Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH

Politik dan Kebijakan Pendidikan

Tentang

Politik dan Hubungannya dengan Kebijakan Pendidikan

Kelompok 9 :

Muhammad Guntur Ramadhansyah (2014030038)

Netti Dayani (2014030048)

Dosen Pengampu :

Dr. Aprizal Ahmad, M. Pd.

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN IMAM BONJOL PADANG

2022 M/ 1445 H

1
2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur atas rahmat Allah SWT,


berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah kelompok yang berjudul “Politik dan
Hubungannya dengan Kebijakan Pendidikan” ini dapat selesai. Makalah ini dibuat dengan
tujuan memenuhi tugas kelompok dari bapak Dr. Aprizal Ahmad, M. Pd. Pada mata kuliah
Politik dan kebijakan pendidikan. Selain itu, penyusun bertujuan agar dapat menambah wawasan
kepada pembaca dan pemakalah sendiri.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Aprizal Ahmad, M. Pd. selaku
dosen mata kuliah Politik dan kebijakan pendidikan Berkat tugas yang diberikan ini, dapat
menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih banyak melakukan
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga berharap agar adanya kritik serta saran yang
membangun dari pembaca.

Padang, 11 Mei 2022

Penyusun

2
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Politik adalah pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud
proses pembuatan keputusan, terkhusus pada negara. Pengertian Politik jika ditinjau dari
kepentingan penggunanya, politik terbagi atas dua yaitu pengertian politik dalam arti
kepentingan umum dan pengertian politik dalam arti kebijaksanaan. Pengertian politik dalam arti
kepentingan umum adalah segala usaha demi kepentingan umum baik itu yang ada dibawah
kekuasaan negara maupun pada daerah.

Pengertian politik secara singkat atau sederhana adalah teori, metode atau teknik dalam
memengaruhi orang sipil atau individu. Politik merupakan tingkatan suatu kelompok atau
individu yang membicarakan mengenai hal-hal yang terjadi didalam masyarakat atau negara.
Seseorang yang menjalankan atau melakukan kegiatan politik disebut sebagai "Politikus". Politik
dan pendidikan adalah dua hal yang tidak mungkin dipisahkan. Politik menghasilkan sistem
pendidikan, dan pendidikan mempengaruhi kehidupan politik.

Sedangkan kebijakan pendidikan merupakan kebijakan yang ditujukan untuk mencapai


tujuan pembangunan bangsa dibidang pendidikan, karena salah satu tujuan pembangunan bangsa
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut hendaknya
terus-menerus untuk dibangun sehingga akhirnya akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu
kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Kesejahteraan ini dapat terwujud manakala manusia
yang menjadi warga negara mempunyai tingkat kecerdasan yang memadai, untuk dapat
menguasai dan mempraktekkan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Agar ilmu yang dimiliki
dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain.

Di dalam makalah ini, penulis akan membahas secara detail apa yang dimaksud dengan
politik dan apa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Politik?


2. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Pendidikan?
3. Bagaimana Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan?
4. Apa saja bentuk Kriteria Pendidikan?
5. Bagaimana saja Implementasi Kebijakan PendidikanBAB II

3
4

PEMBAHASAN

1. Pengertian Politik

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, politik adalah pengetahuan mengenai


ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan
sebagainya mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain1.

Banyak para ahli menyikapi politik dengan berbagai pendapat, Joyce Mitchel dalam Philipus
mengemukakan bahwa politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan
kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.2

Menurut Maran, politik merupakan studi khusus tentang cara-cara manusia memecahkan
permasalahan bersama dengan masalah lain. Dengan kata lain, politik merupakan bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara menyangkut proses penentuan dan
pelaksanaan tujuan-tujuan3. Menurut pendapat Roger F. Soltau politik adalah kegiatan dalam
suatu sistem atau negara yang menyangkut proses untuk menunjukkan bersama negara dan
melaksanakan tujuan itu.

