Anda di halaman 1dari 12

                                                                        MAKALAH

                                                ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN


                                          KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN
                                                                    

Kata Pengantar

    Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang insya
Allah kita nantikan syafa’atnya kelak di yaumil akhir. Berkat partisipasi dan kerja sama dari
berbagai pihak, kami dapat, menyelesaikan makalah Analisis Kebijakan Pendidikan
mengenai “KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN”. 
    Kami memohon maaf apabila dalam makalah yang kami susun ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan, tata bahasa, juga dalam pembahasan materi ini. Harapan
kami adalah semoga makalah yang kami susun dapat membantu dalam pembelajaran dan
dapat bermanfaat dalam kehidupan kita semua. 

                                                                        DAFTAR ISI 

BAB I PENDAHULUAN.…………………………................................................
……………1 
1.1Latar Belakang…………………………….
……………........................................................1 
1.2Rumusan Masalah………………..………………..........................................................2 
1.3Tujuan Makalah………………….…..................................................…………………...2 
BAB II PEMBAHASAN…………………..............................................
……………………….3 
2.1 Pengertian Konsep Kebijakan Pendidikan.………...….....................................................3 
2.2 Batasan Kebijakan Pendidikan………………................................................................4 
2.3 Karakteristik Kebijakan Pendidikan ………………….......................................................6 
2.4 Tujuan dan Fungsi Kebijakan Pendidikan……………......................................................8 
2.5 Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia…………..........................................................10 
2.6 Prinsip-prinsip dalam Kebijakan Pendidikan………........................................................11 
2.7 Tingkatan Kebijakan……………………………..........................................................13 
2.8 Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan…………………………….............16 
2.9 Studi Tentang Kebijakan
Pendidikan……………….........................................................20 
BAB III PENUTUP…………………………………......................................................21 
31 Kesimpulan ………………………………….............................................................21 
DAFTAR PUSTAKA …………………………………..................................................24 

                                                        
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 


    Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu negara. Melalui pendidikan
transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya sekedar pengetahuan, namun juga
penanaman nilai, cita – cita dan budaya suatu bangsa. Oleh karenanya pendidikan memegang
peranan penting dalam keberlangsungan suatu negara. 
    Dalam mengatur agar pendidikan disuatu negara dapat berlangsung dengan baik dan
mencapai tujuan pendidikan yang dicita – citakan berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan
perlu diambil oleh pemerintah negara. 
    Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari sistem politik yang dianut
sehingga setiap negara mempunyai kebijakan – kebijakan yang berbeda. Indonesia menganut
sistem demokrasi berdasarkan undang – undang. Kebijakan – kebijakan yang diputuskan juga
harus berdasarkan undang – undang. 

1.2 Rumusan Masalah 


     1. Apakah pengertian konsep kebijakan pendidikan? 
     2. Apa sajakah batasan kebijakan pendidikan? 
     3. Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan? 
     4. Apa sajakah tujuan dan fungsi kebijakan pendidikan? 
     5. Bagaimanakah arah kebijakan pendidikan? 
     6. Bagaimana prinsip – prinsip kebijakan pendidikan? 
     7. Apa sajakah tingkatan kebijakan pendidikan? 
     8. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan? 
     9. Bagaimana studi tentang kebijakan pendidikan? 

1.3 Tujuan Makalah 


     1. Untuk mengetahui pengertian konsep kebijakan pendidikan. 
     2. Untuk mengetahui batasan kebijakan pendidikan. 
     3. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan. 
     4. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi kebijakan pendidikan. 
     5. Untuk mengetahui arah kebijakan pendidikan.
     6. Untuk mengetahui prinsip – prinsip kebijakan pendidikan. 
     7. Untuk mengetahui tingkatan kebijakan pendidikan. 
     8. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan 
     9. Untuk mengetahui studi tentang kebijakan pendidikan. 

