public sebagai kelanjutan dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebeleumnya, atau kebijakan-kebijakan public
sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah di masa
lampau dengan hanya melakukan perubahan seperlunya (tambal sulam). Contoh model
incremental adalah kebijakan pelatihan peningkatan kompetensi bagi guru di PPPTK
PKn dan IPS. Kebijakan pelaksanaan, termasuk rekrutmen, dan kurikulum pelatihan
dirumuskan berdasarkan kebijakan sebelumnya dengan penyesuaian pada regulasi
baru.
6) Model Sistem
Model perumusan kebijakan ini memandang kebijakan sebagai output dari sistem.
Model ini disebut juga sebagai model Easton karena dikembangkan oleh David Easton.
Yehzkel Dror (dalam Iskamy, 2018) menyebutkan beberapa model perumusan
kebijakan yaitu pure rational model, economical rational model, sequential decision model,
incremental model, satisfying model, extra rational model, optimal model.
1) Pure rational model
Model perumusan kebijakan ini sejatinya sama dengan model rational yang dinyatakan
oleh Thomas R Day, yakni menjadikan tujuan organisasi sebagai dasar dalam
perumusan kebijakan.
2) Economically Rational Model
Model perumusan kebijakan ini juga mendasarkan pada efisiensi, tetapi efisiensi yang
digunakan adalah efisiensi dari segi biaya atau anggaran. Kebijakan akan diambil bila
secara biaya dapat dipenuhi oleh organisasi dan bila mungkin dilakukan sehemat
mungkin, tetapi hasilnya tetap bisa maksimal.
3) Sequential Decision Model
Model perumusan kebijakan ini mengutamakan untuk melakukan uji coba atau
eksperimen pada beberapa alternatif kebjikan untuk menentukan kebijakan mana yang
akhirnya akan diambil. Tentu saja kebijakan paling efektif sesuai hasil eksperimen yang
akan diambil.
4) Inkremental model
Penjelasan tentang model incremental yang disampaikan Dror sama dengan Day yakni
sebuah model perumusan kebijakan yang dilakukan dengan melakukan sedikit
perubahan pada kebijakan yang lama. Kebijakan lama yang masih sesuai dan dapat

5
diterapkan pada publik dijadikan dasar untuk menetapkan kebijakan mana yang akan
dilaksanakan tanpa melakukan banyak perubahan, hanya disesuaikan dengan
perubahan internal dan eksternal seperlunya.
5) Satisfying model
Model satisfying merupakan model perubahan kebijakan yang dilakukan dengan
mendasarkan pada tercapainya kepuasan pihak-phak perumus kebijakan.
6) Optimal model
Optimal model merupakan model integrasi, gabungan beberapa model perumusan
kebijakan dengan cara menetapkan nilai, manfaat, kegunaan praktis kebijakan-
kebijakan yang ada dan masalah yang dihadapi. Penentuan atau identifikasi tersebut
dilakukan untuk mengatasi permasalahan dengan mempertimbangkan sumber daya
yang ada, tujuan yang telah ditetapkan, alternatif program, prediksi keberhasilan di
masa depan berdasarkan evaluasi pencapaian terbaiknya.
Pada pertengahan tahun 1960-an, terjadi perdebatan yang mengontradiksikan antara
model incremental dan model rasional. Satu kelompok yang mendukung model rasional
memandang model rasional lebih dapat diterima dalam pengambilan keputusan pada proses
perumusan kebijakan. Kelompok lainnya yang berseberangan memandang bahwa lebih
menenkankan pada proses pengambilan kebijakan daripada efektivitas pencapaian tujuan
kebijakan. Pada pertengahan 1970-1n, perdebatan Panjang ini melahirkan model perumusan
kebijakan baru yang menyeimbangkan antara kedua model tersebut. Model baru tersebut
dikenal sebagai model mixed-scanning, sebuah model hasil penggabungan antara model
rasional dan inkremental.
Model temuan baru dikenal dengan istilah model “kaleng sampah” atau garbage can.
Dalm model ini, perumusan kebijakan dilakukan dengan mengusulkan alternatif kebijakan,
menyeleksi, menilai, dan menetapkan satu pilihan kebijakan dengan memfokuskan pada
elemen-elemen irrasional sikap para pembuat kebijakan publik kepentingan publik dan nilai-
nilai yang ada pada masyarakat.
Contoh penerapan model garbage can ini mungkin bisa dilihat dari kebijakan
Pemerintah dalam seleksi PPPK. Ketetapan awal tentang penentuan kelulusan PPPK bagi guru
berdasarkan Keputusan Menteri PANRB No 1127/ 2021 tentang nilai ambang batas seleksi
kompetensi pengadaan PPPK untuk jabatan fungsional guru pada instansi daerah tahun
anggaran 2021. Passing grade yang ditetapkan meliputi dua kelompok yaitu dalam (a)
kompetensi teknis, (b) kompetensi manajerial dan struktural, serta (c) wawancara. Nilai
akumulasi maksimal untuk seleksi Kompetensi Teknis adalah 500 dengan psssing grade yang

6
berbeda-beda setiap mata pelajaran, sedangkan nilai maksimal seleksi Kompetensi Manajerial
dan sosio kultural adalah 200, dengan passing grade 130. Selain itu, juga diberlakukan afirmasi
(penambahan nilai). Misalnya untuk guru yang telah mempunyai Sertifikat Pendidik mendapat
tambahan nilai seleksi kompetensi teknis maksimal sebesar 100% atau 500; untuk guru berusia
50 tahun ke atas dan aktif mengajar minimal 3 tahun mendapat afirmasi 15% atau 70. Ada juga
afirmasi untuk guru berkebutuhan khusus.
Pada akhirnya, Pemerintah mendengarkan masukan banyak pihak, mengevaluasi
pelaksanaan seleksi, termasuk kemungkinan berapa yang dapat lolos tes, dan desakan dari
berbagai pihak, mengubah kebijakan tersebut. Perubahan kebijakan yang dilakukan
Kemendikbudristek ini disambut Bahagia oleh semua pihak yang berkepentingan, terutama
para peserta tes adalah kebijakan afirmasi 100% nilai komtenesi teknis (tambahan nilai 100)
untuk guru yang berusia 50 tahun ke atas. Dalam laman menpan.go.id, Ari Plt. Asisten Deputi
Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementerian PANRB Katmoko Ari
Sambodo bahwa penyesuaian nilai ambang batas yang ditetapkan dalam tiga kategori ini
didasarkan pada aspirasi masyarakat, serta hasil pengamatan kondisi nyata di lapangan,
khususnya kesulitan-kesulitan peserta yang berusia lanjut dalam mengerjakan soal-soal
kompetensi teknis dan banyaknya aspirasi yang masuk terkait ‘seharusnya’ para guru honorer
yang sudah lanjut dan lama mengabdi mendapatkan apresiasi atas masa kerja atau
pengabdiannya. Selain itu, hal ini juga berdasarkan pada hasil evaluasi serta pemetaan hasil
Seleksi Kompetensi I oleh Panselnas Pengadaan PPPK Guru yang menunjukkan adanya
potensi disparitas pemenuhan kebutuhan guru antarwilayah. Namun, penyesuaian nilai ambang
batas ini dilakukan dengan tetap memperhatikan kualitas dari PPPK Guru yang akan direkrut.
Model-model perumusan kebijakan di atas dapat dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu model berdasarkan proses dan model berdasarkan hasil. Yang termasuk kategori pertama
antara lain model kelembagaan, model elit, dan model system politik, dan model kelompok.
Sedangkan yang termasuk dalam model hasil antara lain model rasional, model incremental,
dan model garbage can (kaleng sampah).

2.3. Analisis Kebijakan dalam Proses Pembuatan Kebijakan


Analisis kebijakan dalam proses merupakan sebuah analisis terhadap suatu kebijakan
terhadap proses perumusan kebijakan. Analisis ini dapat dilakukan dengan melihat bagaimana
kebijakan tersebut dirumuskan (berkaitan dengan tahapan siklis dalam proses perumusan
kebijakan, maupun model perumusan kebijakannya.
Dalam makalah ini disajikan dua hasil analisis kebijakan dalam proses kebijakan yaitu

