Anda di halaman 1dari 5

Studi Karakterisasi Sifat Fisika dan Sifat Kimia Natrium Bentonit

dan Aplikasinya sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue

Dhea Wiegya Ramadhani, Hatfina Nusratina., Lia Anggraeni, Mohammad Ali Maqsuhdi Zaen, Indra Nafiyanto,
Isni Gustanti dan Irwan Nugraha
Program Studi Kimia, Fakultas sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstrak

Bentonit merupakan jenis clay yang terbentuk dari proses vulkanik dan sebagian besar kandungannya adalah
montmorilonit. Terdapat dua jenis bentonit berdasarkan komposisi kation antarlapisnya yaitu Natrium Bentonit dan
Kalsium Bentonit. Kedua jenis bentonit tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, khususnya saat pelarutan dengan
air. Natrium bentonit memiliki kemampuan perekahan yang besar saat didispersikan ke dalam air. Pada penelitian ini
membahas tentang studi karakterisasi fisik yang dimiliki oleh Na-Bentonit, meliputi pH suspensi solid, keasaman
padatan, bulk density, %moisture, dan swelling index. Na-bentonit juga dikarakterisasi menggunakan instrumen FTIR,
XRD, dan GSA untuk mengetahui gugus fungsi khas, kristalinitas dan permukaan padatan bentonit. Hasil dari penelitian
dapat diketahui karakteristik Na-Bentonit melalui analisa sifat fisik dan sifat kimianya, karakterisasi sifat fisik meliputi
pH suspensi solid; keasaman padatan; bulk density; %moisture; dan swelling index didapatkan hasil berturut-turut
sebesar 6; 0,2239 mg KOH /gram; 0,9249 g/mL, 0,1152 % dan 130,76 %. Sedangkan untuk analisis kimia dengan
instrumen XRD menunjukkan puncak serapan yang terjadi pada 2θ yaitu 5,57°, 20,00°, dan 26,29° merupakan serapan
khas pada montmorillonit. Analisis dengan GSA dapat menunjukan luas permukaan sampel; volume pori dan jari-jari
pori berturut-turut sebesar 80,541 m²/g; 1,464e0,1 cc/g dan 15,331 Å. Analisis FTIR menunjukan adanya serapan pada
bilangan gelombang di 3626 cm-1; 3427 cm-1; 2365 cm-1; 1634 cm-1; 1047 cm-1; 913 cm-1; dan 468 cm-1 yang
menunjukan ciri khas serapan montmorillonit. Na-bentonit mampu mengadsorp methylene blue sebanyak 1,6932 ppm.

Kata Kunci: natrium bentonit, methylene blue, karakterisasi fisik, adsorpsi

Pendahuluan Interaksi dengan senyawa organik menghasilkan


Bentonit merupakan salah satu jenis material berpori pembentukan kompleks organik-mineral dimana
dan berlapis. Struktur lembarannya disusun oleh dua lapis ion-ion organik menggantikan kation-kation anorganik
tetrahedral (T) dan satu lapis oktahedral (O). Struktur pada posisi antarlapis (Tan, 1991).
bentonit terdiri dari tiga lapisan, satu lapisan alumina Methylene blue digunakan sebagai pewarna sutra,
(AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan kosmetik.
oleh dua buah lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral. Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau gelap.
Bentonit termasuk mineral clay golongan smektit yang Ketika dilarutkan, methylene blue dalam air atau
mengandung 85% monmorilonit dan sisanya adalah alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru.
kaoline, illite, gipsum, fieldspar, abu vulkanik, dan pasir Methylene blue memiliki berat molekul 319,86 gr/mol,
kuarsa (Mukarrom, 2017). dengan titik lebur di 105°C dan daya larut sebesar
Montmorilonit mempunyai sifat mengadsorpsi karena 4,36 x 104 mg/L (Palupi, 2006).
ukuran partikel koloidnya sangat kecil dan memiliki Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat
kapasitas pertukaran kation yang tinggi. Sementara itu, organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa
kemampuan mengembang monmorilonit disebabkan oleh warna. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam
adanya penggantian isomorfik pada lapisan oktahedral pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik
(mg oleh Al) dalam menghadapi kelebihan muatan di antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan
ujung-ujung kisinya, dimana Mg digantikan oleh Al turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-
(Suhala dan Arifin, 1997). senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.
Berdasarkan tipenya bentonit diklasifikasikan dalam Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan
dua kelompok, natrium bentonit yang mudah molekul menjadi berwarna.
mengembang dan kalsium bentonit yang sulit Oleh kaena itu, dalam penelitian ini aplikasi
mengembang. Natrium bentonit dapat mengental bentonit digunakan sebagai adsorpsi zat warna
membentuk suspensi dan mengembang delapan kali lipat methylene blue. Bentonit digunakan sebagai adsorben
jika ditambahkan dengan air. Proses mengembang karena di samping mempunyai struktur berlapis dengan
diakibatkan karena bentonit akan menyerap air jika kemampuan mengembang juga ketersediaannya
ditambahkan air. Dalam kontaknya dengan air, mineral melimpah, harganya murah dan dapat diregenerasi
montmorillonit tersebut menunjukkan pengembangan (Murray, 2007). Adsorpsi merupakan metode yang
antarlapis yang menyebabkan volumenya meningkat digunakan untuk mengetahui jumlah kadar methylene
menjadi dua kali lipat. Jarak dasar montmorillonit blue yang terserap dalam adsorben. Adsorpsi terjadi
meningkat secara seragam dengan penyerapan air. pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
Potensi mengembang – mengerut yang tinggi antar atom atau molekul adsorben.
menyebabkan mineral ini dapat menerima dan menyemat
ion-ion logam dan senyawa-senyawa organik.

