Anda di halaman 1dari 26

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PENDIDIKAN

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Kajian Masalah Pendidikan Matematika

Dosen Pengampu:
Yeni Heryani, M.Pd.

Oleh:

Adinda Laila Fauziah 172151001


Evita Sri Utari H 172151010
Husnul Hayati 172151011
Sandi Hidayat 172151182
Setia Nur Hasanah 172151156

Kelas : A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “Kebijakan Pemerintah di
Bidang Pendidikan” yang dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kajian Masalah Pendidikan Matematika.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW., beserta para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Terselesaikannya penulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan ini tim penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis atas dukungan, serta semangat yang tak pernah
berhenti, sehingga menjadi kekuatan bagi penulis selama menyelesaikan
makalah ini.
2. Yeni Heryani, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian
Masalah Pendidikan Matematika.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan.
Akhir kata tim penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi pembaca dan semua pihak.

Tasikmalaya, 13 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
A. Kebijakan Pemerintah ............................................................................... 2
B. Kebijakan Pemerintah yang Berkaitan dengan PPDB ............................. 6
C. Kebijakan Pemerintah yang Berkaitan dengan Pendidikan
Penguatan Karakter (PPK) ........................................................................
D. Kebijakan Pemerintah yang Berkaitan dengan Dana BOS .......................
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 9
A. Simpulan ................................................................................................... 9
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitas
kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam
pendidikan. Pemerintah dalam hal ini tidak main-main dalam menggalakkan
pendidikan, terbukti dari adanya salah satu peraturan yang mengatur pendidikan.
Peraturan tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa :
Tiap - tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; ayat (2) pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dalam undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah memberikan petunjuk
bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warga Negara
dalam mendapatkan layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban
untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.
Namun pada kenyataannya fenomena di masyarakat adalah masih rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik masyarakat
dan permasalahan yang muncul misalnya tingginya tingkat buta huruf, masih
banyaknya pemuda atau remaja yang megonsumsi narkoba, munculnya geng motor,
tindakan premanisme, pendidikan yang belum merata dalam berbagai aspek serta
berbagai kasus lainnya yang bersinggungan langsung dengan tujuan pendidikan.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, pemerintah telah berupaya
menerapkan kebijakan diantaranya penerapan sistem zonasi berkaitan dengan
penerimaan peserta didik baru, penguatan pendidikan karakter, dan pengalokasian
dana bos. Kebijakan-kebijakan tersebut diterapakan dengan berbagai tujuan dan
persiapan yang matang. Namun meskipun demikian dari setiap kebijakan
mempunyai dampak positif dan negatif yang sangat dirasakan oleh masyarakat.
Untuk itu, perlu adanya perbaikan-perbaikan atau solusi sebelum kebijakan-
kebijakan tersebut diterapkan secara kontinu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah?
2. Apa saja landasan hukum yang digunakan oleh pemerintah dalam
menerapkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pendidikan ?
3. Apa saja kebijakan yang diterapkan pemerintah berkaitan dengan
pendidikan?
4. Apa saja masalah yang muncul berkaitan dengan kebijakan tersebut?
5. Apa saja solusi yang diambil untuk menyelesaikan permasalahan yang
muncul akibat diterapkannya kebijakan-kebijakan tersebut?
C. Tujuan
Mengacu kepada rumusan masalah yang dijelaskan di atas, adapun yang
menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pemerintah.
2. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan oleh pemerintah dalam
menerapkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pendidikan.
3. Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang diterapkan pemerintah berkaitan
dengan pendidikan.
4. Untuk mengetahui masalah yang muncul berkaitan dengan kebijakan
tersebut.
5. Untuk mengetahui solusi apa saja yang dapat diambil untuk menyelesaikan
permasalahan yang muncul akibat diterapkannya kebijakan-kebijakan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan (policy) secara etimologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu polis
yang artinya kota (city), kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan
organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.
Abidin menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum
dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Carl J Frederick mengemukakan
bahwa kebujakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tetentu.
Kebijakan pemerintah atau kebijakan publik merupakan hasil interaksi intensif
antara para aktor pembuat kebjakan berdasarkan pada fenomena yang harus
dicarikan solusinya. Menurut Subarsono kebijakan publik dapat berupa Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan
Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati. Selain itu partisipasi
masyarakat diikut sertakan agar dapat menghasilkan keputusan yang terbaik.
Thomas R. Dye dalam Dunn mengatakan bahwa kebijakan memiliki 3 elemen
dalam pembentukannya yaitu kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan
(policy stakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment). Ketiga
elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi. Pengambilan
keputusan untuk sebuah kebijakan tidak semata hanya melihat pada ketiga elemen
