Anda di halaman 1dari 24

SISTEM PEMERINTAHAN

DUNIA & INDONESIA

MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA

DOSEN : DENNIE SASTRAPRADJA, S.S., M. Si.

DISUSUN OLEH : ALBERN DERIAN (20180401206)

DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
karya tulis ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa Saya juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada Ibu Dennie Sastrapradja selaku dosen mata kuliah Bahasa
Indonesia yang memberikan edukasi dan pemikirannya kepada Saya bagaimana cara
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dan harapan Saya semoga karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman Saya, Saya yakin masih


banyak kekurangan dalam karya tulis ini. Oleh karena itu Saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.

Jakarta, 17 Desember 2018

Albern Derian
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I – PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II – PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan
2.2 Macam-Macam Sistem Pemerintahan
2.2.1 Monarki
2.2.2 Presidensial
2.2.3 Parlementer
2.2.4 Semipresidensial
2.2.5 Komunisme
2.2.6 Demokrasi liberal
2.2.7 Liberalisme
2.3 Sistem Pemerintahan Indonesia
2.3.1 Sejarah Sistem Pemerintahan Indonesia
2.3.2 Pembagian Kekuasaan Pemerintahan Indonesia

BAB III – PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas sebuah negara tidak bisa dipisahkan dari yang namanya sebuah sistem
pemerintahan. Tanpa sistem pemerintahan, suatu negara tersebut tidak akan
mempunyai arah dan fondasi yang jelas untuk mengurusi kedaulatan rakyatnya dan
wilayahnya.

Secara luas sistem pemerintahan itu berarti menjaga kestabilan masyarakat,


menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi
pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, dan keamanan
sehingga menjadi sistem yang kontinu dan demokrasi di mana seharusnya masyarakat
bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini
hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara
menyeluruh.

Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk


menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif
lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu
sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Dari Latar Belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini, yakni :
1. Apa Pengertian Sistem Pemerintahan ?
2. Macam-Macam Sistem Pemerintahan ?
3. Bagaimana Sejarah Sistem Pemerintahan Indonesia ?
4. Apa Saja Peranan dan Tugas dari Pembagian Kekuasaan Sistem Pemerintahan
Indonesia Tersebut ?

1.3 Tujuan Penulisan


Maksud dari penulisan karya tulis ini agar para pembaca dapat mengetahui apa
yang terkait dengan sistem pemerintahan dunia dan sistem pemerintahan Indonesia
dari masa ke masa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan


Sistem pemerintahan adalah suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan
dan fungsi pemerintahan.

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu


kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme
karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan
rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat di mana tidak bisa diubah
dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang
statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan
kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

2.2 Macam-Macam Sistem Pemerintahan


2.2.1 Monarki
Monarki (atau Kerajaan) berasal dari bahasa Yunani monos (μονος) yang berarti
satu, dan archein (αρχειν) yang berarti pemerintah. Monarki merupakan sejenis
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa monarki. Monarki atau sistem
pemerintahan kerajaan adalah sistem tertua di dunia. Pada awal kurun ke-19, terdapat
lebih 900 tahta kerajaan di dunia, tetapi menurun menjadi 240 dalam abad ke-20.
Sedangkan pada dekade kedelapan abad ke-20, hanya 40 takhta saja yang masih ada.
Dari jumlah tersebut, hanya empat negara mempunyai penguasa monarki yang
mutlak dan selebihnya memiliki sistem monarki konstitusional.

Perbedaan di antara penguasa monarki dengan presiden sebagai kepala negara


adalah penguasa monarki menjadi kepala negara sepanjang hayatnya, sedangkan
presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu. Namun dalam
negara-negara federasi seperti Malaysia, penguasa monarki atau Yang Dipertuan
Agung hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan penguasa monarki
dari negeri lain dalam persekutuan. Pada zaman sekarang, konsep monarki mutlak
hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu
penguasa monarki yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.

