Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880

Vol. 2 No. 1, Februari 2009

Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan

Syuhada(a), Rachmat Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman


Sentra Teknologi Polimer – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologin
(a)
E-mail: ida@sentrapolimer.com

Diterima Editor : 2 Juni 2008


Diputuskan Publikasi : 5 Juni 2008

Abstrak
Bentonit merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, akan tetapi belum optimal pemanfaatannya. Salah
satu aplikasi bentonit yang saat ini banyak dikaji oleh institusi penelitian internasional dan nasional adalan
pemanfaatannya sebagai filler yang berukuran nano, yang lebih dikenal dengan nanofiller. Nanofiller dapat diaplikasikan
ke dalam material polimer menghasilkan material nanocomposite dengan peningkatan beberapa sifat dasar polimer,
seperti sifat ketahanan termal, sifat mekanik, ketahanan terhadap bahan kimia dan sifat bakar (flammability). Dalam
aplikasi kemasan nanocomposite juga diklaim telah meningkatkan ketahanan material terhadap daya tembus uap air dan
gas, terutama gas oksigen. Dalam penelitian ini telah dilakukan modifikasi bentonit (clay) menjadi material organoclay
dengan penambahan surfaktan, lebih dikenal dengan organolayersilica (OLS). Dalam struktur OLS, jarak antar basal
dalam bentonit (d-spacing) diperbesar, dimana dalam pemrosesannya dengan material polimer pada fasa leleh, d-spacing
tersebut akan semakin membesar (terinterkalasi) dan akhirnya struktur lapisan yang terdapat dalam bentonit terlepas satu
sama lain (ter-exfoliasi), sehingga bentonit terdispersi ke dalam system polimer dengan ukuran yang lebih kecil dari 100
nm. Dalam penelitian telah dilakukan proses pembuatan OLS dengan menggunakan 2 jenis surfaktan yang berbeda. Selain
itu dilihat pengaruh dari beberapa parameter terhadap stabilitas dan efektifitas OLS yang dihasilkan. Parameter yang
dikombinasikan adalah konsentrasi surfaktan dan waktu swelling (pengembangan) bentonit. Keluaran yang dianalisa
adalah sifat kestabilan terhadap termal dari OLS yang dihasilkan, dengan analisa TGA (Thermal Gravimetry Analyser)
dan seberapa besar d-spacing yang tercapai, dengan analisa XRD (X-Ray Defractometer).
Kata Kunci: bentonit, nanofiller, organolayersilica (OLS), nanocomposite, d-spacing

1. Pendahuluan
Dalam 10 tahun terakhir penelitian di bidang nano lumpur pembilas pada kegiatan pemboran, pembuatan
teknologi terus berkembang di berbagai macam bidang pelet biji besi, penyumbat kebocoran bendungan dan
aplikasi. Dalam pengembangan material polimer juga kolam. Selain itu digunakan juga dalam industri minyak
telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan sawit dan farmasi. Sementara kalsium bentonit
material nanocomposite, dimana filler berukuran nano mengandung lebih banyak ion Ca2+ dan Mg2+
terdispersi ke dalam system matriks polimer. Jenis nano dibandingkan dengan ion Na+. Bentonit kalsium kurang
partikel yang banyak digunakan sebagai objek penelitian menyerap air, akan tetapi secara alamiah ataupun setelah
dan sudah diproduksi secara komersil, terutama untuk diaktifkan dengan asam, mempunyai sifat menghisap
bidang polymer-nanocomposite, adalah tanah liat (clay) yang baik dan tetap terdispersi dalam air. Perbandingan
atau disebut juga bentonit. Bentonit merupakan sumber kandungan Na dan Ca rendah. Posisi pertukaran ion lebih
daya mineral yang melimpah terdapat di Indonesia. banyak diduduki oleh ion kalsium dan magnesium. Ca-
Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 µm bentonit dipergunakan sebagai bahan pemucat warna pada
yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate proses pemurnian minyak goreng, katalis pada industri
yang mengandung silica, aluminium oksida dan hidrosida kimia, zat pemutih, zat penyerap dan sebagai filler pada
yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 industri kertas dan polimer.
layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu Kandungan utama bentonit adalah mineral
layer sentral octahedral. Cadangan bentonit di Indonesia monmorilonit (80%) dengan rumus kimia Mx(Al4-
cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O. Kandungan lain dalam bentonit
potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti
Bentonit sendiri diklasifikasikan dalam dua kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Struktur monmorilonit
kelompok, yaitu natrium bentonit dan kalsium bentonit. terdiri dari 3 layer yang terdiri dari 1 lapisan alumina
Natrium bentonit mengandung relatif lebih banyak ion (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit
Na+ dibandingkan ion Ca2+ dan Mg2+. Bentonit ini dapat oleh 2 buah lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral.
mengembang hingga 8-15 kali apabila dicelupkan ke Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat
dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam kation monovalent maupun bivalent, seperti Na+, Ca2+ dan
air. Posisi pertukaran ion terutama diduduki oleh ion Mg2+ (lihat gambar) dan memiliki jarak (d-spacing)
natrium. Penggunaan utama bentonit adalah sebagai sekitar 1,2 – 1,5 µm. Lapisan-lapisan dalam bentonit ini

