Kelompok 3 :
Lia Angraeni
(15630035)
Triyanto Nugroho
(15630036)
Hatfina Nusratina
(15630045)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara
menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi suatu negara. Sebagai
norma tertinggi, dasar negara menjadi pembentukan norma-norma hukum yang
ada dibawahnya. Konstitusi adalah sebuah norma sistem politik dan hukum
sebagai bentukan dari pemerintahan negara, biasanya dikodifikasikan sebagai
dokumen tertulis. Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada
warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum
yang mendefinisikan fungsi pemerintahan.
Konstitusi dalam arti luas yaitu keseluruhan aturan dan ketentuaan yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan, sedangkan dalam arti sempit adalah
hukum dasar atau keseluruhan aturan dasar baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dasar negara merupakan sumber penyusunan konstitusi, sehingga
konstitusi sebagai norma hukum harus berdasar pada dasar negara.
Konstitusi atau Undang-undang Dasar disusun dan ditetapkan untuk
mencegah adanya kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan dalam negara.
Adapun pembatasan kekuasaan terlihat dengan adanya tiga hal, yaitu harus
menjamin hak-hak manusia dan warga negara, memuat suatu ketatanegaraan pada
suatu negara yang bersifat mendasar, serta mengatur tugas dan wewenang dalam
negara yang bersifat mendasar. Oleh karena itu, maka akan diuraikan lebih
menyeluruh mengenai unsur-unsur penting dalam konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (bahasa Inggris) constitutie
(bahasa Belanda) constituer (Bahasa Perancis), yang berarti membentuk,
menyusun, dan menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan
atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti
dasar
susunan
suatu
badan
politik
yang
disebut
negara.
Konstitusi
kepada
penguasa,
dokumen
tentang
pembagian
tugas
dan
wewenangnya dari sistem politik yang ditarapkan, dan deskripsi yang menyangkut
masalah HAM (Hak Asasi Manusia).
Sifat konstitusi mencakup :1
a. Luwes dan kaku
mengikuti
dinamika
zaman.
Jika
diperlukan,
konstitusi
tidak
tujuan
konstitusi
merupakan
perwujudan
paham
tentang
3. Sejarah Konstitusi
Hukum dasar hasil karya BPUPKI sebagai hasil kerja dari panitia
perancang hukum dasar dijadikan sebagai naskah rancangan UUD Negara
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 meliputi pembukaan dan pasalpasal yang terdiri dari 71 butir ketentuan. Sehari jelang kemerdekaan Negara
Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 di tetapkan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai konstitusi pertama oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Kemudian diumumkan secara resmi dalm berita Republik Indonesia
Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946. Jadi sebelum proklamasi kemerdekaan
Indonesia, bangsa Indonesia dibawah kekuasaan bala tentara Jepang telah
mengenal suatu konstitusi yang waktu itu diberi nama dengan Hukum Dasar,
namun konstitusi tersebut belum sempat digunakan.2
Sejak negara Indonesia berdiri hingga saat ini telah terjadi beberapa kali
pergantian UUD. Beberapa UUD yang pernah belaku di Indonesia, yaitu UndangUndang Dasar 1945 berlaku hingga 1949, konstitusi Republik Indonesia Serikat
(Konstitusi RIS) berlaku pada 1949 hingga 1950, kemudian kembali lagi ke UUD
2 Dr. Taufiqurrohman Syauri, S.H., M.H. Op,.Cit, hal. 10
1945 mulai dari 1959 hingga saat ini. Setiap momentum dan perubahan UUD di
Indonesia selalu didasari oleh kenyataan bahwa UUD yang berlaku dipandang
tidak sesuai dengan tuntunan yang berkembang. Meskipun UUD Indonesia telah
berulangkali mengalami perubahan, terdapat satu prinsip yang selalu dipegang
teguh oleh para pembentuknya, yakni tidak menghilangkan atau mengganti dasar
negara Pancasila
Sejarah panjang tersebut dapat diceritakan dalam empat periode antara lain :
a. Periode Pertama (18 Agustus 1945 27 Desember 1949)
Pada periode ini saat negara Indonesia menyatakan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945 belum mempunyai Rechtverfassung atau UUD. Baru
sehari selepas tanggal 17 Agustus 1945 yaitu pada tangal 18 Agustus 1945 barulah
memiliki UUD yang telah disusun sejak BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dapat disebut juga Dokuritsu Junbi
tyoosakai yang dipimpin dr. Radjiman Wediodiningrat. BPUPKI merupakan
badan persiapan kemerdekaan yang tidak terlepas dari intervensi Jepang dalam
pendiriannya.