Monarki demokratis berbeda dengan konsep penguasa monarki yang


sebenarnya. Pada kebiasaannya penguasa monarki itu akan mewarisi tahtanya. Tetapi
dalam sistem monarki demokratis, tahta penguasa monarki akan bergilir-gilir di
kalangan beberapa sultan. Malaysia misalnya, mengamalkan kedua sistem yaitu
kerajaan konstitusional serta monarki demokratis.

Bagi kebanyakan negara, penguasa monarki merupakan simbol kesinambungan


serta kedaulatan negara tersebut. Selain itu, penguasa monarki biasanya ketua agama
serta panglima besar angkatan bersenjata sebuah negara. Contohnya di Malaysia,
Yang Dipertuan Agung merupakan ketua agama Islam, sedangkan di Britania Raya dan
negara di bawah naungannya, Ratu Elizabeth II adalah Gubernur Agung Gereja Inggris.
Meskipun demikian, pada masa sekarang ini biasanya peran sebagai ketua agama
tersebut adalah bersifat simbolis saja.

Monarki konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem


konstitusional yang mengakui Raja, Ratu, atau Kaisar sebagai kepala negara. Monarki
konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica, atau politik
tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Jika
seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang penuh, ia disebut monarki
mutlak atau monarki absolut.

Saat ini, monarki konstitusional lazimnya digabung dengan demokrasi


representatif. Oleh karena itu, kerajaan masih di bawah kekuasaan rakyat tetapi raja
mempunyai peranan tradisional di dalam sebuah negara. Pada hakikatnya sang
perdana menteri, pemimpin yang dipilih oleh rakyat, yang memerintah negara dan
bukan Raja. Namun, terdapat juga raja yang bergabung dengan kerajaan yang tidak
demokratis. Misalnya, sewaktu Perang Dunia II, Kaisar Jepang bergabung dengan
kerajaan tentara yang dipimpin seorang diktator.

Beberapa sistem monarki konstitusional mengikuti keturunan; manakala yang lain


melalui sistem demokratis seperti di Malaysia di mana Yang di-Pertuan Agong dipilih
oleh Majelis Raja-Raja setiap lima tahun.

Kerajaan mutlak atau monarki absolut merupakan bentuk monarki yang


berprinsip seorang raja mempunyai kuasa penuh untuk memerintah negaranya.
Berbeda dengan sistem monarki konstitusional, perdana menteri dalam kerajaan
monarki mutlak hanya memainkan peranan simbolis.

2.2.2 Presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional,
merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih
melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.

Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga
unsur yaitu :
● Presiden yang dipilih rakyat
● Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
● Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan
pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal,
posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran
tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar
negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu :


● Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala
negara.
● Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih
langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
● Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-
departemen.
● Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan
kepada kekuasaan legislatif).
● Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
● Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :


● Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada
parlemen.
● Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden
Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
● Masa pemilihan umum lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
● Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya.
● Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat
diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :


● Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat
menciptakan kekuasaan mutlak.
● Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
● Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar
antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
● Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

2.2.3 Parlementer
Parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki
peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang
dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda
dengan sistem presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan
seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam
presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam
sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari


dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan
dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang
ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.

Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensial, karena


kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia
sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar
Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki
pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala
pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan
kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki
seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan
keseimbangan dalam sistem ini.

Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang,


Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.

Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu :


● Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
● Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan undang-undang.
● Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-
departemen.
● Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
● Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
● Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
● Parlemen sebagai pemegang kekuasaan di negara tersebut

Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer :

● Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi


penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan
eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
● Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
● Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
● Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
● Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh
parlemen.
● Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan
berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat
bubar.
● Masa pemilihan umum dapat berubah-ubah dengan jangka waktu tertentu.
● Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota
kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena
pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat
mengusai parlemen.
● Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman
mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting
untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

2.2.4 Semipresidensial
Sistem semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan
kedua sistem pemerintahan : presidensial dan parlementer.

Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dual Eksekutif (Eksekutif Ganda).
Dalam sistem ini, presiden dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan yang kuat.
Presiden melaksanakan kekuasaan bersama-sama dengan perdana menteri.

Sistem ini digunakan oleh Republik Kelima Perancis.

Ciri-ciri pemerintahan semipresidensial yaitu :


1. Dari presidensial
● Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat
dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
● Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-
departemen.
● Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
2. Dari parlementer
● Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden.
● Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
● Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

2.2.5 Komunisme
Komunisme (bahasa Latin : communis, bahasa Inggris : common, universal)
adalah ideologi yang berkenaan dengan filosofi, politik, sosial, dan ekonomi yang tujuan
utamanya terciptanya masyarakat komunis dengan aturan sosial ekonomi berdasarkan
kepemilikan bersama alat produksi dan tidak adanya kelas sosial, uang, dan negara.
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan komunis internasional.
Komunisme atau Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan oleh partai
komunis di seluruh dunia. sedangkan komunis internasional merupakan racikan ideologi
ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme".

Dalam komunisme, perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat
produksi melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial
dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar (lihat: The Holy Family),
namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil dengan melalui perjuangan
partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas
perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro.

Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis


sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan
akumulasi modal pada individu. Pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan
sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh
negara guna kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme memperkenalkan
penggunaan sistem demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis
oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan
merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal
hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.

Komunis internasional sebagai teori ideologi mulai diterapkan setelah meletusnya


Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme
diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun
2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea
Utara, Kuba dan Laos. Komunis internasional adalah teori yang disebutkan oleh Karl
Marx.

2.2.6 Demokrasi liberal


Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu.

Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses
perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan
pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah
tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh


penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques
Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan
komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional
umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di
Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik
(Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol).
Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika
Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara
Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis).

2.2.7 Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi
politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak
adalah nilai politik yang utama.

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,


dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem


demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan
mayoritas. Banyak suatu negara yang tidak mematuhi peraturan tersebut.

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan,
Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai
pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi :
● Kesempatan yang sama (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa
manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan
baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia
yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu
akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari
itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari
demokrasi.
● Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, di mana setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam
setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan
politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi
dan dilaksanakan dengan persetujuan – di mana hal ini sangat penting untuk
menghilangkan egoisme individu (Treat the Others Reason Equally).
● Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak
boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut
kehendak rakyat (Government by the Consent of The People or The Governed).
● Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela
dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum
abadi di mana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah
untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law,
harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan
dimuka umum, dan persamaan sosial.
● Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu (The Emphasis of
Individual).
● Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu
mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan
negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat
pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah
merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat
telah mengalami kegagalan.
● Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704)
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman.
Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.

Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua


macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme
Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul
sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme
Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga
kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak
mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam
versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.

Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah


diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan
menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme
(ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah
kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan
kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.

2.3 Sistem Pemerintahan Indonesia


2.3.1 Sejarah Sistem Pemerintahan Indonesia
Sejak sebelum kemerdekaan, sebagian besar para pemimpin bangsa Indonesia
mengidealkan sistem pemerintahan presidensil. Hal itu tercermin dalam perumusan
UUD 1945 yang menentukan bahwa kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang
dasar dipegang oleh seorang Presiden dengan dibantu oleh satu orang Wakil Presiden
selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk
satu kali masa jabatan (Pasal 4 ayat 1 dan 2 jo Pasal 7 UUD 1945). Tidak seperti dalam
sistem pemerintahan parlementer, Presiden ditegaskan dalam Pasal 7C UUD 1945,
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan
ditegaskan pula bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban konstitusionalnya,
Presiden dibantu oleh para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan
bertanggungjawab hanya kepada Presiden (Pasal 17 ayat 1 dan 2 UUD 1945). Dalam
sistem pemerintahan yang diidealkan, tidak dikenal adanya ide mengenai jabatan
Perdana Menteri atau pun Menteri Utama dalam pemerintahan Indonesia merdeka
berdasarkan undang-undang dasar yang dirancang oleh BPUPKI (Badan Usaha
Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) dan kemudian disahkan oleh PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Namun demikian, dalam praktik sesudah kemerdekaan, pada tanggal 14


November 1945, yaitu hanya dalam waktu 3 bulan kurang dari 4 hari sejak pengesahan
naskah UUD 1945 atau hanya dalam waktu 3 bulan kurang dari 5 hari sejak proklamasi
kemerdekaan, Presiden Soekarno telah membentuk jabatan Perdana Menteri dengan
mengangkat Syahrir sebagai Perdana Menteri pertama dalam sejarah Indonesia
merdeka. Sejak itu, sistem pemerintahan Republik Indonesia dengan diselingi oleh
sejarah bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949, selalu menerapkan
sistem pemerintahan parlementer atau setidaknya sistem pemerintahan campuran
sampai terbentuknya pemerintahan Orde Baru. Sebagian terbesar administrasi
pemerintahan yang dibentuk bersifat ‘dual executive’, yaitu terdiri atas kepala negara
yang dipegang oleh Presiden dan kepala pemerintahan yang dipegang oleh Perdana
Menteri atau yang disebut dengan istilah Menteri Utama atau pun dengan dirangkap
oleh Presiden atau oleh Wakil Presiden.

Dalam suasana praktik sistem parlementer itulah pada awal tahun 1946,
Penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh Soepomo dan diumumkan melalui Berita
Repoeblik pada bulan Februari 1946 memuat uraian tentang kedudukan kepala negara
dan kepala pemerintahan yang kemudian disalah-pahami seakan dua jabatan yang
dapat dibedakan satu sama lain sampai sekarang. Karena itu, sampai sekarang masih
banyak sarjana yang beranggapan bahwa jabatan Sekretaris Negara adalah jabatan
sekretaris Presiden sebagai kepala negara, sedangkan Sekretaris Kabinet adalah
sekretaris Presiden sebagai kepala pemerintahan. Akibatnya muncul tafsir yang salah
kaprah bahwa seakan-akan semua rancangan keputusan Presiden sebagai kepala
negara harus dipersiapkan oleh Sekretariat Negara sedangkan rancangan keputusan
Presiden sebagai kepala pemerintahan dipersiapkan oleh Sekretariat Kabinet. Padahal,
dalam sistem pemerintahan presidensial yang bersifat murni, yang ada adalah sistem
‘single executive’, di mana fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan terintegrasi,
tidak dapat dipisah-pisahkan dan bahkan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lain.
Dalam sistem presidential murni, keduanya menyatu dalam kedudukan Presiden dan
Wakil Presiden. Keduanya tidak perlu dibedakan, dan apalagi dipisah-pisahkan.

Namun demikian, sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh UUD 1945
itu sendiri, sebelum reformasi, sebenarnya tidak bersifat murni. Salah satu prinsip
penting dalam sistem presidensial adalah bahwa tanggungjawab puncak kekuasaan
pemerintahan negara berada di tangan Presiden yang tidak tunduk dan
bertanggungjawab kepada parlemen. Misalnya, dalam sistem presidensial Amerika
Serikat, Presiden hanya bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya melalui
mekanisme pemilihan umum dan melalui kewajiban menjalankan tugas-tugas
pemerintahan secara transparan dan akuntabel. Presiden Indonesia menurut UUD
1945 sebelum reformasi, harus bertunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berwenang mengangkat dan
memberhentikannya menurut undang-undang dasar. Presiden menurut UUD 1945
sebelum reformasi adalah mandataris MPR yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali
oleh MPR sebagaimana mestinya. Sifat pertanggungjawaban kepada MPR ini justru
memperlihatkan adanya unsur parlementer dalam sistem pemerintahan presidential
yang dianut. Karena dapat dikatakan bahwa sistem presidentil yang dianut bersifat tidak
murni, bersifat campuran, atau ‘quasi-presidentil’.