48
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009 49

metoda kation exchange, dimana kation logam seperti


Na+, Ca2+ dan Mg2+ dalam struktur monmorilonit
digantikan dengan kation ammomium dari surfaktan.
Salah satu parameter penting dalam melihat keberhasilan
pertukaran ion ini adalah dengan melihat perubahan KTK
(Kapasitas Tukar Kation) sebelum dan sesudah
modifikasi. Kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh
substitusi isomorfik dalam struktur oktahedral dan
tetrahedral pada lapisan monmorilonit, ikatan hidrogen
antara H dan O dan ukuran partikel bentonit. KTK dapat
ditentukan dengan cara penjenuhan bentonit dengan ion
amonium, seperti amonium acetat. Jumlah ion amonium
yang masuk ke dalam bentonit kemudian ditentukan
Gambar 1 Struktur Bentonit dengan metoda destilasi Kjehdahl. Sebelum ditambahkan
surfaktan, bentonit murni dibiarkan mengembang dalam
teraglomerasi (menggumpal) karena adanya gaya tarik air (swelling) untuk meningkatkan d-spacing sehingga
menarik antar partikel. Dengan teknik tertentu seperti mempermudah pertukaran kation. Ammonium kwartener
surface treatment gaya tersebut dapat dikurangi sehingga memiliki muatan positif pada ion nitrogen yang berfungsi
jarak antar layer dalam struktur monmorilonite (d- sebagai atom pusat yang berikatan dengan empat radikal
spacing) akan bertambah besar (> 1.5 nm). Modifikasi organik. Pertukaran kation bertujuan untuk mengubah
dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan, dimana bentonit yang bersifat hidrofilik (menarik air) menjadi
bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi bersifat hidrofobik (menolak air), sehingga dapat
organofilik. Bentonit hasil modifikasi disebut organoclay. dicampur dengan material yang bersifat hidrofobik juga
Perubahan sifat bentonit merupakan hasil dari seperti polimer. Selain konsentrasi dan waktu swelling
penggantian kation anorganik pada bentonit dengan surfaktan, sifat bawaan surfaktan dapat mempengaruhi
kation organik surfaktan. Dengan masuknya surfaktan ke kwalitas organoclay yang dihasilkan.
dalam bentonit, d-spacing pada bentonitpun bertambah
besar (terinterkalasi). Pada proses pembuatan
nanocomposite antara material polimer dan organoclay SEM
pada fasa leleh, diharapkan dengan adanya gaya puntir Bentonit XRD
(shear) jarak antar layer pada organoclay akan semakin mentah KTK
membesar dan akhirnya terjadi delaminasi struktur pada
bentonit atau lebih dikenal dengan istilah exfoliasi, Purifikasi
dimana lapisan-lapisan bentonit dalam ukuran nano ini
akan terdispersi dalam matriks polimer.
Bentonit SEM Analisis
2. Percobaan murni KTK Data
Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis surfaktan
kationik jenis ammonium kuarterner (R4N)+Cl- yang Modifikasi
sedikitnya memiliki satu rantai alkil panjang, yaitu
alkildimetilbenzil-amoniumklorida (ADBA) dengan
rumus kimia [(CH3)2CH2C6H5N+RCl] dan di- SEM
(hydrogenatedtallow)-dimetilamoniumklorida (DTDA) XRD
Organoclay
dengan rumus kimia [(CH3)2N+R1R2Cl]. Selain itu KTK
dilihat pengaruh perubahan 2 parameter yaitu konsentrasi TGA
surfaktan chigh dan clow, dan waktu swelling surfaktan thigh
dan tlow, terhadap kualitas organoclay yang dihasilkan. Gambar 2 Diagram alir pembuatan organoclay
Parameter ukuran kwalitas organoclay yang dihasilkan
adalah stabilitas organoclay terhadap panas dan 3. Hasil dan Diskusi
peningkatan d-spacing yang tercapai. Sebelum Pada proses purifikasi terjadi juga proses
dimodifikasi menjadi organoclay, harus dilakukan pertukaran kation bivalent dalam bentonit, terutama Mg2+
purifikasi terlebih dahulu terhadap bentonit untuk dan Ca2+ dengan kation monovalent, dalam hal ini Na+.
menghilangkan berbagai pengotor yang terdapat di Hal ini dapat dilihat pada hasil analisa komposisi unsur
dalamnya. Purifikasi terutama meliputi pengurangan dengan metoda EDX dimana komposisi Na mengalami
kadar besi dan pemisahan mineral pengotor dengan peningkatan dari 0.83% dalam bentonit mentah menjadi
metoda pengendapan. Kandungan impurities, terutama 5.5% dalam bentonit purifikasi. Dengan ukurannya yang
kandungan logam besi yang terdapat dalam bentonit dapat lebih kecil dibandingkan Ca2+, ion Na+ memiliki kapasitas
mempengaruhi kwalitas produk akhir nano- composite. tukar kation yang lebih besar. Sementara itu KTK
Pada Gbr. 2 dapat dilihat diagram alir dari pembuatan organoclay (OLS) mengalami penurunan bila
organoclay. Setelah dilakukan purifikasi, bentonit dibandingkan dengan KTK bentonit mentah maupun
dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan dengan bentonit hasil purifikasi. Dalam OLS kation inorganik
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009 50

telah digantikan dengan kation organik (surfaktan), yang lebih mudah masuk dalam struktur bentonit. Rantai amin
memiliki ukuran yang lebih besar, sehingga kecil pada surfaktan menempel pada permukaan lapisan
kemungkinan masih terjadi ion exchange dalam OLS. monmorilonit, memanjang secara vertikal. Susunan rantai
alkil surfaktan di dalam struktur lapisan monmorilonit
Tabel 1 KTK Bentonit, Bentonit Murni dan OLS dapat dibagi menjadi beberapa bentuk sebagai berikut: (a)
Sampel KTK (meq/100 gr) tipe bidang-lapis tunggal (lateral monolayer), (b) tipe
bidang-lapis ganda (laterlar bilayer), (c) tipe paraffin-lapis
Bentonit 45,05 tunggal (paraffin-type monolayer), dan (d) tipe paraffin-
Bentonit Murni 80,56 lapis ganda (paraffin-type bilayer).
Organoclay (DTDAlow24) 16,43
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan dan Waktu Swelling
terhadap Sifat Termal OLS
Dalam penelitian ini dilihat pengaruh perbedaan Stabilitas termal pada OLS-DTDA dengan
jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan dan waktu swelling konsentrasi rendah lebih baik dibandingkan pada OLS-
terhadap kwalitas organoclay yang dihasilkan, terutama DTDA dengan konsentrasi tinggi. Hal ini dapat dilihat
stabilitas panas dan peningkatan d-spacing OLS pada temperatur onset pada thermogram TGA. OLS-
DTDA-Low memiliki temperatur onset pada 288,3 oC
Perbedaan Jenis Surfaktan sementara temperatur onset OLS-DTDA-High terletak
Surfaktan DTDA memberikan hasil OLS yang pada 268,9 oC. OLS-DTDA-High memiliki kandungan
lebih baik dibandingkan dengan OLS ADBA, dilihat dari surfaktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan OLS-
stabilitas panasnya maupun peningkatan d-spacing dalam DTDA-Low (tabel 2). Kandungan surfaktan yang berlebih
struktur OLS. Stabilitas panas OLS dapat dilihat pada pada OLS-DTDA-High mengakibatkan penurunan
temperatur onset pada thermogram TGA, yaitu temperatur stabilitas termal OLS. Surfaktan yang berlebih ini
dimana material mulai terdegrasi. OLS-DTDA-Low kemungkinan terdapat di luar dan melapisi bentonit
memiliki temperatur onset pada 288,3 oC sementara (surfactant coverage). Berdasarkan hasil penelitian yang
temperatur onset OLS-ADBA-Low terletak pada 242,3 diakukan oleh S. Limpanart dkk., pelapisan surfaktan
o
C. Peningkatan d-spacing pada OLS DTDA pun lebih (surfactant coverage) yang berlebih akan menghalangi
baik dibandingkan dengan OLS ADBA. Pada OLS masuknya polimer ke dalam organoclay, Sehingga
DTDA_Low d-spacing bisa mencapai 3,12 nm, sementara pencampuran antara keduanya tidak sempurna atau masih
pada OLS ADBA d-spacing maximum yang tercapai dalam dua fasa, ini berarti organoclay masih sebagai
hanya sekitar 1,99 nm. d-spacing dalam struktur mikrokomposit atau komposit konvensional. Sebaliknya
monmorilonit bisa dilihat dari grafik XRD. dengan surfactant coverage yang rendah pencampuran
antara polimer dan OLS lebih baik dan akan terbentuk
nanokomposit interkalasi [1]. Hasil yang sama juga
dikemukakan oleh Apiwantrakul, dkk., bahwa surfactant
coverage clay yang rendah dapat meningkatkan formasi
nanokomposit [2].