1
2

Metode
Preparasi Natrium Bentonit Bulk density
Sampel Natrium Bentonit diayak hingga lolos Karakterisasi sifat fisik Na-bentonit berupa
saringan (melucular sieve) 250 mikron dan didapatkan pengujian bulk density bertujuan untuk mengetahui
sampel minimal 20 gram. nilai massa jenis Na-bentonit alam dengan menghitung
perbandingan massa kering sampel terhadap volume
Karakterisasi Na-Bentonit sampel termasuk pori-pori dan lapis di dalamnya.
Karakterisasi Na-bentonit meliputi bulk density, Semakin tinggi nilai bulk density maka semakin padat
%moisture, pH suspensi solid, keasaman padatan dan suatu material tersebut, yang berarti pori material
swelling index, karakterisasi secara instrumentasi semakin rapat dan sulit ditembus adsorbat. Nilai bulk
menggunakan FTIR, XRD, dan GSA. density Na-bentonit hasil penelitian yaitu 0,9249.
Bulk density yang dimiliki oleh Na-bentonit cukup
Pembuatan Kurva Kalibrasi Methylene Blue besar karena pori dan struktur lapis bentonit mudah
Dibuat larutan methylene blue dengan konsentrasi ditembus adsorbat.
1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; 4 ppm dan 5 ppm. Kemudian
diukur absorbansi larutan Methylene blue dengan %moisture
instrumen UV Visible dan dibuat kurva kalibrasi larutan Karakterisasi sifat fisik bentonit berupa %moisture
Methylene blue. bertujuan untuk mengetahui banyaknya kadar air dan
molekul-molekul lain yang terkandung di dalam
Uji Adsorpsi Methylene Blue Na-bentonit. Semakin besar nilai %moisture
Dibuat 50 ml larutan Methylene blue dengan menunjukkan bahwa semakin banyak pula komponen
konsentrasi 4 ppm dan dimasukkan dalam gelas beker. lain yang berada pada pori bentonit. Hal tersebut dapat
Sebanyak 1 gram Na-Bentonit dimasukkan ke dalam menurunkan luas permukaan pori-pori bentonit karena
larutan dan diaduk selama 1 jam. Suspense yang terhambat oleh molekul-molekul tersebut. Nilai
terbentuk disaring dan diukur absorbansinya %moisture moisture yang dimiliki oleh Na-bentonit
menggunakan UV Visible. Jumlah Methylene Blue yang berdasarkan hasil penelitian yaitu 0,1152%. Kadar
terserap dihitung dengan pengolahan data. molekul yang menghambar pori dan dapat menguap
cukup kecil, hal tersebut menunjukkan bahwa
Hasil dan Pembahasan permukaan bentonit sedikit mengandung molekul
Karakterisasi Na-Bentonit meliputi pH suspensi solid, pengotor.
keasaman padatan, bulk density, %moisture, dan swelling Swelling Index
index. Hasil yang didapatkan dari masing-masing Material bentonit merupakan material yang dapat
pengujian yaitu mengembang ketika dimasukkan dalam air karena
pH suspense solid adanya struktur lapis yang dapat terhidrasi oleh air.
pH suspensi solid bertujuan untuk menghitung pH Molekul air dapat menyisip ke dalam struktur lapis
atau keasaman ion-ion permukaan Na-bentonit yang larut bentonit sehingga bentonit dapat mengembang.
dalam ait. Keasaman ion-ion tersebut dipengaruhi oleh Pengujian swelling index bertujuan untuk mengetahui
banyaknya ion H+ yang terlarut dalam air. Berdasarkan perekahan antarlapis bentonit. Na-bentonit memiliki
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan pH untuk nilai swelling yang lebih tinggi dibanding Ca-bentonit.
Na-bentonit yaitu 6. Jumlah H+ yang semakin banyak Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang
dalam suspensi membuat bentonit semakin asam. menyatakan nilai swelling Na-bentonit sebesar
Natrium bentonit alam umumnya memiliki pH 4-7 karena 130,76%. Besarnya nilai tersebut dipengaruhi oleh
adanya bahan alam lain dalam padatan tersebut. pH banyaknya molekul air yang masuk ke lapis bentonit.
suspensi dapat ditingkatkan dengan aktivasi asam Perekahan yang terjadi dapat menaikkan nilai basal
menggunakan berbagai senyawa asam. Besarnya spacing dari Na-bentonit. Hal tersebut merupakan
konsentrasi asam pada suspensi dipengaruhi banyaknya keuntungan dari struktur yang dapat dimanfaatkan
ion H+ yang terlarut. dalam modifikasi bentonit.
Keasaman padatan Karakterisasi Na-bentonit dengan FTIR
Keasaman padatan menyatakan jumlah situs asam
(asam Bronsted dan asam Lewis) yang terikat pada
setiap gram bentonit. Nilai ini juga menyatakan rasio Si
terhadap Al, dimana semakin tinggi rasio Si/Al yang
didapatkan maka semakin tinggi muatan negatif dalam
permukaan padatan maka semakin besar kemungkinan
padatan bersifat hidrofilik. Penentuan keasaman padatan
dilakukan dengan titrasi asam basa dengan KOH sebagai
titer. Volume KOH yang dibutuhkan untuk proses titrasi
yaitu 0,2 mL, sehingga berdasarkan hasil perhitungan
didapatkan keasaman Na-bentonit 0,2239 mg KOH/gram.
Volume KOH yang digunakan dalam pengolahan data
merupakan volume rata-rata ekivalen KOH, dimana asam
telah habis bereaksi dengan KOH. Gambar 1. Spektra FTIR Natrium Bentonit
3

