Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Analisis Sistem dan Kebijakan Pendidikan”

Dosen:
Dr. Ridwal Trisoni, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. ANDRIZAL
2. RISWEL ARSITA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAHMUD YUNUS
BATUSANGKAR
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil Alamin, puji syukur penulis persembahkan kehadirat


Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Melalui makalah
ini penulis membahas mengenai “Kebijakan Pendidikan Nasional”.

Makalah ini, di tulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Analisis
Sistem dan Kebijakan Pendidikan. Makalah ini membahas tentang pengertian,
konsep, teori dan lingkup sistem Kebijakan Pendidikan Nasional. Makalah ini
bertujuan agar pihak pihak terkait dapat memahami bahwa kebijakan pendidikan
nasional merupakan bagian dari kebijakan publik.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuranganya


dalam proses menganalisis dan belum sempurna. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan demi sempurnanya makalah ini
agar penulis bisa memperbaiki kekurangan dan kesalahan di masa yang akan
datang. Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga
makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Batusangkar, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................. 4
A. Pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional .............. 4
B. Konsep Kebijakan Pendidikan Nasional ................... 7
C. Teori Kebijakan Pendidikan Nasional ....................... 9
D. Lingkup Sistem Kebijakan Pendidikan Nasional ...... 16
BAB III PENUTUP ..................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................... 20
B. Saran .......................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan menjadi bagian dari perencanaan guna mempersiapkan

seperangkat keputusan yang berhubungan dengan biaya, personil, jadwal

untuk mencapai tujuan (gools) yang dilakukan oleh sejumlah aktor terdiri

pimpinan, bawahan, lembaga pemerintah atau swasta dalam suatu bidang atau

kegiatan tertentu (D, 2020). Dari beragamnya pemahaman tentang kebijakan

dari berbagai pakar dan tokoh manajemen di atas, dapat ditarik benang merah

konsepsi kebijakan sebagai aturan atau ketentuan tertulis dari keputusan

formal lembaga atau organisasi yang bersifat terikat guna mencapai tujuan

institusi atau organisasi.

Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai

keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik,

usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami

perubahan yang semakin pesat. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan

pribadi dan masyarakat, kiat dalam menerapkan prinsip- prinsip ilmu

pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.

Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan

faktor- faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah

lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil

keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai. Kebijakan

dibuat mengacu pada paradigma baru pendidikan.

1
2

Suatu kebijakan pendidikan dirancang dan dirumuskan untuk

selanjutnya dapat diiplementasikan, sebenarnya tidk begitu saja dibuat.

Kebijakan yang dirumuskan secara hati-hati terlebih lagi yang menyangkut

persoalan krusial atau persolan makro, maka hamper pasti perumusan

kebijakan tersebut dilandasi oleh suatu faham teori tertentu. Dalam proses

perumusanya, para pemegang kewenangan pengambilan kebijakan (decision

maker) terlebih dahulu telah mempertimbangkan secara masak- masak.

Pemahaman kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dapat digali

dari ciri ciri kebijakan publik. Adapun ciri kebijakan pendidikan sebagai

kebijakan publik diantaranya adalah: a) kebijakan tersebut dibuat oleh

negara/lembaga yang berkaitan dengan eksekutif, yudikatif dan legislatif b)

kebijakan ditujukan untuk mengatur kehidupan bersama c) mengatur masalah

bersama. Kebijakan pendidikan seringkali di dengar, dilakukan, tetapi

seringkali tidak dipahami sepenuhnya. Kedua kata yaitu kebijakan dan

pendidikan memiliki makna luas dan bervariasi. Kebijakan pendidikan

sesungguhnya lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis merupakan

kesatauan antara teori dan praktik pendidikan yang mengatur kehidupan

manusia berkaitan dengan kebutuhan layanan pendidikan untuk

mencerdaskannya. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan terdiri dari proses

analisis, perumusan dam pelaksanaan serta evaluasi kebijakan

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui

bagaimanakah hakikat “kebijakan pendidikan nasional”.