                                                           
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsep Kebijakan Pendidikan 


    Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri – ciri umum
sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
konsep diartikan dengan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar
bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal – hal lain. Sedangkan di dalam
Oxfort Student’s Dictionary of English, concept is an idea; a basic prinsiple. Dari uraian
tersebut maka konsep dapat dipahami sebagai sebuah ide atau gambaran umum tentang suatu
hal. 
    Kebijakan (policy) secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya
kota.dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan
merupakan pola formal yang sama – sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal
itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Mohan dalam Syafarudin, 2008:75). 
    Kebijakan pendidikan (Nugroho, 2008:36) diartikan sebagai kumpulan hukum atau aturan
yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan pendidikan
dan bagaimana tujuan tersebut. 
    Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan – hambatan tertentu sambil mencari peluang – peluang
untuk mencapai tujuan/mewujudkan sasaran yang diinginkan (Tangkilisan, 2003:12).  
    Menurut Woll kebijakan merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di
masyarakat baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat ( Tangkilisan, 2003:2).
    Carter V. Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (edicational policy)
dalam buku karya Ali Imron yang berjudul Kebijakan Pendidikan di Indonesia yakni: “Suatu
pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor –
faktor yang bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan umum yang
dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat
melembaga bisa tercapai” (Dalam Imron, 1996:18). 
    Dengan demikian kebijakan pendidikan dapat dipahami sebagai aturan – aturan tertulis
yang diputuskan oleh pemerintah yang berfungsi untuk mengatur dalam bidang pendidikan
atau berkaitan dengan pendidikan. Jadi konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum
mengenai aturan – aturan tertulis yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya
pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan. 
    Contoh kebijakan adalah undang – undang, peraturan pemerintah, keppres, kepmen, perda,
keputusan bupati, dan keputusan direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan bersifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. 

2.2 Batasan Kebijakan Pendidikan 


    Secara etimologis, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy, dalam bahasa
Inggris. Kata policy sebenarnya dapat dijumpai dalam bahasa lain seperti Latin, Yunani, dan
Sanskrit. Polis dalam bahasa Yunani berarti negara kota. Pur dalam bahasa Sanskrit berarti
kota. Policie dalam bahasa Inggris berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, atau
juga berarti administrasi pemerintah.
    Secara terminologis, pengertian kebijaksanaan atau policy dikemukakan oleh para ahli
sebagai berikut: 
1. Laswell (1970) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-
nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and practices). 
2. Heclo dalam Jones (1977) memberikan batasan kebijakan sebagai cara bertindak yang
sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. 

3. Eulau dalam Jones mengartikan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijaksanaan. 

4. Amara Raksasa Taya dalam Tjokro Amidjoyo (1976) memberikan batasan kebijakan
sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. 

5. Budiarjo dalam Supandi (1988) menyatakan bahwa kebijakan adalah sekumpulan


keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pada prinsipnya, pihak
yang membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk
melaksanakannya. 

6. Indrafachrudi (1984) memberikan pengertian policy sebagai suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.  

    Ahli yang melihat dari sudut pelaksanaan adalah Lasswell, Heclo, dan Budiardjo. Ali yang
melihat dari sudut produk adalah Eulau dan Indrafachrudi. Sementara ahli yang memberikan
pengertian kebijakan dari sudut seni memerintah adalah Amara Raksasa Taya. 
    Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa kebijaksanaan adalah aturan-aturan
yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun yang
dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan atau wisdom adalah
suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada
seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang
berlaku. 

2.3 Karakteristik Kebijakan Pendidikan 


    Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni: 

 a. Memiliki tujuan pendidikan. 


    Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus
memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada
pendidikan. 

b. Memenuhi aspek legal-formal. 


    Kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hierarki
konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku
di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang
legitimat. 

c. Memiliki konsep operasional 


    Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus
mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi
kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan. 

d. Dibuat oleh yang berwenang 


    Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan
lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan
dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan. 

e. Dapat dievaluasi 
    Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika
mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan
memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif. 

f. Memiliki sistematika 
    Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus
memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat
serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus
diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan
hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan
pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis
sumber daya lokal. 

