Abstrak
Bentonit merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, akan tetapi belum optimal pemanfaatannya. Salah
satu aplikasi bentonit yang saat ini banyak dikaji oleh institusi penelitian internasional dan nasional adalan
pemanfaatannya sebagai filler yang berukuran nano, yang lebih dikenal dengan nanofiller. Nanofiller dapat diaplikasikan
ke dalam material polimer menghasilkan material nanocomposite dengan peningkatan beberapa sifat dasar polimer,
seperti sifat ketahanan termal, sifat mekanik, ketahanan terhadap bahan kimia dan sifat bakar (flammability). Dalam
aplikasi kemasan nanocomposite juga diklaim telah meningkatkan ketahanan material terhadap daya tembus uap air dan
gas, terutama gas oksigen. Dalam penelitian ini telah dilakukan modifikasi bentonit (clay) menjadi material organoclay
dengan penambahan surfaktan, lebih dikenal dengan organolayersilica (OLS). Dalam struktur OLS, jarak antar basal
dalam bentonit (d-spacing) diperbesar, dimana dalam pemrosesannya dengan material polimer pada fasa leleh, d-spacing
tersebut akan semakin membesar (terinterkalasi) dan akhirnya struktur lapisan yang terdapat dalam bentonit terlepas satu
sama lain (ter-exfoliasi), sehingga bentonit terdispersi ke dalam system polimer dengan ukuran yang lebih kecil dari 100
nm. Dalam penelitian telah dilakukan proses pembuatan OLS dengan menggunakan 2 jenis surfaktan yang berbeda. Selain
itu dilihat pengaruh dari beberapa parameter terhadap stabilitas dan efektifitas OLS yang dihasilkan. Parameter yang
dikombinasikan adalah konsentrasi surfaktan dan waktu swelling (pengembangan) bentonit. Keluaran yang dianalisa
adalah sifat kestabilan terhadap termal dari OLS yang dihasilkan, dengan analisa TGA (Thermal Gravimetry Analyser)
dan seberapa besar d-spacing yang tercapai, dengan analisa XRD (X-Ray Defractometer).
Kata Kunci: bentonit, nanofiller, organolayersilica (OLS), nanocomposite, d-spacing
1. Pendahuluan
Dalam 10 tahun terakhir penelitian di bidang nano lumpur pembilas pada kegiatan pemboran, pembuatan
teknologi terus berkembang di berbagai macam bidang pelet biji besi, penyumbat kebocoran bendungan dan
aplikasi. Dalam pengembangan material polimer juga kolam. Selain itu digunakan juga dalam industri minyak
telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan sawit dan farmasi. Sementara kalsium bentonit
material nanocomposite, dimana filler berukuran nano mengandung lebih banyak ion Ca2+ dan Mg2+
terdispersi ke dalam system matriks polimer. Jenis nano dibandingkan dengan ion Na+. Bentonit kalsium kurang
partikel yang banyak digunakan sebagai objek penelitian menyerap air, akan tetapi secara alamiah ataupun setelah
dan sudah diproduksi secara komersil, terutama untuk diaktifkan dengan asam, mempunyai sifat menghisap
bidang polymer-nanocomposite, adalah tanah liat (clay) yang baik dan tetap terdispersi dalam air. Perbandingan
atau disebut juga bentonit. Bentonit merupakan sumber kandungan Na dan Ca rendah. Posisi pertukaran ion lebih
daya mineral yang melimpah terdapat di Indonesia. banyak diduduki oleh ion kalsium dan magnesium. Ca-
Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 µm bentonit dipergunakan sebagai bahan pemucat warna pada
yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate proses pemurnian minyak goreng, katalis pada industri
yang mengandung silica, aluminium oksida dan hidrosida kimia, zat pemutih, zat penyerap dan sebagai filler pada
yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 industri kertas dan polimer.
layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu Kandungan utama bentonit adalah mineral
layer sentral octahedral. Cadangan bentonit di Indonesia monmorilonit (80%) dengan rumus kimia Mx(Al4-
cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O. Kandungan lain dalam bentonit
potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti
Bentonit sendiri diklasifikasikan dalam dua kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Struktur monmorilonit
kelompok, yaitu natrium bentonit dan kalsium bentonit. terdiri dari 3 layer yang terdiri dari 1 lapisan alumina
Natrium bentonit mengandung relatif lebih banyak ion (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit
Na+ dibandingkan ion Ca2+ dan Mg2+. Bentonit ini dapat oleh 2 buah lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral.
mengembang hingga 8-15 kali apabila dicelupkan ke Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat
dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam kation monovalent maupun bivalent, seperti Na+, Ca2+ dan
air. Posisi pertukaran ion terutama diduduki oleh ion Mg2+ (lihat gambar) dan memiliki jarak (d-spacing)
natrium. Penggunaan utama bentonit adalah sebagai sekitar 1,2 – 1,5 µm. Lapisan-lapisan dalam bentonit ini
48
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009 49
telah digantikan dengan kation organik (surfaktan), yang lebih mudah masuk dalam struktur bentonit. Rantai amin
memiliki ukuran yang lebih besar, sehingga kecil pada surfaktan menempel pada permukaan lapisan
kemungkinan masih terjadi ion exchange dalam OLS. monmorilonit, memanjang secara vertikal. Susunan rantai
alkil surfaktan di dalam struktur lapisan monmorilonit
Tabel 1 KTK Bentonit, Bentonit Murni dan OLS dapat dibagi menjadi beberapa bentuk sebagai berikut: (a)
Sampel KTK (meq/100 gr) tipe bidang-lapis tunggal (lateral monolayer), (b) tipe
bidang-lapis ganda (laterlar bilayer), (c) tipe paraffin-lapis
Bentonit 45,05 tunggal (paraffin-type monolayer), dan (d) tipe paraffin-
Bentonit Murni 80,56 lapis ganda (paraffin-type bilayer).
Organoclay (DTDAlow24) 16,43
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan dan Waktu Swelling
terhadap Sifat Termal OLS
Dalam penelitian ini dilihat pengaruh perbedaan Stabilitas termal pada OLS-DTDA dengan
jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan dan waktu swelling konsentrasi rendah lebih baik dibandingkan pada OLS-
terhadap kwalitas organoclay yang dihasilkan, terutama DTDA dengan konsentrasi tinggi. Hal ini dapat dilihat
stabilitas panas dan peningkatan d-spacing OLS pada temperatur onset pada thermogram TGA. OLS-
DTDA-Low memiliki temperatur onset pada 288,3 oC
Perbedaan Jenis Surfaktan sementara temperatur onset OLS-DTDA-High terletak
Surfaktan DTDA memberikan hasil OLS yang pada 268,9 oC. OLS-DTDA-High memiliki kandungan
lebih baik dibandingkan dengan OLS ADBA, dilihat dari surfaktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan OLS-
stabilitas panasnya maupun peningkatan d-spacing dalam DTDA-Low (tabel 2). Kandungan surfaktan yang berlebih
struktur OLS. Stabilitas panas OLS dapat dilihat pada pada OLS-DTDA-High mengakibatkan penurunan
temperatur onset pada thermogram TGA, yaitu temperatur stabilitas termal OLS. Surfaktan yang berlebih ini
dimana material mulai terdegrasi. OLS-DTDA-Low kemungkinan terdapat di luar dan melapisi bentonit
memiliki temperatur onset pada 288,3 oC sementara (surfactant coverage). Berdasarkan hasil penelitian yang
temperatur onset OLS-ADBA-Low terletak pada 242,3 diakukan oleh S. Limpanart dkk., pelapisan surfaktan
o
C. Peningkatan d-spacing pada OLS DTDA pun lebih (surfactant coverage) yang berlebih akan menghalangi
baik dibandingkan dengan OLS ADBA. Pada OLS masuknya polimer ke dalam organoclay, Sehingga
DTDA_Low d-spacing bisa mencapai 3,12 nm, sementara pencampuran antara keduanya tidak sempurna atau masih
pada OLS ADBA d-spacing maximum yang tercapai dalam dua fasa, ini berarti organoclay masih sebagai
hanya sekitar 1,99 nm. d-spacing dalam struktur mikrokomposit atau komposit konvensional. Sebaliknya
monmorilonit bisa dilihat dari grafik XRD. dengan surfactant coverage yang rendah pencampuran
antara polimer dan OLS lebih baik dan akan terbentuk
nanokomposit interkalasi [1]. Hasil yang sama juga
dikemukakan oleh Apiwantrakul, dkk., bahwa surfactant
coverage clay yang rendah dapat meningkatkan formasi
nanokomposit [2].
Kandungan
Sampel Onset [oC]
Surfaktan [%]
signifikan pada d-spacing OLS dengan waktu mencapai 3,36. Demikian pula dengan OLS DTDA_High,
pengembangan 1 hari dan 2 hari. d-spacing OLS dengan waktu swelling 1 hari mencapai
2,28, hampir sama dengan d-spacing OLS dengan waktu
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan dan Waktu Swelling swelling 2 hari, yaitu 2,26.
terhadap Peningkatan d-Spacing OLS
Karakterisasi lain yang penting dalam Tabel 3: d-spacing Bentonit dan OLS
pembentukan OLS dan nanokomposit adalah Sampel d-spacing [nm]
peningakatan jarak antar lapisan dalam monmorillonite
(d-spacing) yang dapat diukur dengan metoda XRD. Bentonit Murni 1,49
Peningkatan d-spacing menunjukkan adanya proses Organoclay:
interkelasi dalam OLS saat proses pembuatan DTDAlow24 3,12
nanokomposit dengan matrix polimer, yang merupakan DTDAlow48 3,36
indikasi masuknya surfaktan dalam bentonit. Setelah DTDAhigh24 2,28
terjadi interkelasi diharapkan pada tahap eksfoliasi d- DTDAhigh48 2,26
spacing antar layer mengalami peningkatan signifikan
sehingga matrix polimer dapat masuk ke dalam galery
yang selanjutnya menyebabkan lepasnya struktur layer 4. Kesimpulan
dalam bentonit (lihat Gbr. 3). Beberapa hal di bawah ini dapat disimpulkan dari
penelitian ini: (a) Rantai alkil yang lebih panjang dalam
surfaktan akan menghasilkan OLS dengan stabilitas panas
dan peningkatan d-spacing yang lebih baik, seperti halnya
pada surfaktan DTDA. (b) Konsentrasi surfaktan sebesar
1 KTK sudah memberikan hasil yang optimal dalam
pertukaran kation antara kation inorganik dari bentonit
dengan kation organik dari surfaktan. (c) Konsentrasi
surfaktan yang berlebih akan menurunkan stabilitas panas
OLS dan mengurangi peningkatan d-spacing. (d) Waktu
swelling (pengembangan) surfaktan yang optimal adalah
24 jam untuk menginitiate peningkatan d-spacing, agar
surfaktan bisa masuk ke dalam bentonit. (e) Konsentrasi
surfaktan 1 KTK dan waktu swelling 24 jam memberikan
hasil OLS yang lebih baik dibandingkan dengan
konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi dan waktu
swelling yang lebih lama.
Pada penelitian selanjutnya OLS ini akan
diaplikasikan dalam pembuatan nanocompsite dengan
Gambar 3 Illustrasi Proses Interkelasi dan Eksfoliasi menggunakan polipropilena sebagai matrix.
pada Pembentukan Nanokomposit