Karakterisasi FT-IR bertujuan untuk mengetahui


gugus fungsional yang ada pada natrium bentonit.
Interpretasi data yang dihasilkan bersifat kualitatif karena
hanya menampilkan gugus-gugus fungsional pada
senyawa. Natrium bentonit merupakan suatu mineral
yang tersusun atas senyawa alumina silika dengan
komponen utama Si, Al, dan O yang berikatan kovalen
sehingga keberadaan tersebut dapat dideteksi dengan
menggunakan instrumen FT-IR. Spektra FT-IR natrium
bentonit disajikan pada gambar 1.
Berdasarkan spektra adanya serapan pada bilangan
gelombang 3634 cm-1 menunjukan adanya vibrasi ulur
OH (gugus hidroksil gugus hidroksil yang terikat pada Al
dilapisan oktahedral Al-Al-OH atau Mg-OH-Al).
Bilangan gelombang 3405 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi ulur gugus OH yang terhidrasi molekul air yang Gambar 2. Difraktogram XRD Na-bentonit
teradsorpsi. Dengan kata lain, bilangan gelombang 3634
cm-1 dan 3405 cm-1 merupakan indikasi adanya gugus Difraktogram yang terbentuk dari hasil
fungsi OH ulur pada lapisan oktahedral (aluminol) dan pembacaan sampel berupa data analog dan digital,
vibrasi ulur OH silanol. Kedua puncak tersebut dimana rekaman data analog berupa grafik garis-garis
menunjukkan intensitas yang hampir sama yang yang terekam permenit, sedangkan rekaman digital
mengindikasikan bahwa gugus OH tersebar merata pada menginformasikan intensitas sinar-X terhadap
lembar alumina dan silika. Hal tersebut diperkuat dengan intensitas cahaya per detik. Besarnya intensitas pada
adanya pita serapan pada bilangan gelombng 1643 cm-1 difraktogram bergantung jumlah atom atau ion yang
yang menunjukkan vibrasi tekuk dari H-O-H dari air berada pada padatan. Pola difraksi yang dihasilkan oleh
yang teradsorpsi didalam natrium bentonit. bentonit memiliki pola yang khas berasal dari kisi
Puncak serapan pada bilangan gelombang 1045 cm-1 Kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X
menunjukkan karakteristik dari Si-O-Si atau SiO2 yang digunakan.
(kuarsa) pada lapisan tetrahedral. Pita serapan pada Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian,
bilangan gelombang 1045 cm-1 menunjukkan adanya didapatkan difraktogram dengan sudut 2θ sebesar
vibrasi ulur asimetris Si-O.Tingginya intesitas pada 20,00°, 24,03°, 25,28°, 26,29°, 29,04°, 35,31°, 50,36°,
bilangan gelombang 1045 cm-1 menunjukkan tingginya 55,64°, dan 62,16°. Pita difraktogram yang merupakan
kandungan monmorillonit pada natrium bentonit. Vibrasi ciri khas montmorillonit terdapat dalam Gambar 2. Hal
tekuk gugus hidroksil dari Al-OH-Al muncul pada pita tersebut menyatakan bahwa padatan yang terukur
serapan 921 cm-1, sedangkan vibrasi tekuk dari Si-O-Al merupakan komponen utama bentonit, yaitu
dan Si-O-Si ditunjukkan pada bilangan gelombang montmorillonit. Namun terdapat sedikit pergeseran
524 cm-1 dan 463 cm-1. pada sudut 2θ. Berdasarkan Hukum Bragg yaitu
n.λ=2.d.sinθ, pergeseran sudut menandakan adanya
Karakterisasi Na-bentonit dengan XRD pergeseran jarak antar lapis bentonit, besar tidaknya
XRD merupakan salah satu instrumen yang basal spacing ditandai dengan adanya pergeseran sudut
digunakan dalam penelitian untuk penentuan struktur 2θ. Pergeseran ke kiri atau pergeseran yang lebih kecil
padatan kristalin Na-bentonit. XRD merupakan instrumen menandakan adanya beberapa ion yang berada pada
yang umum digunakan dalam karakterisasi fisik bentonit. lapis bentonit sehingga merubah basal spacing yang
Karakterisasi fisik bentonit menghasilkan puncak-puncak dimiliki oleh Na-bentonit. Na-bentonit juga merupakan
serapan yang khas dari padatan yang dianalisis. Bentonit material berlapis dengan jarak antar lapis yang besar