2.4 Tujuan dan Fungsi Kebijakan Pendidikan 


    Dilihat dari pemahaman tentang pandangan-pandangan dasar tujuan kebijakan apabila
dihubungkan dengan pendidikan dapat dikelompokan menjadi: 

1. Dilihat dari sisi tingkatan masyarakat 


    Tujuan kebijakan disini dapat diamati dan ditelusuri dari hakikat tujuan pendidikan yang
universal. Hal tersebut merupakan analisis pada fakta dan realita yang tersebar luas di
masyarakat dikarenakan pendidikan dalam arti umum mencerdaskan kehidupan bangsa. 

2. Dilihat dari sisi tingkatan politisi 


    Tujuan kebijakan ini dapat diamati dan ditelusuri dari sumbangan pendidikan terhadap
perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Pendidikan yang telah menjadi
suatu kebijakan publik diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif supaya tercipta
generasi masyarakat dalam aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban sehingga
wawasan, sikap dan perilakunya semakin demokratis. 

3. Dilihat dari sisi tingkatan ekonomi  


    Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya pendidikan
sebagai onventasi jangka panjang yang didasarkan pada beberapa alasan, yaitu : 
a. Pendidikan adalah untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan
ekonomi. 
b. Inventasi pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi fisik di
bidang lain. Pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup signifikan terutama ketika
seseorang telah menggali dan mengaktualisasikan potensi diri dan mempunyai kompetensi
yang cukup sesuai dengan bidangnya. 
    Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika,
moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang
kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. 
    Adapun menurut Nanang Fattah, fungsi kebijakan dalam pendidikan adalah: 

1.) Menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan perlu ada dalam
pendidikan. Hal ini berkaitan dengan karakter kepribadian yang sangat beragam dan berbeda-
beda. 

2.) Melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur kinerja siswa dan guru. Perlu
diupayakan pendirian suatu lembaga independen dan mandiri yang bertugas khusus untuk
melakukan kegiatan evaluasi dan pengawasan. 
    Sedangkan menurut Pongtuluran (1995: 7)fungsi kebijakan sebagai berikut: 
1.) Pedoman untuk bertindak. Hal ini mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan
mempunyai posisi yang sentral dalam menentukan suatu acuan dalam implementasi program
pendidikan serta sebagai tuntutan ke mana arah sistem pendidikan akan tertuju dan berjalan. 

2.) Pembatas prilaku.apabila dikaitkan dengan pendidikan kebijakan pendidikan tidak dapat
dilepas dari norma serta aturan dalam setiap tindakan yang diaktualisasikan berkaitan dengan
aktivitas pendidikan. 

3.) Bantuan bagi pengambil keputusan. Kebijakan pendidikan disini adalah sebagai ujung
tombak dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar setelah melalui serangkaian proses
perumusan oleh para pembuat kebijakan pendidikan. 

2.5 Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia 


    Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal
sebagai berikut: 

1.) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang


bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti. 

2.) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan


kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara
optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan. 

3.) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa


diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum
yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis
pendidikan secara professional.  

4.) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai. 

5.) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen. 
6.) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat
maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 

7.) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu
dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa
agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya. 

8.) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan


teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil,
menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya
lokal. 

2.6 Prinsip-prinsip dalam Kebijakan Pendidikan 


    Dalam kaitan dengan pembahasan mengenai kebijakan pendidikan adalah sebagai
kebijakan publik, maka dikemukakan beberapa prinsip, diantaranya : 
1. Nilai-nilai pendidikan harus mewarnai setiap kebijakan negara dalam berbagai bidang
sehingga aspek-aspek kemanusiaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, pemerintahan
pembangunan, keadilan hukum mencerminkan kaeadilan suatu bangsa yang bermoral dan
bermartabat. Jadi, nilai-nilai pendidikan harus berperan secara proaktif untuk memasuki
semua bidang yang berkembang dalam  masyarakat sejalan dengan era globalisasi yang
semakin cepat serta memberikan pengaruh yang besar. 

2. Pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan konflik kepentingan. Namun pada
kenyataannya pendidikan tidak dapat dipisahkan sebagai alat untuk merayu masyarakat
secara umum untuk perebutan kekuasaan. Hal tersebut mengakibatkan penentuan pembuat
kebijakan pendidikan dalam hal ini pemerintah pusat akan dipengaruhi oleh nuansa politik
dan sarat dengan kepentingn tertentu. 

3. Nilai-nilai pendidikan harus menjiwai sistem perpolitikan dan prinsip penyelenggaraan


negara dan tata kelola pemerintahan. Pendidikan berperan memberikan masukan berupa
penguasaan kompetensi serta aspek keprofesionalitas dan tidak kalah pentingnya juga harus
mengubah moral dalam dunia perpolitikan. 

4. Nilai-nilai pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai kepribadian dan budaya bangsa
yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan mempunyai peran penting yang
bertugas untuk menyatukan dan memberikan keseimbangan bahwa masing-masing individu
meskipun memiliki sifat dan prilaku yang berbeda yang dilatar belakangi kebudayaan
mereka, tidak menyurutkan untuk senantiasa saling menghormati dan menghargai. 

5. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses perubahan dan menjadi
lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena pendidikan merupakan
pusat atau inti dari perkembangan serta pengembangan peradaban berbagai macam bangsa
dengan cara mengubah pola pikir.  

2.7 Tingkatan Kebijakan 


    Terdapat tingkat-tingkat kebijakan pendidikan yang menunjukan kepada level kebijakan
tersebut dirumuskan dan dilaksanakan, juga menunjuk pada cakupannya, tingkatan
pelaksanaan dan mereka yang terlibat didalamnya. Ada empat tingkat kebijakan, yaitu : 

 1. Tingkatan Kebijakan Nasional (national policy level) 


    Penentu tingkat kebijakan nasional ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kebijaksanaan yang berada pada level nasional ini, disebut juga kebijaksanaan administratif. 
2. Tingkatan Kebijakan Umum (general policy level) 
    Disebut sebagai kebijakan eksekutif, oleh karena yang menentukan adalah mereka yang
berada pada posisi eksekutif. Yang termasuk kedalam kebijaksanaan eksekutif ini adalah: 
       a.) Undang-undang, karena undang-undang kekuasaan pembuatannya berada di tangan
presiden, meskipun juga dengan persetujuan DPR. 

     b.) Peraturan pemerintah adalah kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka mengoperasikan
undang-undang, kekuasaan pembuatannya ada pada presiden. 

    c.) Keputusan dan instruksi presiden, yang berisi kebijaksanaan umum penyelenggaraan
pemerintah, yang kekuasaan pembuatannya ada di tangan presiden. 

3. Tingkat Kebijakan Khusus (special policy level) 


    Letak penentunya ada pada tangan Menteri dan merupakan pembantu presiden selaku
eksekutif, maka tingkat kebijaksanaan khusus ini disebut kebijaksanaan eksekutif. Tingkat
kebijaksanaan khusus ini dibuat oleh Menteri dengan berdasarkan kebijaksanaanyang berada
di atasnya. 
4. Tingkat Kebijakan Teknis (technical policy level) 
    Disebut dengan kebijakan operatif karena kebijaksanaan ini merupakan pedoman
pelaksanaan. Penentuan kebijaksanaan ini berada pada eselon 2 ke bawah, seperti Direktorat
Jenderal atau pimpinan lembaga non departemental. Produk kebijaksanaan ini dapat berupa
peraturan, keputusan, dan instruksi pimpinan lembaga. Berdasarkan technical policy level
inilah, Gubernur, Kakanwil, Bupati, dan Kandep di masing-masing bidang melaksanakan
kebijaksanaan sesuai dengan faktor kondisional dan situasional daerahnya. Dengan perkataan
lain, faktor kondisional dan situasional daerah yang kadang-kadang membedakan corak
penerapan kebijaksanaan yang berasal dari instansi atasnya. Yang dimaksud dengan faktor
kondisional dan situasional dapat berupa budaya, ekonomi, politik, hankam, sosial, dan
sumber daya yang dapat dikerahkan di daerah tersebut. 

    Secara garis besar di Indonesia,terdapat dua jenis kebijakan yaitu yang bersifat sentralistik
dan desentralistik.Kebijakan desentralistik adalah langkah yang diambil untuk
mensinkronkan dengan kondisi di setiap satuan pendidikan yang tidak sama.Salah satunya
adalah melalui MBS(Manajemen Berbasis Sekolah). Kebijakan ini setidaknya memiliki
empat dampak positif yang dapat dikemukakan yaitu: 
     1.) Peningkatan Mutu 
    Desentralisasi pendidikan yang antara lain dimanifestasikan dalam pemberian otonomi
pada sekolah, akan meningkatkan kapasitas dan memperbaiki manajemen sekolah. Dengan
kewenangan penuh yang dimiliki sekolah, maka sekolah lebih leluasa mengelola dan
mendayagunakan potensi sumber daya yang dimiliki, misalnya, keuangan, tenaga pengajar
(guru), kurikulum, sarana prasarana, dan lain-lain. Dengan demikian, desentralisasi
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan memperbaiki mutu belajar-mengajar,
karena proses pengambilan keputusan dapat dilakukan langsung di sekolah oleh guru, kepala
sekolah, dan tenaga administratif (staf manajemen). Bahkan yang lebih penting lagi,
desentralisasi dapat mendorong dan membangkitkan gairah serta semangat mereka untuk
bekerja lebih giat dan lebih baik. 
     2.) Efisiensi Keuangan 
    Desentralisasi dimaksudkan untuk menggali penerimaan tambahan bagi kegiatan
pendidikan. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan
mengurangi biaya operasional. Untuk itu, perlu eksplorasi guna mencari cara-cara baru dalam
membuat channelling of fund. 
     3.) Efisiensi Administrasi 
    Desentralisasi memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan
prosedur bertingkat-tingkat. Kompleksitas birokrasi seperti tercermin dalam penanganan
pendidikan dasar, yang melibatkan tiga institusi (Depdiknas, Depdagri, dan Depag), tak akan
terjadi. Desentralisasi akan memberdayakan aparat tingkat daerah dan lokal, dan
membangkitkan motivasi aparat penyelenggara pendidikan bekerja lebih produktif. Ini
berdampak pada efisiensi administrasi. 
     4.) Perluasan dan Pemerataan 
    Secara teoritis, desentralisasi membuka peluang kepada penyelenggara pendidikan di
tingkat daerah dan lokal untuk melakukan ekspansi sehingga akan terjadi proses perluasan
dan pemerataan pendidikan. Desentralisasi akan  meningkatkan permintaan pelayanan
pendidikan yang lebih besar, terutama bagi kelompok masyarakat di suatu daerah yang
selama ini belum terlayani. Memang ada kemungkinan munculnya dampak negatif, yaitu,
bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan potensi SDM, akan
berkembang jauh lebih cepat sehingga meninggalkan daerah lain yang miskin. Namun,
pemerintah pusat dapat melakukan intervensi dengan memberi dana khusus berupa block-
grant kepada daerah-daerah miskin itu, sehingga dapat berkembang secara lebih seimbang. 