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diuraikan beberapa rumusan

masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apakah pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional?

2. Bagaimana konsep Kebijakan Pendidikan Nasional?

3. Bagaimana teori Kebijakan Pendidikan Nasional?

4. Bagaimana lingkup sistem Kebijakan Pendidikan Nasional?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu berdasarkan rumusan

masalah tersebut diatas, yaitu untuk menganalisis:

1. Pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional

2. Konsep Kebijakan Pendidikan Nasional

3. Teori Kebijakan Pendidikan Nasional

4. Lingkup sistem Kebijakan Pendidikan Nasional


4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan Pendidikan Nasional

Kata kebijakan adalah terjemahan dari kata “policy” dalam bahasa

Inggris yang berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, sehingga

penekanannya bertuju kepada tindakan (produk). Kata “kebijakan” jika

disandingkan dengan “pendidikan” maka merupakan hasil terjemahan dari

kata “educational policy” yang berasal dari dua kata, sehingga (Madjid, 2018)

mengatakan kebijakan pendidikan memiliki arti yang sama dengan kebijakan

pemerintah dalam bidang pendidikan. Jika dilihat lagi maka kebijakan

pendidikan ini adalah hasil produk dari orang/satuan yang terpilih, produk

dari beberapa masukan dari semua pihak demi perbaikan mutu pendidikan.

Istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan

istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang,

ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Dalam pengertian

operatifnya, kebijakan dapat diartikan sebagai: 1) Suatu penggarisan

ketentuan-ketentuan, 2) Bersifat sebagai pedoman, pegangan, atau bimbingan

untuk mencapai kesepahaman dalam maksud, cara atau sarana, 3) Usaha dan

kegiatan berorganisasi, dan 4) Dinamisasi gerak tindak yang terpadu,

sehaluan, dan seirama mencapai tujuan bersama tertentu, (Hadi dkk., 2016).

Secara konseptual, ada beragam pengertian yang diberikan para ahli

tentang kebijakan. Namun, secara umum “kebijakan” dapat dikatakan suatu

rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna

mengatasi masalah atau persoalan yang di dalamnya terdapat tujuan, rencana


5

dan program yang akan dilaksanakan. Menurut Charles O. Jones kebijakan

adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang

konsisten yang berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka

yang mentaatinya.

Kata publik dapat berarti masyarakat, negara, sistem politik atau

administrasi. Sedangkan pemerintah adalah orang atau sekelompok orang

yang diberi mandat oleh seluruh anggota suatu sistem politik untuk

melakukan pengaturan terhadap keseluruhan sistem. Kebijakan publik adalah

keputusan pemerintah guna memecahkan masalah publik (Mahidin, 2018).

Istilah “kebijakan pendidikan” merupakan terjemahan dari

“educational policy” yang berasal dari kata education dan policy. kebijakan

adalah seperangkat aturan, sedangkan pendidikan menunjukkan kepada

bidangnya. Jadi kebijakan pendidikan hampir sama artinya dengan kebijakan

pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan

kebijakan publik yang mengatur khusus berkaitan dengan penyerapan

sumber, alokasi, dan distrisbusi sumber serta pengaturan perilaku dalam

ranah pendidikan. Kebijakan yang dimaksud disini adalah seperangkat aturan

sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun satu

sistem pendidikan, sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan

bersama, (Arwildayanto dkk., 2018).

Berikut ini beberapa definisi Kebijakan Pendidikan yang dikemukakan

oleh para ahli:

1. Carter V. Good Carter V. Good, mendefinisikan Kebiajakan Pendidikan

sebagai berikut: “…Educational policy judgement, derived from some


6

system of values and some assessment of situational factors, operating

within institutionalized education as a general plan for guiding decision

regarding means of attaining desired educational objectives..”

2. H.A.R. Tilaar dan Rian Nugroho sebagai pakar di bidang pendidikan

menyimpulkan bahwa: “Kebijakan Pendidikan merupakan keseluruhan

proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang

dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan

tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun

waktu tertentu”.