David Easton dalam Philipus mendefinisikan politik sebagai semua aktivitas yang
mempengaruhi kebijaksanaan. Surbakti mengemukakan bahwa politik merupakan interaksi
antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu.4

Menurut Aristoteles politik adalah upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki.
Menurut Meriam Budhiarjo, pengertian politik adalah macam-macam kegiatan yang menyangkut
penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu. Menurut Hans Kelsen politik adalah
macam-macam kegiatan dalam suatu sistempolitik, atau negara, yang menyangkut proses
menentukan sekaligus melaksanakan tujuan-tujuan sistem itu.5

Jika ditinjau dari kepentingan penggunanya pengertian politik terbagi atas dua yaitu pengertian
politik dalam arti kepentingan umum dan pengertian politik dalam arti kebijaksanaan. Pengertian
politik dalam arti kepentingan umum adalah segala usaha demi kepentingan umum baik itu yang
ada dibawah kekuasaan negara maupun pada daerah. Pengertian politik secara singkat atau
sederhana adalah teori, metode atau teknik dalam memengaruhi orang sipil atau individu. Politik
merupakan tingkatan suatu kelompok atau individu yang membicarakan mengenai hal-hal yang

1
Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung, 2005), hal. 389.
2
Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Surabaya: Yuridika, 2002), hal. 92
3
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 4
4
Philipus, Op.Cit. hal. 90
5
Alfian, Pemikiran Politik dan P embangunan Politik di Indonesia, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1987), hal. 51

4
5

terjadi didalam masyarakat atau negara. Seseorang yang menjalankan atau melakukan kegiatan
politik disebut sebagai ”Politikus”.6

Dalam prakteknya, politik dan pemerintah berjalan berdampingan. Artinya politik dan
pemerintah itu saling berkaitan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa politik dalam
pelaksanaannya di pemerintah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang selanjutnya memberikan
pengaruh terhadap segala aspek yang ada di suatu bangsa itu sendiri.

Berdasarkan berbagai definisi politik di atas, dapat disimpulkan bahwa politik sebagai aktivitas
yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijaksanaan serta aktivitas
antara masyarakat dan pemerintah untuk tujuan bersama.

Sedangkan Budaya politik dapat dilihat secara umum dari dua segi, yaitu:

1. Masalah objektivitas versus subjektivitas dalam studi ilmiah yang mempertanyakan


tentang peranan ideologi prasangka atau praduga dalam usaha mencari kebenaran.
2. Masalah peranan ideologi di dalam proses politik yang sesungguhnya terjadi di
masyarakat.

Hubungan politik dan pendidikan merupakan satu kesatuan yang erat dan sulit dipisahkan. Hal
ini sama halnya, seperti mempertanyakan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Alex
Roseberg menganggap bahwa kedua berjalan secara bersama-sama, filsafat terkadang
mendahului konsepsi ilmu pengetahuan, namun di abad modern dan post-modern, objek kajian
filsafat adalah ilmu pengetahuan.7

Demikian halnya dengan politik dan pendidikan. Awalnya, politik pendidikan terlahir karena
kebutuhan domestik dan kebutuhan teritori negara tertentu, namun pada perkembangannya,
pendidikan menjadi kepentingan global. Imbasnya, politik (baca; kebijakan) pendidikan lokal
harus disesuaikan dengan kaedah dan fitur mitos globalisasi. Politik pendidikan regional tidak
selalu mementingkan kebutuhan nasional, melainkan pembangunan dunia global.8

M. Sirozi menggambarkan bahwa kata politik pendidikan tidak sesederhana dua kata
selanjutnya. Politik pendidikan, dalam pandangannya, merupakan proses panjang yang
membutuhkan keterlibatan struktur, proses perdebatan ilmiah, dan ramalan dampak (forcasting
the effect), serta strategi yang khusus dalam proses Sosialisasinya.9