memiliki serapan yang khas pada 6,1°; 20,2°; dan 26,9° sehingga memiliki peluang besar dalam pergantian
dengan jarak bidang 14,48 Å, 4,38 Å , dan 3,31 Å. Data molekul pada antarlapisnya.
tersebut merupakan ciri khas penyusun utama Pergeseran puncak yang terjadi dapat
montmorillonit dengan ruang d001, d100, d103. Difraktogram disebabkan oleh adanya mineral-mineral lain yang
Na-bentonit yang didapatkan dari penelitian disajikan terdapat dalam bentonit, karena bentonit merupakan
dalam Gambar 2. material alam. Namun pergeseran serapan yang tidak
Berdasarkan hukum Bragg, jika seberkas sinar-X signifikan dapat dianggap sebagai puncak serapan khas
dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu mineral utama penyusun bentonit. Puncak-puncak
akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang tajam dengan intensitas yang tinggi memperlihatkan
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal kristalinitas yang baik dari mineral bentonit.
tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh
detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak Karakterisasi Na-bentonit dengan GSA
difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang terdapat Gas Sorption Analyzer (GSA) tidak melakukan
dalam sampel, semakin kuat intensitas pembiasan yang konversi sinyal-sinyal listrik untuk menghasilkan suatu
dihasilkannya. data seperti halnya spektroskopi, GC, HPLC, dan alat-
alat instrumen lainnya.
Alat ini hanya melakukan pengukuran fisik terhadap Adapun grafik yang diperoleh dari proses
suatu material, meliputi luas permukaan, volume pori, adsorpsi-desorpsi disajikan dalam Gambar 4.
jari-jari pori, distribusi pori, dll. Pengukuran tersebut
bertujuan untuk karakterisasi sifat fisik suatu material.
Prinsip kerja alat ini menggunakan mekanisme
adsorpsi gas pada permukaan suatu bahan padat pada
berbagai tekanan dan suhu yang konstan (isotherm). Gas
yang biasa digunakan adalah helium untuk mikropori (<
20 Ao), nitrogen untuk mesopori (20-500 Ao), atau argon
untuk makropori (> 500 Ao).
Tabel 1. Data karakterisasi Na-bentonit dengan GSA
Sampel Na-bentonit
Luas permukaan spesifik 80,541 m2 /g
Volume pori 1,464e-0,1 cm-3/g
Jari-jari pori 15,331 Å
Gambar 4. Grafik isotherm adsorpsi-desorpsi
Berdasarkan grafik, terdapat proses adsorpsi
Pengukuran luas permukaan, rerata jari-jari pori dan
multilayer pada pori-pori Na-bentonit dengan
volume pori ditentukan dengan alat Surface Area
bertambahnya tekanan dalam prosesnya. Pengisian
Analyzer (SAA). Tabel 1 memperlihatkan luas permukaan
molekul gas N2 pada pori berlangsung secara bertahap
spesifik Na-bentonit yaitu 80,541 m2 /g. Luas permukaan
diawali dengan pengisian molekul pada pori yang kecil
yang didapatkan termasuk ke dalam luas permukaan
dan dalam kemudian pori besar dan luas dengan lapisan
spesifik sedang berkisar antara 50-100 m2 /g, didapatkan
tunggal. Seiring bertambahnya tekanan molekul N2
luas permukaan tersebut karena ukuran partikel bentonit
membentuk susunan multilayer pada pori dan terjadi
yang kecil dan jarak antar lapis bentonit cukup besar.
keadaan maksimum adsorpsi, dilanjutkan dengan
Luas permukaan tersebut mampu diaplikasikan sebagai
proses desorpsi dengan melepaskan molekul N2 dari
katalis maupun adsorben. Volume pori dan rerata jari-jari
pori Na-bentonit.
pori yang besar juga dapat membantu proses adsorpsi
Kurva adsorpsi dapat dipelajari dengan
dalam penelitian ini.
menggunakan metode BJH (Barret- Joyner- Hallenda).
Berdasarkan metode BJH perhitungan ukuran pori
dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori
berbentuk silindris sehingga bentuk persamaan Kelvin
untuk gas N2 sebagai adsorbat dengan titik didih
normal 77K. kurva BJH pada Na-bentonit disajikan
dalam Gambar 4.