Terlepas dari carut marut ideologi bangsa yang lalu, terdapat rasa tidak
puas Soekarno atas konstitusi yang telah ia buat. Ketidakpuasan tersebut
dinyatakan Ir. Soekarno dalam pidatonya pada rapat PPKI 18 Agustus 1945, yang
menyatakan bahwa ada pelanggaran konstitusi yang lain pada masa ini yaitu
pelanggaran pada pasal 3 ayat (2) UUD 1945 salah satu tugas MPR adalah
menetapkan UUD, sehingga kongklusinya UUD pada masa ini bukan ditetapkan
oleh MPR melainkan PPKI sehingga sifatnya sementara.
b. Periode ke dua (27 Desember 1949 17 Agustus 1950)
Pada periode ini Indonesia mengalami agresi militer Belanda yang
mengharuskan mengubah sistem pemerintahan dari Presidensil menjadi model
pemerintahan
Parlementer.
Selanjutnya
akibat
dari
berubahnya
model
serikat lainya untuk bersatu dengan Negara Republik Indonesia (Yogyakarta) dan
seluruh negara bagian menggabungkan diri menjadi negara kesatuan. Setelah
terbentuknya negara kesatuan tersebut maka mulailah melakukan perubahan
terhadap konstitusi RIS.
c. Periode ke tiga (17 Agustus 1950 5 Juli 1959)
Akibat UUD RIS merupakan paksaan dari Belanda dan bersifat sementara
maka Soekarno dan para Tokoh Bangsa berkumpul kembali untuk merumuskan
kembali secara baik UUD yang terbaik. Proses peralihan ini mengharuskan
mengganti terlebih dahulu UUD RIS dengan UUDS 1950 yang bersifat sementara
dan mengatur tentang pembubaran RIS menjadi RI. Pembubaran tersebut
diproklamirkan oleh Soekarno dihadapan parlemen (DPRS). Pembubaran yang
dilakukan oleh Soekarno memiliki alasan yang tidak bisa dibantah oleh Belanda
dimana berdasarkan UUD RIS pasal 43 yang menyebutkan :
Dalam penyelesaian susunan federasi RIS maka berlakulah asas pedoman, bahwa
kehendak rakyatlah di daerah-daerah bersangkutan yang dinyatakan dengan
merdeka menurut jalan demokrasi, memutuskan status yang kesudahnnya akan
diduduki oleh daerah-daerah tersebut dalam federasi.
Selanjutnya naskah UUD baru ini diberlakukan secara resmi mulai 17
agustus 1950, yaitu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1950. Berbeda dengan
UUD RIS , yang tidak sempat mewujudkan konstituante, maka di bawah UUDS
1950 sebagai realisasi dari pasal 134, telah dilaksanakan pemilu pada bulan
Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.5 Pemilihan umum ini
dilaksanakan pada tanggal 10 November 1956 di Bandung dan diresmikanlah
konstituante dengan legalisasi pemilu berdasarkan UU No 7 tahun 1953.
Masa konstituante inilah yang mengulang sejarah perdebatan alot pada
landasan idiil negara yaitu Pancasila, dalam kurun waktu kurang lebih 2,5 tahun
konstituante tidak dapat merumuskan UUD yang sempurna sehigga pada tanggal
5 DR. Taufiqurrohman, S. H., M.H. Op. Cit., hal. 19
yang
demokratis,
supremasi
hukum,
pemberdayaan
rakyat,
penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang
bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan
terpusat pada presiden.
b. Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan
demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai
oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru
yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Perubahan terhadap UUD 1945, dilakukan melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a. Sidang Umun MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002
Perubahan Pertama
Ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan ini meliputi 9 pasal, 16
ayat, yaitu :
5 ayat 1
Pasal 7
Pasal 14 ayat 2
Pasal 15
: DPR
Pasal 21
Perubahan Kedua
Ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
Bab VI
: Pemerintahan Daerah
Bab VII
Bab IX A
: Wilayah Negara
Bab X
Bab XA
Bab XI
Bab XV
Perubahan Ketiga
Ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu :
Bab I
Bab II
: MPR
Bab III
Bab V
: Kementrian Negara
Bab VII A
: DPR
Bab VII B
: Pemilihan Umum
Bab VIII A
: BPK
Perubahan Keempat
Ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas
31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam perubahaan keempat ini
ditetapkan bahwa :
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah adalah UUD 1945 yang ditetapkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Anonim.
2011.
Sejarah
Konstitusi
di
Indonesia.
Diakses
dari
http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2015/03/sejarah-konstitusi-di-Indonesia.pdf.
Pada tanggal 3 Maret 2016
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/files/doc/773_METAMOFORSA
%20KONSTITUSI%20INDONESIA.pdf
Indrayana, Deny. 2007. Amandemen UUD 1945 Antara Mitos dan
Pembongkaran. Bandung : Mizan Pustaka
Riyanto, astim. 2000. Teori Konstitusi. Bandung : Yapemdo.
Syahuri, Taufiqurrohman. 2011. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum.
Jakarta : Kencana Perdana Media Grup.