6
Robert A Dahl, Rezims And Opposition, (London: Yale University Press), p. 157-163
7
Alex Roseberg, Philosopy of Science, (New York: Routledge, 2001), 12
8
Keith A. Nitta, The Politic of Structural Education Reform (New York; Routledge, 2008), 1-2
9
M. Sirozi, Politik Pendidikan; Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan
(Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2010), 80

5
6

Dale (dalam Sirozi), menambahkan bahwa kajian politik pendidikan memiliki ciri; pertama,
mempertanyakan proses pembuatan keputusan, kedua, mereduksi politik menjadi administrasi,
dan ketiga, terfokus pada perangkat kerja kebijakan. Selain itu, politik pendidikan juga mengkaji
efektifitas korelasional antara yang dikonsepsikan dengan fakta di lapangan.

Fungsi politik dalam pendidikan mengungkap jenis-jenis penyelenggaraan pendidikan,


pengembangan kurikulum maupun pengembangan organisasi, dalam rangka menanamkan
konsep-konsep filosofis tentang masyarakat politik yang baik atau tatanan sosial yang baik.
Berkenaan dengan fungsi ini, maka Easton kemudian mengajukan pertanyaan, apa peran yang
harus dimainkan oleh pendidikan dalam rangka membangun warga negara yang baik?

Dale dan Apple melihat fungsi politik pendidikan dari sudut pandang relasi negara dan
pendidikan. Keduanya menemukan bahwa sekolah menjadi salah satu objek politik modern
dimana kita dapat menyaksikan bagaimana kesadaran (consent) dan hegemoni tertentu terbangun
dan mengalami kehancuran.Perubahan kurikulum disetiap periodesasi kepemimpinan di
departemen pendidikan nasional adalah salah satu bukti tentang kesadaran hegemoni terbangun
dan hancur.

Berbagai persoalan yang muncul belakangan dalam dunia pendidikan seperti unjuk rasa para
guru, mahasiswa, depat publik tentang isu-isu pendidikan, terutama alokasi anggaran pendidikan
dalam APBN dan APBD, otonomi lembaga pendidikan, tidak hanya membutuhkan pemahaman
superficial tentang konteks politik dimana sekolah diselenggarakan, tetapi juga membutuhkan
pemahaman tentang proses-proses yang menghasilkan berbagai keputusan mendasar tentang
pendidikan disemua jenjang administratif. Disinilah fungsi politik pendidikan menjadi sangat
diperlukan.

2. Pengertian Kebijakan Pendidikan

a. Pengertian kebijakan

Dalam bahasa Inggris kebijakan disebut public policy, yaitu suatu kumpulan keputusan yang
diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan
cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Pada umumnya, pihak yang membuat kebijakan tersebut
sekaligus mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.10

10
Cheppy Hari Cahyono dan Suparlan Alhakim, Ensiklopedi Politika, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 170

6
7

Kebijakan menurut Anderson yang dikutip oleh Ali Imron mengemukakan bahwa kebijakan
adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti oleh para
pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.11 Sementara Budiarjo berpendapat bahwa
kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau kelompok
politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.12

Pengertian di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai
kekuasaan untuk melaksanakannya. Kebijakan tersebut merupakan aturan-aturan yang
semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat siapa pun yang dimaksud untuk
diikat oleh kebijakan tersebut.

Menurut Syafaruddin, kebijakan adalah hasil pengambilan keputusan oleh manajemen puncak
baik berupa tujuan, prinsip, maupun aturan yang berkaitan dengan hal-hal strategis untuk
mengarahkan para manager dan personel dalam menentukan masa depan organisasi yang
berimplikasi bagi kehidupan masyarakat.

Thomas Dye memberi batasan atas kebijakan sebagai “apa saja yang hendak dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan oleh pemerintah.”13 Aminullah yang dikutip oleh Edi Suharto14, menyatakan
bahwa: “kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian
tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang
dan menyeluruh”.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa, kebijakan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak.
Pedoman tersebut bisa yang berwujud amat sederhana atau kompleks, bersifatumum ataupun
khusus, luas ataupun sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperici, kualitatif atau kuantitatif,
publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi
mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai
aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.15

Pengertian di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai
kekuasaan untuk melaksanakannya. Kebijakan tersebut merupakan aturan-aturan yang
semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat siapa pun yang dimaksud untuk
diikat oleh kebijakan tersebut.

11
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya, Ed.I, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara,
2002, hlm. 13
12
Ibid, hlm. 14
13
Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1978), hal.
14
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 4
15
Solichin Abdul Wahab, Analis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Hal.
2

7
8

b. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang
berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan
dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.16

Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih dari pada
pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya. Pendidikan adalah masa depan bangsa. Keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan
oleh kualitas sumber daya manusia dan pendidikan adalah salah satu cara untuk memperolah
sumberdaya manusia yang handal.17

Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa
tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras
dengan dunianya.

Menurut buku “Higher Education For America Democracy”: Education is an institution of


civilized society, but the purposes of education are not the same in all societies, an educational
system finds it‟s the guiding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the
social order in which it functions “pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat
yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem
pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-
prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)”.

Menurut Brubacher dalam bukunya “Modern Philosophies of Education”: “Education should be


thought of as the process of mans reciprocal adjusment to nature to his follows and to the
ultimates nature of the cosmos. “Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari setiap
pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan alam semesta.

16
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2009), hal. 83
17
Muhsin, Politik Hukum Dalam Pendidikan Nasional, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 2007), 22

8
9

Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua
potensi manusiawi, moral, intelektual dan jasmani oleh dan untuk kepribadian individunya serta
kegunaan masyarakatnya yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan
hidupnya”.18

Prof. Lodge dalam buku “Philosophy of Education”: The word “education” is used, sometimes in
a wider, sometimes in a narrower, sense. In the wider sense, all experience is said to the
educative and life is education and education is life. “Perkataan pendidikan kadang-kadang
dipakai dalam pengertian yang luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas pendidikan
adalah semua pengalaman, dapat dikatakan juga bahwa hidup adalah pendidikan atau pendidikan
adalah hidup”. In the narrower sense “education is restricted to that function of the community
which consists in passing in its traditions its background and its outlook to the members of the
rising generation.

“Pengertian pendidikan secara sempit adalah pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di dalam
masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya,
pandangan hidup masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya.

c. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan. Ensiklopedia menyebutkan


bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur
pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana
mencapai tujuan tersebut.

Kebijakan pendidikan adalah suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa
penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situsional. Pertimbangan tersebut dijadikan sebagai
dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat melembaga serta merupakan perencanaan
umum yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan agar tujuan yang bersifat
melembaga dapat tercapai. 19

Adapun kebijakan publik di bidang pendidikan dapat didefinisikan sebagai keputusan yang
diambil bersama antara pemerintah dan aktor di luar pemerintah dan mempertimbangkan faktor-
faktor yang mempengaruhinya untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan pada bidang
pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Kebijakan publik bidang pendidikan meliputi
anggaran pendidikan, kurikulum, rekrutmen tenaga kependidikan, pengembangan profesional

18
http.www.Wikipedia.Pendidikan.com
19
Ali Imron, Op. Cit., hlm. 18.

9
10

staf, tanah dan bangunan, pengelolaan sumber daya, dan kebijakan lain yang bersentuhan
langsung maupun tidak langsung atas pendidikan.

H.A.R Tilaar sendiri memberikan makna yang sedikit berbeda tentang “kebijakan pendidikan”,
menurutnya kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, diwujudkan atau dicapai melalui lembaga-lembaga sosial (social
institutions) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal,
nonformal, dan informal.

Dengan demikian dapat dipahami suatu kebijakan apabila tidak segera diimplementasikan, maka
tidak akan dapat diketahui tingkat keberhasilannya untuk orang banyak. Kebijakan hanya akan
menjadi rencana konseptual yang akan tersimpan rapi dalam tumpukan arsip-arsip saja.

