Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“KONSEP KONSEP DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN”

Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Pengantar Kebijakan

Dosen Pengampu:

Prof Amirul Mukmimin,P.hD

Akhmad Habibi,S.Pd.I.,M.Pd.,Ph.D

Dr.Robi Hendra,S.Pd,M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Lisa Zaskia (A1D521062)

Raya Tri Andini (A1D521063)

Iin Septiani (A1D521083)

RUANG 003

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi Tugas
kelompok untuk mata kuliah Pengantar Kebijakan Pendidikan, dengan judul: “Konsep
Konsep Dasar Kebijakan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari Kerja Sama
Teman-Teman Yang dengan tulus memberikan bantuan, saran dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah Pengantar
Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu negara. Melalui pendidikan
transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya sekedar pengetahuan, namun juga
penanaman nilai, cita – cita dan budaya suatu bangsa. Oleh karenanya pendidikan memegang
peranan penting dalam keberlangsungan suatu negara. 
    Dalam mengatur agar pendidikan disuatu negara dapat berlangsung dengan baik dan
mencapai tujuan pendidikan yang dicita – citakan berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan
perlu diambil oleh pemerintah negara. 
    Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari sistem politik yang dianut
sehingga setiap negara mempunyai kebijakan – kebijakan yang berbeda. Indonesia menganut
sistem demokrasi berdasarkan undang – undang. Kebijakan – kebijakan yang diputuskan juga
harus berdasarkan undang – undang. 

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian kebijakan pendidikan?
2. Apa hakikat kebijakan pendidikan?
3. Bagaimana proses kebijakan pendidikan?
4. Apa ruang lingkup kebijakan pendidikan?