3. Arif Rohman mengemukakan definisi lain tentang Kebijakan Pendidikan

dikemukakan, yaitu: “keputusan berupa pedoman bertindak baik yang

bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik

terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk

suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam

menyelenggarakan pendidikan”.

4. Mark Olsen, John Codd, & Anne Marie O`neil Dalam buku yang berjudul

Policy: Globalization, Citizenship and Democracy didefinisikan bahwa

Kebijakan Pendidikan adalah: “Education policy in twenty-first century is

the key to global security, sustainability and survival...education policies

are central to such global mission...a deep and robust democracy at

national level requieres strong civil society based on norms of trust and

active response citizenship and that education is central to such a goal.

Thus, the strong education state is necessary to sustain democracy at the

nation level so that strong democratic nationstates can buttress form of


7

internastional governance”. Definisi tersebut menjelaskan bahwa

kebijakan pendidikan sebagai kunci keunggulan, bahkan menyangkut

keberadaan bagi bangsa-bangsa dalam persaingan global, Sehingga

kebijakan pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam era globalisasi.

Salah satu yang menjadi argumen utamanya adalah bahwa globalisasi

membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah

demokrasi yang didukung oleh pendidikan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa Kebijakan

Pendidikan merupakan bagian dari kebijakan public (public policy), atau

dengan kata lain kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang memuat

perencanaan umum, jangka panjang, menengah dan pendek, serta langkah-

langkah strategis yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan.

B. Konsep Kebijakan Pendidikan Nasional

Dalam tataran konseptual perumusan kebijakan tidak hanya berisi

cetusan pikiran atau pendapat para pimpinan yang mewakili anggota, tetapi

juga berisi opini publik (public opinion) dan suara publik (public voice),

seperti dijelaskan oleh (Rusdiana, 2014). Hal itu disebabkan proses

pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free)

sehingga berbagai kepentingan akan selalu memengaruhi terhadap proses

pembuatan kebijakan.

Beberapa pakar menjelaskan bahwa proses perumusan kebijakan

publik selalu dan harus memerhatikan beberapa karakteristik penting agar

dapat mencapai sasaran kebijakan yang dituangkan dalam tahapan


8

implementasi kebijakan. Misalnya, dijelaskan oleh (Hidayat & Abdillah,

2019) bahwa ada empat elemen lingkungan yang perlu diperhatikan dalam

proses perumusan kebijakan publik, yaitu: 1) Economic, 2) Cultural, 3)

Demographic, dan 4) Political elements.

Keempat elemen penting yang dijelaskan di atas berkaitan dengan

perlunya analisis derajat urgensi dan relevansinya berdasarkan interest dan

kebutuhan masyarakat. Sementara itu, pendapat yang lebih spesifik

diungkapkan oleh (Elwijaya dkk., 2021) bahwa karakteristik yang perlu

dipertimbangkan dalam proses perumusan kebijakan publik bukan hanya dari

sisi lingkungan, tetapi juga penting untuk melihat bahwa keberhasilan policy

analysis harus memenuhi karakteristik yang melibatkan aktor masyarakat,

sebagai berikut: 1) Technical Skill, 2) Multidisciplinarity, 3) Creativity, 4)

Clarity, 5) Voice, 6) Expertise, Dan 7) Political Safety.

Pendapat tersebut sesuai dengan karakteristik dari suatu kebijakan

yang lazimnya berbentuk aturan-aturan dan sekaligus dijadikan pedoman

dalam mengimplementasikannya. Untuk kepentingan proses implementasi

kebijakan publik yang selalu direspons oleh masyarakat secara positif, para

perumus kebijakan harus senantiasa melakukan negosiasi secara langsung

dengan masyarakat yang terkena dampak suatu kebijakan (Hadiana, 2018).

Pandangan itu mengingatkan atas konsep "policy environment", sehingga

perlu hati-hati dalam implementasinya karena antara perumusan kebijakan

dan implementasinya tidak dapat dipisahkan. Di samping itu, setiap

perumusan kebijakan yang baik harus terkandung nuansa implementasi dan

tolok ukur keberhasilannya, sehingga kebijakan yang telah dirumuskan dan


9

diwujudkan dalam bentuk program harus selalu bertujuan dapat

diimplementasikan. Aspek lain yang terkandung dalam memahami dinamika

penetapan dan implementasi kebijakan yang seirama tersebut.

Dengan demikian, antara konsep penetapan dan implementasi

kebijakan di samping harus selaras, juga harus dilihat sebagai bagian

kehidupan masyarakat di dalam lingkungan. Oleh karena pendidikan

merupakan public goods, maka sudah semestinya kajian kebijakan

pendidikan masuk dalam dimensi kajian administrasi pendidikan yang

multidisipliner.

C. Teori Kebijakan Pendidikan Nasional

Beberapa teori kebijakan pendidikan nasional menurut (Rusdiana,

2014) antara lain:

1. Teori Perumusan Kebijakan

Dalam pengembangan dan perumusan kebijakan pendidikan diperlukan

suatu analisis kebijakan. Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan

pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Perumusan

kebijakan adalah kebijakan awal dalam kebijakan publik. Dalam

khasanah teori perumusan kebijakan, dikenal setidaknya ada 13 (tiga

belas) jenis perumusan kebijakan, yaitu teori kelembagaan, teori proses,

teori kelompok, teori elit, teori rasional, teori inkremental, teori

permainan, teori pilihan publik, teori sistem, teori pengamatan terpadu,

teori demokratis, teori strategis, dan teori deliberatif.


10

2. Teori Kelembagaan

Formulasi kebijakan dari teori kelembagaan secara sederhana bermakna

bahwa tugas membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Teori

ini mendasarkan kepada fungsi-fungsi kelembagaan dari pemerintah, di

setiap sektor dan tingkat, dalam formulasi kebijakan. Ada tiga hal yang

membenarkan pendekatan ini, yaitu pemerintah sah membuat kebijakan

publik, fungsi tersebut bersifat universal, dan pemerintah memonopoli

fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama. Teori kelembagaan

merupakan derivasi dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan

struktur daripada proses atau perilaku politik. Salah satu kelemahan dari

pendekatan ini adalah terabaikannya masalah-masalah lingkungan tempat

kebijakan itu diterapkan.

3. Teori Proses

Teori ini berasumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga

mempunyai proses. Untuk itu, kebijakan publik merupakan juga proses

politik yang menyertakan rangkaian: identifikasi masalah, menata agenda

formulasi kebijakan, perumusan proposal kebijakan, legitimasi kebijakan,

implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

4. Teori Kelompok

Teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan

(equilibrium). Inti gagasannya adalah interaksi dalam kelompok akan

menghasilkan keseimbangan. Individu dalam kelompok kepentingan

berinteraksi secara formal maupun informal, secara langsung maupun

melalui media massa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah


11

untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. Peran sistem

politik adalah untuk memanajemeni konflik yang muncul dari adanya

perbedaan tuntutan, melalui: 1) Merumuskan aturan main antar kelompok

kepentingan; 2) Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan; 3)

Memungkinkan terbentuknya kompromi dalam kebijkan publik (yang

akan dibuat); dan 4) Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.

5. Teori Elit

Teori elit berkembang dari teori politik elit-massa yang melandaskan diri

pada asumsi bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok,

yaitu pemegang kekuasaan elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau

massa. Prosesnya, elit secara top down membuat kebijakan politik untuk

diimplementasikan oleh administrator publik kepada rakyat atau massa.