Inilah yang menjadi satu alasan mengapa UUD 1945 kemudian diubah pada
masa reformasi. Karena itu, salah satu butir kesepakatan pokok yang dijadikan
pegangan dalam membahas agenda perubahan pertama UUD 1945 pada tahun 1999
adalah bahwa perubahan undang-undang dasar dimaksudkan untuk memperkuat
sistem pemerintahan presidential. Dengan perkataan lain, istilah memurnikan sistem
presidential atau purifikasi sistem pemerintahan presidential sebagai salah satu ide
yang terkandung dalam keseluruhan pasal-pasal yang diubah atau ditambahkan dalam
rangka Perubahan Pertama (1999), Perubahan Kedua (2000), Perubahan Ketiga (2001)
dan Perubahan Keempat (2002) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesudah reformasi, Presiden dan Wakil Presiden ditentukan oleh UUD 1945
harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Peranan MPR untuk memilih Presiden
dan/atau Wakil Presiden dibatasi hanya sebagai pengecualian, yaitu apabila terdapat
lowongan dalam jabatan presiden dan/atau wakil presiden. Pengucapan sumpah
jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden memang dapat dilakukan di depan sidang
paripurna MPR, tetapi pada kesempatan itu MPR sama sekali tidak melantik Presiden
atau Wakil Presiden sebagai bawahan. MPR hanya mengadakan persidangan untuk
mempersilahkan Presiden dan/atau Wakil Presiden mengucapkan sumpah atau janji
jabatannya sendiri di depan umum. Dengan demikian, Presiden dan Wakil Presiden
tidak lagi berada dalam posisi tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR seperti masa
sebelum reformasi, di mana oleh Penjelasan UUD 1945 ditegaskan bahwa Presiden
harus bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. Presiden adalah mandataris
MPR yang mandate kekuasaannya sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh MPR.
Sedangkan dalam sistem yang baru, Presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR
melalui proses ‘impeachment’ yang melibatkan proses hukum melalui peradilan
konstitusi di Mahkamah Konstitusi.

Sekarang Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan
karenanya tunduk dan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
Inilah ciri penting upaya pemurnian dan penguatan yang dilakukan terhadap sistem
pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945 pasca reformasi. Namun demikian,
dalam praktik pada masa reformasi dewasa ini, sering timbul anggapan umum bahwa
sistem presidential yang dianut dewasa ini masih beraroma parlementer. Bahkan ada
juga orang yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang sekarang kita anut
justru semakin memperlihatkan gejala sistem parlementer. Jika pada masa Orde Baru,
pusat kekuasaan berada sepenuhnya di tangan Presiden, maka sekarang pusat
kekuasaan itu dianggap telah beralih ke DPR. Sebagai akibat pendulum perubahan dari
sistem yang sebelumnya memperlihatkan gejala “executive heavy”, sekarang
sebaliknya timbul gejala “legislative heavy” dalam setiap urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan fungsi parlemen.

2.3.2 Pembagian Kekuasaan Sistem Pemerintahan Indonesia


Pemerintah Indonesia memiliki beberapa pengertian yang berbeda. Pada
pengertian lebih luas, dapat merujuk secara kolektif pada tiga cabang kekuasaan
pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu juga diartikan
sebagai Eksekutif dan Legislatif secara bersama-sama, karena kedua cabang
kekuasaan inilah yang bertanggung jawab atas tata kelola bangsa dan pembuatan
undang-undang. Sedangkan pada pengertian lebih sempit, digunakan hanya merujuk
pada cabang eksekutif berupa Kabinet Pemerintahan karena ini adalah bagian dari
pemerintah yang bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan sehari-hari.

LEGISLATIF
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Keberadaan MPR yang selama ini disebut sebagai lembaga tertinggi negara itu
memang telah mengalami perubahan yang sangat mendasar, akan tetapi
keberadaannya tetap ada sehingga sistem yang dianut saat ini tidak dapat disebut
sistem bikameral ataupun satu kamar, melainkan sistem tiga kamar (trikameralisme),
perubahan-perubahan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia itu
memang telah terjadi mengenai hal-hal sebagai berikut. Pertama, susunan
keanggotaan MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya keberadaan
Utusan Golongan yang mencerminkan prinsip perwakilan fungsional (functional
representation) dari unsur keanggotaan MPR. Dengan demikian, anggota MPR hanya
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencerminkan prinsip
perwakilan politik (political representation) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) yang mencerminkan prinsip perwakilan daerah (regional representatif). Kedua,
bersamaan dengan perubahan yang bersifat struktural tersebut, fungsi MPR juga
mengalami perubahan mendasar (perubahan fungsional). Majelis ini tidak lagi berfungsi
sebagai ‘supreme body’ yang memiliki kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, dan
karena itu kewenangannyapun mengalami perubahan-perubahan mendasar.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif
berpusat di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan
pasal 20 ayat (1) yang baru yang menyatakan : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama. Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
DPR masa itu”. Kemudian dinyatakan pula” Presiden mengesahkan rancangan
Undang-Undang yang telah mendapat disetujui bersama untuk menjadi Undang-
Undang” (ayat 4), dan “dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak
rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah
menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan”.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah menurut ketentuan UUD 1945 pasca
perubahan juga banyak dikritik orang. Lembaga ini semula didesain sebagai kamar
kedua parlemen Indonesia pada masa depan. Akan tetapi, salah satu ciri bikameralisme
yang dikenal di dunia ialah apabila kedua-dua kamar yang dimaksud sama-sama
menjalankan fungsi legislatif sebagaimana seharusnya. Padahal, jika diperhatikan DPD
sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apapun dibidang ini. DPD hanya memberikan
masukan pertimbangan, usul, ataupun saran, sedangkan yang berhak memutuskan
adalah DPR, bukan DPD. Karena itu, keberadaan DPD di samping DPR tidak dapat
disebut sebagai bikameralisme dalam arti yang lazim. Selama ini dipahami bahwa jika
kedudukan kedua kamar itu di bidang legislatif sama kuat, maka sifat bikameralismenya
disebut ‘strong becameralism’, tetapi jika kedua tidak sama kuat, maka disebut ‘soft
becameralism’. Akan tetapi, dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan Keempat,
bukan saja bahwa struktur yang dianut tidak dapat disebut sebagai ‘strong
becameralism’ yang kedudukan keduanya tidak sama kuatnya, tetapi bahkan juga tidak
dapat disebut sebagai ‘soft becameralism’ sekalipun.

DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU tertentu
kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2), (c)
memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan UU
tertentu (ayat 2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat
3). Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan, sedangkan yang memutuskan
adalah DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR,
karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR.

EKSEKUTIF
Presiden Republik Indonesia
Presiden Indonesia (nama jabatan resmi : Presiden Republik Indonesia) adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden
adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan,
Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang
kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden
(dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain :


● Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
● Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara
● Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama
DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
● Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan
yang memaksa)
● Menetapkan Peraturan Pemerintah
● Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
● Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR
● Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
● Menyatakan keadaan bahaya.
● Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan DPR
● Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
● Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung
● Memberi remisi, amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
● Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
● Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
● Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan
disetujui DPR
● Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan
Mahkamah Agung
● Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan
DPR.

Wakil Presiden Republik Indonesia


Wakil Presiden Indonesia (nama jabatan resmi : Wakil Presiden Republik Indonesia)
adalah pembantu kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia yang
bersifat luar biasa dan istimewa. Sebagai pembantu kepala negara, Wakil Presiden
adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia yang kualitas tindakannya sama dengan
kualitas tindakan seorang presiden sebagai kepala negara. Sebagai pembantu kepala
pemerintahan, Wakil Presiden adalah pembantu presiden yang kualitas bantuannya di
atas bantuan yang diberikan oleh Menteri, memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari yang didelegasikan kepadanya.
Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Kementerian Negara
Kementerian (nama resmi : Kementerian Negara) adalah lembaga Pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian
berkedudukan di ibukota negara yaitu Jakarta dan berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada presiden.

Setiap kementerian membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian-


kementerian tersebut adalah :
● Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur
kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, terdiri atas :
▪ Kementerian Dalam Negeri
▪ Kementerian Luar Negeri
▪ Kementerian Pertahanan
● Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam UUD 1945, terdiri atas :
▪ Kementerian Agama
▪ Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
▪ Kementerian Keuangan
▪ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
▪ Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
▪ Kementerian Kesehatan
▪ Kementerian Sosial
▪ Kementerian Ketenagakerjaan
▪ Kementerian Perindustrian
▪ Kementerian Perdagangan
▪ Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
▪ Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
▪ Kementerian Perhubungan
▪ Kementerian Komunikasi dan Informatika
▪ Kementerian Pertanian
▪ Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
▪ Kementerian Kelautan dan Perikanan
▪ Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
▪ Kementerian Agraria dan Tata Ruang

● Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,


koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, terdiri atas :
▪ Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
▪ Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
▪ Kementerian Badan Usaha Milik Negara
▪ Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
▪ Kementerian Pariwisata
▪ Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
▪ Kementerian Pemuda dan Olahraga
▪ Kementerian Sekretariat Negara

Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga


kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan
kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya.

● Kementerian koordinator, terdiri atas :


▪ Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
▪ Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
▪ Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
▪ Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya

YUDIKATIF
Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

Mahkamah Agung memiliki wewenang :


1. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan
tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan
2. Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang
3. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua
lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman

Kewenangan Mahkamah Agung RI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang


berlaku meliputi : pertama, kewenangan memeriksa dan memutus permohonan kasasi,
sengketa tentang kewenangan mengadili, dan permohonan peninjauan kembali
terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; kedua, kewenangan menguji
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang;
ketiga, memberikan pertimbangan terhadap permohonan grasi. Selain itu, Mahkamah
Agung RI dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum
kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan.

Sejak Tahun 2011 melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor


142/KMA/SK/IX/2011, Mahkamah Agung telah memberlakukan sistem kamar. Dengan
sistem ini hakim agung dikelompokkan ke dalam lima kamar yaitu perdata, pidana,
agama,tata usaha negara dan militer. Hakim agung masing-masing kamar pada
dasarnya hanya mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan
masing-masing kamar. Konsep Sistem Kamar ini diadopsi dari Sistem Kamar yang
selama ini diterapkan di Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda.

Penerapan sistem kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di


Mahkamah Agung. Berdasarkan data sisa tunggakan perkara sejak enam tahun
terakhir, tercatat terus mengalami penurunan. Terlebih jika dibandingkan dengan sisa
tunggakan pada tahun 2012 yang mencapai 10.112 perkara sehingga dalam kurun
waktu enam tahun Mahkamah Agung telah mengurangi lebih dari 86 persen sisa
perkara. Bahkan sisa perkara pada 2017 menjadi yang terendah sepanjang sejarah,
yakni sebanyak 1.388 perkara.