1.3. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian kebijakan pendidikan
2. Dapat memahami hakikat kebijakan pendidikan
3. Dapat mengetahui proses kebijakan pendidikan
4. Dapat mengetahui ruang lingkup kebijakan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Dan Hakikat Kebijakan Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan berarti kepandaian,
kemahiran,kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(pemerintahan, organisasi,dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai
garis pedoman untukmanajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan. Menurut
Kamus Oxford, kebijakan berarti “rencana kegiatan” atau pernyataan-pernyataan tujuan ideal.
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis”
yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan
organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga
sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.
Contoh kebijakan adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres, Kepmen,Perda,
Keputusan Bupati, dan Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan disiniadalah
bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh ini jugamemberi
pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso,dan mikro.
Menurut Nichols, bahwa : “kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang
dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang dan
rutin yang terpogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan”. Pendapatlain
dikemukakan oleh Klein dan Murphy, bahwa : “kebijakan berarti seperangkat tujuan-tujuan,
prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing sesuatu organisasi, kebijakan
dengan demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi”.
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa menunjuk pada
seperangkan tujuan, rencana atau usulan, program-program, keputusan-
keputusan,menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau peraturan-peraturan.
Duke dan 2Canady mengelaborasikan konsep kebijakan dengan delapan arah pemaknaan
kebijakan,yaitu: (1) kebijakan sebagai penegasan maksud dan tujuan, (2) kebijakan sebagai
sekumpulankeputusan lembaga yang digunakan untuk mengatur, mengendalikan,
mempromosikan,melayani, dan lain-lain pengaruh dalam lingkup kewenangannya, (3)
kebijakan sebagai panduan tindakan diskresional, (4) kebijakan sebagai strategi yang diambil
untukmemecahkan masalah, (5) kebijakan sebagai perilaku yang bersanksi, (6) kebijakan
sebagainorma perilaku dengan ciri konsistensi, dan keteraturan dalam beberapa bidang
tindakansubstantive, (7) kebijakan sebagai keluaran sistem pembuatan kebijakan, dan (8)
kebijakansebagai pengaruh pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman khalayak
sasaranterhadap implementasi sistem.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaiantujuan,
rencana, program-program yang dibuat untuk menjadi pedoman ketika melakukankegiatan
atau mengambil keputusan di mana kebijakan tersebut memiliki sanksi jika tidak
dilaksanakan.
Kebijakan pendidikan diartikan sebagai kumpulan hukum atau aturan yang mengatur
pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan
bagaimanamencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Nugroho kebijakan
pendidikanmerupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara-negara dalam
persainganglobal, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam
eraglobalisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan landasan kebijakan pendidikan merupakankonsep
hukum yang mendasari ditetapkannya suatu aturan dalam bidang pendidikan agartercipta
keselarasan antara kebutuhan dengan situasi dan kondisi dalam proses pendidikan.Kebijakan
pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkantujuan pendidikan
nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan pendidikan.
Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi organisasiadalah
terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan bahwa kebijakan tersebut benar-
benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan ialah berupa keputusan yangsubstansinya
adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan
sebagai pedoman oleh pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinyadengan
lingkungan eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan(policy
making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungankepada
sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan
faktor lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output(keluaran), dan
feedback(umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.Sedangkan Pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakatdan pemerintah. Dengan dasar
kata–kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan diIndonesia menjadi beban bersama
orang tua, Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang–undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikam nasional disrbutkan beberapa peranyang dapat dilakukan oleh
masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.Berdasarkan penegasan di
atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan dibuatuntuk menjadi pedoman dalam
bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atauorganisasi atau sekolah dengan
masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yangtelah ditetapkan. Dengan kata lain,
kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua
jenjang pendidikan atau organisasi.Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus,
yakni:
1)Memiliki tujuan Pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harusmemiliki
tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2)Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhanatas pra-
syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk
sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syaratkonstitusional sesuai
dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga iadapat dinyatakan sah dan
resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkansuatu kebijakan pendidikan
yang legitimate.
3) Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya
harusmempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah
sebuahkeharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Apalagikebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan
keputusan.
4)Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memilikikewenangan
untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan danlingkungan di
luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikandan para
politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuatkebijakan
pendidikan.
5)Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnyauntuk
ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan
jikamengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikanmemiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara
mudah danefektif.
6)Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harusmemiliki
sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.Sistematika itu
pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agarkebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibatserangkaian
faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harusdiperhatikan
dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatanhukum secara
internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan
kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di
atasnya atau disamping dan dibawahnya.
2.2. Latar Belakang Perlunya Kebijakan Pendidikan
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikanmerupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhakmemperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpamemandang
status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuksemua
menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental,
hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakanlayanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan program besar,
yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar biasadan
posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakatmulti-
etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal inimenuntut
adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhikebutuhan
seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan
pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu
bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dantuntutan, yang bisa
terjadi karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkauseluruh bagian
bumi membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologitelekomunikasi dan
informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga
berpengaruh ke Indonesia.
Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai wujud
dariimplementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen Berbasis
Sekolah(MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh
pusatmenjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan
sekolahdengan memberikan otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap
pemerintahterhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi
pendidikan.Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi
juga olehsekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke
tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan
berdemokrasimelalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah
sehinggasekolah dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri
(kebijakanlangsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri
merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini,pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”
Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif,kreatif, dalam
mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat yangsama mampu
menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.Tujuan utama
MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi.Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua,
kelenturan pengelolaansekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkansuasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasimasyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap
masalah pendidikan.Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih besar kepada
kabupaten dan kotauntuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi
dan kebutuhandaerahnya. Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan
meningkatkanefisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta
memberdayakan sumberdaya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.
2.3. Proses Kebijakan Pendidikan
kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan.Pembuatan kebijakan(policy
making)adalah terlihat sebagaisejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan
kepadasistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Prosespembuatan keputusan
memperhatikan faktor lingkunganeksternal, input (masukan), proses (transformasi),
output(keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.
Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan
pemerintah.Dengan dasar kata-kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di
Indonesia menjadi beban bersama orang tua,masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang-
undang no 20 tahun 2003: tentang sistem pendidikam nasional disebutkan beberapa peran
yang dapat dilakukan oleh masyarakat,pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara indonesiadan untuk itu setiap warga
negara berhak memperolehpendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi,suku, etnis, agama, dan gender.
Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki
hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan social ataupun kendala geografis,
dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak
terjangkau.Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua,kelenturan pengelolaan
sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi
masyarakat (stake!holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan.
implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota
untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan
daerahnya.
Kebijakan pendidikan merupakan hasil dari keputusan yang diambil dengan
mempertimbangkan kaitan pendidikan dengan komponen sosial yang lain. Oleh karena
itu,seperti halnya analisis kebijakan dalam bidang lain, sifat kontekstual dan interdisipliner
inimerupakan ciri analisis kebijakan pendidikan.Analisis kebijakan merupakan usaha
untukmenghasilkan dan mengolah informasi (yang relevan) dengan menggunakan ilmu social
terapan. Untuk memecahkan masalah Pendidikan dalam situasi politik tertentu ini dilakukan
dengan metode inquiri(methods of inquiry) dan argumen ganda kebijakan dapat dilakukan
pada setiap fase proses kebijakan.
Ada enam fase dalam proses kebijakan , yaitu
•Inisiasi
Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan timbul. Pada saat itu berbagai
cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi beban atau meringankan akibat masalah
itu dapat dipikirkan secara tepat dan tentatif. Sudah barang tentu dalam fase ini mungkin
sekali perumusan masalah tidak tepat, namun demikian dalam fase ini yang penting adalah
mendapatkan “rasa” apakah memang diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk merumuskan
permasalahan, karena pemikiran lebih lanjut ini akan memerlukan sumber (tenaga, waktu,
pikiran).
•Estimasi
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan dari alternatif yang dipikirkan.
Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara ilmiah,empirik dan proyektif untuk melihat
konsekuensi apa yang akan timbul sebagai akibat pilihan kebijakan itu. Penekanan juga
diberikan terhadap penilaian tentang keluaran yang diharapkan dengan bantuan berbagai
pendekatan teknis.Kebenaran yang bersifat normatif seringkali tidak dinilai secara tuntas
karena terbatasnya alat atau metode untuk hal tersebut.
•Seleksi
Seleksi menunjuk kepada kenyataan bahwa pada akhirnya seseorang harus membuat
keputusan.Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk merumuskan masalah dan menilai
alternatif di atas,maka pilihan kebijakan harus dibuat. Keputusan jarang dibuat hanya
berdasarkan kalkulasi dan perkiraan teknis, tetapi banyak aspek lain yang perlu
dipertimbangkan, misalnya dari pihak-pihakyang terlibat dan mempunyai tujuan yang
berbeda mengenai informasi ideologis,moral serta kerangka acuan penentuan
kebijakan.Seringkali keputusan yang dibuat adalah untuk tidak membuat keputusan.
•Implementasi
Dalam implementasi, yaitu pelaksanaaan dari “option” yang dipilih. Implementasi merupakan
kesempatan pertama yang memvalidasikan alternatif yang dipilih dengan realitas. Sebelum
implementasi tahap-tahap yang diambil masih dalam bentuk harapan, imajinasi, dan
penalaran,sedang dalam implementasi hal tersebut secara nyata dilakukan, sambil
memberikan balikan kepada penentu kebijakan.
•Evaluasi
Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam fase inisiasi dan estimasi sifat
kegiatan adalah antisipatif dan dalam faseseleksi bersifat kekinian. Implementasi merupakan
kesempatan untuk mentransformasikan sesuatu hal yang potensial ke dalam realitas dan
evaluasi melihat perbedaan antara keduanya.Evaluasi berusaha menjawab pertanyaan seperti
kebijakan mana yang sukses dan mana yang gagal, bagaimana unjuk kerja dapat diukur serta
kriteria apa yang digunakan untuk mengukurnya.
•Terminasi
Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional, tidak perlu,
berlebihan atau tidak lagi cocok dengan keadaan.Ini merupakan fase yang belum banyak
dibahas secara ilmiah. Proses kebijakan mulai dari inisiasi sampai terminasi merupakan
proses yang tidak sederhana. Proses ini melibatkan perilaku individual, perilaku kelompok
dan masyarakat dalam suatu konteks iklim psikologis dan lingkungan yang variabelnya
sangat banyak.Analisis tentang perilaku kebijakan merupakan usaha untuk memahami
perilaku itu, dan sekaligus mengkaji wahana yang memungkinkan prilaku itu dapat lebih
menunjang pencapaian keluaran kebijakan dengan lebih baik. Keluaran yang dimakusd
demikian luasnya karena menyangkut aspek interaksi proses sosial yang s
2.4. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan
Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.
Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi untuk menyiapkan bahan-
bahan rumusan kebijakan pendidikan, baik kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka
pendek, maupun bahan-bahan untuk kebijakan departemen yang setiap saat diperlukan oleh
pengambil keputusan.
Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan Pengembangan adalah Analisis
dan Perumusan Bahan Kebijakan dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam
menyiapkan dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai dengan isu-isu penting
pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian, pengembangan, dan masyarakat luas.
Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan
(Education Policy and Planning Project) atau proyek EPP yang mendapat bantuan USAID
(The United States Agency for International Development). Proyek tersebut resmi
dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan tujuan pokok: “meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia melalui perumusan kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang didasarkan
pada informasi yang lebih lengkap dan teliti serta metode analisis yang lebih baik terhadap
informasi tersebut.”
Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah dilakukan khususnya dalam
melakukan identifikasi terhadap berbagai masalah pendidikan sebagai sasaran dalam
melakukan analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis kebijakan dilaksanakan melalui
koordinasi di antara berbaga unit di lingkungan Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan
kebijakan yang sangat berguna dalam mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan
Mendikbud dan Naskah Repelita.hasilnya mempunyai spektrum yang luas pula.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan – aturan tertulis yang
diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan agar tercapainya tujuan
pendidikan
Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikanmerupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhakmemperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpamemandang
status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuksemua
menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental,
hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakanlayanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.
kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Ada enam fase dalam proses
kebijakan , yaitu: inisiasi, estimasi, seleksi, implementasi, evaluasi, dan terminasi. Adapun
Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai