Anda di halaman 1dari 6

Nama : Moh.

Aditia Guntara

NIM : 14640016

Kelompok : planetarium

Integrasi Islam dan Sains

Agus Purwanto, DSc.


Sains dan teknologi yang berkembang pesat saat ini lebih dikenal sebagai produk dari
peradaban Barat yang sekuler. Karena itu, sains dan teknologi saat ini tidak bisa dilepaskan dari
tata nilai Barat yang khas yakni tata nilai materialis-ateistik. Kita tahu bahwa Barat bangkit
setelah dijembatani oleh Islam tetapi tumbuh dan berkembangnya Barat mempunyai spirit yang
berbeda secara mendasar dari spirit Islam. Barat mempunyai spirit memberontak terhadap gereja
dan doktrin-doktrin agama serta wahyu.
Kelahiran fakultas sains dan teknologi di STAIN-UIN harus menjawab secara khusus
tantangan tersebut agar berbeda dari fakultas yang sama di PT non STAIN-UIN. Islam adalah
kata yang lengket pada STAIN-UIN, tanpa Islam STAIN-UIN pasti bubar. Karena di dalam
kebijakannya, STAIN-UIN memasukkan bidang sains dan teknologi yang selama ini berada di
luar sebagai bidang garapnya maka STAIN-UIN harus mendiskripsikan terlebih dahulu
hubungan antara sains dan Islam.
Interaksi antara sains dan Islam memberikan tiga pola hubungan antara keduanya yaitu
islamisasi sains, saintifikasi Islam dan sains Islam. Sains telah tumbuh dan berkembang
sedemikian rupa, ibarat manusia ia telah lahir dan tumbuh menjadi besar dan dewasa. Sains
modern lahir dari rahim peradaban Barat yang menyangkal eksistensi dan peran Tuhan di dalam
tatanan penyelanggaraan jagat raya. Sebagai anak kandung dari ibu peradaban yang anti Tuhan
maka sains juga ditengarai bersifat anti Tuhan. Ketika sang anak ini bertemu dan berinteraksi
dengan Islam maka kewajiban Islam untuk mengajaknya kembali memahami dan berkhidmat
kepada Tuhan. Inilah ilustrasi bagi islamisasi sains.
Pada saat yang sama, ketika sains bertemu dan berinteraksi dengan Islam ternyata
keduanya berpenampilan sangat kontras. Sains sangat trendi dan memenuhi cita rasa
kemoderenan karena ia memang produk dan anak kandung peradaban modern. Sebaliknya, Islam
tampil dengan wajah kumuh dan seolah anti kemajuan. Upaya menanmpilkan Islam yang selaras
dengan cita rasa dan pola pikir modern merupakan gambaran dari saintifikasi Islam.
Selain kedua upaya yang tampak artifisial tersebut juga terdapat upaya serius yakni
membangun sains Islam, sains dengan paradigma baru, sains non-positivistik, atau sains holistik
yang sejak awal dibangun di atas pondasi wahyu. Seperti telah disinggung di depan Barat dengan
sains-nya tumbuh dan berkembang dengan spirit memberontak doktrin-doktrin agama dan
menolak wahyu sebagai pondasi bangunannya.
Rekonstruksi atas ketiga pola dan upaya memadukan sains dan Islam memerlukan
pengetahuan minimum atas pokok-pokok ajaran Islam, bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya,
filsafat ilmu. Pokok-pokok ajaran Islam terkandung dalam doktrin tauhid laa ilaaha illallah yang
terjabarkan dalam arkanul islam dan arkanul iman. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan tidak
boleh menyimpang dari prinsip ini. Filsafat ilmu diperlukan untuk memahami seluk beluk dan
detil bukan sekedar sisi praktis dan pragmatisnya melainkan juga pondasi filosofis ilmu
pengetahuan. Pokok-pokok ajaran Islam dan filsafat ilmu dibutuhkan untuk memahami upaya
ketiga relasional sains dan Islam.
Ketiga upaya di depan khsususnya upaya terakhir, membangun sains Islam selain
memerlukan dua pengetahuan minimum di depan juga memerlukan pengetahuan yang memadai
tentang al-Quran dan bahasa Arabnya khsususnya nahwu-sharaf. Aspek ontologi dan aksiologi
telah inheren di dalam diri muslim, karena itu secara efektif bangunan sains Islam berbeda pada
tataran epistelogi dari sains yang berkembang saat ini. Aspek epistemologi bangunan sains Islam
juga menerima wahyu sebagai sumber informasi. Karena wahyu terkandung di dalam kitab suci
al-Quran yang berbahasa Arab maka pemahaman bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya tidak
dapat dihindari.