Mark Olsen & Anne-Maie O’Neil menyatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan kunci
bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan
pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu argument
utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan
hasil adalah demokrasi yang didukung oleh pendidikan.

Carter V. Good menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of values
and some assesment of situational factors, operating within institutionalized adecation as a
general plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives.

Pengertian pernyataan di atas adalah, bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian
terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah
lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan
pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.

Marget E. Goertz yang dikutip oleh Riant Nugroho mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan
berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan20. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami oleh peneliti sebagai bagian dari kebijakan publik,
yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan harus
sebangun dengan kebijakan publik.

Di dalam konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan pembangunan, maka kebijakan
merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan di
bidang pendidikan, untuk mencapai tujuan pembangunan negara di bidang pendidikan, sebagai
salah satu bagian dari tujuan pembangunan negara secara keseluruhan.

20
Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hal. 37

10
11

Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan mendasarkan diri pada landasan
pemikiran yang lebih ilmiah empirik. Kajian ini menggunakan pola pendekatan yang beragam
sesuai dengan faham teori yang dianut oleh masing-masing penentu kebijakan. Dalam kajian ini,
paling tidak ada dua pendekatan yang dapat direkomendasikan kepada para penentu/berwenang
dalam merumuskan suatu kebijakan pendidikan.

Kebijakan pendidikan merupakan salah satu kebijakan negara di samping kebijakan-kebijakan


lainnya seperti ekonomi, politik, pertahanan, agama dan sebagainya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan sub sistem dari kebijakan negara atau
pemerintah secara keseluruhan.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan dibuat
untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau
organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi
pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan atau organisasi.

3. Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan

a. Pendekatan Social Demand Approach (kebutuhan sosial)

Sosial demand approach adalah suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang
mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta aneka kepentingan yang didesakkan oleh
masyarakat. Pada jenis pendekatan jenis ini para pengambil kebijakanakan lebih dahulu
menyelami dan mendeteksi terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat sebelum
mereka merumuskan kebijakan pendidikan yang ditanganinya.

Pendekatan social demand sebenarnya tidak semata-mata merespon aspirasi masyarakat sebelum
dirumuskannya kebijakan pendidikan, akan tetapi juga merespon tuntutan masyarakat setelah
kebijakan pendidikan diimplementasikan. Partisipasi warga dari seluruh lapisan masyarakat
diharapkan terjadi baik pada masa perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan.
Dalam perumusan kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe perumusan kebijakan yang
bersifat pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat dirumuskan apabila ada tuntutan dari
masyarakat terlebih dahulu.

b. Pendekatan Man-Power Approach

Pendekatan jenis ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan-pertimbangan rasional dalam


rangka menciptakan ketersediaan sumberdaya manusia (human resources) yang memadai di
masyarakat. Pendekatan man-power ini tidak melihat apakah ada permintaan dari masyarakat

11
12

atau tidak, apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan suatu kebijakan pendidikan tertentu
atau tidak, tetapi yang terpenting adalah menurut pertimbangan-pertimbangan rasional dan
visioner dari sudut pandang pengambil kebijakan.

Pemerintah sebagai pemimpin yang berwenang merumuskan suatu kebijakan memiliki legitimasi
kuat untuk merumuskan ebijakan pendidikan. Dapat dipetik aspek penting dari pendekatan jenis
kedua ini, bahwa secara umum lebih bersifat otoriter. Man-power approach kurang menghargai
proses demokratis dalam perumusan kebijakan pendidikan, terbukti perumusan kebijakannya
tidak diawali dari adanya aspirasi dan tuntutan masyarakat, akan tetapi langsung saja dirumuskan
sesuai dengan tuntutan masa depan sebagaimana dilihat oleh sang pemimpin visioner. Terkesan
adanya cara-cara otoriter dalam pendekatan jenis kedua ini. Namun dari sisi positifnya, dalam
pendekatan man-power ini proses perumusan kebijakan pendidikan yang ada lebih berlangsung
efisien dalam proses perumusannya, serta lebih berdimensi jangka panjang.21

