Anda di halaman 1dari 31

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pembimbing : Muhammad Nasir M.Pd

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Disusun Oleh :

SRI INDAH AYU LESTARI


(PO714204222032)

PRODI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji atas kehadirat Allah SWT
karena atas berkat, rahmat dan ridha-Nya lah sehingga makalah ini bisa
tersusun dan terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa pula
kita kirimkan kepada junjungan kita nabi Allah yaitu baginda Muhammad
SAW, dimana beliau telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman
terang benderang dan modern seperti saat ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Politik dan Stategi Nasional”. Yang disajikan berdasarkan beberapa
referensi. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Bapak Muhammad Nasir, M.Pd
yang telah membimbing penyusun sehingga dapat menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada pembaca
terutama pada penulis. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis serahkan segalanya, untuk
semua itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mudah-mudahan
Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda. Aamiin

Makassar, 01 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
1.1 Pengertian Politik dan Strategi Nasional ..................................... 4
1.2 Penyusunan Politik dan Strategi Nasional.............................. 5
1.3 Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional .. 6
1.4 Implementasi Politik dan Strategi Nasional ........................... 8
1.5 Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional ............................ 9
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 10
1.1 Simpulan................................................................................. 10
1.2 Saran ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik dan Strategi nasional merupakan satu-kasatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Politik yang dikatakan sebagai upaya proses menentukan tujuan
dan cara memujudkannya berhubungan langsung dengan strategi yang
merupakan kerangka rencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam
hal ini politik dan strategi nasional merupakan sesuatu yang berhubungan erat
dengan cara-cara untuk mencapai tujuan nasional.
Politik nasional pada hakikatnya merupakan kebijakan nasional. Hal
ini dikarenakan, politik nasional merupakan landasan serta arah bagi konsep
strategi nasional dan strategi nasional merupakan pelaksanaan dari kebijakan
nasional. Dalam penyusunan politik nasional hal-hal yang perlu diperhatikan
secara garis besar adalah kebutuhan pokok nasional yang meliputi masalah
kesejahteraan umum dan masalah keamanan dan pertahanan negara.
Pelaksanaan politik dan strategi nasional yang dilakukan oleh negara
Indonesia mencakup beberapa bidang yang dianggap central bagi
penyelarasan kehidupan berbangsa dan bernegara dari masyarakat Indonesia.
Bidang-bidang tersebut adalah bidang hukum, bidang ekonomi, bidang
politik, bidang agama, bidang pendidikan, bidang sosial dan budaya, bidang
pembangunan daerah, bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta
bidang pertahanan dan keamanan.
Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan
memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan
kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para
penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang
mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi
warganya.
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan
makalah yang berjudul Politik dan Strategi Nasional, antara lain :
 Apa yang dimaksud dengan politik nasional dan strategi nasional?
 Bagaimana penyusunan politik dan strategi nasional?
 Apakah dasar pemikiran penyusunan politik strategi nasional (Polstranas)?
 Bagaimana implementasi dari politik dan strategi nasional?
 Bagaimanakah keberhasilan politik dan strategi nasional?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Politik dan Strategi
Nasional, yaitu:
 Mengetahui politik nasional dan strategi nasional.
 Mengetahui penyusunan politik dan strategi nasional.
 Mengetahui dasar pemikiran penyusunan politik strategi nasional
(Polstranas).
 Mengetahui implementasi dari politik dan strategi nasional.
 Mengetahui keberhasilan politik dan strategi nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Politik dan Strategi Nasional