2.8 Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan 


   Pendidikan adalah hal penting yang terdapat pada suatu negara sehingga pemerintah perlu
untuk merumuskan kebijakan yang mendukung berlangsungnya pendidikan. Dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di alinea ke empat dinyatakan bahwa Bangsa
Indonesia bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini selanjutnya di dukung
dengan pasal 31 ayat 1 dalam Undang-undang Dasar 1945 yang memberikan hak bagi setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan. Dalam ayat-ayat selanjutnya dinyatakan; 
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya 
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. 
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional  
    Sejalan dengan ayat kedua diatas,secara umum pendidikan nasional Indonesia diatur dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.Didalamnya diatur mengenai
dasar,fungsi dan tujuan,prinsip penyelenggaraan pendidikan,hak dan kewajiban warga negara
,orang tua,masyarakat dan pemerintah , peserta didik, jalur jenis jenjang pendidikan,bahasa
pengantar,wajib belajar,standar nasional pendidikan,kurikulum, pendidik dan tenaga
kependidikan,sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan, pengelolaan, peran serta
masyarakat, evaluasi, akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh negara lain, pengawasan dan ketentuan pidana. 
    Ketentuan tentang beberapa hal dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut
kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Misalnya; 
1. Wajib Belajar 
    Ketentuan tentang wajib belajar diatur dalam PP No 47 Tahun 2008.Dalam peraturan
pemerintah ini diatur tentang berbagai hal yang berkaitan dengan wajib belajar seperti fungsi
dan tujuannya, penyelenggaraan,pengelolaan dan pengawasan. Penyelenggaraan program
wajib belajar dilakukan oleh pemerintah,pemerintah daerah dan masyarakat.Pemerintah
daerah dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan program wajib agar sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing melalui peraturan daerah. 
2. Standar Nasional Pendidikan 
    Standar Nasional Pendidikan diatur dalam PP No 19 Tahun 2005.Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
Indonesia.Didalamnya dimuat delapan standar nasional dalam pendidikan mencakup;  
   a. Standar kompetensi lulusan yakni kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap,pengetahuan dan keterampilan.Standar ini digunakan sebgai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. 
      b. Standar isi yakni mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Didalamnya memuat struktur
kurikulum,beban belajar,kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan. 
    c. Standar proses yakni yang berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikanPembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif
,inspiratif,menyenangkan,menantang memotivasi peserta didika untuk berpartisipasi aktif
serta memberikan ruang yang cukup untuk kreativitas dan kemandirian sesuai dengan
bakat ,minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik . Disamping itu dalam
proses pembelajaran, pendidik juga perlu memberikan keteladanan.Setiap satuan pendidikan
melakukan perencanaan,pelaksanaan,penilaian dan pengawasan pembelajaran untuk
terlaksananya pembelajaran yang efektif. Tentang standar perencanaan,pelaksanaan,penilaian
dan pengawasan pembelajaran ditetapkan dengan peraturan menteri.Seperti peraturan menteri
No.41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta
peraturan menteri No. 1 tahun 2008 tentang standar proses pendidikan khusus. 
     d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan yakni yang berkaitan dengan kelayakan baik
dari segi fisik maupun mental.Pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran(kompetensi pedagogik,profesional,sosial dan
kepribadian), sehat jasmani dan memiliki  kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Dengan mengingat pentingnya peran dan fungsi guru dalam pendidikan,DPR
bersama Pemerintah membuat undang-undang No 14 tahun 2005.Kemudian khusus tentang
guru diatur lebih lanjut dalam PP No 74 Tahun 2008. 
      e. Standar sarana dan prasarana yakni berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar dan berbagai tempat yang menunjang proses pembelajaran termasuk teknologi
informasi dan komunikasi.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
lahan,ruang kelas,ruang pimpinan,ruang pendidik,ruang tata
usaha,perpustakaan,laboratorium,tempat ibadah dan lain-lain yang menunjang proses
pembelajaran secara teratus dan berkelanjutan.Tentang standar sarana dan prasarana untuk
sekolah dasar dan menengah,diatur dalam permen no 24 tahun 2007. 
     f. Standar pengelolaan yakni berkaitan dengan perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan
agar tecapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.Pada satuan pendidikan
dasar dan menengah menggunakan manajemen berbasis sekolah (MBS).Sedangkan
pendidikan tinggi diberikan otonomi sesuai kewenangan yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan. 
     g. Standar pembiayaan yakni yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasional
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahunPembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi(penyediaan sarana prasarana,pengembangan SDM dan modal kerja tetap),biaya
personal (biaya pendidikan peserta didik) dan biaya operasional (gaji pendidik,bahan dan
peralatan habis pakai,biaya operasi pendidikan tidak langsung,) 
      h. Standar penilaian yakni yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen  

2.9 Studi Tentang Kebijakan Pendidikan 


    Pemulaan abad ke-20 perhatian ahli ilmu politik banyak yang tertuju pada lembaga-
lembaga pemerintahan beserta struktur-strukturnya. Para ahli ilmu politik yang memusatkan
perhatian pada lembaga dan struktur pemerintahan kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme. 
    Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran institusionalisme, maka muncullah
aliran behavioristik. Penganut aliran ini berasumsi bahwa untuk mempelajari politik haruslah
sekaligus mempelajari interaksi individu-individu, kelompok-kelompok, individu-kelompok,
baik dalam lembaga politik maupun yang berada di luarnya. 
     Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa para ahli ilmu politik kemudian tidak puas
dengan pendekatan-pendekatan yang dikembangkan olehbehavioristik. Studi mengenai
politik dan kebijaksanaan, tak mungkin sekedar meminjam pendekatan dari ilmu-ilmu sosial.
Studi mengenai politik, terlebih mengenai kebijaksanaan haruslah pula memahami sejarah
hukum, politik bahkan filsafat moral. Studi mengenai kebijaksanaan publik, pada era ini
kemudian menjadi pusat perhatian besar, bahkan sama besarnya dengan studi mengenai
politik. Atau sejak era ini, studi mengenai kebijaksanaan publik menjadi sebuah studi yang
otonom, berdiri sendiri, terpisah dari studi sebagaimana yang dikembangkan oleh ahli-ahli
politik. Jurnal-jurnal mengenai kebijaksanaan publik, banyak bermunculan, bahkan termasuk
jurusan-jurusan di universitas yang membidangi kebijaksanaan publik. 

                                                                   
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 
    Konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan – aturan tertulis
yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan agar tercapainya
tujuan pendidikan. Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa kebijaksanaan
adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada
siapa pun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan atau
wisdom adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang
dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak
memberlakukan aturan yang berlaku. 
    Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni
memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional,
dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi, memiliki sistematika. 
    Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya pendidikan
sebagai onventasi jangka panjang yang didasarkan pada beberapa alasan, yaitu pendidikan
adalah untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi, inventasi
pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi fisik di bidang lain.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika,
moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari  hak dan kewajiban yang
kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Fungsi kebijakan dalam
pendidikan adalah menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan
perlu ada dalam pendidikan, melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur
kinerja siswa dan guru. 
    Kebijakan pendidikan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan akademik dan sumber
daya manusia yang profesional sedini mungkin serta meningkatkan kesjahteraan bagi tenaga
pendidik.
    Prinsip – prinsip kebijakan pendidikan salah satunya adalah bahwa pendidikan harus
terbebas dari segala bentuk konflik yang akan mengganggu kebijakan pendidikan itu sendiri
sehingga tujuan dari pendidikan tersebut tidak tercapai. 
   Tingkatan kebijakan pendidikan sendiri ditentukan oleh pemerintah antara lain MPR, DPR,
Presiden, dan Mentri Pendidikan. 
     Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan telah tercantum di dalam Undang –
Undang yang memuat tentang sistem pendidikan nasional. Di mana dalam sistem pendidikan
nasional tersebut selain menjelaskan tentang kewajiban agar masyarakat dapat menuntut ilmu
sejak dini, sistem pendidikan nasional juga menjelaskan tentang beberapa standar pendidikan
yang ditujukan kepada lembaga pendidikan. kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme. Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran
institusionalisme, maka muncullah aliran behavioristik. Penganut aliran ini berasumsi bahwa
untuk mempelajari politik haruslah sekaligus mempelajari interaksi individu-individu,
kelompok-kelompok, individu-kelompok, baik dalam lembaga politik maupun yang berada di
luarnya. 

                                                              
                                                                 DAFTAR PUSTAKA 

http://immstiwates.blogspot.co.id/2014/04/konsep-kebijakan-pendidikan.html 
http://inten-cahaya.blogspot.co.id/2015/11/kebijakan-dan-pendidikan.html
http://iptekindonesiaef.blogspot.co.id/2013/11/konsep-dasar-kebijakan-pendidikan.htm

Anda mungkin juga menyukai