Ada dua penilaian dalam pendekatan ini, negatif dan positif. Pandang

negatif mengemukakan bahwa dalam sistem politik, pemegang kekuasaan

politiklah yang akan menyelenggarakan kekuasaan sesuai dengan selera

dan keinginannya. Pandangan positif melihat bahwa seorang elit

menduduki puncak kekuasaan karena berhasil memenangkan gagasan

membawa negara-bangsa ke kondisi yang lebih baik dibandingkan

dengan pesaingnya.

6. Teori Rasionalisme

Teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai

maximum social gain, yang berarti pemerintah sebagai pembuat

kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat yang

optimum bagi masyarakat. Teori ini mengatakan bahwa proses formulasi


12

kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah di

perhitungkan rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil adalah

perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai. Dengan kata

lain, teori ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek

ekonomis. Cara-cara formulasi kebijakan disusun dalam urutan: 1)

Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya; 2) Menemukan

pilihan-pilihan; 3) Menilai konsekuensi masing-masing pilihan; 4)

Menilai rasio nilai sosial yang dikorbankan; dan 5) Memilih alternatif

kebijakan yang paling efisien. Teori rasional ini juga dikenal dengan teori

“rasional komprehensif (rk)”, yang unsur-unsurnya tidak jauh berbeda

dengan teori rasional.

7. Teori Inkrementalis

Teori inkrementalis merupakan kritik terhadap teori rasional. Teori ini

melihat kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan dari

kebijakan di masa lalu. Teori ini dapat dikatakan sebagai teori

pragmatis/praktis. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan

berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi, dan

kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara

komprehensif. Inti kebijakan inkrementalis adalah berusaha

mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk

mempertahankan kinerja yang telah dicapai.

8. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed-Scaning)

Teori ini merupakan upaya menggabungkan antara teori rasional dengan

teori inkremental. Teori pengamatan terpadu adalah sebagai suatu


13

pendekatan terhadap formulasi keputusan-keputusan pokok dan

inkremental, menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan

urusan tinggi yang menentukan petunjuk- petunjuk dasar, proses-proses

yang mempersiapkan keputusan- keputusan pokok, dan menjalankannya

setelah keputusan itu tercapai. Pada dasarnya, teori ini adalah teori yang

amat menyederhanakan masalah.

9. Teori Demokratis

Teori ini dapat dikatakan sebagai “teori demokratis” karena menghendaki

agar setiap “pemilik hak demokrasi” diikutsertakan sebanyak-banyaknya.

Kaitannya dengan implementasi good governance, dalam pembuatan

kebijakan, para konstituten dan pemanfaat (beneficiaries) diakomodasi

keberadaannya. Teori yang dekat dengan teori “pilihan publik” ini baik,

tetapi kurang efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang kritis,

darurat, dan dalam kalangan sumber daya. Namun, jika dapat

dilaksanakan teori ini sangat efektif dalam implementasinya, karena

setiap pihak mempunyai kewajiban untuk ikut serta mencapai

keberhasilan kebijakan, karena setiap pihak bertanggung jawab atas

kebijakan yang dirumuskan.

10. Teori Strategi

Teori ini menggunakan rumusan runtutan perumusan strategi sebagai

basis perumusan kebijakan. Perencanaan strategis lebih memfokuskan

kepada pengidentifikasian dan pemecahan isu-isu, lebih menekankan

kepada penilaian terhadap lingkungan di luar dan di dalam organisasi, dan

berorientasi pada tindakan. Proses perumusan strategis sendiri disusun


14

dalam langkah-langkah, sebagai beikut: 1) Memprakarsai dan

menyepakati proses perencanaan strategis; 2) Memahami manfaat proses

perencanaan strategis, mengembangkan kesepakatan awal; 3)

Merumuskan panduan proses; 4) Memperjelas mandat dan misi

organisasi, yang meliputi kegiatan perumusan misi dan mandat

organisasi; 5) Menilai kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman; 6)

Mengidentifikasi isu strategi yang dihadapi organisasi; dan 7)

Merumuskan strategi untuk mengelola isu.