Mahkamah Konstitusi (MK)


Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga
peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara
tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10
ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi
adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus
pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2)
UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban
Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan
tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Komisi Yudisial (KY)


Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial (disingkat KY RI
atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial merupakan
lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas
dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.Komisi Yudisial
bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan
tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
mempunyai wewenang :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung;
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH).
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas :
1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
3. Menetapkan calon hakim agung; dan
4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa :


1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
● Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
● Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
● Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
● Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim,
● Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran
martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai
tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat
meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan
merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
4. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Tujuan dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah :


1. Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan
hukum dan keadilan.
2. Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode
etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Di dunia dewasa ini memang banyak beragam sistem pemerintahan dunia. Tetapi
kebanyakan negara menganut sistem pemerintahan republik baik secara parlementer
maupun presidensial dengan sistem demokrasi tersebut. Sesuai kebebasan Hak Asasi
Manusia (HAM) maupun kesetaraan di segala hal, hampir seluruh negara menerapkan
sistem demokrasi meskipun masih ada beberapa negara yang tidak menerapkan sistem
demokrasi secara hakiki seperti Korea Utara.

Di Indonesia sendiri sistem pemerintahannya menganut sistem republik presidensial


dimana seorang presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Selain
itu kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif merupakan kekuasaan yang sejajar
dan mempunyai peranannya masing-masing di dalam pemerintahan Republik
Indonesia.

3.2 Saran
Sudah seharusnya sistem pemerintahan di dalam pemerintahan negara yang tidak
sesuai dengan kaidah HAM maupun kesetaraan dalam segala hal tersebut segera
dirombak dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Untuk di Indonesia, sistem pemerintahan yang ada harus dikelola sesuai dengan
kaidah dari Pancasila & UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan dari negara itu
sendiri maupun rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Sistem pemerintahan. (2017, November 15). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 14:11, November 15, 2017, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_pemerintahan&oldid=13315067

[2] Sistem presidensial. (2018, Oktober 19). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses
pada 03:31, Oktober 19, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_presidensial&oldid=14296989

[3] Monarki. (2018, Oktober 2). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada 17:37,
Oktober 2, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Monarki&oldid=14244220

[4] Kerajaan konstitusional. (2018, Oktober 16). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 14:15, Oktober 16, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kerajaan_konstitusional&oldid=14290690

[5] Kerajaan mutlak. (2018, Mei 26). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada
05:23, Mei 26, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kerajaan_mutlak&oldid=13932056

[6] Sistem parlementer. (2018, September 30). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 08:02, September 30, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_parlementer&oldid=14226958

[7] Sistem semipresidensial. (2017, Januari 24). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 13:05, Januari 24, 2017, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_semipresidensial&oldid=12200946

[8] Komunisme. (2018, Oktober 30). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada
17:26, Oktober 30, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Komunisme&oldid=14342111

[9] Demokrasi liberal. (2018, Juli 18). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada
05:42, Juli 18, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Demokrasi_liberal&oldid=14044031

[10] Liberalisme. (2018, November 1). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada
02:34, November 1, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Liberalisme&oldid=14350333

[11] Pemerintah Indonesia. (2018, November 18). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 12:48, November 18, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Pemerintah_Indonesia&oldid=14442992
[12] Presiden Indonesia. (2018, November 12). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.
Diakses pada 06:20, November 12, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Presiden_Indonesia&oldid=14421979

[13] Wakil Presiden Indonesia. (2018, Januari 19). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.
Diakses pada 02:53, Januari 19, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Wakil_Presiden_Indonesia&oldid=13560297

[14] Kementerian Indonesia. (2018, November 9). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas.


Diakses pada 06:32, November 9, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kementerian_Indonesia&oldid=14397826

[15] Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2018, Oktober 26). Di Wikipedia,


Ensiklopedia Bebas. Diakses pada 04:34, Oktober 26, 2018, dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia&oldid=14319127

[16] Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2018, November 2). Di Wikipedia,


Ensiklopedia Bebas. Diakses pada 10:20, November 2, 2018, dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia&oldid=14358443

[17] Komisi Yudisial Republik Indonesia. (2018, Januari 19). Di Wikipedia, Ensiklopedia
Bebas. Diakses pada 02:53, Januari 19, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia&oldid=13560233

Anda mungkin juga menyukai