Selain harus mengandung subyek filosofis muatan bahan ajar STAIN-UIN juga harus
mengandung subyek praktis-pragmatis yang sesuai dengan peribadatan dan hidup keseharian
muslim. Subyek tersebut adalah ilmu falak yang di dalamnya terdiri dari pengetahuan dan
penentuan arah kiblat, awal waktu shalat dan awal bulan qamariyah. Ilmu falak juga dapat
dikembangkan sebagai laboratorium alternatif yang unik karena berbeda dari laboratrium
konvensional, laboratorium falak dapat memadukan intelektualitas dan spiritualitas.
Al-Quran: Bumi Bundar
Sebagai ilustrasi pentingnya bahasa Arab dalam memahami teks tentang fenomena alam.
Di dalam al-Quran terdapat delapan ayat dengan kata masyriq , tujuh di antaranya
berpasangan dengan maghrib, dan hanya satu ayat yang tanpa pasangan maghrib. Kata
masyriq muncul dalam bentuk isim tunggal, dua dan jamak. Dalam redaksional berpasangan,
kata masyriq selalu muncul lebih dulu dari maghrib.




Tuhan timur dan barat, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai
Pelindung. (QS al-Muzammil 73:9)




Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya, jika kamu berfikir". (QS asy-Syuaraa 26:28)




Maka Aku bersumpah dengan Tuhan timur dan barat, Sesungguhnya Kami benar-benar
Mahakuasa. (QS al-Maarij 70:40)
Di ketiga ayat di depan, al-masyriq dan al-maghrib berposisi sebagai mudhaf ilaih
dan dihubungkan dengan dengan huruf athaf yaitu wawu . Mudhaf-nya
adalah rabbun-arbaabun yang merupakan isim mashdar yaitu rabba-yarubbu-
rabban - -mengasuh, memimpin. Rabbun berarti Tuhan, tuan, yang mengasuh, yang
memelihara atau yang memiliki.
Al-masyriq dan al-maghrib adalah isim waktu dan tempat .
Pertama, masyriqun-masyaariqun dari syaraqa-yasyruqu-syarqan-syuruuqan -
- - terbit; masyriqunberarti tempat atau waktu terbit. Kedua maghribun-
maghaaribun dari gharaba-yaghribu-ghuruuban - -terbenam,
tenggelam, lenyap; maghribun berarti tempat dan waktu terbenam)matahari(. Sebagai isim
waktu, masyriqun berarti waktu fajar (sunrise), sedangkan maghribun berarti saat maghrib.
Sebagai isim tempat, masyriqun berarti timur, sedangkan maghribun berarti barat atau negeri
Afrika.
Dengan demikian, dapat diartikan sebagai Tuhan penjaga fajar dan
maghrib, Tuhan pemelihara tempat terbit dan tempat terbenam Matahari, atau Tuhan timur dan
barat. Pemahaman pemilik atau yang memiliki waktu atau tempat terbit dan terbenam muncul
secara eksplisit dua kali





Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah 2:115)









Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang
memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (QS al-Baqarah 2:142)
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah kenyataan bahwa al-masyriq selalu
dipasangkan dengan al-maghrib dengan redaksi al-masyriq disebut terlebih dahulu dibanding al-
maghrib. Kenyataan ini meneguhkan alur waktu kehidupan dan aktivitas manusia secara umum
yang dimulai ketika bangun tidur di kisaran Matahari terbit sampai saat manusia bersiap istirahat
di waktu maghrib, bukan sebaliknya.
Pemahaman demikian merupakan pemahaman alamiah, dalam arti sesuatu dimulai saat
kelahiran atau kemuculan dan diakhiri saat kepergian. Kemunculan Matahari menandai awal
waktu yang disebut siang hari dan diakhiri saat terbenamnya. Siang dan malam membetuk siklus
tetapi dalam kasus ini alur waktu siang memperoleh perhatian khusus. Pemahaman ini
diisyaratkan oleh surat asy-Syuaraa 28, ada sesuatu di antara masyriq dan maghrib bagi orang
yang berfikir. Apa itu?
Masyriq dan maghrib, timur dan barat telah menjadi hal yang lumrah bagi kebanyakan
orang. Tidak ada yang istimewa. Tetapi al-Quran menyentak kesadaran kita melalui surat ar-
Rahman 55 dengan tidak menggunakan redaksi al-masyriq wa al-maghrib. Al-masyriq dan al-
maghrib terpisah tetapi masih sebagai mudhaf ilaih dan tidak berbentuk isim tunggal melainkan
isim dua.



Al-masyriqaini dua tempat terbit atau dua timur; dan al-maghribaini, dua
tempat terbenam atau dua barat. Dengan demikian, surat ar-Rahman 55 juga dapat
diartikan Tuhan dua timur dan Tuhan dua barat
Apa itu dua tempat terbit, dua timur dan dua tempat terbenam, dua barat? Di ayat yang
lain, al-masyriq tidak muncul berpasangan dengan al-maghrib dan muncul dalam bentuk jamak
(taksir) al-masyaariq.







Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat
terbit Matahari. (QS ash-Shaaffat 37:5)
Menariknya, selain muncul dalam bentuk jamak dan tidak berpasangan, ayat ini didahului
oleh langit, Bumi dan sesuatu di antara keduanya. Artinya, ada kaitan antara tempat dan waktu
terbit matahari dengan Bumi dan langit dengan isinya.
Dalam redaksi isim tunggal, al-masyriq wa al-maghrib dapat dipahami sebagai hubungan
satu-satu antara tempat terbit dan tempat terbenam Matahari, tidak peduli posisi terbit dan
terbenam di mana, akan memberi arah timur-barat tunggal dan tertentu.
Tetapi keadaan menjadi lain bila digunakan redaksi isim dua atau jamak berpasangan,
arah timur barat menjadi tidak menentu. Ada banyak pilihan arah timur-barat seperti gambar
berikut.
Saudi Arabia mengalami musim panas dan musim dingin. Pemahaman langsung dari
masyarakat Arab atas al-masyriqaini dan al-maghribaini adalah dua tempat terbit Matahari dan
dua tempat terbenamnya ialah tempat dan terbenam Matahari di waktu musim panas dan musim
dingin.
Negeri yang tidak mempunyai musim panas dan musim dingin seperti Indonesia tetap
dapat memaknai dua tempat terbit dan dua tempat terbenam dengan memperhatikan bayangan
benda. Bayangan tubuh kita ternyata suatu waktu ada di sebelah selatan, di waktu yang lain ada
di sebelah utara diri kita. Artinya, tempat terbit dan lintasan matahari ada dua yaitu di utara dan
di selatan dari kebanyakan kita, demikian pula tempat terbenamnya. Bayangan benda memberi
petunjuk pada posisi Matahari.



Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu memanjangkan bayang-bayang


dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia jadikan bayang-bayang itu tetap, kemudian Kami
jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu. )( Kemudian Kami menarik bayang-
bayang itu kepada Kami dengan tarikan sedikit demi sedikit. (QS al-Furqan 25:45-46)
Dhillun naungan, bayangan; madda mengembangkan, memanjangkan;
daliilun dengan jamak taksir dalaail-adillah - dalil, alasan, petunjuk. Qabadla-
yaqbidlu-qabdlan - -menggenggam, mengambil; yasiirun yang mudah, yang
sedikit.
Madda adh-dhilla berarti memanjangkan bayangan, dan atas fenomena ini Matahari
menjadi petunjuk bagi keberadaan bayangan tersebut. Cahaya Matahari sebagai penyebab
bayangan dan posisi Matahari menentukan posisi bayangan suatu obyek. Sejak di pertengahan
hari bayangan benda memanjang ke sebelah timur sampai akhirnya Matahari terbenam dan
bayangan menghilang.
Dua timur dan dua barat juga dapat menuntun pada pemahaman bentuk Bumi bundar.
Orang di A melihat B berada di sebelah baratnya, dan T di sebelah timurnya. Jika orang di A
pergi ke arah barat maka suatu ketika sampai di B, dan jika terus bergerak ke barat maka suatu
ketika sampai di T. Sebaliknya, orang di A yang bergerak ke arah timur suatu ketika sampai di T
dan berikutnya di B. Jadi B adalah barat tetapi suatu ketika sebagai timur, sebaliknya T adalah
timur tetapi bisa sebagai barat. Artinya, B adalah barat yang sekaligus timur sedangkan T adalah
timur yang sekaligus barat. Terdapa dua timur dan dua barat di Bumi yang bundar.
Al-masyaariq dapat dipahami sebagai banyak tempat terbit, tepatnya mempunyai banyak
tempat di antara dua tempat terbit di musim panas dan musim dingin. Matahari terbit dari arah
timur tetapi tidak di satu tempat, selalu bergeser dari utara ke selatan kemudian dari selatan ke
utara. Demikian yang kita lihat selama ini.
Pemahaman al-masyaariq sebagai banyak tempat tidak memberi kekhususan atas bentuk
Bumi, dapat berlaku bagi bentuk bundar maupun datar. Tetapi pemahaman al-masyariq sebagai
banyak waktu terbit tidak dapat dipahami jika Bumi berbentuk datar. Sebabnya, jarak Bumi-
Matahari sangat jauh lebih besar
dibanding jarak antar tempat di muka Bumi. Kenyataan ini dapat dirasakan jika
seseorang mengendarai mobil ke arah timur atau barat di malam hari ketika ada Bulan purnama
misalnya. Bulan terasa ikut bergerak searah dengan gerak mobil dan menyebabkan posisi relatif
Bulan terhadap orang tersebut tidak berubah. Sudut posisi Bulan relatif terhadap mobil tidak
berubah.
Jarak Matahari-Bumi serupa dengan jarak Bulan-Bumi, besar bahkan jauh lebih besar.
Akibatnya, Matahari akan tampat dengan sudut sama dari berbagai tempat pada waktu yang
sama. Jika satu daerah melihat matahari terbit maka daerah lain pun juga akan melihat hal yang
sama. Orang di Jakarta akan mengalami matahari terbit pada waktu yang bersamaan dengan
orang di Kairo. Artinya, hanya ada satu waktu matahari terbit, al-masyriq bukan al-masyaariq.
http://purwanto-laftifa.blogspot.com/2011/02/integrasi-islam-dan-sains.html

Anda mungkin juga menyukai