7
kebijakan tentang Jaminan Kesehatan yang diangkat dari artikel berjudul Analisis Perubahan
Kebijakan Peraturan Presiden No.19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi
Peraturan Presiden No.28 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan. Artikel kedua merupakan
analisi kebijakan dalam proses berkaitan dengan judul Truncated Decision Making and
Deliberative Implementation: A Time-Based Policy Process Model for Transitional China

2.3.1 Review Artikel Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden No.19 Tahun 2016
Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No.28 Tahun 2016
Tentang Jaminan Kesehatan
Proses perubahan kebijakan Peraturan Presiden No.19 Tahun 2016 Tentang Jaminan
Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No.28 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan dalam
artikel ini disebutkan sebagai berikut. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan Tahun 2014
diketahui bahwa BPJS mengalami defisit sebesar 1,94 Triliun, pada akhir tahun 2015 BPJS
mengalami defisit sebesar 5,85 Triliun. Untuk tahun 2016 potensi deficit makin besar yaitu
kurang lebih 9,2 triliun. Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dilakukan
dengan menerapkan Peraturan Presiden No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan
ini telah mengalami tiga kali perubahan yaitu perubahan pertama menjadi Peraturan Presiden
No.111/2013, perubahan kedua menjadi Peraturan Presiden No. 19/2016 tentang Jaminan
Kesehatan, dan perubahan ketiga menjadi Peraturan Presiden No. 28/2016 tentang Jaminan
Kesehatan. Semangat untuk memperbaiki penyelenggaraan jaminan Kesehatan sosial nasional
yang tidak tertata dengan baik dilkukan dengan menata kembali persoalan seperti iuran
peserta, pengatyran denda bagi peserta yang tidak menaati aturan, dan pencegahan terjadinya
fraud. Sayangnya, baru dua bulan kebijakan ini dilakukan sudah dilakukan perubahan ketiga
dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 28/2016. Kebijakan yang tertuang dalam
Peraturan Presiden No.19/2016 sudah diganti dengan peraturan baru yaitu Peraturan Presiden
No.19/ 2016 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan kebijakan serba cepat yang seolah-olah
menafikkan proses pembuatan kebijakan dari proses input, proses pembuatan kebijakan engan
segala dinamikanya dan interaksi berbagai actor ini menyebabkan peneliti merasa perlu untuk
menganalisis proses perubahan kebijakan tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui
mengapa perubahan kebijakan terkait SJSN terjadi begitu cepat. Bagaimanapun, proses
pengambilan keputusan tentang perubahan sebuah kebijakan yang benar akan membuat sebuah
kebijakan menjadi benar dan layak serta tepat untuk diimplementasikan. Berikut ini adalah
proses perubahan kebijakan SJSN berdasarkan temuan penulis artikel tersebut. Input, Input
perubahan kebijakan ini adalah adanya permintaan perubahan Peraturan Presiden No.19/2016

