Anda di halaman 1dari 16

Negara, Warga Negara dan Bela Negara

DISUSUN OLEH :

INDAH SUSILONINGTYAS
1422077
M.AMANDA LAYYINUL QULUH
14220085
AWFALDINI CHARIZKI ALBAMA
14220092
ARISTA YUNIAR
14220100

KELAS C HUKUM BISNIS SYARIAH

Universitas Islam Negeri(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang


Jl. Gajayana no. 50, Malang 65144 Telepon (0341) 551354, Fax. (0341) 572533
Tahun Ajaran 2014/2015
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................. 3

1.2 TUJUAN ...................................................................................................................... 3

1.3 RUMUSAN MASALAH............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4

2.1 Sejarah Lahirnya Negara dan Negara Pancasila Indonesia ................................... 4-5

2.2 Teori dan Unsur Unsur Pembentuk Negara ......................................................... 5-13

2.3 Hubungan antara Negara dengan Warga Negara ................................................. 13-14

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan

petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh

komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara

tersebut. Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh

kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.

Sistem ketahanan negara, khususnya bagi bangsa Indonesia, adalah sesuatu yang sangat

penting. Bukan saja karena ada kebutuhan kondisi wilayah Indonesia dan pluralisme

sosial bangsa Indonesia, tetapi demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia sendiri.

Tanpa memerhatikan masalah seperti ini, maka setiap orang akan mengalami kesulitan

mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana sejarah lahirnya negara Indonesia melalui teori dan

unsur unsur pembentukan negara serta untuk mengetahui hubungan antara negara

dengan warga negara.

1.3 Rumusan Masalah

1 Bagaimana Sejarah Lahirnya Negara dan Negara Pancasila Indonesia?

2 Apa saja Teori dan Unsur Unsur Pembentuk Negara?

3 Apa Hubungan antara Negara dengan Warga Negara?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Negara dan Negara Pancasila Indonesia


Mula-mula kelompok-kelompok manusia itu hidup dari perburuan dan karna

itu,mereka selalu berpindah-pindah tempat. Karena perkembangan peradaban mereka mulai

hidup menetap pada suatu tempat tertentu, karna mereka mulai mengenal peternakan dan

bercocok tanam. Untuk mempertahankan hak hidup mereka pada tempat tinggal tertentu yang

mereka anggap baik untuk sumber penghidupan bagi kelompoknya, diperlukan seseorang

atau sekelompok kecil orang-orang yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin

kelompoknya. Angoota-anggota kelompok tersebut dengan sadar mengakui serta mendukung

tata hidup dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemimpin mereka. Tata dan

peraturan hidup tertentu itu mula-mula tidak tertulis yang batas-batasnya tidak terang dan

hanya merupakan adat kebiasaan saja.Organisasi itu amat diperlukan untuk melaksanakan

dan mempertahankan peraturan-peraturan hidup agar dapat berjalan dengan tertib, organisasi

yang mempunyai kekuasaan itulah yang dinamakan negara.

Di Indonesia Dalam tahun 1942 Jepang telah mengakhiri penjajahan Belanda di

Indonesia selama kurang lebih 3 setengah abad lamanya dan pada tahun itu pula mulailah

masa penjajahan Jepang atas tanah air kita. Penjajahan Jepang yang membawa pederitaan

lahir dan batin pada rakyat Indonesia telah menimbulkan kebenician dan telah pulah

memupuk rasa persatuan di bangsa Indonesia. Jepang tidak lama menduduki tanah air kita

menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang menderita kekalahan terus menerus terhadap

serangan-serangan pihak sekutu Pemerintah Jepang telah menyadari bahwa kedudukan

mereka semakin terdesak oleh sekutu tidak dapat menghindari tuntunan pemimpin-pemimpin

kita untuk mewujudkan indonesia merdeka walaupun jepang mengusahakan agar Indonesia

4
teteap merdeka dan berada dalam lingkungan asia raya di bawah pimpinan pemerintahan

pusat Jepang.

Dalam sidang BPPK pada tanggal 1 juni 1945 telah diadakan pembicaraan tentang

dasar-dasar negaa Indonesia merdeka dalam sidang itu salah seorang anggota BPPK (Ir.

