Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang insya
Allah kita nantikan syafa’atnya kelak di yaumil akhir. Berkat partisipasi dan kerja sama dari
berbagai pihak, kami dapat, menyelesaikan makalah Analisis Kebijakan Pendidikan
mengenai “KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN”.
Kami memohon maaf apabila dalam makalah yang kami susun ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan, tata bahasa, juga dalam pembahasan materi ini. Harapan
kami adalah semoga makalah yang kami susun dapat membantu dalam pembelajaran dan
dapat bermanfaat dalam kehidupan kita semua.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.…………………………................................................
……………1
1.1Latar Belakang…………………………….
……………........................................................1
1.2Rumusan Masalah………………..………………..........................................................2
1.3Tujuan Makalah………………….…..................................................…………………...2
BAB II PEMBAHASAN…………………..............................................
……………………….3
2.1 Pengertian Konsep Kebijakan Pendidikan.………...….....................................................3
2.2 Batasan Kebijakan Pendidikan………………................................................................4
2.3 Karakteristik Kebijakan Pendidikan ………………….......................................................6
2.4 Tujuan dan Fungsi Kebijakan Pendidikan……………......................................................8
2.5 Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia…………..........................................................10
2.6 Prinsip-prinsip dalam Kebijakan Pendidikan………........................................................11
2.7 Tingkatan Kebijakan……………………………..........................................................13
2.8 Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan…………………………….............16
2.9 Studi Tentang Kebijakan
Pendidikan……………….........................................................20
BAB III PENUTUP…………………………………......................................................21
31 Kesimpulan ………………………………….............................................................21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………..................................................24
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3. Eulau dalam Jones mengartikan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijaksanaan.
4. Amara Raksasa Taya dalam Tjokro Amidjoyo (1976) memberikan batasan kebijakan
sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
6. Indrafachrudi (1984) memberikan pengertian policy sebagai suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.
Ahli yang melihat dari sudut pelaksanaan adalah Lasswell, Heclo, dan Budiardjo. Ali yang
melihat dari sudut produk adalah Eulau dan Indrafachrudi. Sementara ahli yang memberikan
pengertian kebijakan dari sudut seni memerintah adalah Amara Raksasa Taya.
Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa kebijaksanaan adalah aturan-aturan
yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun yang
dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan atau wisdom adalah
suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada
seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang
berlaku.
e. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika
mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan
memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
f. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus
memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat
serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus
diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan
hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan
pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis
sumber daya lokal.
1.) Menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan perlu ada dalam
pendidikan. Hal ini berkaitan dengan karakter kepribadian yang sangat beragam dan berbeda-
beda.
2.) Melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur kinerja siswa dan guru. Perlu
diupayakan pendirian suatu lembaga independen dan mandiri yang bertugas khusus untuk
melakukan kegiatan evaluasi dan pengawasan.
Sedangkan menurut Pongtuluran (1995: 7)fungsi kebijakan sebagai berikut:
1.) Pedoman untuk bertindak. Hal ini mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan
mempunyai posisi yang sentral dalam menentukan suatu acuan dalam implementasi program
pendidikan serta sebagai tuntutan ke mana arah sistem pendidikan akan tertuju dan berjalan.
2.) Pembatas prilaku.apabila dikaitkan dengan pendidikan kebijakan pendidikan tidak dapat
dilepas dari norma serta aturan dalam setiap tindakan yang diaktualisasikan berkaitan dengan
aktivitas pendidikan.
3.) Bantuan bagi pengambil keputusan. Kebijakan pendidikan disini adalah sebagai ujung
tombak dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar setelah melalui serangkaian proses
perumusan oleh para pembuat kebijakan pendidikan.
4.) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5.) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6.) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat
maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7.) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu
dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa
agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya.
2. Pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan konflik kepentingan. Namun pada
kenyataannya pendidikan tidak dapat dipisahkan sebagai alat untuk merayu masyarakat
secara umum untuk perebutan kekuasaan. Hal tersebut mengakibatkan penentuan pembuat
kebijakan pendidikan dalam hal ini pemerintah pusat akan dipengaruhi oleh nuansa politik
dan sarat dengan kepentingn tertentu.
4. Nilai-nilai pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai kepribadian dan budaya bangsa
yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan mempunyai peran penting yang
bertugas untuk menyatukan dan memberikan keseimbangan bahwa masing-masing individu
meskipun memiliki sifat dan prilaku yang berbeda yang dilatar belakangi kebudayaan
mereka, tidak menyurutkan untuk senantiasa saling menghormati dan menghargai.
5. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses perubahan dan menjadi
lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena pendidikan merupakan
pusat atau inti dari perkembangan serta pengembangan peradaban berbagai macam bangsa
dengan cara mengubah pola pikir.
b.) Peraturan pemerintah adalah kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka mengoperasikan
undang-undang, kekuasaan pembuatannya ada pada presiden.
c.) Keputusan dan instruksi presiden, yang berisi kebijaksanaan umum penyelenggaraan
pemerintah, yang kekuasaan pembuatannya ada di tangan presiden.