Tabel 2 Temperatur Onset dan Kandungan Surfaktan


dalam OLS-DTDA

Kandungan
Sampel Onset [oC]
Surfaktan [%]

OLS-DTDA- 288,28 36,97


Low24
OLS-DTDA-
Gambar 3 Jenis susunan alkil dalam lapisan organoclay. 268,85 50,04
High24
a) lateral satu lapis (monolayer); b) lateral dua lapis
(bilayer); c) paraffin satu lapis (monolayer) dan d)
paraffin dua lapis (bilayer)
Sementara waktu swelling, 1 dan 2 hari, baik pada
Dalam surfaktan terdapat rantai R, yang secara OLS-DTDA maupun OLS-ADBA, pada konsentrasi
umum terdiri dari C12, C14, C16 dan C18. Pada surfaktan tinggi maupun rendah, hampir tidak berpengaruh terhadap
DTDA kandungan rantai C-18 bisa mencampai 64% dan pertukaran kation antara anorganik dari bentonit dengan
C16 31 %, sementara pada surfaktan ADBA komposisi kation organik dari surfaktan. Kemungkinan waktu
terbesar adalah pada C12 sebesar 40% dan C14 sebesar swelling 1 hari sudah merupakan waktu yang optimal
50%. Semakin besar kandungan C16 dan C18 semakin untuk mengembangnya bentonit. Dari hasil d-spacing
baik stabilitas panas surfaktan. Sementara semakin tinggi OLS, juga diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang
kandungan C16 dan C18, surfaktan semakin fleksibel dan
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009 51