Soekarno) mengucapkan sebuah pidato yang pada pokoknya mengusulkan dan menegasakan

dasar-dasar negara Indonesia. Dasar negara yakni dasar yang diatasnya utuk didirikan

indonesia merdeka haruslah kokoh, kuat sehingga tidak mudah di tumbangkan. Dijelaskan

selanjutnya, bahwa dasar negara itu hendaknya jiwa, pikiran-pikiran yang sedalamnya,

hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang

kekal abadi.

Berdasarkan alam pikiran tersebut Ir.Soekarno mengemukakan dan sekaligus

mengusulkan lima prinsip (asas) yang sebaik-baiknya dijadikan dasar yang sebaik-baiknya

dijadikan dasar negara Indonesia Merdeka yaitu

a. Kebangsaan Indonesia

b. Internasionalisme atau peri kemanusiaan

c. Mufakat atau demokrasi

d. Kessejahteraan sosial

e. Ketuhanan

Pancasila dikemukakan pada 1 Juni 1945 itu diterima baik oleh sang BPPK dan tanggal 1

Juni oleh Prof.A.G.Prionggodigdo,SH diangap sebagai pemakaian istilah lahirnya Pancasila.

2.2 Teori dan Unsur Unsur Pembentuk Negara

Teori tentang asal mula atau teori terbentuknya Negara dapat dilihat dari dua segi, yakni :

a) Teori yang Bersifat Spekulatif

Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori teokratis, teori perjanjian

masyarakat, dan teori kekuatan/ kekuasaan.

5
1. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, segala sesuatu di dunia ini

adanya atas kehendak ALLOHU Subhanahu Wataala, sehingga negara pada

hakekatnya ada atas kehendak ALLOH. Penganut teori ini adalah Fiedrich Julius

Stah, yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses

bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan negara.

2. Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal,

yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu

timbul karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas

merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar

kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya orang yang satu tidak

merupakan binatang buas bagi orang lain (homo homini lupus, menurut Hobbes).

Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social menurut ajaran

Rousseau). Dapat pula terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya :

Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.

3. Teori kekuasaan/ kekuatan. Menurut teori kekuasaan/kekuatan, terbentuknya negara

didasarkan atas kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.

Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya negara yang pertama kali, atau bermula dari

adanya beberapa kelompok dalam suatu suku yang masing-masing dipimpin oleh

kepala suku (datuk). Kemudian berbagai kelompok tersebut hidup dalam suatu

persaingan untuk memperebutkan lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan

makanan. Akibat lebih jauh mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan

kelompok saingannya. Adagium thomas Hobbes yang menyatakan Bellum Omnium

Contra Omnes semua berperang melawan semua, kiranya tepat sekali untuk memotret

kondisi mereka dalam persaingan untuk memperebutkan sesuatu. Kelompok yang

terkalahkan kemudian harus tunduk serta wilayah yang dimilikinya diduduki dan

dikuasai oleh sang penakluk, dan demikian seterusnya.


6
b) Teori yang bersifat Evolusi

Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang menyatakan bahwa

lembaga lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan

kebutuhan kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna

memenuhi kebutuhan kebutuhan manusia, maka lembaga lembaga itu tidak luput dari

pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan tuntutan zaman. Menurut teori yang bersifat

evolusi ini terjadinya negara adalah secara historis-sosio (dari keluarga menjadi negara).

Termasuk dalam teori ini yang bersifat evolusi ini antara lain teori hukum alam.

Berdasarkan teori hukum alam ini, negara terjadi secara alamiah.

Unsur Negara :

~ Bersifat konstitutif. Berarti bahwa dalam Negara tsb terdapat wilayah yg meliputi

udara, darat, dan perairan(dalam hal ini unsur perairan tdk mutlak), rakyat atau

masyarakat dan pemerintahan yg berdaulat.

~ Bersifat deklaratif. Sifat ini ditunjukan oleh adanya tujuan Negara, UUD, pengakuan

dari Negara lain baik secara de jure maupun de facto

Ada beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat disebut sebagai negara.
Syarat tersebut berlaku secara umum dan merupakan unsur yang penting . syarat-syarat
tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu unsur konstitutif dan unsur deklaratif. Unsur
konstitutif terbentuknya negara adalah unsur yang mutlak harus ada pada saat negara
didirikan. Unsur konstitutif ini meliputi rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.
Adapun unsur deklaratif adalah unsur yang tidak mutlak ada pada saat negara berdiri, tetapi
unsur ini boleh dipenuhi atau menyusul dipenui setelah negara berdiri. Unsur deklaratif
adalah pengakuan dari negara lain.