1.1 Pengertian Politik
Istilah Politik berasal dari bahasa Yunani Polis yang artinya negara
(city state) yang terdiri atas adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan
yang berdaulat. Adpun yang berpolitik disebut Politicos. Menurut
Aristoteles manusia adalah Zoon Politicon, yakni makhluk politik.Dalam
bahasa Indonesia, kata polotik atau Politics mengandung arti suatu
keadaan yang dikehendaki, disertai cara dan alat yang digunakan untuk
mencapainya.
Demikian bahwa pada umumnya dapat dikemikakan bahwa politik
adalah berbagai kegiatan dalam suatu negara yang berkaitan dengan
proses menentukan tujuan dan upaya-upaya dalam mewujudkan tujuan
tersebut, pengambilan keputusan (decisionmaking) mnegenai seleksi dari
beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritasnya.
Negara, adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh
rakyatnya.
Kekuasaan, adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok
untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang sesuai keinginan pelaku.
Keputusan, adalah membuat pilihan dari beberapa alternatif.
Sedangkan pengambilan keputusan menunjukkan pada proses tyang
terjadi sampai keputusan itu tercapai.
Kebijaksanaan, adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil
oleh seseorang pelaku kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-
tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu.
Pembagian dan alokasi, yang diamaksud adalah pembagian dan
penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai itu sendiri adalah
sesuatu yang dianggap baik atau benar. Adapun yang dimaksud “politik”
dalam pebgertian ini adalah kebijakan umum dan pengambulan kebijakan
untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa.
1.2 Pengertian Strategi
Pengertian Strategi pada awalnya dikenal dikalangan militer yang
diartikan sebagai “the art of the general” atau seni seorang panglima, dan
penggunaanya dalam peperangan. Pengertian strategi secara umum
adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau cara untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Demikian, strategi pada dasarnya merupakan suatu kerangka
rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian
pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban terhadap tantangn
baru yang terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya, dan
keseluruhan proses terjadi dalam suatu arah yang telah digariskan.
1.3 Politik Nasional dan Strategi Nasional
Politik nasional dengan memperhatikan pengertian politik seperti di
atas, dapat dirumuskan sebagai asas, haluan usaha serta kebijaksanaan
tindakan dari negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan,
pemeliharaan, dan penegendalian, serta penggunaan potensi nasional
untuk mencapi tujuan nasional).
Strategi nasional adalah cara melaksankan politik nasonal dalam
mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional, yakni
merupakan pelaksanaan dari kebijaksanaan nasional. Dengan
melaksanakan politik nasional disusunlah strategi nasional, seperti jangka
pendek, jangaka menengah dan jangka panjang.

