Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegigihan kalangan Islam sebagai dasar Negara sesungguhnya berangkat dari
kekhawatiran bahwa Negara ini akan menjadi sekuler apabila hanya belandaskan Pancasila.
Kekhawatiran semacam itu muncul sejak konstitusi dirumuskan pada 1945. Bahkan, dalam
perdebatan sengit pada sidang BPUPKI, Ki Bagus Hadikoesoemo sempat menggebrak meja
sambil mengatakan:
Kalau ideology Islam tidak diterima, tidak diterima! Jadi nyata Negara ini tidak berdiri
di atas Negara Isalm dan akan netral. Itu terang-terangan saja. Jangan diambil sedikit
kompromis seperti tuan Soekarno katakan Siapa yang mufakat yang berdasar Islam
minta supaya menjadi satu Negara Islam. Kalau tidak harus netral terhadap Agama.

Siapa yang tidak kenal dengan Pancasila dan Soekarno sebagai penggalinya? Pada
tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya Bung Karno menyampaikan pidatonya di depan
sidang rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar Negara, dan pemersatu bangsa Indonesia
yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara
Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan
bangsa Indonesia seperti keragaman Suku, Agama, Bahasa Daerah, Pulau, Adat Istiadat,
kebiasaan Budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan.

Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran
bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita
hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang sudah
hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di
lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia.

Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada perbedaan
dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dengan ideologi yang
mereka anut. Dengan kata lain, mereka yang melakukan kudeta atas dasar keyakinan akan prinsip

[Type text] Page 1


yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang
prinsip agama.

Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, kami sebagai penulis tertarik untuk
menulis makalah yang berjudul PANCASILA NEGARA DAN AGAMA.

Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah kenyataan bahwa Pancasila
tidak merupakan paham yang lengkap, juga tidak merupakan kesatuan yang bulat.
Kelengkapannya bergantung pada pemikiran lain yang dijabarkan ke dalam Pancasila; dan
kesatuan bulatnya juga demikian. Dalam rangka ini, paham agama bisa pula masuk.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang
terdapat beragam kepercayaan (agama)?

2. Apakah dengan terus menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dapat menuju
negara yang aman dan stabil?

3. Bagaimana seharusnya negara yang memiliki masyarakat yang beragam agama?

4. Apa hubungan antara Pancasila, Negara, dan Agama?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah

1. Tujuan Penulisan Makalah

a. Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.

b. Untuk mengetahui arti penting dari adanya Pancasila di negara Indonesia.

c. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya negara yang memiliki masyarakat yang


beragam agama.

d. Untuk mengetahui Apa hubungan antara Pancasila, Negara, dan Agama

[Type text] Page 2


2. Kegunaan Penulisan Makalah

a. Bagi Penulis

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari
mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan.

b. Bagi pihak lain

Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan


antara Pancasila Negara, dan Agama.

D. Pembatasan Masalah

1. Penulisan makalah ini dibatasi pemasalahannya yaitu hanya membahas tentang hubungan
antara Pancasila, Negara, dan Agama.

2. Agama yang menjadi objek utama dalam penulisan makalah ini adalah Agama yang ada
di Indonesia (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll).

[Type text] Page 3


BAB II

METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Objek penulisan makalah ini adalah mengenai Pancasila, Negara dan hubungannya
dengan agama-agama yang ada di Indonesia. Dalam makalah ini juga dibahas mengenai
kontroversi penerapan ideologi pancasila di Indonesia, islam dan pancasila, negara dan agama.

B. Dasar Pemilihan Objek

Kami sebagai penyusun makalah ini, memilih objek Pancasila dengan Agama selain
karena itu adalah tema yang di tugaskan oleh dosen pada kelompok kami, tapi juga karena kedua
hal ini adalah dua komponen negara Indonesia yang masing-masing mempunyai pengaruh yang
sangat kuat bagi para penganutnya. Jika terjadi ketidakserasian antara dua komponen ini, maka
akan terjadi sesuatu yang sulit untuk diselesaikan.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam proses penyusunan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat
dalam makalah ini yaitu mengenai hubungan Pancasila, negara dan agama. Sebagai referensi juga
diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar
falsafah negara Indonesia.

[Type text] Page 4


BAB III

PEMBAHASAN

A. Hubungan Agama dan Negara

Negara dan Agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan


(discourse) yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari Negara atau Negara bagian dari
paradigma agama. Pada hakekatnya, Negara sendiri diartikan secara umum sebagai suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar
Negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan
manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, Negara memiliki sebab akibat
langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri Negara itu sendiri.

Dalam memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa
konsep hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham
Teokrasi, paham Sekuler dan paham Komunis.

1. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Teokrasi

Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan Negara digambarkan sebagai dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah
menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian,
urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi
firman Tuhan.

Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua bagian, yakni paham
teokrasi langsung dan paham teorasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung,
pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara di dunia ini
adalalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.
Sementara menurut pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan
sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala Negara atau raja yang diyakini
memerintah atas kehendak Tuhan.