itu saja. Namun juga dipengaruhi oleh tahap-tahap pembuatannya. Menurut Dunn
tahap pembuatan kebijakan terbagi menjadi 5 tahap yaitu:
1. Penyusunan Agenda.
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, perlu adanya
penyusunan agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah
atau isu-isu mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas kemudian
dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.
2. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan bisa disebut juga dengan perumusan kebijakan yang
merupakan tahap awal pembuatan kebijakan. Masalah yang sudah masuk
dalam agenda kebijakan selanjutnya dibahas oleh para pembuat kebijakan
kemudian dikelompokkan untuk mencari hasil pemecahan masalah yang
ada. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Namun, perumusan kebijakan tidak selalu
menghasilkan peraturan atau perintah eksekutif maupun aturan administrasi
yang diusulkan.
3. Adopsi / Legitimasi Kebijakan
Legitimasi Kebijakan bertujuan untuk memberikan otorisasi atau
kekuasaan pada proses dasar pemerintah. Jika tindakan legitimasi dalam
suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa
tindakan pemerintah adalah sah. Proses legitimasi kebijakan membutuhkan
sepenuhnya kepercayaaan untuk menentukan kebijakan seperti apa yang
kemudian akan di sah kan oleh pemerintah. Ini adalah tahap akhir dari
sebuah keputusan pemilihan kebijakan kemudian secara pasti di ambil
kepastian dan penetapan kebijakan.
4. Implementasi Kebijakan
Berhasil tidaknya suatu kebijakan pada akhirnya ditentukan pada
tataran implementasinya. Secara sederhana implementasi kebijakan
merupakan tindakan dalam proses pembuktian dari sebuah kebijakan.
Untuk menganalisis proses implementasi kebijakan dilakukannya beberapa
pendekatan salah satunya adalah top-down. Pendekatan tersebut bertitik-
tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan atau kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pihak-pihak pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
seluruh aparatur, administratur, atau birokrat di semua tingkatan yang
terutama pada tingkatan bawah.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi
dan dampak. Pelaksanaan evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada
tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak
kebijakan.
Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pendidikan pun sudah sangat
banyak, sehingga memudahkan dan memberikan ruang gerak bagi insan pendidikan
Indonesia untuk terus berinovasi dan membangun pendidikan yang berkarakter
sesuai dengan harapan pendidikan nasional. Terdapat banyak faktor yang juga
berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan secara umum, beberapa faktor
tersebut adalah faktor tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan
dan lingkungan. Seiring tuntutan pembaharuan pendidikan di Indonesia, kebijakan
pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan. Semenjak tahun 2003 telah
diganti dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang disyahkan pada
tanggal 11 Juni 2003.Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia
keempat menyebutkan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dalam hal ini
bangsa mencakup seluruh warga negara Indonesia baik warga yang belajar di
sekolah-sekolah negeri, maupun yang belajar di sekolah swasta dalam hal ini
kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik.
B. Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan PPDB menggunakan Sistem
Zonasi.
Kebijakan ini lahir dari sebuah keprihatinan. Pasalnya, ada kesenjangan sangat
tinggi antara sekolah yang dianggap favorit yang biasanya ada di kota dengan
sekolah yang dianggap kurang favorit yang ada dipinggiran atau sekolah yang
dianggap low quality.
Pada tahun 2018 penerimaan peserta didik baru mulai menerapkan sistem
zonasi. Penerimaan peserta didik baru dengan sistem ini memprioritaskan pendaftar
yang berasal dari wilayah yang sama dengan sekolah tersebut, dengan persentase
perbandingan penerimaannya yaitu 90% dari dalam wilayah dan 10% dari luar
wilayah sekolah itu berada. Kendala yang dihadapi dalam implementasi sistem
zonasi yaitu kekurang pemahaman wali murid terhadap sosialisasi mengenai sistem
zonasi karena latar belakang pendidikan wali murid yang berbeda-beda. Upaya
yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu melakukan sosialisasi
sistem zonasi lebih awal dengan sejelas-jelasnya.
1. Juknis PPDB Sesuai Permendikbud Nomor 17
PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan sekolah setiap tahunnya. PPDB yang dilakukan sekolah tentu harus
berpedoman kepada aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Berikut adalah beberapa peraturan dari point Permendikbud Nomor 17 Tahun
2017 tentang penerimaan peserta didik baru. Permendikbud ini mengatur
syarat, proses seleksi, zonasi dan proses pendaftaran ulang seperti kutipan
berikut:
 Syarat PPDB SMA/SMK
Persyaratan calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA, SMK, atau
bentuk lain yang sederajat:
1) berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun;
2) memiliki ijazah/STTB SMP atau bentuk lain yang sederajat; dan
3) memiliki SHUN SMP atau bentuk lain yang sederajat.
SMK atau bentuk lain yang sederajat bidang keahlian/program
keahlian/kompetensi keahlian tertentu dapat menetapkan tambahan
persyaratan khusus dalam penerimaan peserta didik baru kelas 10
(sepuluh).
 Sekolah Kawasan Berbasis Zonasi
Berdasarkan ketentuan Pasal 15, 16 dan 17 yang berbunyi:
Pasal 15
(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat
dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (Sembilan puluh persen) dari
total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6
(enam ) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
(3) Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut
berdasarkan jumlah ketersediaan daya tampung berdasarkan ketentuan
rombongan belajar masing-masing sekolah dengan ketersediaan anak
usia sekolah di daerah tersebut.
(4) Bagi sekolah yang berada didaerah perbatasan