2.2 Penyusunan Politik dan Strategi Nasional


2.1 Suprastruktur dan Infrastruktur Politik
Penyusunan politik dan strategi negara di tingkat suprastruktur
dilakukan oleh Presiden sebagai mandataris MPR setelah memahami
Garis-Garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan oleh MPR dengan
langkah awal menyusun Program Kabinet yang diikuti dengan menunjuk
para menteri kabinet sebagai pembantu presiden.
Ditingkat infrastruktur, politik dan strategi nasional merupakan
sasaran yang hendak dicapai yang meliputi bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Masyarakat melalui pranata politik
yang ada di era reformasi memiliki peranan yang penting, yaitu berupaya
mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan
oleh MPR sebagai GBHN maupun yang dilaksanakan oleh Presiden
beserta penyelenggara negara lainnya.
2.2 Penentu Kebijakan
Kebijakan Puncak dilakukan oleh MPR yang berwenang
menetapkan UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Kebijakan
Umum dilakukan oleh Presiden sebagai kepala Pemerintahan dan DPR,
bentuknya adalah Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Kepres,
dan Inpres. Kebijakan Khusus dilakukan oleh Menteri dalam
menjabarkan Kebijakan Umum guna merumuskan strategi dalam masing-
masing bidang sesuai tanggung jawabnya. Kebijakan Teknis dilakukan
oleh Pimpinan Eselon I Departemen Pemerintahan dan Non Departemen.
Bentuk kebijakannya adalah Peraturan Keputusan, atau Instruksi
pimpinan Departemen dan Dirjen. Kebijakan di daerah, adalah Kepala
Daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakannya berupa Perda,
Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah.
A. Proses Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Sejak Indonesia merdeka sampai dengan sekarang ini, Pemerintah
telah menyusun politik dan strategi nasional, baik pada masa Orde Lama,
Orde Baru, Transisi Reformasi, dan Orde Reformasi, yang akan diuraikan
sebagai berikut :
1. Orde Lama
Proses penyusunan politik dan strategi nasional pada era
Orde Lama atau sering dikenal pula dengan sebutan “Demokrasi
Terpimpin” ini diliputi situasi, kondisi dan keadaan masyarakat
dan negara yang serba tidak memuaskan. Proses penyusunan
politik dan strategi nasional dimulai dari pembentukan Dewan
Perancang Nasional (Depernas) melalui UU No. 8 Tahun 1958.
Tugas dari Depernas ialah untuk mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang Pembangunan Nasional yang Berencana. Setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali kepada
Undang-Undang Dasar 1945, Depernas disempurnakan dengan
Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1959. Dalam jangka waktu 1
tahun, Depernas berhasil menyusun Naskah Rancangan Undang-
Undang Pembangunan Naisonal Semesta Berencana Delapan
Tahun (1961 – 1969). Pola Pembangunan Nasional Semesta itu
disampaikan oleh Depernas kepada Presiden pada tanggal 13
Agustus 1960. Kemudian rancangan itu diteruskan kepada MPRS
untuk mendapat pengesahan.
Dalam sidang yang pertama, MPRS menetapkan
Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional
Semesta Berencana Delapan Tahun 1961 – 1969 itu sebagai Garis-
Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana
Tahapan Pertama 1961–1969. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960
itu dikenal dengan nama Haluan Pembangunan Negara Republik
Indonesia. Pola Pembangunan itu merupakan pimpinan bagi setiap
usaha perekonomian dan merupakan dasar segala pembangunan di
sleuruh pelosok tanah air pada waktu itu.
Politik dan strategi nasional pada masa Orde Lama
ditujukan untuk merancang pola pembangunan masyarakat adil dan
makmur atau masyarakat sosialisme Indonesia. Adapun tujuan itu
harus dicapai dengan pembangunan nasional, semesta, dan
berencana. Nasional : Karena pola pembangunan itu harus
menggambarkan keinginan seluruh daerah dan seluruh lapisan dan
golongan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Semesta
: Karena pola tersebut harus meliputi seluruh lapangan hidup
bangsa dan negara. Berencana : Karena tidak mungkin tercapai
pelaksanaan masyarakat adil dan makmur sekaligus, akan tetapi
dilaksanakan setapak demi setapak, tahap demi tahap, tingkat demi
tingkat, daerah demi daerah, lapangan demi lapangan, dengan
perkataan lain tidak ada sekaligus, tetapi secara berencana namun
cepat dan deras sesuai dengan irama gelombang Revolusi
Indonesia.
Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana ini
merupakan Tripola karena terdiri dari 3 pola, yaitu : (1) Pola
Proyek; (2) Pola Penjelasan; dan (3) Pola Pembiayaan. Dalam
pekerjannya, Depernas selalu berpedoman pada beberapa naskah
nasional, yaitu : (1) UUD 1945; (2) Amanat Pembangunan
Presiden 28 Agustus 1959; (3) Penegasan Amanat Pembangunan
Presiden 9 Januari 1960. Dalam ketiga naskah itu telah ditentukan
bahwa tujuan seluruh pembangunan adalah untuk mewujudkan
amanat penderitaan rakyat, yaitu menciptakan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur menurut Pancasila.
Namun demikian, Pola Pembangunan Nasional Semesta
Berencana yang ditetapkan oleh Pemerintah ketika itu tidak
berjalan lama karena pada tahun 1965 – 1966 terjadi konflik politik
dan ketidakstabilan politik yang menyebabkan tumbangnya
pemerintahan Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno digantikan
dengan Pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.
2. Orde Baru
Proses penyusunan politik dan strategi nasional pada era
Orde Baru atau sering dikenal pula dengan sebutan “Demokrasi
Pancasila” didasarkan pada UUD 1945, khususnya pasal 3
(sebelum diamandemen), dimana MPR menetapkan Undang-
Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Wujud nyata politik dan strategi nasional saat itu adalah GBHN
yang ditetapkan oleh MPR melalui TAP MPR kemudian
diserahkan kepada Presiden untuk dijadikan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.
GBHN merupakan program pembangunan nasional di
segala bidang yang berlangsung terus menerus dalam rangka
mencapai tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional.
GBHN memberikan kejelasan arah bagi perjuangan negara dan
rakyat Indonesia yang sedang membangun agar mewujudkan
keadaan dan mampu memberikan gambaran masa depan yang
diinginkan. GBHN merupakan rencana pembangunan lima
tahunan.
Sebagai produk MPR, yang merupakan lembaga tertinggi
negara, pemegang kedaulatan rakyat, pemegang kekuasan negara
yang tertinggi, GBHN mempunyai kedudukan yang amat penting
dalam menjunjung tinggi serta berperan aktif dalam
melaksanakannya sesuai dengan fungsi, bidang tugas, dan
kemampuannya masing-masing. GBHN juga berfungsi sebagai
tolok ukur bagi penyelenggaraan negara.
Dalam melaksanakan GBHN, presiden menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Repelita disusun oleh
Presiden dengan bantuan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). Pada masa Orde Baru telah disusun 7
(tujuh) Repelita, yang dasar hukumnya akan diuraikan sebagai
berikut :
a. Keputusan Presiden No. 319 Tahun 1968, dasar hukum
Repelita I (1969 – 1973).
b. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN Tahun
1973 – 1978, dasar hukum Repelita II (1974/1975 –
1978/1979).
c. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN Tahun
1978 – 1983, dasar hukum Repelita III (1979/1980 –
1983/1984).
d. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN Tahun
1983 – 1988, dasar hukum Repelita IV (1984/1985 –
1988/1989).
e. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang GBHN Tahun
1988 – 1993, dasar hukum Repelita V (1989/1990 –
1993/1994).
f. Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN Tahun
1993 – 1998, dasar hukum Repelita VI (1994/1995 –
1998/1999).
g. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN Tahun
1998 – 2003, dasar hukum Repelita VII (1998/1999 –
2003/2004).