Gambar 3. Grafik isotherm BET

Berdasarkan data pada Gambar 3. didapatkan


persamaan y= 43,193x + 0,0457 dengan R2 sebesar
0,9995 melalui isotherm BET. Harga R yang mendekati
1 pada isotherm BET mengansumsikan bahwa interaksi
yang terjadi pada molekul gas dengan bentonit dapat
berlangsung dengan baik secara fisika maupun kimia.
Pola isotherm adsorpsi-desorpsi terhadap gas N2
pada sampel Na-bentonit menurut klasifikasi BDDT, pola
isotherm pada Gambar 4. mengikuti Tipe IV yang Gambar 4. Metode Adsorpsi BJH
menunjukkan pembentukan material mesopori. Pada tipe
ini terdapat laju adsorpsi dan desorpsi yang berbeda
dengan pola adsorpsi yang meningkat. Adanya knee pada
grafik 4. menunjukkan adanya pori di dalam material.
Pola isotherm tipe IV mempunyai empat macam tipe loop
histerisis menurut IUPAC, tipe loop histerisis pada
gambar 4. merupakan tipe loop histerisis IV yang
mewakili material mesopori yang tidak teratur.
4

4. Kesimpulan Tan, Kim H, 1991, Principles of Soil Chemistry


(Dasar-Dasar Kimia Tanah), Penerjemah:
Didiek Hadjar Goenadi, Yogyakarta: Gadjah
Daftar Pustaka
Mada University Press.
Mukarrom, F., 2017, Ekonomi Mineral Indonesia, Yogyakarta:
ANDI OFFSET.

Murray, Haydn H., 2007, Applied Clay Mineralogy,


Amsterdam, The Netherlands The Boulevard, Langford
Lane, Kidlington, Oxford OX5, UK : Elsevier.

Palupi, Endang, 2006, Degradasi Methylene Blue dengan


Metode Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis
Menggunakan Film TiO2, Skripsi, Departemen Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.

Suhala, Supriatna dan Arifin M., 1997, Bahan Galian Industri,


Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri.

Anda mungkin juga menyukai