Menurut Oppenheimer dan Lauterpacht, suatu Negara harus memenuhi syarat-syarat :

a. Rakyat yang bersatu

b. Daerah atau wilayah

7
c. Pemerintahan yang berdaulat

d. Pengakuan dari negara lain

Menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, yang merupakan Konvensi Hukum

Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu :

Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga Negara) atau bangsa (staatvolk).

Harus ada wilayah atau lingkungan kekuasaan.

Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan yang

berdaulat.

Kesanggupan berhubungan dengan Negara-negara lain.

1. Rakyat

Rakyat adalah semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat,

mustahil negara akan terbentuk. Leacock mengatakan bahwa, Negara tidak akan berdiri

tanpa adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini.. Hal ini menimbulkan

pertanyaan, berapakah jumlah penduduk untuk membentuk sebuah negara? Plato

mengatakan bahwa untuk membentuk sebuah negara, wilayah tersebut membutuhkan

minimal 5040 penduduk.

Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk.

Penduduk adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah suatu negara

tertentu untuk jangka waktu yang lama.

Bukan Penduduk adalah orang yang mereka yang berada di dalam suatu wilayah

Negara hanya untuk sementara waktu (tidak menetap).

Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara.

8
~ Warga negara adalah mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu negara,

~ Bukan warga negara adalah orang asing atau disebut juga warna negara asing (WNA).

2. Wilayah

Merupakan landasan material atau landasan fisik Negara. Secara umum dapat dibedakan
menjadi :

a. Wilayah daratan
Batas wilayah suatu negara dengan Negara lain di darat , dapat berupa :

Batas Alamiah, Batas Buatan dan Batas Secara geografis.

b. Wilayah Lautan

Negara yang tidak memiliki lautan disebut land locked. Sedangkan Negara

yang memiliki wilayah lautan dengan pulau-pulau disebut archipelagic state.

Untuk menentukan batas wilayah lautan tidak semudah menetapkan batas wilayah

daratan sebab batas wilayah lautan lebih banyak permasalahannya dan bermacam-

macam peraturannya. Dalam hukum internasional belum terbentuk adanya

keseragaman ketentuan mengenai lebar laut teritorial setiap negara dan kebanyakan

negara menentukan sendiri-sendiri batas laut teritorialnya, ada yang 3 mil (Indonesia

sebelum Deklarasi Juanda), 12 mil (seperti Saudi Arabia, RRC, Chile, dsb), 200

mil(El Savador), dan 600 mil (Brazilia) Dewasa ini, yang dijadikan dasar hukum

masalah wilayah kelautan suatu Negara adalah Hasil Konferensi Hukum laut

nternasional III tahun 1982 di Montigo Bay (Jamaika) yang diselenggarakan oleh

PBB, yaitu UNCLOS (United Nations Conference on The Law of the Sea).

Batas Lautan :

1. Batas Laut Teritorial 12 mil dari bibir pantai ketika air surut

2. Batas Zona Bersebelahan 12 mil dari laut teritorial/24 mil dari bibir pantai
9
3. Batas Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil dari pantai

4. Batas Landas Kontinen (LK) Pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969,

telah mengeluarkan Deklarasi tentang Landas Kontinen dengan kebiasaan

praktik Negara dan dibenarkan pula oleh Hukum Internasional bahwa suatu

Negara pantai mempunyai penguasaan dan yurisdiksi yang ekslusif atau

kekayaan mineral dan kekayaan lainnya dalam dasar laut dan tanah di

dalamnya di landas kontinen. Contoh hasil perjanjian landasa kontinen :

- Perjanjian RI Malaysia tetang Penetapan garis Batas Landas Kontinen Kedua

Negara (di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan) ditandatangani 27 Oktober 1969 dan

mulai berlaku 7 November 1969.

- Perjanjian RI Thailand tentang Landas Kontinen Selat Malaka Bagian Utara dan

Laut Andaman,ditandatangani17 Desember 1971 dan mulai berlaku 7 April 1972.