Berdasarkan rancangan pembangunan nasional yang
disusun oleh Pemerintah, Repelita I sampai dengan Repelita V
disebut dengan Pola Pembangunan Jangka Panjang (PJPT) Tahap
I. Sedangkan Repelita VI dan VII merupakan bagian dari Pola
Pembangunan Jangka Panjang (PJPT) Tahap II. Sebagaimana
diketahui bahwa pemerintah menetapkan PJPT berjangka waktu 25
tahunan, sehingga logikanya ketika pemerintah telah melaksanakan
5 (lima) kali Repelita, maka bisa dikatakan bahwa pemerintah telah
melaksanakan PJPT I.
Namun demikian, karena terjadi krisis ekonomi yang
mengarah pada krisis politik, krisis kepercayaan dan krisis
multidimensional pada tahun 1997 – 1998, maka Pemerintahan
Presiden Soeharto jatuh pada tanggal 21 Mei 1998 oleh gelombang
reformasi mahasiswa bersama rakyat yang tidak puas dengan
program pembangunan nasional yang dijalankan ketika itu.
Akhirnya TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN Tahun 1998
– 2003 dicabut oleh Sidang MPR melalui TAP MPR No.
IX/MPR/1998.
3. Transisi Reformasi
Proses penyusunan politik dan strategi nasional pada era
transisi reformasi diawali dengan diterbitkannya beberapa
ketetapan MPR sebagai respon terhadap berbagai tuntutan
reformasi yang sangat deras ketika itu. Ketetapan MPR tersebut,
antara lain :
a. TAP MPR No. X/MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok
Reformasi Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.
b. TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.
c. TAP MPR No. XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi
Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
d. TAP MPR No. XV/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, pengaturan & Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan
Pusa dan Daerah Dalam Kerangka NKRI.
e. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Berkaitan dengan politik dan strategi nasional, MPR hasil
Pemilu 1999 pada Rapat Paripurna ke-12 Sidang Umum MPR pada
tanggal 19 Oktober 1999 menetapkan TAP MPR No.
IV/MPR/1999 Tentang GBHN Tahun 1999 – 2004. GBHN 1999-
2004 tersebut memuat arah kebijakan penyelenggaraan negara
untuk menjadi pedoman bagi penyelenggara negara, termasuk
lembaga tinggi negara, dan seluruh rakyat Indonesia, dalam
melaksanakan penyelenggaraan negara dan melakukan langkah-
langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan
pembangunan, dalam kurun waktu tersebut. Sesuai dengan amanat
GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara
tersebut dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional lima
tahun (Propenas) yang ditetapkan oleh Presiden bersama Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, Propenas diperinci dalam
Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan oleh
Presiden bersama DPR.
Propenas, sebagai penjabaran dari GBHN 1999-2004,
merupakan rencana pembangunan lima tahunan. Kerangka waktu
Propenas adalah tahun 2000-2004. Propenas adalah rencana
pembangunan yang berskala nasional serta merupakan konsensus
dan komitmen bersama masyarakat Indonesia mengenai
pencapaian visi dan misi bangsa. Fungsi Propenas adalah untuk
menyatukan pandangan dan derap langkah seluruh lapisan
masyarakat dalam melaksanakan prioritas pembangunan selama
lima tahun ke depan.
Perumusan Propenas dilakukan secara transparan dengan
mengikutsertakan berbagai pihak baik itu kalangan pemerintah,
dunia usaha, dunia pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), maupun para pakar, baik di pusat maupun di daerah.
Berbagai upaya mencari masukan dilakukan dengan tujuan agar
semua pihak merasa ikut memiliki dan berpartisipasi dalam
pelaksanaannya. Propenas bukanlah rencana pembangunan
pemerintah pusat saja, melainkan merupakan rencana
pembangunan seluruh komponen bangsa. Propenas merupakan
payung bagi seluruh lembaga tinggi negara dalam melaksanakan
tugas pembangunan. Proses penyusunan Propenas yang dilakukan
secara transparan akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan
mendorong pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang
baik.
Tiap-tiap lembaga tinggi negara, departemen dan lembaga
pemerintah non departemen menyusun Rencana Strategis
(Renstra), sedangkan pemerintah daerah menyusun Program
Pembangunan Daerah (Propeda). Renstra dan Propeda harus
mengacu pada Propenas. Untuk Propeda, dimungkinkan adanya
penekanan prioritas yang berbeda-beda dalam menyusun program-
program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah
masing-masing.
Propenas mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) yang lalu.
Propenas berupaya untuk memberikan ruang gerak yang lebih
besar bagi penyelenggara pembangunan di pusat
(Departemen/LPND) dan di daerah (Pemerintah Daerah) untuk
membuat rencana pembangunannya masing - masing. Hal ini
sejalan dengan semangat desentralisasi segala aspek kehidupan
bernegara, termasuk dalam hal pembangunan nasional.
4. Orde Reformasi
Proses penyusunan politik dan strategi nasional pada era
reformasi diawali dengan diterbitkannya UU No. 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dinyatakan bahwa
yang dimaksud Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah
satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan
Daerah.
Dalam UU SPPN dinyatakan secara jelas bahwa terdapat
tiga dokumen perencanaan pembangunan nasional, yakni Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang berlaku 20
tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) yang berlaku 5 tahunan, dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) yang berlaku tahunan. Sedangkan untuk perencanaan
pembangunan daerah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) yang berlaku 20 tahunan, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berlaku 5
tahunan, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
berlaku tahunan.
Sistem perencanaan pembangunan nasional mencakup lima
pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu: politik;
teknokratik; partisipatif; atas-bawah (top-down); dan bawah-atas
(bottom-up). Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan
Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena
rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-
program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon
Presiden/Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan
adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam
rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan
pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metoda
dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang
secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan dengan
pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan.
Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah
dan, bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di
tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan
untuk: mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antardaerah, antar ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah
maupun antara Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Perencanaan Pembangunan
Nasional menghasilkan : rencana pembangunan jangka panjang;
rencana pembangunan jangka menengah; dan rencana
pernbangunan tahunan.
Dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah,
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah
forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan
Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Penyelenggaraan
Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD selain
diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan
dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi
profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka
adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha.
Ruang lingkup perencanaan pembangunan nasional dan
daerah adalah sebagai berikut :