provinsi/kabupaten/kota, ketentuan persentase dan radius zona terdekat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui
kesepakatan secara tertulis antar pemerintah daerah yang saling
berbatasan.
(5) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat
menerima calon peserta didik melalui:
a. Jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari sekolah
paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta
didik yang diterima.
b. Jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili diluar zona terdekat
dari sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orang
tua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling banyak 5%
(lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Pasal 16
(1) SMA, SMK, atau bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah provinsi wajib menerima peserta didik baru yang
berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu
wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
(2) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Surat
Keterangan Tidak mampu (SKTM) atau bukti lainya yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah.
(3) Apabila peserta didik memperoleh SKTM dengan cara yang tidak
sesuai dengan ketentuan perolehannya, akan dikenakan sanksi
pengeluaran dari sekolah.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan berdasarkan
hasil evaluasi sekolah bersama dengan komite sekolah, dewan
pendidikan, dan dinas pendidikan provinsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Ketentuan zonasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 tidak berlaku
bagi SMK. Zona itu ada keterikatan dengan penerapan PPDB. Jadi siswa
yang di wilayah utara boleh diluar utara dibatasi satu sekolah selebihnya
harus di dalam wilayah itu sendiri. Zona terbentuk agar siswa tidak
mengumpul disuatu tempat. Tetapi tetap menyebar di seluruh wilayah
Surabaya. Diharapkan siswa itu yang diwilayah utara ya sekolah di
wilayah utara. Tetapi intinya zona itu adalah untuk pemerataan sekolah
supaya siswa tidak ngumpul di satu tempat/di sekolah pusat saja.
2. Peranan Sekolah Kawasan Berbasis sistem Zonasi
Peranan sekolah kawasan berbasis sistem zonasi adalah memberi
kemudahan bagi siswa-siswi dalam melaksanakan kewajibannya dalam
menuntut ilmu hal ini dikarenakan memberikan kemudahan bagi siswa
maupun siswi dalam memilih sekolah berdasarkan pada wilayah tempat
tinggal mereka. Selain itu ada beberapa hal yang menjadi peranan sekolah
kawasan sebagai berikut :
1) Keberadaan sekolah kawasan ini dapat memberikan dampak positif
bagi wali murid yang ingin meyekolakan anaknya di sekolah favorit
tetapi dengan biaya yang terjangkau oleh semua kalangan.
2) Keberadaan sekolah kawasan ini juga memberikan dampak yang
baik bagi sekolah yang berda diwilayah mereka karena dapat
dijadikan sebagai sekolah percontohan.
3) Keberdaaan sekolah kawasan juga memberikan kemudahan bagi
siswa dalam memilih sekolah favorit berdasarkan pada wilayah
tempat tinggal mereka.
Peranan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Meta
Spencer dan Alec Inkeles yang menjelaskan bahwa peranan pendidikan
tersebut sesuai dengan beberapa fungsi yakni sebagai berikut:
1) Memindahkan nilai-nilai budaya
2) Nilai nilai pengajaran
3) Sebagai peningkatan mobilitas sosial
4) Sebagai fungsi stratifikasi sosial atau sebagai peningkatan status
sosial
5) Mengembangkan dan mentapkapkan hubungan hubungan sosial
Selain itu menurut soerjono sokanto peranan adalah suatu konsep
perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang
dalam kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan
pendidikan pada sekolah kawasan dapat meningkatkan mutu dari kualitas
pendidikan yang ada pada tiap- tiap sekolah yang ada tersebut.
3. Masalah yang Timbul Akibat Adanya Kebijakan Pemerintah
Berkaitan dengan PPDB Menggunakan Sistem Zonasi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang
Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, dari hasil analisis KPAI Bidang
Pendidikan atas proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah
negeri dengan sistem zonasi selama dua tahun terakhir, terdapat 9
permasalahan utama yang memengaruhi penerapan PPDB sistem zonasi.
1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan
kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada
awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
2. Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa
mendaftar ke sekolah manapun. Sementara ada sekolah yang
kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.
3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan
PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona
terdekat dengan sekolah pasti diterima. Jadi meski mendapatkan
nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari
sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.
4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan
orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Sosialisasi
seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan
masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.
Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per
kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
7. Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan
kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari
Kelurahan.
8. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami
masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga
kurang paham.
9. Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan
maka beberapa pemerintah daerah membuat kebijakan menambah
jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang).
10. Keterbatasan daya tampung.
11. Perpindahan tempat tinggal tiba-tiba.
12. Kewajiban menerima 90 persen calon siswa yang tinggal di lokasi
dekat sekolah. Di lapangan, hal ini membuat sekolah yang jauh dari
konsentrasi pemukiman warga biasanya ada di pusat kota sepi
peminat.
13. Ketika di satu sisi ada sekolah yang kekurangan siswa, di sisi lain
ada sekolah yang kelebihan peminat karena berada di zona padat.