- Persetujuan RI Australia tentang Penetapan Atas Batas-Batas Dasar Laut Tertentu

di daerah Laut Timor dan laut Arafuru sebagai tambahan pada persetujuan tanggal 18

Mei 1971, dan berlaku mulai 9 Oktober 1972.

Landas Benua:

Landas benua lebih dari 200 Mil boleh menggandakan Eksplorasi-Eksploitasi asal bagi

keuntungan dengan masyarakat International

c. Wilayah Udara

Pasal 1 Konvensi Paris 1919 : Negara-negara merdeka dan berdaulat berhak mengadakan

eksplorasi dan eksploitasidii wilayah udaranya, misalnya untuk kepentingan radio, satelit,

dan penerbangan. Konvensi Chicago 1944 (Pasal 1) : Setiap Negara mempunyai

kedaulatan yang utuh dan ekslusif di ruang udara di atas wilayahnya UU RI No. 20 tahun

10
1982, batas wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo- stationer adalah

setinggi35.671km

d. Daerah Ekstrateritorial

Wilayah suatu Negara yang berada di luar wilayah Negara itu. Menurut Hukum

Internasional, yang mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina(1815) dan

Kongres Aachen (1818), perwakilan diplomatik suatu Negara di Negara lain

merupakan daerah ekstrateritorial

3. Pemerintah yang berdaulat

Unsur konstitutif yang ketiga dari negara ialah pemerintah yang berdaulat. Pemerintah

adalah pemegang dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan pembelaan negara.

Pemerintah yang berdaulat mempunyai kekuasaan ke dalam dan ke luar. Kekuasaan ke

dalam berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat

dalam negara itu. Kekuasaan ke luar berarti bahwa kekuasaan pemerintahan itu dihormati

dan diakui oleh negara-negara lain. Masalah kedaulatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam suatu negara, karena kedaulatan merupakan sesuatu yang membedakan

antara negara yang satu dengan yang lain. Kedaulatan artinya kekuasaan tertinggi. Di

negara diktaktor, kedaulatan didasarkan atas kekuatan. Di negara-negara demokrasi

kedaulatan didasarkan atas persetujuan

4. Pengakuan dari negara lain

Pengakuan dari negara lain bukanlah merupakan unsur pembentuk negara, tetapi sifatnya

hanya menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain pengakuan dari negara

11
lain hanya bersifat deklaratif saja. pengakuan dibagi menjadi dua, yaitu de facto dan de

jure:

a. Pengakuan secara de facto

Diberikan jika suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah

menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto adalah pengakuan

tentang kenyataan (fakta) adanya suatu Negara.

Pengakuan de facto bersifat sementara

Pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara melihat bertahan tidaknya Negara tersebut

dimasa depan. Jika Negara baru tersebut kemudian jatuh atau hancur, Negara itu akan

menarik kembali pengakuannya.

Pengakuan de facto bersifat tetap

Pengakuan dari Negara lain terhadap suatu Negara hanya bisa menimbulkan hubungan di

bidang ekonomi dan perdagangan (konsul). Sedangkan dalam hubungan untuk tingkat Duta

belum dapat dilaksanakan.

b. Pengakuan secara de jure

Pengakuan secara de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain

dengan segala konsekuensinya.

Pengakuan de jure bersifat tetap

12
Pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat adanya jaminan

bahwa pemerintahan Negara baru tersebut akan stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.

Pengakuan de jure secara penuh

Terjadinya hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui meliputi hubungan dagang,

ekonomi, dan diplomatik. Negara yang mengakui berhak menempatkan Konsuler atau

Kedutaan.

2.3 Hubungan antara Negara dengan Warga Negara

Hubungan negara dengan warga negara bisa dilihat dari sifat dan wujudnya. Negara dalam

hal ini adalah pemerintah, yaitu perangkat negara yang melaksanakan kebijakan-kebijakan

guna terciptanya tujuan bersama. Hubungan ini (pemerintah & warga negara) bisa dilihat dari

berbagai macam perspektif (pandangan) namun yang paling bisa dilihat secara aktual dalam

kehidupan yaitu dalam perspektif (pandangan) politik dan hukum. Untuk lebih mudah dalam

memahami, kita akan membagi pembahasan menjadi dua pokok yaitu terkait sifat dan

wujudnya.