8
tentang Jaminan Kesehatan menjadi Peraturan Presiden No. 28/2016 tentang Jaminan
Kesehatan. Input ini berasal dari masyarakat, DPR, penyelenggara SJSN. Proses, Pembahasan
rumusan kebijakan ini dalam roses perumusannya dilakukan kurang koordinasi lintas sectoral
dengan pihak terkait. Pihak Komisi XI DPR RI tidak melakukan koordinasi dengan DPR RI di
awal pembahasan. Perumusan perhitungan besaran iuran peserta juga tidak dilakukan
berdasarkan kajian akademis. Dalam merumuskan perubahan Peraturan Presiden pihak DJSN
juga tidak melibatkan banyak pihak dan hanya dilakukan dalam waktu satu minggu. Setelah
DPR memanggil Presiden, Presiden menugaskan Kementerian Kesehatan untuk
mengakomodir tuntutan masyarakat terkait implementeasi SJSN dengan kebijakan baru.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan, sebagai regulator kebijakan mengakomodir apirasi
banyak pihak, termasuk mangakomodir isu-isu yang berkembang terkait SJSN. Output,
Outputnya adalah diterbitkannya Peraturan Presiden No. 28/2016 tentang Jaminan Kesehatan
sebagai pengganti Peraturan Presiden No.19/2016 tentang Jaminan Kesehatan. Di antara
perubahannya adalah penurunan besaran iuran peserta dari Rp30.000.00, menjadi
Rp25.000.00. Meskipun demikian, banyak pihak menilai bahwa penurunan ini hanya
mengakomodir suara masyarakat, tetapi tidak dapat menjamin kecukupan Pemerintah dalam
menjalankan jaminan sosial bagi rakyatnya.
Sebuah kebijakan, seharusnya dirumuskan berdasarkan masukan berbagai pihak
dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada. Dalam pratiknya, perubahan kebijakan
penerapan SJSN ini dilakukan Pemerintah karena masyarakat menolak kebijakan yang telah
ditetapkan, terutama terkait besarnya iuran kepersertaan BPJS. Dalam proses perumusannya
pun tidak dilakukan secara demokratis. Rakyat yang menolak kenaikan iuran BPJS tidak
memedulikan besarnya beban yang harus ditanggung Pemerintah dalam menyelenggarakan
SJSN dan di sisi lain Pemerintah kurang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Akibatnya,
peneliti menyajikan prediksi beberapa pihak yang menyatakan bahwa penurunan iuran
kepersertaan sesuai dengan Peraturan Presiden No 19 Tahun 2016 tidak akan mencukupi. Ini
berarti, semangat untuk memperbaiki kondisi penyelenggaraan SJSN yang duunya mengawali
perubahan kebijakan ini tidak dapat dicapai. Dilihat dari proses perumusan kebijakan dari
mulai input, proses, sampai output, dapat diketahui bahwa perubahan kebijakan ini
menggunakan model kelembagaan, yaitu suatu model perumusan kebijakan yang lebih
didasrkan pada peran, wewenang sebuah Lembaga yakni pemerintah untuk menetapkan
kebijakan dan menjalankan kekuasannya. Meskipun terkadang dalam proses perumusan
kebijakannya kurang memperhatikan masukan dari semua pihak dan tidak dengan sungguh-
sungguh mempertimbangkan sumber daya yang ada.

9
2.3.2 Analisis Artikel Truncated Decision Making and Deliberative Implementation: A
Time-Based Policy Process Model for Transitional China
Seiring perkembangan zaman, kini, penelitian kebijakan menjadi suatu hal yang menarik
perhatian di Tiongkok, terutama terkait dengan kecepatan dalam proses perumusan kebijakan.
Artikel ini ditulis berdasarkan pengamatan terhadap praktik kebijakan Tiongkok yang
mengusulkan perspektif penelitian baru untuk memahami bagaimana pemerintah Tiongkok
mampu mengatasi tantangan kebijakan di era transisi yang cepat. Pendekatan yang diadopsi
oleh pemerintah Tiongkok memungkinkan pengambil keputusan untuk merespon dengan cepat
masalah serius dengan memotong Sebagian proses pengambilan keputusan, dan kemudian
mengimplementasikan keputusan melalui proses musyawarah bertahap. Artikel ini diakhiri
dengan diskusi tentang implikasi luas dari pola ini untuk meningkatkan efektivitas kebijakan
publik baik di dalam maupun di luar China.
Setelah pemeriksaan hati-hati kasus proses kebijakan publik Cina, penulis
menyimpulkan bahwa pola perilaku kebijakan yang menarik, "pengambilan keputusan
terpotong dan implementasi deliberatif” (truncated decision making and deliberative
implementation/ TDDI), telah memainkan peran penting. Berbeda dengan proses kebijakan
normal yang dilakukan melalui proses analisis dan musyawarah, perilaku kebijakan yang
diamati penulis mengikuti pola di mana proses pengambilan keputusan dikompres dan
beberapa langkah musyawarah normal bahkan dilewati, namun proses implementasinya cukup
fleksibel dan memungkinkan pertimbangan dan penyesuaian lebih lanjut. Proses ini berbeda
dengan keputusan yang diambil saat krisis dalam skenario darurat, yang tujuan keputusannya
difokuskan pada penghentian krisis dan implementasinya hampir otomatis dan segera. Proses
ini juga berbeda dari eksperimen kebijakan melalui trial and error, sering dirancang ex ante
dengan berbagai opsi implementasi. Tujuan eksperimen ini adalah untuk mempelajari manfaat
berbagai opsi kebijakan. Pelajaran yang didapat dari proses tersebut kemudian dapat
disebarkan ke konteks yang lebih luas.