4. Solusi untuk Mengatasi Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan


PPDB Menggunakan sistem Zonasi
1. Memperbolehkan siswa yang tinggal di luar zonasi, untuk
menumpang tinggal di rumah keluarga yang berdekatan dengan
sekolah yang diinginkan. Dibuktikan juga dengan surat keterangan
domisili, maka sistem bias terpenuhi.
2. Melakukan redistribusi guru. Jadi guru-guru yang terbaik harus
disebarkan ke semua sekolah dalam satu zonasi atau di luar zonasi.
3. Memperhatikan ketersediaan fasilitas belajar. Hal ini dianggap
penting untuk meratakan dan meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
4. Pelatihan bagi guru-guru. Tidak hanya akan melakukan redistribusi
terhadap guru-guru di sekolah negeri, pelatihan juga akan dilakukan.
Pelatihan ini ditujukan bagi guru-guru guna mengembangkan
keahlian mereka dalam mengajar. Dengan pemberian pelatihan ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan
diterapkan di sekolah-sekolah.
5. KPAI mendorong adanya evaluasi kebijakan PPDB tahun 2018
antara Kemdikbud dengan para Kepala Dinas Pendidikan di seluruh
Indonesia. Kebijakan ini tertuang dalam Permendikbud No. 14/2018
agar lebih dapat menyesuaikan kondisi lapangan di berbagai daerah
sehingga tahun depan ada perbaikan dalam system PPDB.
6. KPAI mendorong sosilisasi yang masif dan waktu sosialisasi yang
panjang terkait system PPDB agar Dinas-dinas Pendidikan dan
masyarakat memahami kebijakan PPDB.
7. KPAI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
untuk memenuhi standar nasional pendidikan merata di seluruh
sekolah dan membangun sekolah-sekolah negeri baru di wilayah-
wilayah zonasi yang sekolah negerinya minim. Karena, Kelemahan
utama sistem zonasi adalah tidak meratanya standar nasional
pendidikan di semua sekolah dan kuota daya tampung siswa di setiap
wilayah yang belum jelas distribusinya.
Pemerintah daerah dan pemerintah provinsi wajib melakukan
pemetaan. Sekolah yang tepat sehingga anak-anak yang tinggal di
wilayah minim sekolah negeri bisa tetap terfasilitasi, misalnya
dengan kebijakan zona bersebelahan.
C. Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan PPK
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan kebijakan pemerintah yang
terintegrasi dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental, yaitu perubahan cara
berpikir, bersikap dan bertindak menjadi lebih baik. PPK bukan merupakan suatu
kebijakan baru, karena pada tahun 2010 pendidikan karakter di sekolah sudah
menjadi Gerakan Nasional. Kebijakan ini merupakan lanjutan dari program
sebelumnya yang memberikan solusi terhadap turunnya moral anak bangsa. Pada
tahun 2016 pendidikan karakter mulai dicanangkan kembali secara bertahap.
Kebijakan ini akan menjadi dasar bagi perumusan langkah-langkah yang lebih
konkret agar nilai-nilai utama pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan secara
efektif dan menyeluruh. Maka dari itu PPK ini wajib diterapkan dalam pendidikan
formal, nonformal, dan pendidikan informal sesuai dengan yang tertera pada
peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 87 Tahun 2017 tentang penguatan
pendidikan karakter.
Pendidikan sekolah dasar (SD) strategis untuk pendidikan karakter, namun
pada kenyataanya adalah sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu
berorientasi pada pengembangan kognitif dan kurang memperhatikan
perkembangan afektif, empati, dan rasa peserta didik. Jika karakter anak telah
terbentuk dari kecil mulai dari lingkungan sosial sampai sekolah dasar, maka
generasi masyarakat Indonesia akan menjadi manusia-manusia yang berkarakter,
yang dapat menjadi penerus bangsa demi terciptanya masyarakat yang adil, jujur,
bertanggung jawab, sehingga tercipta masyarakat yang aman dan tentram dalam
suatu negara.
Salah satu cara penerapan PPK yaitu melalui kegiatan pembiasaan dalam
rangka peningkatan mutu dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Pelaksanaan kegiatan PPK
diterapkan pada 2 basis, yang pertama berbasis kelas dengan kegiatan diantaranya
adalah 1) membaca kitab suci, 2) kegiatan literasi, 3) kegiatan pra KBM. dan yang
kedua berbasis budaya sekolah diterapkan dengan beberapa kebiasaan utama seperti
1)bersalaman ketika bertemu guru, 2) turun dari sepeda ketika memasuki gerbang
sekolah, 3) aturan keluar masuk sekolah dan kelas, 4) pelaksanaan upacara, 5)
budaya 5s.
Dalam pelaksanaanya terdapat beberapa faktor penghambat pada program
penguatan pendidikan karakter melalui kegiatan pembiasaan dalam peningkatan
mutu sekolah, diantaranya:
a. longgarnya komitmen guru dalam menjalankan perannya juga dapat
melonggarkan keseriusan peserta didik dalam melaksanakan kegiatan
pembiasaan. Sehingga kepala sekolah melakukan pemantauan, pengawasan,
pengarahan dan pembinaan yang biasanya dilakukan langsung di kelas
maupun pada saat rapat dinas. Hal ini juga berlaku pada staf dan karyawan
sekolah,
b. kurangnya kesadaran peserta didik terhadap pelaksanaan, karena memang
tak semua peserta didik bisa tertib saat tidak ada pengawasan. Sehingga
untuk mengatasi hal tersebut dibuatkan jadwal piket yang mana guru dan staf
yang mendapat jadwal harus berkeliling mengawasi kegiatan pembiasaan.
Petugas piket ini juga dibantu oleh guru agama, guru BK dan juga Waka
Kesiswaan.
c. Kurangnya kepedulian wali murid juga membuat peserta didik tidak
memiliki motivasi dalam melaksanakan kegiatan pembiasaan di sekolah.
Maka dari itu, sekolah memberitahukan kepada orang tua terkait perilaku
anak yang kurang baik melalui BK jika perilaku peserta didik yang dimaksud
sudah berlebihan.
d. Keterbatasan sarana dan prasarana yang ada juga menjadi hambatan. Karena
memang kegiatan pembiasaan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada.