A. Sifat Hubungan Negara dengan Warga Negara

Dari pandangan politik, seorang warga negara dipandang sebagai individu bebas di dalam

suatu anggota masyarakat politik. Hubungan ini bisa berbentuk koorperatif yakni kerja sama

saling menguntungkan antara pemerintah dengan warganya, dalam hal ini kedudukan antara

pemerintah (negara) dengan warga negara adalah sejajar. Selain itu, juga bisa berbentuk

kooptatif (Paternalistik) yakni pemerintah sebagai patron dan warga negara sebagai klien.
13
Hubungan yang berbentuk koorperatif sangat cocok untuk masyarakat yang menginginkan

kekuasaan politik bersifat kekeluargaan.

Dari pandangan hukum, konsep awal dibangun berdasarkan pengertian bahwa warga negara

merupakan seluruh individu yang terikat hukum dengan suatu negara. Hubungan tersebut bisa

berbentuk sederajat/tidak sederajat dan hubungan timbal-balik/timbang-timpang. Jika kita

menginginkan pemerintahan yang berasas kekeluargaan, maka bentuk hubungan antara

negara (pemerintah) dengan warganya yang paling tepat adalah dalam bentuk sederajat dan

timbal-balik. Dalam konteks pemerintahan yang seperti ini, adanya perbedaan sifat dll tidak

menjadi persoalan atau tidak lagi dikenal karena semua perbedaan dipandang sebagai sebuah

kesatuan meskipun memiliki perbedaan fungsi. Nah, perbedaan fungsi ini dipandang hanya

berupa perbedaan tugas dimana pemerintah punya tugas sendiri dan warga negara punya

tugas sendiri.

Darisini kita bisa menyimpulkan bahwa sifat hubungan antara negara (pemerintah) dengan

warga negara berbentuk koorperatif (saling menguntungkan), saling membantu, mengawasi,

sederajat dan ada hubungan timbal balik adalah yang paling tepat jika kita menginginkan

hubungan yang bersifat kekeluargaan terutama di Indonesia.

B. Wujud Hubungan Negara dengan Warga Negara

Wujud hubungan negara dengan warganya pada hakekatnya berupa peranan yakni

melaksanakan tugas sesuai dengan tugas yang dimiliki sebagai warga negara atau pemerintah.

Peranan tersebut menurut Soerjono Sukanto dapat berupa beberapa unsur yaitu peran ideal,

peran yang seharusnya, peran menurut diri sendiri dan peran yang sebenarnya dilakukan.

Peranan tersebut bisa bersifat aktif, pasif, positif dan negatif. Peranan aktif misalnya demo,

ikut pemilihan umum dll. Peranan pasif misalnya patuh terhadap undang-undang yang

14
berlaku, loyal kepada negara dll. Peranan positif misalnya meminta pelayanan umum dari

negara (membuat KTP, membuat SIM, berobat di Puskesmas, lapor ke polisi jika ada kasus

pelanggaran hukum dll). Peranan negatif misalnya menolak campur tangan pemerintah terkait

hak yang bersifat pribadi (hak beragama, hak memilih dll).

BAB III

PENUTUP

Makalah ini kami buat guna untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Pendidikan

Kewarganegaraan dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun

pembaca, dan kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk karena itu

kami butuh kritik dan sarannya agar kami dapat memperbaikinya dilain waktu.

Malang, 8 September 2014

Penulis,
Kelompok 2

15
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Cristine.2005.Sistem Pemerintahan Indonesia.Jakarta

Kansil.1994.Sistem Pemerintahan Indonesia.Jakarta

Kusuma Ine aryanilm.2010. Pendidikan Kewarganegaraan berbasis Nilai.Galia Indonesia

Kansil Cristine. 2011.Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta.Rineka Cipta

Hariyono. 2014. Ideologi Pancasila. Malang. Instans Publishing

Internet:

http://diahapri244.blogspot.com/2013/09/makalah-pancasilaham-dan-bela-negara.html

http://pkngundar.blogspot.com/2013/04/teori-terbentuknya-suatu-negara.html

http://blogdenni.wordpress.com/unsur-unsur-terbentuknya-negara/

16

Anda mungkin juga menyukai