MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Kajian Masalah Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu:
Yeni Heryani, M.Pd.
Oleh:
Kelas : A
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “Kebijakan Pemerintah di
Bidang Pendidikan” yang dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kajian Masalah Pendidikan Matematika.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW., beserta para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Terselesaikannya penulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan ini tim penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis atas dukungan, serta semangat yang tak pernah
berhenti, sehingga menjadi kekuatan bagi penulis selama menyelesaikan
makalah ini.
2. Yeni Heryani, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian
Masalah Pendidikan Matematika.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan.
Akhir kata tim penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi pembaca dan semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah?
2. Apa saja landasan hukum yang digunakan oleh pemerintah dalam
menerapkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pendidikan ?
3. Apa saja kebijakan yang diterapkan pemerintah berkaitan dengan
pendidikan?
4. Apa saja masalah yang muncul berkaitan dengan kebijakan tersebut?
5. Apa saja solusi yang diambil untuk menyelesaikan permasalahan yang
muncul akibat diterapkannya kebijakan-kebijakan tersebut?
C. Tujuan
Mengacu kepada rumusan masalah yang dijelaskan di atas, adapun yang
menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pemerintah.
2. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan oleh pemerintah dalam
menerapkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pendidikan.
3. Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang diterapkan pemerintah berkaitan
dengan pendidikan.
4. Untuk mengetahui masalah yang muncul berkaitan dengan kebijakan
tersebut.
5. Untuk mengetahui solusi apa saja yang dapat diambil untuk menyelesaikan
permasalahan yang muncul akibat diterapkannya kebijakan-kebijakan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan (policy) secara etimologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu polis
yang artinya kota (city), kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan
organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.
Abidin menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum
dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Carl J Frederick mengemukakan
bahwa kebujakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tetentu.
Kebijakan pemerintah atau kebijakan publik merupakan hasil interaksi intensif
antara para aktor pembuat kebjakan berdasarkan pada fenomena yang harus
dicarikan solusinya. Menurut Subarsono kebijakan publik dapat berupa Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan
Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati. Selain itu partisipasi
masyarakat diikut sertakan agar dapat menghasilkan keputusan yang terbaik.
Thomas R. Dye dalam Dunn mengatakan bahwa kebijakan memiliki 3 elemen
dalam pembentukannya yaitu kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan
(policy stakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment). Ketiga
elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi. Pengambilan
keputusan untuk sebuah kebijakan tidak semata hanya melihat pada ketiga elemen
itu saja. Namun juga dipengaruhi oleh tahap-tahap pembuatannya. Menurut Dunn
tahap pembuatan kebijakan terbagi menjadi 5 tahap yaitu:
1. Penyusunan Agenda.
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, perlu adanya
penyusunan agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah
atau isu-isu mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas kemudian
dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.
2. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan bisa disebut juga dengan perumusan kebijakan yang
merupakan tahap awal pembuatan kebijakan. Masalah yang sudah masuk
dalam agenda kebijakan selanjutnya dibahas oleh para pembuat kebijakan
kemudian dikelompokkan untuk mencari hasil pemecahan masalah yang
ada. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Namun, perumusan kebijakan tidak selalu
menghasilkan peraturan atau perintah eksekutif maupun aturan administrasi
yang diusulkan.
3. Adopsi / Legitimasi Kebijakan
Legitimasi Kebijakan bertujuan untuk memberikan otorisasi atau
kekuasaan pada proses dasar pemerintah. Jika tindakan legitimasi dalam
suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa
tindakan pemerintah adalah sah. Proses legitimasi kebijakan membutuhkan
sepenuhnya kepercayaaan untuk menentukan kebijakan seperti apa yang
kemudian akan di sah kan oleh pemerintah. Ini adalah tahap akhir dari
sebuah keputusan pemilihan kebijakan kemudian secara pasti di ambil
kepastian dan penetapan kebijakan.
4. Implementasi Kebijakan
Berhasil tidaknya suatu kebijakan pada akhirnya ditentukan pada
tataran implementasinya. Secara sederhana implementasi kebijakan
merupakan tindakan dalam proses pembuktian dari sebuah kebijakan.
Untuk menganalisis proses implementasi kebijakan dilakukannya beberapa
pendekatan salah satunya adalah top-down. Pendekatan tersebut bertitik-
tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan atau kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pihak-pihak pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
seluruh aparatur, administratur, atau birokrat di semua tingkatan yang
terutama pada tingkatan bawah.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi
dan dampak. Pelaksanaan evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada
tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak
kebijakan.
Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pendidikan pun sudah sangat
banyak, sehingga memudahkan dan memberikan ruang gerak bagi insan pendidikan
Indonesia untuk terus berinovasi dan membangun pendidikan yang berkarakter
sesuai dengan harapan pendidikan nasional. Terdapat banyak faktor yang juga
berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan secara umum, beberapa faktor
tersebut adalah faktor tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan
dan lingkungan. Seiring tuntutan pembaharuan pendidikan di Indonesia, kebijakan
pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan. Semenjak tahun 2003 telah
diganti dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang disyahkan pada
tanggal 11 Juni 2003.Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia
keempat menyebutkan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dalam hal ini
bangsa mencakup seluruh warga negara Indonesia baik warga yang belajar di
sekolah-sekolah negeri, maupun yang belajar di sekolah swasta dalam hal ini
kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik.
B. Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan PPDB menggunakan Sistem
Zonasi.
Kebijakan ini lahir dari sebuah keprihatinan. Pasalnya, ada kesenjangan sangat
tinggi antara sekolah yang dianggap favorit yang biasanya ada di kota dengan
sekolah yang dianggap kurang favorit yang ada dipinggiran atau sekolah yang
dianggap low quality.
Pada tahun 2018 penerimaan peserta didik baru mulai menerapkan sistem
zonasi. Penerimaan peserta didik baru dengan sistem ini memprioritaskan pendaftar
yang berasal dari wilayah yang sama dengan sekolah tersebut, dengan persentase
perbandingan penerimaannya yaitu 90% dari dalam wilayah dan 10% dari luar
wilayah sekolah itu berada. Kendala yang dihadapi dalam implementasi sistem
zonasi yaitu kekurang pemahaman wali murid terhadap sosialisasi mengenai sistem
zonasi karena latar belakang pendidikan wali murid yang berbeda-beda. Upaya
yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu melakukan sosialisasi
sistem zonasi lebih awal dengan sejelas-jelasnya.
1. Juknis PPDB Sesuai Permendikbud Nomor 17
PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan sekolah setiap tahunnya. PPDB yang dilakukan sekolah tentu harus
berpedoman kepada aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Berikut adalah beberapa peraturan dari point Permendikbud Nomor 17 Tahun
2017 tentang penerimaan peserta didik baru. Permendikbud ini mengatur
syarat, proses seleksi, zonasi dan proses pendaftaran ulang seperti kutipan
berikut:
Syarat PPDB SMA/SMK
Persyaratan calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA, SMK, atau
bentuk lain yang sederajat:
1) berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun;
2) memiliki ijazah/STTB SMP atau bentuk lain yang sederajat; dan
3) memiliki SHUN SMP atau bentuk lain yang sederajat.
SMK atau bentuk lain yang sederajat bidang keahlian/program
keahlian/kompetensi keahlian tertentu dapat menetapkan tambahan
persyaratan khusus dalam penerimaan peserta didik baru kelas 10
(sepuluh).
Sekolah Kawasan Berbasis Zonasi
Berdasarkan ketentuan Pasal 15, 16 dan 17 yang berbunyi:
Pasal 15
(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat
dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (Sembilan puluh persen) dari
total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6
(enam ) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
(3) Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut
berdasarkan jumlah ketersediaan daya tampung berdasarkan ketentuan
rombongan belajar masing-masing sekolah dengan ketersediaan anak
usia sekolah di daerah tersebut.
(4) Bagi sekolah yang berada didaerah perbatasan
provinsi/kabupaten/kota, ketentuan persentase dan radius zona terdekat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui
kesepakatan secara tertulis antar pemerintah daerah yang saling
berbatasan.
(5) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat
menerima calon peserta didik melalui:
a. Jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari sekolah
paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta
didik yang diterima.
b. Jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili diluar zona terdekat
dari sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orang
tua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling banyak 5%
(lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Pasal 16
(1) SMA, SMK, atau bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah provinsi wajib menerima peserta didik baru yang
berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu
wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
(2) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Surat
Keterangan Tidak mampu (SKTM) atau bukti lainya yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah.