Seperti dalam pelaksanaan sholat berjamaah, mushola yang dimiliki sekolah
tidak dapat menampung seluruh peserta didik sehingga pelaksanaan sholat
berjamaah dini dilakuka secara bergilir dalam satu hari dan dibuat jadwal
kelas yang melakukan sholat berjamaah pada hari itu. Namun, bagi peserta
didik yang rumahnya jauh, Guru Agama menghimbau agar juga turus serta
sholat berjamaah di sekolah.
e. Sekolah memiliki 2 lokasi ini adalah kondisi yang jarang ditemui oleh
sekolah lain. Yang mana sekolah utara berisi ruang kelas 7 dan kelas 8,
mushola, beberapa laboratorium, perpustakaan, ruang guru, posko PIK-R
dan ASBN, kantin dan lapangan basket. Sedangkan sekolah selatan berisi
ruang kelas 9, beberapa laboratorium, aula, ruang kepala sekolah, ruang
guru, dan ruang TU. Sehingga terkadang dalam pelaksanaan kegiatan
pembiasaan, peserta didik harus bolak balik ke sekolah utara dan ke sekolah
selatan. Dan untuk solusinya dilakukan pengawasan agar tetap berjalan
optimal dengan memberdayakan 2 satpam dan juga 2 guru yang bertanggung
jawab dalam hal ketertiban untuk di masing-masing lokasi.
Dalam meningkatkan Penguatan Pendidikan Karakter, terdapat sekolah yang
memasukkan pendidikan krakter ini pada jam pelajaran khusus yang dalamnya
diisi dengan kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan. Di sekolah yang
mayoritas warga sekolahnya beragama islam, disampaikan materi mengenai
agama islam baik itu dari siswa, guru ataupun dari luar sekolah. Tak hanya itu,
pada jam tersebut juga diisi dengan sholat dhuha bersama ataupun diisi dengan
pengajian.
Terdapat pula sekolah yang mengadakan keputian khusus untuk siswi yang
diadakan pada saat istirahat sholat Jum’at. Sedangkan untuk yang beragama non-
islam pun memiliki kegiatan dalam memahami ajaran agamanya lebih dalam.
Selain dibiasakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama, siswa
juga diwajibkan untuk menyanyikan lagu wajib nasional ataupun lagu daerah
sebelum pembelajaran berakhir.
D. Kebijakan Pemerintah yang Berkaitan dengan Dana BOS
Program BOS ini diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2005 dalam rangka
mengatasi issu pemerataan pendidikan dan penuntasan wajib belajar 9 tahun. Namun
saat ini pendidikan diwajibkan belajar selama 15 tahun.
Menurut Peraturan Mendikanas nomor 69 tahun 2009, standar biaya operasional
nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan
operasional kegiatan operaasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari
keseluruhan danapendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesua Standar Nasional Pendidikan. BOS
adalah program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan pendanaan biaya
operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar setiap pelaksana program wajib
belajar. Menurut Peraturan Mendikanas nomor 69 tahun 2009, standar biaya
operasional nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasional kegiatan operaasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai
bagian dari keseluruhan danapendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan
kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesua Standar Nasional
Pendidikan.
Mengacu kepada PP No. 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan bahwa
sumber pendanaan berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, dana
BOS masuk kedalam kategori sumber pendanaan yang berasal dari pemerintah. Biaya
operasi yang diterima ditentukan berdasarkan jumlah peserta didik di sekolah pada
semua satuan pendidikan SD, SMP, SMA, SMK baik negeri maupun swasta, di seluruh
provinsi di Indonesia yang sudah memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)
dan sudah terdata dalam sistem Dapodik.
Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan bahwa Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
1. Tujuan BOS
Secara umum tujuan BOS adalah untuk menanggulangi masalah pemerataan
pendidikan. Program BOS membebaskan masyarakat untuk membayar biaya
operasional sekolah. Dengan adanya program ini, pemerintah mengharapkan
semua anak yang berusia 7-18 tahun dapat menuntaskan pendidikan mereka di
jenjang SD/sederajat sampai SA/sederajat.
Dalam PERMENDIKBUD No.1 tahun 2018 bab 1, terdapat tujuan BOS, yaitu:
Tujuan BOS pada:
a. SD/SDLB/SMP/SMPLB untuk:
1) membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil sekolah,
akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang masih dapat
dibayarkan dari dana BOS;
2) membebaskan pungutan biaya operasi sekolah bagi peserta didik
SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
atau pemerintah daerah;
3) meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik
SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh masyarakat;
dan/atau
4) membebaskan pungutan peserta didik yang orangtua/walinya tidak
mampu pada SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
b. SMA/SMALB/SMK untuk:
1) membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil sekolah,
akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang masih dapat
dibayarkan dari dana BOS;
2) meningkatkan angka partisipasi kasar;
3) mengurangi angka putus sekolah;
4) mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affimative action) bagi
peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu dengan
membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) tagihan
biaya sekolah dan biaya lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah;
5) memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi peserta didik
yang orangtua/walinya tidak mampu untuk mendapatkan layanan
pendidikan yang terjangkau dan bermutu; dan/ataumeningkatkan kualitas
proses pembelajaran di sekolah.