NASIONAL DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan


Panjang Nasional Jangka Panjang Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan


Menengah Nasional Jangka Menengah Daerah

Rencana Strategis Kementerian / Rencana Strategis Satuan


Lembaga Kerja Perangkat Daerah

Rencana Kerja Pemerintah Rencana Kerja Pemerintah


Daerah

Rencana Kerja Kementerian / Rencana Kerja Satuan Kerja


Lembaga Perangkat Daerah

Sampai dengan saat ini, pemerintah dan DPR telah


menerbitkan UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.
Dalam UU RPJPN tersebut ditegaskan kewajiban pemerintah
untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, yaitu RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM
Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–
2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024. RPJMN
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ketika
melaksanakan kampanye pada saat Pemilu.
Berkaitan dengan RPJMN, pemerintahan SBY telah
menetapkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2004 – 2009, yang merupakan penjabaran visi, misi, dan
program Presiden hasil Pemilu yang dilaksanakan secara langsung
tahun 2004. Presiden SBY juga telah menetapkan Peraturan
Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014, yang
merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden hasil
Pemilu yang dilaksanakan secara langsung tahun 2009.
2.3 Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang
berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan
Ketahanan Nasional . Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung
selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945.
sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran
pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan
“suprastruktur politik”. Lembaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR,
Presiden, DPA, BPK, MA.
Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai
“infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam
masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa,
kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure
group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan
memiliki kekuatan yang seimbang. Mekanisme penyusunan politik dan
strategi nasional di tingkat suprastruktur politik diatur oleh
presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi
nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima
GBHN. Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan
lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang
dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi
nasional yang bersifat pelaksanaan. Salah satu wujud pengapilikasian politik
dan strategi nasional dalam pemerintahan adalah sebagai berikut :
A. Otonomi Daerah
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang merupakan salah satu wujud politik dan strategi nasional secara
teoritis telah memberikan dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu
otonomi terbatas bagi daerah propinsi dan otonomi luas bagi daerah
Kabupaten/Kota. Perbedaan Undang-undang yang lama dan yang baru
ialah:
1. Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya dimulai
dari pusat (central government looking).
2. Undang-undang yang baru, titik pandang kewenangannya dimulai
dari daerah (local government looking).
B. Kewenangan Daerah
1. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tenang Otonomi Daerah,
kewenagan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain.
3. Kewenangan bidang lain, meliputi kebijakan tentang perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan secara makro.