4. Kriteria Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus yakni:

Memiliki tujuan pendidikan; Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus,
bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi
pada pendidikan,

Memiliki aspek legal-formal; kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu
adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan
secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat
konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga dapat dimunculkan suatu
kebijakan pendidikan yang legitimat,

Memiliki konsep operasiona; kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum,
tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah
sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi
kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

Dibuat oleh yang berwenang;Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya
yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tidak sampai menimbulkan kerusakan pada
pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga
pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal
pembuat kebijakan pendidikan.
21
Arif Rohman, Memahami Pendid-kan Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009), hal. 114-118

12
13

Dapat dievaluasi; kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan,
sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah
dan efektif.

Memiliki sistematika; kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh
karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur
olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian
faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan
cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.
Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya
seperti kebijakan politik, kebijakan moneter, bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau di
samping dan di bawahnya.

5. Implementasi Kebijakan Pendidikan

Dalam proses kebijakan pendidikan implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting,
bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan
jembatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang
diharapkan. Menurut Anderson dalam bukunya abdul wahab, ada 4 aspek yang perlu dikaji
dalam implementasi kebijakan yaitu:

 Siapa yang mengimplementasikan


 Hakekat dari proses administrasi
 Kepatuhan, dan
 Dampak dari pelaksanaan kebijakan

Sementara itu menurut Ripley & Franklin ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam
implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What’s happening? (Apa yang terjadi).
Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur atau standard
aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimana
proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai,
mengapa dan sebagainya.

Guna melihat keberhasilan implementasi, dikenal beberapa model implementasi, antara lain
model yang dikembangkan Mazmanian dan Sabatier yang menyatakan bahwa Implementasi

13
14

kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu 1) Karakteristik masalah, 2) Struktur
manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan
kebijakan, 3) Faktor-faktor di luar peraturan.

14
15

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan
situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan
dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy
making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada
sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor
lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback
(umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.

Fungsi kebijakan pendidikan yaitu kebijakan pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman dalam
bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan
masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua
jenjang pendidikan atau organisasi.

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni: 1) Memiliki tujuan pendidikan,
2) Memenuhi aspek legal-formal, 3) Memiliki konsep operasional, 4) Dibuat oleh yang
berwenang, 5) Dapat dievaluasi, 6) Memiliki sistematika.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung, 2005), hal. 389.

Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Surabaya: Yuridika,


2002), hal. 92

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 4

Philipus, Op.Cit. hal. 90

Alfian, Pemikiran Politik dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama, 1987), hal. 51

Robert A Dahl, Rezims And Opposition, (London: Yale University Press), p. 157-163

Alex Roseberg, Philosopy of Science, (New York: Routledge, 2001), 12

Keith A. Nitta, The Politic of Structural Education Reform (New York; Routledge, 2008), 1-2

M. Sirozi, Politik Pendidikan; Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik
Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2010), 80

Cheppy Hari Cahyono dan Suparlan Alhakim, Ensiklopedi Politika, (Surabaya: Usaha Nasional,
1982), hlm. 170

Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya, Ed.I,
Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hlm. 13.

Ibid, hlm. 14.

Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,
1978), hal. 3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama,


2005), hal. 4

Solichin Abdul Wahab, Analis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Hal. 2

16
17

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 83

Muhsin, Politik Hukum Dalam Pendidikan Nasional, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 2007), 22

http.www.Wikipedia Pendidikan com

Ali Imron, Op. Cit., hlm. 18.

Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hal. 37

Arif Rohman, Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang


Mediatama, 2009), hal. 114-118

17

Anda mungkin juga menyukai