2. Sasaran BOS
Dalam Permendikbud No.1 tahun 2018 bab 1, terdpat sasaran BOS, yaitu:
Adanya program ini dibuat dijalankan untuk meringankan beban ekonomi
masyarakat terkhususnya dari masyarakat ekonomi menengah kebawah. Namun,
hal ini membuat mindset masyarakat masih terpaku tentang adanya dana BOS,
maka mereka tidak usah lagi mengeluarkan dana untuk pembiayaan pendidikan
di sekolah, padahal ada sekolah yang masih kekurangan dana untuk
operasionalnya. Berdasarkan PP No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan
Sumber biaya Pendidikan pada Aturan Penididikan Dasar. Oleh karena itu,
sekolah masih bisa memungut biaya dari masyarakat jika dirasa masih
memrlukan dana untuk aktivitas pendidikan di sekolah. Namun, dalam
mementukan pungutan harus memerhatikan masyarakat. Sebelum pihak sekolah
menentukan biaya pungutan, seharusnya diadakan sosialisasi terlebih dahulu dan
menentukan keputusan secara bersama-sama dalam berbagai pihak yang terlibat.
Mekanisme Penyaluran Dana

Penyaluran dana BOS mengalami beberapa perubahan. Mulai tahun 2016


penyaluran BOS menggunakan mekanisme transfer dana dari RKUN ke
rekening kas daerah Pemerintah Provinsi. Selanjutnya Pemprov akan
menyalurkan dana BOS ke rekening masing-masing sekolah.

Perhitungan jumlah BOS untuk masing-masing siswa (menurut Permendikbud


No.18 Tahun 2019 tentang Juknis BOS) adalah sebagai berikut:
a. SD sebesar Rp800.000,00 per siswa/pertahun;
b. SMP sebear Rp1.000.000,00 per siswa/pertahun;
c. SMA sebesar Rp1.400.000,00 per siswa/pertahun;
d. SMK sebesar Rp1.600.000,00 per siswa/pertahun;
e. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB Rp2.000.000,00 per siswa/tahun.
Jadwal Penyaluran Dana BOS
Dana BOS diberikan kepada pihak sekolah dalam kurun waktu satu tahun ajaran.
Namun tidak diberikan pada satu waktu secara menyeluruh, melainkan bertahap
seperti pada gambar berikut.

3. Pemanfaatan Dana BOS


Dana BOS dimanfaatkan untuk melancarkan operasi sekolah, diantaranya:
a. SD/SMP/SMA:
1) Pengembangan Pengembangan
Perpustakaan Manajemen Sekolah
2) PPDB 6) Pembelian/Perwatan Alat
3) Kegiatan Pembelajaran Multi Media Pembelajaran
dan Ekstrakurikuler 7) Pengelolaan Sekolah
4) Kegiatan Evaluasi 8) Langganan Daya dan Jasa
Pembelajaran 9) Pemeliharaan Sarana dan
5) Pengembangan Profesi Prasana Sekolah
Guru dan Tenaga 10) Pembayaran Honor
Kependidikan serta
b. SMK:
1) Pengembangan 9) Pemeliharaan Sarana dan
Perpustakaan Prasarana Sekolah
2) PPDB 10) Pembayaran Honor
3) Kegiatan Pembelajaran 11) Penyelenggaraan Kegiatan
dan Ekstrakurikuler Uji Kompetensi Keahlian
4) Kegiatan Evaluasi dan Sertifikasi Kompetensi
Pembelajaran Keahlian dan Uji
5) Pengembangan Profesi Kompetensi Kemampuan
Guru dan Tenaga Bahasa Inggris Berstandar
Kependidikan serta Internasional
Pengembangan 12) Penyelenggaraan Bursa
Manajemen Sekolah Kerja Khusus, Praktek
6) Pembelian Alat Multi Kerja Lapangan
Media Pembelajaran
7) Pengelolaan Sekolah
8) Langganan Daya dan Jasa,
c. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB
1) Pengembangan 6) PembelianAlat Multi
Perpustakaan Media Pembelajaran
2) PPDB 7) Pengelolaan Sekolah
3) Kegiatan Pembelajaran 8) Langganan Daya dan Jasa,
dan Ekstrakurikuler 9) Pemeliharaan Sarana dan
4) Kegiatan Evaluasi Prasarana Sekolah
Pembelajaran 10) Pembayaran Honor
5) Pengembangan Profesi 11) Pembelajaran BKK
Guru dan Tenaga SMALB, Prakerin atau
Kependidikan serta PKL, Pemagangan.
Pengembangan
Manajemen Sekolah