10
Sumber: Xue & Zhao, 2018
Gambar 2. The Mechanism of Time Frame Allocation for the Policymaking Process

Pola proses kebijakan beroperasi sebagai berikut (lihat Gambar 2). Pertama, tekanan
sosial yang signifikan dengan mudah diterapkan pada pemerintah atas atau pemimpin politik
utama sebagai konsekuensi dari perubahan lingkungan kebijakan yang dibahas sebelumnya.
Kedua, dalam menghadapi tekanan sosial ini, pemerintah atas harus menyederhanakan dan
memangkas proses pengambilan keputusan untuk memberikan respons kebijakan dengan
cepat. Analisis dan perbandingan alternatif yang lebih hati-hati sering diabaikan untuk
menghemat waktu. Respons kebijakan seperti itu sering kali bersifat umum dan tidak jelas
dalam perinciannya. Ketiga, pemerintah yang lebih tinggi mendorong pemerintah yang lebih
rendah untuk mengisi rincian selama tahap implementasi dan memberikan waktu dan ruang
lingkup yang cukup untuk fleksibilitas dalam proses implementasi. Penulis menyebut proses
ini sebagai “implementasi sebagai musyawarah,” yang dapat berfungsi sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengatasi kekurangan keputusan kebijakan yang cepat. Secara keseluruhan,
proses ini menengahi kepentingan pemangku kepentingan, dan memungkinkan tingkat
fleksibilitas tertentu. Hasil dari proses tersebut bergantung pada kemampuan pejabat
pemerintah yang lebih rendah, tingkat pemotongan dalam pengambilan keputusan tingkat atas,
dan kualitas partisipasi pemangku kepentingan lokal yang relevan.

11
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan tentang analisis kebijakan dalam proses pembuatan kebijakan,


maka simpulan yang didapatkan, yaitu:
1. Proses pembuatan kebijakan
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di
dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivits politis tersebut
dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahapan yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu:
penyusunn agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,
penilaian kebijakan, adaptasi kebijakan, suksesi kebijakan, dan penghentian kebijakan.
2. Terdapat dua model besar perubahan kebijakan yaitu model perubahan menurut hasil
dan dampak dan model proses atau stage. Model perubahan kebijakan menurut hasil
dan dampak memfokuskan pada hasil perubahan kebijakan serta pada dampak atas
penerapan kebijakan tersebut. Model garbage can atau kaleng sampah merupakan
model gabungan yang menengahi antara model hasil dan dampak dengan proses.
3. Analisis kebijakan dalam proses pembuatan kebijakan. Analisis terhadap proses
perubahan atau perumusan kebijakan dapat memberi pemahaman bagaimana proses
perumusan kebijakan dilakukan, peran pemerintah, dan bagaimana implementasinya di
masyarakat. Hasil analisisnya dapat dijadikan pijakan, pembelajaran bagi para
pemangku kepentingan dalam Menyusun kebijakan.

12
DAFTAR RUJUKAN

Arwildayanto, Suking & Sumar. (2018). Analisis kebijakan Pendidikan Kajian Teoretis,
Eksploratif, dan Aplikatif. Bandung: Cendikia Press.
Dunn, W. N. (2018). Public Policy Analysis: An Integrated Approach (6th Ed.). New York,
NY: Routledge
Dye, Thomas R. (2008) Understanding Public Policy. (10th Ed.) New Jersey: Prentice Hall.
Iskay, Irfan. (2014) Materi Pokok Kebijakan Publik (ed. 8). Tangerang: Universitas Terbuka.
Sanusi & Suzana. (2015). Modul Pelatihan Analisis kebijakan. Jakarta: Deputi Bidang Kajian
Kebijakan.
Simatupang, P. (2003). Analisis Kebijakan: Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan.
Volume 1, No. 1, Maret : 1-21
Simanjutak, Julian & Ede Surya Darmawan. (2016) Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan
Presiden No.19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden
No.28 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia,
Vol. 05, No. 4 Desember 2016
William, D. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti
Press.
Xue, L., & Zhao, J. (2018). Truncated Decision Making and Deliberative Implementation: A
Time‐Based Policy Process Model for Transitional China. Policy Studies Journal, 48(2),
298–326. doi:10.1111/psj.12290

13

Anda mungkin juga menyukai