[Type text] Page 5


Kerajaan Belanda dapat dijadikan contoh untuk model ini. Dalam sejarah, raja di Negara
Belanda diyakini sebagai pengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat suci
(mission sacre) dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya. Politik inilah yang diterapkan oleh
pemerintahan Belanda ketika menjajah Indonesia. Mereka meyakini bahwa raja mendapat
amanat suci dari Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah jajahnnya itu. Dalam sejarah,
politik Belanda seperti ini disebut politik etis (etische polities).

Dalam pemerintah teokrasi tidak langsung, sistem dan norma-norma dalam Negara
dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian, Negara menyatu dengan
Agama. Dengan kata lain Agama dan Negara tidak dapat dipisahkan.

2. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Sekuler

Selain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan
dalam kaitan hubungan Agama dan Negara. Paham sekuler memisahkan dan
membedakan antara Agama dan Negara. Dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan
antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan
hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah
hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat
disatukan.

Dalam Negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan
norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama
dan firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangn dengan norma-norma
agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya
Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang
mereka yakini dan Negara tidak intervensif dalam urusan agama.

3. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Komunisme

Paham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan Agama


berdasarkan pada filosofi materialisme-dialektis dan materialisme-historis. Paham ini
menimbulakan paham atheis. Paham yang dipelopori oleh Karl Marx ini, memandang agama
sebagai candu masyarakat. Menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara
agama, dalam paham ini, dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum
menemukan dirinya sendiri.

[Type text] Page 6


Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realitas fantastis
makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu,
agama harus ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam Negara adalah materi,
karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.

B. Hubungan Agama dan Negara Dalam Islam

Dalam Islam, hubungan agama dan Negara menjadi perdebatan yang cukup panjang
diantara pakar Islam hingga kini. Bahkan menurut Azyumardi Azra perdebatan itu telah
berlangsung sejak hampir satu abad, dan belangsung hingga dewasa ini. Lebih lanjut Azra
mengatakan bahwa ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini diilhami oleh
hubungan yang agak canggung antara islam sebagai agama (ad-diin) dan Negara (ad-dawlah),
berbagai eksperimen dilakuakn dalam menyelaraskan antara ad-diin dengan konsep dan kultur
politik masyarakat muslim, dan eksperimen tersebut dalam banyak hal sangat beragam.

Dalam lintasan historis Islam, hubungan agama, negara dan sistem politik
menunjukan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama tradisional berargumen
bahwa Islam merupakan sistem kepercayaan dimana agama memiliki hubungan erat
dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia dan makna hidup bagi manusia
termasuk bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya dalam Islam tidak
ada pemisahan antara agama (ad-diin) dan negara (ad-dawlah). Argumentsi ini sering
dikaitkan dengan posisi nabi Muhammad ketika berada di madinah yang membangun
sistem pemerintahan dalam sebuah Negara kota (city-state). Di Madinah Rasulullah
berperan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala agama.

Menyikapi realitas empitik tersebut, Ibnu Taimiyah mengatkan bahwa posisi nabi
saat itu adalah sebagai Rasul yang bertugas menyampaikan ajaran (al kitab) bukan
sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintahan, itu hanyalah sebuah alat untuk
menyampaikan agama dan kekuasaan hanyalah sebagai alat bagi agama bukan suatu
ekstensi dari agama. Pendapat Ibnu Taimiyah ini dipertegas dengan ayat al-Quran yang artinya
: sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-rasul kami yang disertai keterangan-keterangan,
dan kami turunkan bersama mereka kitab dan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi
manusia(supaya mereka mempergunakan itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang

[Type text] Page 7


menolong(agama)Nya dan (menolong) Rasul-rasul-Nya padahal Allah Maha Kuasa lagi Maha
Perkasa. (Q.S Al-Hadiid(57):25). Dari ayat ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa agama yang
benar, wajib memiliki buku petunjuk dan pedang penolong. Hal ini dimaksudkan bahwa
kekuasaan politik yang disimbolkan dengan pedang menjadi sesuatu yang mutlak bagi agama,
tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri.

Syafii Maarif menegaskan bahwa istilah dawlah yang berarti Negara tidak dijumpai
dalam al-Quran. Istilah dawlah memang ada dalam al-Quran, QS. Al-Hasyr(59):7, tetapi bukan
bermakna Negara. Istilah tersebut dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau
pergantian tangan dari kekayaan.

Sama halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Husein Haikal.
Menurutnya prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang diberikan masyarakat, yang
diberikan oleh al-Quran dan al-sunnah tidak ada yang langsung berkaitan dengan
ketatanegaraan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam Islam tidak terdapat suatu sistem
pemerintahan yang baku. Umat Islam bebas menganut sistem pemerintahan yang bagaimanapun
asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antara para warganegaranya, baik hak dan
kewajiban dan juga dimuka hukum serta pengelolaan urusan Negara diselenggarakan atas syara
atau musyawarah dengan berpegang kepada tata nilai moral dan etika yang diajarkan islam.

Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan


yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk
agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.

Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah
bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam.
Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang
sendiri.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku
bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan
kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun
dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.

Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi
permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak

[Type text] Page 8


manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima.
Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut.

Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila
dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan
masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang
mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais atau Islam Nasionalis.

Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang
menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan
sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi
negara atheis. Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan
oleh sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda
terlibat didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah
yang anda pikirkan dan bagaimana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan
moralitas pada hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan


keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia
tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu
berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan
bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi
beragama.

Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan
permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan
maupun berbeda adat istiadat.

Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan
umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung
memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama
lainya dengan dalih moralitas.

[Type text] Page 9


Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak
ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan
mengajarkan permusuhan.

Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia menganut agama
islam. Untuk itu, tidak heran jika banyak tulisan yang mencoba menyoroti Pancasila dari
sudut pandang islam. Menurut beberapa ahli, tidak satupun ajaran islam yang
bertentangan dengan Pancasila, dan sebaliknya tidak satupun sila sila dari Pancasila yang
bertentangan dengan ajaran islam. Dengan demikian, dapat dikatan bahwa Pancasila
adalah objektivikasi islam. Esensi atau hakikat islam dan Pancasila tidak bertentangan,
tetapi kenyataan eksistensinya (sejarahnya) dapat saja keduanya dipertentangkan
terutama untuk melayani kepentingan kepentingan kelompok politik. Walaupun demikian,
penting dicatat bahwa islam adalah agama, dan Paancasila adalah ideologi (tim ICCE,
2001 : 25).

Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak
ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan
antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari
Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah
agama mayoritas ataupun minoritas.

C. ISLAM DAN NEGARA KEBANGSAAN

Hubungan Islam (juga pada agama umumnya) dan keIndonesiaan (nasionalitas)


tampaknya masih akan terus menjadi masalah. Ada anggapan umum bahwa seseorang
tidak mungkin menjadi muslim baik sekaligus menjadi warga bangsa Indonesia yang
baik. Untuk menjadi warga dan apalagi pemuka bangsa yang sejati seorang muslim
mesti terlebih dahulu melampaui atau mengaburkan batas batas keislamannya. Sulit
rasanya seorang pemimpin umat, umat dari agama mayoritas seperti islam di
Indonesia, dapat tamppil secara mulus sebagai pemimpin bangsa.

Tentu saja situasi seperti ini sangat menyulitkan karena kita dipaksa untuk
memilih hanya salah satu dari dua pilihan yang idealnya harus diambil keduanya

[Type text] Page 10


sekaligus. Islam sebagai sistem ajaran yang kita pahami dan yakini serta kita pakai
untuk menangani Negara adalah keislaman yang sebenarnya tidak ada urusan apapun
dengan Negara. Islam dominan personal yang subjektif dan tertutup, kita jadikan
acuan (framework) untuk menangani masalah Negara yang pada hakikatnya bersifat
publik, objektif rasional dan terbuka. Keterlibatan birokrasi Negara dalam urusan
keagamaan personal memiliki kegunaan, selain memiliki kegunaan yang terbatas
mafsadahnya cenderung selalu lebih besar. Pertama, mafsadah yang bersifat kedalam,
membuat independensi keagamaan jadi hilang. Kedua, sejalan dengan mafsadah pertama,
komunitas keagamaan pun terpaksa menjadi ikut ditundukkan kepentingan elite Negara.
Ketiga, mafsadah yang bersifat keluar, campur tangan Negara pada domain keagamaan ini
cenderung mendiskriminasikanpaham keagamaan yang satu atas paham keagamaan yang
lain.

[Type text] Page 11


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut:

Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi
Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi
ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan
ideologi negara tersebut.

Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika


melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan
sejahtera pasti akan terwujud.

Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga Negara, adalah juga makhluk sosial
dan makhluk Tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kebebasan untuk
memenuhi dan memanifestasikan kodrat kemanusiaanya. Namun, sebagai makhluk
Tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada-Nya dalam bentuk
penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama atau keyakinan yang dianutnya
masing-masing. Hal-hal yang berkaitan dengan Negara adalah manifestasi dari
kesepakatan manusia. Sedangkan hubungan dengan Tuhan dalam ajaran agama adalah
wahyu dari Tuhan. Oleh Karen itu ada benang emas yang menghubungkan antara Agama
dan Negara.

B. Kritik dan Saran

Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama,


diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna
mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang
berada di dalamnya.

[Type text] Page 12


Keterbatasan pengetahuan kami membuat kami sebagai penulis hanya bisa membuat
makalah ini apa adanya, dari hasil referensi-referensi yang kami ambil dari buku-buku yang
disediakan di perpus pusat oleh kampus UIN Maulana Malik Ibrahim. Untuk pembaca yang
berminat membuat tugas makalah seperti kami, disarankan untuk membuat makalah yang lebih
baik dari yang kami susun ini, sehingga hasil yang didapatkan mungkin akan menghasilkan
karya yang lebih baik dari makalah yang kami susun ini.

[Type text] Page 13

Anda mungkin juga menyukai