4. Masalah yang Timbul Akibat Adanya Kebijakan Pemerintah Berkaitan


dengan Dana BOS
Pada pelaksanaan program BOS ini terdapat permasalah dalam penyalurannya,
salah satunya yaitu biaya yang diberikan pemerintah pada program ini tidak
teralokasikan dengan baik.
Berdasarkan data yang dimiliki Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 425
kasus korupsi terkait anggaran pendidikan periode 2005-2016. "Dengan kerugian
negara Rp 1,3 triliun dan nilai suap Rp 55 miliar," kata peneliti Divisi Investigasi ICW,
Wana Alamsyah, di Jakarta, Selasa (17/5/2016). Menurut Wana, sebanyak 411 kasus
korupsi telah ditangani dan masuk ke tahap penyidikan oleh penegak hukum.
Kejaksaan telah menangani 324 kasus korupsi dengan kerugian negara sebesar
Rp897,2 miliar. Kepolisisan telah mengani 82 kasus korupsi dengan kerugian negara
sebesar Rp228,1 miliar. Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya
menangani 5 kasus, dengan kerugian negara sebesar Rp148 miliar
Permaslahan tersebut dapat terjadi karena adanya beberapa faktor, diantaranya:
1) Proses penyaluran yang bertahap dari kas umum negara hingga ke rekening
tiap sekolah. Hal ini menyebabkan banyaknya pihak yang terkait dalam
penyaluran dana, memungkinkan adanya oknum-oknum yang tidak
menyalurkan dana dengan jumlah yang tidak sesuai kepada penerima
selanjutnya.
2) Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan alokasi yang telah ditentukan.
Namun, dalam pertanggungjawabannya memasukkan dana sesuai alokasi
yang ditentukan. Contahnya, terdapat salah satu ekstrakulikuler di suatu
sekolah mengadakan kegiatan di lingkungan sekolah tanpa menggunakan
dana yang diberikan sekolah, namun, pada akhir kepengurusan ektrakulikuler
tersebut, pihak sekolah meminta laporan keuangan kegiatan tersebut.
3) Alokasii dana yang tidak transparan, dan lain sebagainya.
5. Solusi Untuk Mengatasi Permasalah yang Berkaitan dengan Kebijakan
Dana BOS
Untuk mengurangi hingga dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, terdapat
solusi-solusi yang bisa dilakukan, diantaranya:
1) Diberlakukannya e-purchassing
Tanggal 5 Agustus 2015 Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menerbitkan Surat Edaran nomor 3 Tahun
2015 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui e-Purchasing.
Surat edaran tersebut diterbitkan dalam rangka memperlancar pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui ePurchasing berdasarkan
Katalog Elektronik (e-Catalogue) sebagai pelaksanaan amanat pasal 110
ayat (4) Perpres nomor 4 tahun 2015 yang mewajibkan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I)
melakukan e-Purchasing terhadap Barang/Jasa yang sudah dimuat dalam
sistem katalog elektronik.
Dalah hal ini, penggunaan dana BOS merupakan salah satu program dimana
penyalurannya dilakukan dengan menggunakan e-purchasing. Dalam
pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan oleh suatu sekolah yang
menggunakan e-purchasing, transaksi tidak dilakukan secara tunai dan
dapat dikontrol/dipantau oleh pihak pemerintah.
2) Menginformasikan alokasi penggunaan dana BOS kepada pihak-pihak yang
seharusnya mengetahui, agar penggunaan dana tersebut dialokasikan sebaik
mungkin dan dialokasikan dengan tepat sertia tidak ada ketertutupan
ataupun kesalahpahaman antarpihak.
3) Mengadakan monitoring dan supervisi
Monitoring dan evaluasi (monev) ini dilakukan untuk mengidentifikasi
kesenjangan implementasi dan hasil Program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dengan mendasarkan hasil pengisian kuestioner dan Focus Group
Discustion (FGP) dengan 24 orang stake-holder. Berdasarkan hasil analisis
yang telah dilaksanakan diperoleh bahwa implementasi Program BOS di
Salatiga ternyata terdapat kesenj angan yang bervariasi: tinggi, sedang dan
rendah baik menyangkut proses implementasi maupun hasil program.
Kegitan evaluasi pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui :
a) Kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan sesuai dengan prosedur yang berlaku;
b) Kesesuaian yang dicapai baik bidang terkait, administratifi maupun
teknis operasional dengan peraturan yang ditetapkan;
c) Kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan
organisasi) secara efektif dan efesien:
d) Ada perubahan sistem guna mencapai hasil yang telah sempurna.
Evaluasi dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Tujuan evaluasi
ini adalah untuk menjaga dan mendorong agar:
(1) Pelaksanaan anggaran dapat berjalan sesuai dengan rencana yang
telah digariskan;
(2) Pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan instruksi serta asas-
asas yang telah ditentukan;
(3) Kesulitan dan kelemahan bekerja dapat dicegah dan ditanggulangi
atau setidak tidaknya dapat dikurangii;
(4) Pelaksanaan tugas berjalan efisein, efektif dan tepat pada
waktunya.
Evaluasi keuangan memiliki fungsi untuk mengawasi perencanaan
keuangan dan pelaksanaan penggunaan keuangan BOS. Pelaksanaan BOS di
sekolah tidak terlepas dari evaluasi terhadap penggunaan dana tersebut, evaluasi
dilakukan disekolah dan di Dinas Pendidikan Kabupaten Seluma. Evaluasi
tersebut dilakukan oleh pihak dari tim manajemen BOS di Dinas Pendidikan
Kabupaten, biasanya mereka datang ke sekolah untuk mengevaluasi atau melihat
perlengkapan administrasi tentang penggunaan dana di sekolah, apakah
penggunaan dana tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan ketetapan yang
berlaku. Jika ditemukan kesalahan penggunaan data maka melalui evaluasi akan
diadakan perbaikan, tetapi biasanya pihak yang melakukan evaluasi hanya
melihat dan memeriksa laporan pertanggungjawaban yang berbentuk laporan
tertulis dan soft copy. Untuk melakukan evaluasi yang tepat, kepala sekolah
dituntut untuk memahami pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana administrasi
keuangan, memahami peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan dan
pertanggungjawaban.
BAB III
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Rahmaningtyas, Ayu. (2016). ICW Mencatat Ada 425 Kasus Korupsi Pendidikan
Sepanjang 2005-2016. Dilihat 7 September 2019, dari
https://nasional.kompas.com/read/2016/05/17/18321681/icw.mencatat.ada.425
.kasus.korupsi.pendidikan.sepanjang.2005-2016.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/manajerpendidikan/article/download/1308/11
03.
Dr. Arwildayanto, Dr. Suking, Arifin, dkk. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan,
Kajian Teoritis, Eksploratif, dan Aplikasi. Bandung: Cendekia Press.
Lampiran