2.4 Implementasi Politik dan Strategi Nasional


Politik Nasional adalah Politik Pembangunan
Politik Nasional pada hakekatnya sama dengan Kebijakan Nasional
sebagai landasan serta arah bagi penyusunan konsep strategi nasional. Dalam
penyusunan politik nasional hal-hal yang perlu diperhatikan secara garis besar
adalah kebutuhan pokok nasional yang meliputi masalah kesejahteraan umum
dan masalah keamanan dan pertahanan negara.
Oleh karena upaya untuk mewujudkan kebutuhan pokok nasional yang
juga pada hakikatnya merupakan cita-cita dan tujuan nasional, dilakukan
melalui pembangunan, maka politik nasional disebut politik pembangunan.
Implementasi Politik dan Strategi Nasional dalam Bidang-Bidang
Pembangunan Nasional
Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai arah penyelenggaraan negara
dan segenap rakyat Indonesia, kaidah pelaksanaannya sbb:
1. Presiden menjalankan tugas penyelenggaraan negara, berkewajiban
untuk mengerahkan semua potensi dan kekuatan pemerintahan dalam
melaksanakan dan mengendalikan pembangunan nasional.
2. DPR, MA, BPK, dan DPA berkewajiban melaksanakan GBHN sesuai
dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
3. Semua lembaga tinggi negara berkewajiban menyampaikan laporan
pelaksanaan GBHN dalam siding Tahunan MPR, sesuai dengan fungsi,
tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
4. GBHN dalam pelaksanaan dituangkan dalam Program Pembangunan
Negara Lima Tahun yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan
terstruktur yang secara yuridis ditetapkan oleh Presiden bersama DPR.
5. PROPENAS dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan yang
memuat APBN dan ditetapkan Presiden bersama DPR.
Implementasi politik dan strategi Nasional Indonesia
1. Orde Lama
Dalam era dua puluh tahun pertama setelah kemerdekaan
(1945–1965), bangsa Indonesia mengalami berbagai ujian yang
sangat berat. Indonesia telah berhasil mempertahankan
kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan negara. Persatuan dan
kesatuan bangsa berhasil pula dipertahankan dengan meredam
berbagai benih pertikaian, baik pertikaian bersenjata maupun
pertikaian politik diantara sesama komponen bangsa. Pada masa itu
para pemimpin bangsa berhasil menyusun rencana pembangunan
nasional. Namun, suasana yang penuh ketegangan dan pertikaian
telah menyebabkan rencana-rencana tersebut tidak dapat terlaksana
dengan baik.
Politik dan strategi nasional yang tertuang dalam Garis-
Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana
Tahapan Pertama 1961 – 1969 sangat didominasi oleh kebijakan
Presiden Soekarno yang anti terhadap Blok Barat dan cenderung
ingin bersahabat dengan negara-negara Blok Timur. Pada saat itu,
Presiden Soekarno menetapkan “Politik sebagai panglima” dan
“Politik Mercusuar”. Pembangunan yang dijalankan lebih
diarahkan pada pembangunan politik sehingga sebagian besar
program dan kegiatan pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan
dengan baik yang pada akhirnya menyebabkan krisis ekonomi
yang menyebabkan ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan
Presiden Soekarno.
Akhirnya, melalui proses yang panjang dengan penuh
kemelut politik yang menimbulkan turbulensi politik yang
menegangkan, Presiden Soekarno jatuh dan pemerintahan Orde
Lama digantikan dengan pemerintahan Soeharto yang
menyatakana diri sebagai pemerintahan Orde Baru dengan
komitmen akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
2. Orde Baru
Pada kurun waktu 1969–1997, bangsa Indonesia berhasil
menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis
melalui tahapan lima tahunan. Pembangunan tersebut merupakan
penjabaran dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan negara untuk
mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu
telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu proses pembangunan
berkelanjutan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat,
seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial.
Proses pembangunan pada kurun waktu tersebut sangat
berorientasi pada output dan hasil akhir. Sementara itu, proses dan
terutama kualitas institusi yang mendukung dan melaksanakan
tidak dikembangkan dan bahkan ditekan secara politis sehingga
menjadi rentan terhadap penyalahgunaan dan tidak mampu
menjalankan fungsinya secara profesional. Ketertinggalan
pembangunan dalam sistem dan kelembagaan politik, hukum, dan
sosial menyebabkan hasil pembangunan menjadi timpang dari sisi
keadilan dan dengan sendirinya mengancam keberlanjutan proses
pembangunan itu sendiri.
Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997,
pembangunan ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme
yang tinggi sehubungan dengan keberhasilan pencapaian
pembangunan jangka panjang pertama. Namun, berbagai upaya
perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti akibat krisis
yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya
perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara
menunjukkan bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak
eksternal. Pertumbuhan cukup tinggi yang berhasil dipertahankan
cukup lama lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi
modal, tenaga kerja dan pengurasan sumber daya alam daripada
peningkatan dalam produktivitas perekonomian secara
berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat kelemahan mendasar
bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh peningkatan
efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang
akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam
maupun di luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap
gangguan eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit
berkembang jika dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih
ketat, baik pada pemasaran hasil produksi maupun pada
peningkatan investasi, dalam era perekonomian dunia yang makin
terbuka.
Krisis tahun 1997 telah meruntuhkan pondasi
perekonomian nasional. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun
nilai tukar merosot drastis mencapai sekitar Rp15.000,00 per US $
1. Implikasinya, utang pemerintah dan swasta membengkak dan
mengakibatkan permintaan agregat domestik terus menurun sampai
dengan pertengahan 1998. Akibatnya, PDB mengalami kontraksi
sekitar 13 persen pada tahun tersebut. Banyaknya perusahaan yang
bangkrut mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat tajam
hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar 14,1 juta orang; jumlah
masyarakat miskin meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar 28
juta orang pada tahun 1996 menjadi sekitar 53 juta orang pada
tahun 1998.
Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis
multidimensi, yang selanjutnya berdampak pada perubahan
(reformasi) di seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Reformasi tersebut memberikan semangat politik dan
cara pandang baru sebagaimana tercermin pada perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan substansial dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkait dengan perencanaan
pembangunan nasional adalah : (1) Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) tidak diamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN); (2) Presiden dan Wakil
Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat;
dan (3) desentralisasi dan penguatan otonomi daerah.
3. Transisi Reformasi
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga
perencanaan, Bappenas telah menyelesaikan penyusunan Program
Pembangunan Nasional lima tahun (Propenas). Penyusunan
Propenas merupakan tugas Presiden, sebagai mandataris MPR,
untuk menjabarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999, sebagaimana penyusunan Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) yang menjabarkan GBHN selama periode 1971
hingga 1998. Propenas tentunya memiliki warna yang berbeda
dengan Repelita karena disusun dalam suasana dan semangat yang
berlainan.
Penyusunan kebijakan dan program dalam Propenas bertitik
awal dari tujuan pembangunan nasional, kondisi umum, visi dan
misi pembangunan nasional seperti yang diamanatkan oleh GBHN
1999-2004. Sebagai penjabaran dari GBHN tentunya Propenas
tidak bisa lepas dari maksud penetapan GBHN oleh MPR, yaitu
memberikan arah penyelenggaraan negara dengan tujuan
mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan sosial,
melindungi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum
dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, berakhlak
mulia, mandiri, bebas, maju, dan sejahtera untuk kurun waktu lima
tahun ke depan. Selain itu muatan kebijakan dan program dalam
Propenas disusun lebih rinci dan terukur daripada GBHN.
Propenas adalah merupakan rencana program pembangunan
nasional untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan. Selama 32 tahun
terakhir, rencana program pembangunan nasional lima tahunan
negara kita disusun dalam apa yang disebut dengan Repelita.
Paradigma yang digunakan dalam perumusan Repelita pada waktu
itu sangat mendalam (komprehensif) yaitu menguraikan secara
panjang lebar dan terinci rencana pembangunan menurut sektor
dan daerah. Sedangkan dalam Propenas digunakan paradigma yang
menekankan pada skala prioritas dalam perumusan masalah dan
penyelesaiannya (strategic choices). Dalam Propenas agenda-
agenda kebijakan yang penting, mendesak, dan mendasar yang
menjadi prioritas bagi bangsa pada masa lima tahun ke depan lebih
diutamakan dan ditonjolkan. Pendekatan ini sejalan dengan
keterbatasan pembiayaan dalam masa krisis ini. Propenas
kemudian dirinci ke dalam Rencana Pembangunan Tahunan
(Repeta) yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).
Dengan berbagai program penanganan krisis yang
diselenggarakan selama periode transisi reformasi, kondisi mulai
membaik sejak tahun 2000. Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan
dengan beberapa indikator sebagai berikut. Defisit anggaran negara
turun dari 3,9 persen PDB pada tahun 1999/2000 menjadi 1,1
persen PDB pada tahun 2004, stok utang Pemerintah/PDB dapat
ditekan di bawah 60 persen, dan cadangan devisa terus meningkat
dalam empat tahun terakhir menjadi USD 35,4 miliar pada tahun
2004. Nilai tukar dapat distabilkan pada tingkat sekitar Rp
9.000,00 per US $ 1 dan inflasi ditekan di angka sekitar 6,0 persen
pada tahun 2004. Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi tersebut
memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara
bertahap menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Penurunan suku bunga SBI tersebut diikuti penurunan suku bunga
simpanan perbankan secara signifikan, tetapi belum sepenuhnya
diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Meskipun
belum optimal, penurunan suku bunga itu telah dimanfaatkan oleh
perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat
struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit,
terutama yang berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil,
kondisi yang stabil tersebut memberikan kesempatan kepada dunia
usaha untuk melakukan restrukturisasi keuangan secara internal.
Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki
stabilitas ekonomi makro. Walaupun demikian, kinerja tersebut
belum mampu memulihkan pertumbuhan ekonomi ke tingkat
seperti sebelum krisis. Hal tersebut karena motor pertumbuhan
masih mengandalkan konsumsi. Sektor produksi belum
berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan dengan
tidak kondusifnya lingkungan usaha, yang menyurutkan gairah
investasi, di antaranya praktik ekonomi biaya tinggi, termasuk
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai aturan
yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu,
sulitnya pemulihan sektor investasi dan ekspor juga disebabkan
oleh lemahnya daya saing nasional, terutama dengan makin
ketatnya persaingan ekonomi antar negara. Lemahnya daya saing
tersebut, juga diakibatkan oleh rendahnya produktivitas SDM serta
rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi di dalam proses
produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh kuat ialah
terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung
peningkatan efisiensi distribusi. Penyelesaian yang berkepanjangan
dari semua permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu
kinerja kemajuan dan ketahanan perekonomian nasional, yang pada
gilirannya dapat mengurangi kemandirian bangsa.
Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk
miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di
perkotaan, terutama pada sektor pertanian dan kelautan. Hingga
tahun 2004, angka kemiskinan masih sekitar 30 juta jiwa dan
jumlah pengangguran masih sekitar 10 juta jiwa. Oleh karena itu,
kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan
20 tahun yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya
kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah
kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat
lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda.
Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya
menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan
dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin.
Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam
pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang
atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara
bermartabat.
4. Orde Reformasi
Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak adanya lagi
rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan
datang. Pemilihan secara langsung memberikan keleluasaan bagi
calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk menyampaikan
visi, misi, dan program pembangunan pada saat berkampanye.
Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan
pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
ke masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya.
Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi
mengakibatkan perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi
antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya serta antara
pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional. Untuk itu,
seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem perencanaan
pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN)
yang di dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun),
jangka menengah (5 tahun), dan pembangunan tahunan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dengan
mempertimbangkan perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan perencanaan
pembangunan jangka panjang untuk menjaga pembangunan yang
berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita
bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu (1)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan (4) ikut menciptakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut
perlu ditetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang
Indonesia.
Berbagai pengalaman yang didapatkan selama lebih dari 60
tahun mengisi kemerdekaan merupakan modal yang berharga
dalam melangkah ke depan untuk menyelenggarakan
pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan
berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketika memulai awal pemerintahan Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah
mengemukakan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia, yaitu tingginya angka kemiskinan, tingginya tingkat
pengangguran, dan besarnya utang pemerintah. Presiden SBY juga
berulang kali mengemukakan arah pembangunan yang hendak
diwujudkan melalui apa yang disebutnya sebagai “Triple Track
Strategy”, yaitu: pro-growth, pro-job, dan pro-poor.
Dalam mewujudkan sasaran tersebut, SBY menawarkan
tiga solusi. Track pertama adalah meningkatkan pertumbuhan
dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua adalah
menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track
ketiga adalah merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan
ekonomi perdesaan untuk mengurangi kemiskinan. Dengan
demikian, pembangunan ekonomi diarahkan untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pemerataan, atau
pertumbuhan disertai pemerataan (growth with equity).
Tantangan Indonesia untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan menghadap tantangan yang cukup
berat. Krisis global telah menghambat kemajuan ekonomi
domestik meski kita akui bahwa kemerosotan ekonomi tidak terus
berlanjut, dan perekonomian mencatat pertumbuhan positif namun
krisis itu belum sepenuhnya dapat kita lewati.
Selain itu, indikator makro ekonomi juga mencatat
perbaikan seperti pertumbuhan ekonomi yang positif sementara
negara lain justru terkoreksi, tingkat inflasi yang rendah, ekspor
yang tinggi, stabilitas nilai tukar, indeks pasar saham yang positif
dan cadangan devisa yang mencapai posisi tertinggi dalam sejarah
perekonomian nasional. Stabilitas makro ekonomi yang kondusif
tersebut adalah prasyarat yang diperlukan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan.
Capaian menonjol yang telah ditorehkan oleh pemerintah
melalui politik dan strategi nasional yang tertuang dalam UU
SPPN (RPJPN, RPJMN, RKP) adalah pertumbuhan ekonomi yang
mencapai 6%, angka kemiskinan berhasil diperkecil mencapai 20
juta orang, jumlah pengangguran juga berhasil dientaskan sehingga
menjadi 9 juta orang, dan masuknya Indonesia dalam keanggotaan
organisasi ekonomi dunia, yakni G-20. Indonesia juga dinilai oleh
Bank Dunia sebagai satu dari tiga negara di dunia (dua negara
lainnya adalah Cina dan India) yang mampu mempertahankan
pertumbuhan ekonomi yang stabil ketika dihantam oleh krisis
ekonomi global tahun 2008 yang lalu.
2.5 Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional
Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan
memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan
kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para
penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang
mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi
warganya.
Dengan demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan
akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran
nasionalisme yang tinggi namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Politik
dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki
manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan
seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para penyelenggara negara
memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan
kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya. Dengan
demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan akan
menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran
nasionalisme yang tinggi namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.2 Saran
Dari pembahasan di atas diharapkan Indonesia dapat melaksanakan
politik dan strategi nasional sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat
Indonesia agar kesesatuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia lebih terjamin
dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dan juga
diharapakan para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat serta
sikap mental yang baik agar dapat menjadikan bangsa Indonesia lebih maju.
Daftar Pustaka

Kansil, C.S.T., 1993, Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


Rahayu, Minto. 2009. Pendidikan Kewarganeegaraan: Perjuangan Menghidupi
Jati Diri Bangsa. Jakarta: Grasindo
Sumarsono dkk., 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

Anda mungkin juga menyukai