11. Teori Permainan

Teori ini biasanya disebut teori konspiratif. Gagasan pokok teori ini

adalah, pertama, formulasi kebijakan berada dalam situasi kompetisi yang

intensif, dan kedua, para aktor berada dalam situasi pilihan yang tidak

independen ke dependen melainkan situasi pilihan yang sama-sama bebas

atau independen. Teori ini mendasarkan pada formulasi kebijakan yang

rasional, tetapi dalam kondisi yang tingkat keberhasilan kebijakannya

tidak lagi hanya ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan, tetapi juga

aktor-aktor lain. Konsep kunci dari teori permainan adalah strategi, yang

konsep kuncinya bukanlah yang paling optimum tetapi yang paling aman

dari serangan lawan. Jadi, konsep ini mempunyai tingkat konservatifitas

yang tinggi, karena pada intinya adalah strategi defensif. Inti teori

permainan yang terpenting adalah bahwa ia mengakomodasi kenyataan

paling riil-negara, pemerintahan, masyarakat tidak hidup dalam

kekosongan.

12. Teori Pilihan Publik


15

Teori kebijakan ini melihat kebijakan sebagai sebuah formulasi keputusan

kolektif dari individu-individu yang berkepentingan atas keputusan

tersebut. Kebijakan ini berakar dari teori ekonomi pilihan publik

(economic of public choice) yang mengandaikan bahwa manusia adalah

homo economicus yang memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

dipuaskan. Prinsipnya adalah buyer meet seller, supply meet demand.

Intinya, setiap kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah harus

merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna (beneficiaries atau

consumer).

13. Teori Sistem

Dalam pendekatan ini dikenal tiga komponen, yaitu input, proses, dan

output. Salah satu kelemahan dari pendekatan ini adalah terpusatnya

perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah, dan pada

akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan

pemerintah. Jadi, formulasi kebijakan publik dengan teori sistem

mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem

politik.

14. Teori Deliberatif

Teori deliberatif atau “musyawarah” dikembangkan oleh Maarten Hajer

dan Henderik Wagenaar (2003). Peran pemerintah dalam teori ini tidak

lebih sebagai legalisator dari “kehendak publik”. Adapun peran analisis

kebijakan adalah sebagai prosesor dalam proses dialog publik agar

menghasilkan keputusan publik untuk dijadikan sebagai kebijakan publik.


16

D. Lingkup Sistem Kebijakan Pendidikan Nasional

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus (Tawa,

2019) yakni:

1. Memiliki tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan harus memiliki

tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan

yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.

2. Memenuhi aspek legal-formal. Kebijakan pendidikan tentunya akan

diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus

dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku

untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi

syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di

sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di

wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan

pendidikan yang legitimat.

3. Memiliki konsep operasional. Kebijakan pendidikan sebagai sebuah

panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat

operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah

keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin

dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi

pendukung pengambilan keputusan.

4. Dibuat oleh yang berwenang. Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh

para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak

sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar

pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga


17

pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan

adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.

5. Dapat dievaluasi. Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari

keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka

dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung

kesalahan, maka harus bisa diperbaiki atau dievaluasi.

6. Memiliki sistematika. Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah

sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas

menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun

dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar

kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh

strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan

satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar

pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara

internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus

bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan

moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan

dibawahnya.

Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah

seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak

sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945

meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang

Peraturan Pemerintah pengganti undang- undang, peraturan pemerintah, dan

lainnya. Berikut kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan:


18

1. Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Rahmat Tuhan

yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya

berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan

ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk

membentuk suatu pemerintahan negara Republik Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

2. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (a) Setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan; (b) Setiap warga negara wajib mengikuti

pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (c) Pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (d) Negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran

pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan

belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional; serta (e) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk


19

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional

pendidikan menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, (Undang-

Undang, 2003).

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional

pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh

wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.


20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan yaitu:

1. Kajian kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kajian kebijakan

publik dibidang pendidikan mengatur regulasi yang berkaitan penyerapan

anggaran, alokasi sumber daya, distribusi sumber, dan tata tertib perilaku

pendidik.