(3) Apabila peserta didik memperoleh SKTM dengan cara yang tidak
sesuai dengan ketentuan perolehannya, akan dikenakan sanksi
pengeluaran dari sekolah.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan berdasarkan
hasil evaluasi sekolah bersama dengan komite sekolah, dewan
pendidikan, dan dinas pendidikan provinsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Ketentuan zonasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 tidak berlaku
bagi SMK. Zona itu ada keterikatan dengan penerapan PPDB. Jadi siswa
yang di wilayah utara boleh diluar utara dibatasi satu sekolah selebihnya
harus di dalam wilayah itu sendiri. Zona terbentuk agar siswa tidak
mengumpul disuatu tempat. Tetapi tetap menyebar di seluruh wilayah
Surabaya. Diharapkan siswa itu yang diwilayah utara ya sekolah di
wilayah utara. Tetapi intinya zona itu adalah untuk pemerataan sekolah
supaya siswa tidak ngumpul di satu tempat/di sekolah pusat saja.
2. Peranan Sekolah Kawasan Berbasis sistem Zonasi
Peranan sekolah kawasan berbasis sistem zonasi adalah memberi
kemudahan bagi siswa-siswi dalam melaksanakan kewajibannya dalam
menuntut ilmu hal ini dikarenakan memberikan kemudahan bagi siswa
maupun siswi dalam memilih sekolah berdasarkan pada wilayah tempat
tinggal mereka. Selain itu ada beberapa hal yang menjadi peranan sekolah
kawasan sebagai berikut :
1) Keberadaan sekolah kawasan ini dapat memberikan dampak positif
bagi wali murid yang ingin meyekolakan anaknya di sekolah favorit
tetapi dengan biaya yang terjangkau oleh semua kalangan.
2) Keberadaan sekolah kawasan ini juga memberikan dampak yang
baik bagi sekolah yang berda diwilayah mereka karena dapat
dijadikan sebagai sekolah percontohan.
3) Keberdaaan sekolah kawasan juga memberikan kemudahan bagi
siswa dalam memilih sekolah favorit berdasarkan pada wilayah
tempat tinggal mereka.
Peranan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Meta
Spencer dan Alec Inkeles yang menjelaskan bahwa peranan pendidikan
tersebut sesuai dengan beberapa fungsi yakni sebagai berikut:
1) Memindahkan nilai-nilai budaya
2) Nilai nilai pengajaran
3) Sebagai peningkatan mobilitas sosial
4) Sebagai fungsi stratifikasi sosial atau sebagai peningkatan status
sosial
5) Mengembangkan dan mentapkapkan hubungan hubungan sosial
Selain itu menurut soerjono sokanto peranan adalah suatu konsep
perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang
dalam kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan
pendidikan pada sekolah kawasan dapat meningkatkan mutu dari kualitas
pendidikan yang ada pada tiap- tiap sekolah yang ada tersebut.
3. Masalah yang Timbul Akibat Adanya Kebijakan Pemerintah
Berkaitan dengan PPDB Menggunakan Sistem Zonasi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang
Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, dari hasil analisis KPAI Bidang
Pendidikan atas proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah
negeri dengan sistem zonasi selama dua tahun terakhir, terdapat 9
permasalahan utama yang memengaruhi penerapan PPDB sistem zonasi.
1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan
kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada
awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
2. Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa
mendaftar ke sekolah manapun. Sementara ada sekolah yang
kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.
3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan
PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona
terdekat dengan sekolah pasti diterima. Jadi meski mendapatkan
nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari
sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.
4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan
orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Sosialisasi
seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan
masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.
Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per
kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
7. Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan
kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari
Kelurahan.
8. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami
masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga
kurang paham.
9. Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan
maka beberapa pemerintah daerah membuat kebijakan menambah
jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang).
10. Keterbatasan daya tampung.
11. Perpindahan tempat tinggal tiba-tiba.
12. Kewajiban menerima 90 persen calon siswa yang tinggal di lokasi
dekat sekolah. Di lapangan, hal ini membuat sekolah yang jauh dari
konsentrasi pemukiman warga biasanya ada di pusat kota sepi
peminat.
13. Ketika di satu sisi ada sekolah yang kekurangan siswa, di sisi lain
ada sekolah yang kelebihan peminat karena berada di zona padat.
2. Sasaran BOS
Dalam Permendikbud No.1 tahun 2018 bab 1, terdpat sasaran BOS, yaitu:
Adanya program ini dibuat dijalankan untuk meringankan beban ekonomi
masyarakat terkhususnya dari masyarakat ekonomi menengah kebawah. Namun,
hal ini membuat mindset masyarakat masih terpaku tentang adanya dana BOS,
maka mereka tidak usah lagi mengeluarkan dana untuk pembiayaan pendidikan
di sekolah, padahal ada sekolah yang masih kekurangan dana untuk
operasionalnya. Berdasarkan PP No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan
Sumber biaya Pendidikan pada Aturan Penididikan Dasar. Oleh karena itu,
sekolah masih bisa memungut biaya dari masyarakat jika dirasa masih
memrlukan dana untuk aktivitas pendidikan di sekolah. Namun, dalam
mementukan pungutan harus memerhatikan masyarakat. Sebelum pihak sekolah
menentukan biaya pungutan, seharusnya diadakan sosialisasi terlebih dahulu dan
menentukan keputusan secara bersama-sama dalam berbagai pihak yang terlibat.
Mekanisme Penyaluran Dana
Rahmaningtyas, Ayu. (2016). ICW Mencatat Ada 425 Kasus Korupsi Pendidikan
Sepanjang 2005-2016. Dilihat 7 September 2019, dari
https://nasional.kompas.com/read/2016/05/17/18321681/icw.mencatat.ada.425
.kasus.korupsi.pendidikan.sepanjang.2005-2016.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/manajerpendidikan/article/download/1308/11
03.
Dr. Arwildayanto, Dr. Suking, Arifin, dkk. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan,
Kajian Teoritis, Eksploratif, dan Aplikasi. Bandung: Cendekia Press.
Lampiran
a. Judul Makalah
“Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Pendidikan”
c. Pelaksana Diskusi
1. Moderator :
Husnul Hayati 172151011
2. Penyaji :
a) Sandi Hidayat 172151182
b) Evita Sri Utari H 172151010
c) Adinda Laila Fauziah 172151001
d) Setia Nur Hasanah 162151156
d. Hasil Diskusi
Berikut hasil diskusi yang kami laksanakan terdapat beberapa
tanggapan, diantaranya yaitu:
Opini mengenai Sistem Zonasi
1. Tanggapan dari Rudi Arif Kurniawan – 172151183
Harus adanya pemerataan sarana dan prasarana.
2. Tanggapan dari Jamjam Nurjaman – 172151059
Belum adanya pemerataan pendidik. Di daerah pelosok masih
kekurangan tenaga pendidik yang berkualitas sehingga adanya
ketertinggalan materi. Solusinya, harus adanya pemerataan tenaga
pendidik dan kependidikan.
3. Tanggapan dari Endar Rahmawati – 172151145
Sependapat dengan Rudi dan Jamjam, bahwasannya pemerataan
sarana prasarana dan tenaga pendidik itu penting untuk mencetak
generasi yang berkualitas.
4. Tanggapan dari Muhamad Abdul Aziz – 172151166
Harusnya sebelum dilaksanakan sistem zonasi secara serentak,
pemerintah harus melakukan uji coba terlebih dahulu di sekolah-
sekolah ataupun daerah yang mumpuni (sanggup) melaksanakan
sistem tersebut. Apakah boleh sekolah tidak menerapkan sistem
zonasi ?
Ditanggapi oleh Sandi Hidayat – 172151182
Kalau untuk sekolah negeri tidak boleh karena pemerintah sudah
mendata secara online dalam akun PPDB. Sedangkan untuk
sekolah swasta boleh tidak menerapkan sistem zonasi.
5. Tanggapan dari Raihana Dien Salamah – 172151090
Beropini mengenai sekolah favorit yang bersumber dari CNN.
6. Tanggapan dari Miftahul Huda – 172151078
Dalam melaksanakan sistem zonasi harus memerhatikan suatu
daerah, karena setiap daerah berbeda-beda. Perhatikan dari sensus
penduduk. Agar tidak ada lagi sekolah yang kekurangan peserta
didik
7. Pertanyaan dari Cecep Ali N – 172151137
Apakah boleh di tahun pertama belajar di sekolah yang sesuai
dengan sistem zonasi, lalu di tahun kedua pindah ke sekolah yang
diinginkan ?
Ditanggapi oleh Sandi Hidayat – 172151182
Boleh saja asal ada keterangan yang jelas kenapa pindah.
8. Tanggapan dari Siti Nurfadilah – 172151086
Seharusnya pihak sekolah bisa mengeluarkan kebijakan sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, jangan terlalu
terpaku dengan kebijakan pemerintah.