Secara garis besar di Indonesia,terdapat dua jenis kebijakan yaitu yang bersifat sentralistik
dan desentralistik.Kebijakan desentralistik adalah langkah yang diambil untuk
mensinkronkan dengan kondisi di setiap satuan pendidikan yang tidak sama.Salah satunya
adalah melalui MBS(Manajemen Berbasis Sekolah). Kebijakan ini setidaknya memiliki
empat dampak positif yang dapat dikemukakan yaitu:
1.) Peningkatan Mutu
Desentralisasi pendidikan yang antara lain dimanifestasikan dalam pemberian otonomi
pada sekolah, akan meningkatkan kapasitas dan memperbaiki manajemen sekolah. Dengan
kewenangan penuh yang dimiliki sekolah, maka sekolah lebih leluasa mengelola dan
mendayagunakan potensi sumber daya yang dimiliki, misalnya, keuangan, tenaga pengajar
(guru), kurikulum, sarana prasarana, dan lain-lain. Dengan demikian, desentralisasi
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan memperbaiki mutu belajar-mengajar,
karena proses pengambilan keputusan dapat dilakukan langsung di sekolah oleh guru, kepala
sekolah, dan tenaga administratif (staf manajemen). Bahkan yang lebih penting lagi,
desentralisasi dapat mendorong dan membangkitkan gairah serta semangat mereka untuk
bekerja lebih giat dan lebih baik.
2.) Efisiensi Keuangan
Desentralisasi dimaksudkan untuk menggali penerimaan tambahan bagi kegiatan
pendidikan. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan
mengurangi biaya operasional. Untuk itu, perlu eksplorasi guna mencari cara-cara baru dalam
membuat channelling of fund.
3.) Efisiensi Administrasi
Desentralisasi memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan
prosedur bertingkat-tingkat. Kompleksitas birokrasi seperti tercermin dalam penanganan
pendidikan dasar, yang melibatkan tiga institusi (Depdiknas, Depdagri, dan Depag), tak akan
terjadi. Desentralisasi akan memberdayakan aparat tingkat daerah dan lokal, dan
membangkitkan motivasi aparat penyelenggara pendidikan bekerja lebih produktif. Ini
berdampak pada efisiensi administrasi.
4.) Perluasan dan Pemerataan
Secara teoritis, desentralisasi membuka peluang kepada penyelenggara pendidikan di
tingkat daerah dan lokal untuk melakukan ekspansi sehingga akan terjadi proses perluasan
dan pemerataan pendidikan. Desentralisasi akan meningkatkan permintaan pelayanan
pendidikan yang lebih besar, terutama bagi kelompok masyarakat di suatu daerah yang
selama ini belum terlayani. Memang ada kemungkinan munculnya dampak negatif, yaitu,
bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan potensi SDM, akan
berkembang jauh lebih cepat sehingga meninggalkan daerah lain yang miskin. Namun,
pemerintah pusat dapat melakukan intervensi dengan memberi dana khusus berupa block-
grant kepada daerah-daerah miskin itu, sehingga dapat berkembang secara lebih seimbang.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan – aturan tertulis
yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan agar tercapainya
tujuan pendidikan. Perbedaan antara kebijaksanaan dan kebijakan bahwa kebijaksanaan
adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada
siapa pun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan atau
wisdom adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang
dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak
memberlakukan aturan yang berlaku.
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni
memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional,
dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi, memiliki sistematika.
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya pendidikan
sebagai onventasi jangka panjang yang didasarkan pada beberapa alasan, yaitu pendidikan
adalah untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi, inventasi
pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi fisik di bidang lain.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika,
moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang
kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Fungsi kebijakan dalam
pendidikan adalah menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan
perlu ada dalam pendidikan, melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur
kinerja siswa dan guru.
Kebijakan pendidikan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan akademik dan sumber
daya manusia yang profesional sedini mungkin serta meningkatkan kesjahteraan bagi tenaga
pendidik.
Prinsip – prinsip kebijakan pendidikan salah satunya adalah bahwa pendidikan harus
terbebas dari segala bentuk konflik yang akan mengganggu kebijakan pendidikan itu sendiri
sehingga tujuan dari pendidikan tersebut tidak tercapai.
Tingkatan kebijakan pendidikan sendiri ditentukan oleh pemerintah antara lain MPR, DPR,
Presiden, dan Mentri Pendidikan.
Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan telah tercantum di dalam Undang –
Undang yang memuat tentang sistem pendidikan nasional. Di mana dalam sistem pendidikan
nasional tersebut selain menjelaskan tentang kewajiban agar masyarakat dapat menuntut ilmu
sejak dini, sistem pendidikan nasional juga menjelaskan tentang beberapa standar pendidikan
yang ditujukan kepada lembaga pendidikan. kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme. Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran
institusionalisme, maka muncullah aliran behavioristik. Penganut aliran ini berasumsi bahwa
untuk mempelajari politik haruslah sekaligus mempelajari interaksi individu-individu,
kelompok-kelompok, individu-kelompok, baik dalam lembaga politik maupun yang berada di
luarnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://immstiwates.blogspot.co.id/2014/04/konsep-kebijakan-pendidikan.html
http://inten-cahaya.blogspot.co.id/2015/11/kebijakan-dan-pendidikan.html
http://iptekindonesiaef.blogspot.co.id/2013/11/konsep-dasar-kebijakan-pendidikan.htm