2. konsep kebijakan pendidikan nasional harus selaras, juga harus dilihat

sebagai bagian kehidupan masyarakat di dalam lingkungan. Oleh karena

pendidikan merupakan public goods, maka sudah semestinya kajian

kebijakan pendidikan masuk dalam dimensi kajian kebijakan public.

3. Teori kebijakan pendidikan nasional meliputi teori perumusan kebijakan,

teori kelembagaan, teori proses, teori kelompok, teori elit, teori

rasionalisme, teori inkrementalis, teori pengamatan terpadu (mixed

scanning), teori demokratis, teori strategi, teori permainan, teori pilihan

public, teori sistem dan teori deliberative.

4. Lingkup sistem kebijakan pendidikan nasional merujuk kepada

karakteristiknya seperti memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek

legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh yang berwenang,

dapat dievaluasi dan memiliki sistematika. Sedangkan lingkup landasan

kebijakan pendidikan di Indonesia meliputi Pembukaan UUD 1945, UUD

1945 pasalal 31, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


21

nasional, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diberikan beberapa saran kepada

pihak-pihak tertentu, yaitu:

1. Para Pembuat Kebijakan Pendidikan

Diharapkan agar dapat membuat kebijakan di bidang pendidikan

yang selaras dengan kebijakan publik dengan memperhatikan

kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai pelanggan dan pengguna

jasa pendidikan

2. Lembaga pendidikan

Diharapkan kepada semua lembaga pendidikan agar memahami

tentang kebijakan nasional pendidikan serta ambil andil dalam membuat

kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kepentingan lembaga

pendidikan agar terwujud mutu pendidikan dan tercipta sumber daya

manusia pendidikan yang berkualitas.


22

DAFTAR PUSTAKA

Arwildayanto, Arifin, S., & Warni, S. T. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan


Kajian Teoritis, Eksploratif Dan Aplikatif. In Kebijakan Publik. (Vol. 53,
Nomor 9).
D, H. (2020). Kebijakan Pendidikan Dalam Kebijakan Publik. Jurnal Serunai
Administrasi Pendidikan, 9(1), 34–44. https://doi.org/10.37755/jsap.v9i1.250
Elwijaya, F., Mairina, V., & Gistituati, N. (2021). Konsep dasar kebijakan
pendidikan. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(1), 67.
https://doi.org/10.29210/3003817000
Hadi, H., Hafidhuddin, D., Husaini, A., & Mujahidin, E. (2016). Kebijakan
Pendidikan Nasional terhadap Pendidikan Islam dan Pendidikan Sekuler.
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, XL(2), 106.
https://doi.org/10.2307/30107745
Hadiana, L. H. dkk. (2018). PERDA 3 TH 2019 PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN.pdf.
Hidayat, R., & Abdillah. (2019). Ilmu Pendidikan: Konsep, teori dan Aplikasinya.
LPPPI.
Madjid, A. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan. Samudera Biru.
Mahidin, L. (2018). KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
(Analisis Kebijakan Pendidikan Islam Dalam UU Sisdiknas NO. 20 Tahun
2003 Serta Implikasinya Terhadap Kemajuan Pendidikan Agama Islam di
Indonesia) (Nomor 20).
Rusdiana, A. (2014). Kebijakan Pendidikan: Dari Filosofi ke Implementasi. In
Kebijakan Pendidikan dari Filosofi ke Implementasi. Pustaka Setia Bandung.
Tawa, A. B. (2019). Kebijakan Pendidikan Nasional Dan Implementasinya Pada
Sekola Dasar. E-Journal.Stp-Ipi.Ac.Id, 107–117. http://e-journal.stp-
ipi.ac.id/index.php/sapa/article/view/82
Undang-Undang. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, 71, 6–6. https://doi.org/10.1111/j.1651-
2227.1982.tb08455.x

Anda mungkin juga menyukai