LAPORAN HASIL DISKUSI KAJIAN MASALAH


PENDIDIKAN MATEMATIKA
Dosen Pengampu: Yeni Heryani, M.Pd.

a. Judul Makalah
“Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Pendidikan”

b. Waktu dan Tempat Diskusi


Diskusi dilaksanakan pada:
hari, tanggal : Senin, 9 September 2019
waktu : 07.10 s.d 09.30
tempat : Ruangan K.13

c. Pelaksana Diskusi
1. Moderator :
Husnul Hayati 172151011
2. Penyaji :
a) Sandi Hidayat 172151182
b) Evita Sri Utari H 172151010
c) Adinda Laila Fauziah 172151001
d) Setia Nur Hasanah 162151156

d. Hasil Diskusi
Berikut hasil diskusi yang kami laksanakan terdapat beberapa
tanggapan, diantaranya yaitu:
 Opini mengenai Sistem Zonasi
1. Tanggapan dari Rudi Arif Kurniawan – 172151183
Harus adanya pemerataan sarana dan prasarana.
2. Tanggapan dari Jamjam Nurjaman – 172151059
Belum adanya pemerataan pendidik. Di daerah pelosok masih
kekurangan tenaga pendidik yang berkualitas sehingga adanya
ketertinggalan materi. Solusinya, harus adanya pemerataan tenaga
pendidik dan kependidikan.
3. Tanggapan dari Endar Rahmawati – 172151145
Sependapat dengan Rudi dan Jamjam, bahwasannya pemerataan
sarana prasarana dan tenaga pendidik itu penting untuk mencetak
generasi yang berkualitas.
4. Tanggapan dari Muhamad Abdul Aziz – 172151166
Harusnya sebelum dilaksanakan sistem zonasi secara serentak,
pemerintah harus melakukan uji coba terlebih dahulu di sekolah-
sekolah ataupun daerah yang mumpuni (sanggup) melaksanakan
sistem tersebut. Apakah boleh sekolah tidak menerapkan sistem
zonasi ?
Ditanggapi oleh Sandi Hidayat – 172151182
Kalau untuk sekolah negeri tidak boleh karena pemerintah sudah
mendata secara online dalam akun PPDB. Sedangkan untuk
sekolah swasta boleh tidak menerapkan sistem zonasi.
5. Tanggapan dari Raihana Dien Salamah – 172151090
Beropini mengenai sekolah favorit yang bersumber dari CNN.
6. Tanggapan dari Miftahul Huda – 172151078
Dalam melaksanakan sistem zonasi harus memerhatikan suatu
daerah, karena setiap daerah berbeda-beda. Perhatikan dari sensus
penduduk. Agar tidak ada lagi sekolah yang kekurangan peserta
didik
7. Pertanyaan dari Cecep Ali N – 172151137
Apakah boleh di tahun pertama belajar di sekolah yang sesuai
dengan sistem zonasi, lalu di tahun kedua pindah ke sekolah yang
diinginkan ?
Ditanggapi oleh Sandi Hidayat – 172151182
Boleh saja asal ada keterangan yang jelas kenapa pindah.
8. Tanggapan dari Siti Nurfadilah – 172151086
Seharusnya pihak sekolah bisa mengeluarkan kebijakan sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, jangan terlalu
terpaku dengan kebijakan pemerintah.

 Opini mengenai PPK


1. Tanggapan dari Jamjam Nurjaman – 172151059
Harus adanya pemerataan sarana dan prasarana.
2. Tanggapan dari Lilis Nur Hafsoh – 172151171
Di dalam proses pembelajaran pendidik bisa mengaitkan materi
pelajaran dengan agama.
3. Tanggapan dari Nadira Sukmarani E.P – 172151082
Opini mengenai pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah
sebagai salah satu penerapan pendidikan penguatan karakter.
4. Tanggapan dari Siti Nurfadilah – 172151086
Setiap pagi membaca Al-Quran 45 menit, dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya sebagai bentuk implementasi PPK.
5. Tanggapan dari Rizky Pratama P – 172151062
Adanya program tadarus setiap Jumat, dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya serta lagu daerah sebagai bentuk implementasi
PPK.
6. Tanggapan dari Endar Rahmawati – 172151145
Ada kajian / pengajian setiap Jumat sebagai bentuk implementasi
PPK.
7. Tanggapan dari Manzilatussyifa – 172151109
Opini mengenai implementasi PPK, salah satu bentuknya yaitu
melaksanakan shalat dhuha.
8. Tanggapan dari Cecep Ali N – 172151137
9. Tanggapan dari Rudi Arif Kurniawan – 172151183
Opini mengenai pengalaman penerapan PPK di SMK yaitu lebih
kepada pendidikan mental.

 Opini mengenai Dana BOS


1. Tanggapan dari Jamjam Nurjaman – 172151059
Opini mengenai penggunaan dana BOS untuk ekstrakulikuler.
2. Tanggapan dari Lilis Nur Hafsoh – 172151171
3. Pertanyaan dari Raihana Dien Salamah – 172151090
Apakah penyaluran dana BOS langsung dikirimkan ke sekolah atau
ada tahapan lain dulu?

4. Tanggapan dari Siti Nurfadilah – 172151086


5. Tanggapan dari Cecep Ali N – 172151137

Anda mungkin juga menyukai