signifikan pada d-spacing OLS dengan waktu mencapai 3,36. Demikian pula dengan OLS DTDA_High,
pengembangan 1 hari dan 2 hari. d-spacing OLS dengan waktu swelling 1 hari mencapai
2,28, hampir sama dengan d-spacing OLS dengan waktu
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan dan Waktu Swelling swelling 2 hari, yaitu 2,26.
terhadap Peningkatan d-Spacing OLS
Karakterisasi lain yang penting dalam Tabel 3: d-spacing Bentonit dan OLS
pembentukan OLS dan nanokomposit adalah Sampel d-spacing [nm]
peningakatan jarak antar lapisan dalam monmorillonite
(d-spacing) yang dapat diukur dengan metoda XRD. Bentonit Murni 1,49
Peningkatan d-spacing menunjukkan adanya proses Organoclay:
interkelasi dalam OLS saat proses pembuatan DTDAlow24 3,12
nanokomposit dengan matrix polimer, yang merupakan DTDAlow48 3,36
indikasi masuknya surfaktan dalam bentonit. Setelah DTDAhigh24 2,28
terjadi interkelasi diharapkan pada tahap eksfoliasi d- DTDAhigh48 2,26
spacing antar layer mengalami peningkatan signifikan
sehingga matrix polimer dapat masuk ke dalam galery
yang selanjutnya menyebabkan lepasnya struktur layer 4. Kesimpulan
dalam bentonit (lihat Gbr. 3). Beberapa hal di bawah ini dapat disimpulkan dari
penelitian ini: (a) Rantai alkil yang lebih panjang dalam
surfaktan akan menghasilkan OLS dengan stabilitas panas
dan peningkatan d-spacing yang lebih baik, seperti halnya
pada surfaktan DTDA. (b) Konsentrasi surfaktan sebesar
1 KTK sudah memberikan hasil yang optimal dalam
pertukaran kation antara kation inorganik dari bentonit
dengan kation organik dari surfaktan. (c) Konsentrasi
surfaktan yang berlebih akan menurunkan stabilitas panas
OLS dan mengurangi peningkatan d-spacing. (d) Waktu
swelling (pengembangan) surfaktan yang optimal adalah
24 jam untuk menginitiate peningkatan d-spacing, agar
surfaktan bisa masuk ke dalam bentonit. (e) Konsentrasi
surfaktan 1 KTK dan waktu swelling 24 jam memberikan
hasil OLS yang lebih baik dibandingkan dengan
konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi dan waktu
swelling yang lebih lama.
Pada penelitian selanjutnya OLS ini akan
diaplikasikan dalam pembuatan nanocompsite dengan
Gambar 3 Illustrasi Proses Interkelasi dan Eksfoliasi menggunakan polipropilena sebagai matrix.
pada Pembentukan Nanokomposit

Data d-spacing bentonit dan OLS dari analisa Referensi


XRD dirangkum pada Tabel 3. Data XRD pada Tabel 3 [1] S. Limpanart, S. Kuthon, P. Taepaiboon, P.
menunjukkan adanya peningkatan d-spacing pada OLS Suphapol, T.Srikhirin, W. Udomkichdecha, Y.
dibandingkan pada bentonit. Peningkatan d-spacing ini Boontongkong, Mater. Lett. 59, 2292 (2005.
mengindikasikan masuknya molekul surfaktan. Nilai d- [2] S. Apiwantrakul, et. al., J. Polym. Sci. 95, 85
spacing pada OLS-DTDA-Low lebih tinggi dibanding- (2005).
kan pada OLS-DTDA-High. Hal ini kemungkinan
disebabkan konsentrasi surfaktan yang berlebih pada
OLS-DTDA-High menyebabkan surfaktan tersusun
secara lateral 1 lapis dalam bentonit.
Sementara seperti halnya pada nilai KTK, waktu
swelling tidak berpengaruh terhadap peningkatan d-
spacing, baik pada OLS-ADBA maupun OLS-DTDA,
baik pada konsentrasi rendah maupun pada konsentrasi
tinggi. Kemungkinan waktu swelling 1 hari sudah
merupakan waktu yang optimal untuk mengembangnya
bentonit. Dari hasil d-spacing OLS, diperoleh bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan pada d-spacing OLS
dengan waktu pengembangan 1 hari dan 2 hari. Pada OLS
DTDA_Low, dengan waktu swelling 1 hari d-spacing
OLS mencapai 3.12, sementara dengan waktu swelling 2
hari d-spacing OLS tidak berubah signifikan yaitu

Anda mungkin juga menyukai