Anda di halaman 1dari 19

ANALISI BIAYA DAN INVESTASI PENDIDIKAN

(Makalah Manajemen Pembiayaan Pendidikan)

Dosen Pengampu : 1. Dr. Riswati Rini. M.Si.


2. Dr. Sultan Djasmi, M.Pd.

Disusun oleh:

Wiwin Sumiati (2323012003)


Fransika Pangestuti (2323012008)
Ayu Oktarina (2323012013)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berjudul “Analisis Biaya
dan Investasi Pendidikan” sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah
Pengambilan Keputusan dan Analisis Kebijakan Pendidikan.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang memberikan dukungan moril maupun spiritual kepada :
1. Dr. Riswanti Rini. M.Si.
2. Dr. Sultan Djasmi, M.Pd.
3. Rekan-rekan mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan 2023.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak sekali


kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan mendidik untuk perbaikan selanjutnya,
walaupun demikian, kami tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya.

Bandar Lampung, 1 6 Maret 2024

Kelompok 3
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa ditandai dengan majunya kesempatan memperoleh


pendidikan yang luas dan berkualitas bagi masyarakatnya. Dengan kualitas diri
yang diperoleh lewat pendidikan, diharapkan akan dapat menciptakan sumber
daya manusia yang unggul sehingga menjadi modal positif dalam menghadapi
kehidupan yang kompetitif dan penuh tantangan. Untuk melahirkan manusia yang
unggul itu, diperlukan suatu arah kebijakan pembangunan yang memprioritaskan
pendidikan sebagai investasi masa depan. Sebagai investasi masa depan bangsa,
maka pendidikan harus dilakukan melalui program berkelanjutan dan sistemik
yang dikemas dalam berbagai program kebijakan.

Pendidikan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh sumber daya manusia
saja, melaikan juga ditentukan oleh pembiayaan pendidikan itu sendiri.
Pembiayaan pendidikan bukan saja tanggung jawab pemerintah semata malainkan
tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, orangtua dan masyarakat. Jika
pembiayaan pendidikan hanya berasal dari salah satu pihak saja maka pendidikan
yang berlangsung tidak optimal. Karena pendidikan yang berkualitas membutuhkan
biaya yang tinggi.

Dalam prosesnya hampir dapat dipastikan bahwa pendidikan tidak dapat berjalan
tanpa dukungan biaya yang memadai. Implikasi diberlakukannya kebijakan
desentralisasi pendidikan, membuat para pengambil keputusan sering kali
mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang komponen pembiayaan
pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak sejak dimulainya
pelaksanaan otonomi daerah yang juga meliputi bidang pendidikan. Secara umum
pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan
terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang yang
bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme
pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas
hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran,
khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan
pembiayaan pendidikan, sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik
mengenal pembiayaan pendidikan ini. Lembaga pendidikan sebagai produsen jasa
pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang
sama, yaitu biaya produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus mengenai
penerapan perhitungan biaya ini. J. Hallack mengemukakan tiga macam kesulitan,
yaitu berkenaan dengan a) definisi produksi pendidikan, b) identifikasi transaksi
ekonomi yang berhubungan dengan pendidikan, dan c) suatu kenyataan bahwa
pendidikan mempunyai sifat sebagai pelayanan umum. Pembiayaan atau
pendanaan dalam sebuah pendidikan adalah sebuah elemen penting bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar, pembiayaan dalam pendidikan
berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas program pendidikan yang
dilaksanakan. Pembiayaan diperlukan untuk pengadaan alat-alat, gaji guru,
pegawai, dan aktivitas dan kegiatan dalam institusi. Selain itu pembiayaan
digunakan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran yang dilaksanakan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep biaya pendidikan ?
2. Bagaimana model dan formulasi biaya pendidikan ?
3. Bagaimana pengukuran biaya pendidikan ?
4. Bagaimana konsep investasi pendidikan ?
5. Bagaimana fungsi investasi pendidikan ?

I.3 Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini yaitu


sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep biaya pendidikan
2. Mengetahui model dan formulasi biaya pendidikan
3. Mengetahui pengukuran biaya Pendidikan
4. Mengetahui konsep investasi pendidikan
5. Mengetahui fungsi investasi pendidikan

I.4 Manfaat Penulisan Makalah

Sejalan dengan tujuan penulisan makalah tersebut, manfaat penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai media informasi tentang konsep biaya pendidikan yang terdiri dari
pengertian biaya pendidikan, model dan formulasi biaya pendidikan,
pengukuran biaya pendidikan, dan investasi pendidikan
2. Untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil
keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan
sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana
pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan.
3. Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi
acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga
sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya
pendidikan ini berguna sebagai dasar atau pijakan dalam melakukan
“investasi” di dunia pendidikan.
II. PEMBAHASAN

II.1 Konsep Biaya Pendidikan

Konsep biaya bisa dirujuk dari beberapa pakar, diantaranya Mulyono (2010;81)
menyatakan biaya adalah suatu unsur yang menentukan dalam mekanisme
penganggaran. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat efisiensi dan
efektivitas kegiatan dalam suatu organisasi mencapai tujuannya. Disamping itu
Mulyadi (2014) mengelompokkan konsep biaya dalam arti sempit yaitu sebagai
pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Sedangkan dalam arti
luas biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

Dari definisi ini biaya bisa dibagi dalam empat unsur, yakni 1) pengorbanan
sumber ekonomi, 2) diukur dalam satuan uang, 3) yang telah terjadi atau secara
potensial akan terjadi, 4) pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Kata biaya
dalam pendidikan jika diimplementasikan merupakan sebuah proses sehingga
disebut dengan pembiayaan. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dari kata asli
biaya ditambah awalan pe dan akhiran an (Depdikbud 1995).

Memaknai tentang biaya pendidikan, dalam alam pikiran manusia tentunya akan
mengarah pada sejumlah barang dan jasa yang diperlukan dalam proses
pendidikan itu sendiri. Al Kadri (2011;1) menjelaskan biaya pendidikan adalah
nilai ekonomi dari input biaya pendidikan itu juga identik dengan semua
pengorbanan yang diperlukan untuk suatu proses penyelenggaraan pendidikan
yang dinyatakan dalam bentuk uang menurut harga pasar yang sedang berlaku
menjadi tanggung jawab pemerintah, (public cost) dan masyarakat dan orang tua
peserta didik (private cost). Public cost adalah biaya pendidikan dari pemerintah,
yang secara umum bersumber dari pajak, pinjaman, dan penerimaan lainnya
(hibah) baik dalam dan luar negeri, sedangkan private cost adalah biaya
pendidikan yang dibebankan kepada individu peserta didik dan masyarakat
(seperti: biaya sekolah, pembelian buku dan peralatan sekolah lainnya).
Untuk memahami konsep biaya pendidikan secara utuh dan mendalam ada
beberapa pemahaman yang bisa dielaborasi, antara lain opportunity cost or
sacrifice cost, money cost versus financial cost, factor cost, current cost
versuscapital cost, total expenditures, current versus constant prices, public
versus private cost, dan unit cost (Buchanan, J.M., 1979).

Opportunity cost or sacrifice cost bisa dipahami sebagai biaya kesempatan atau
peluang yang hilang selama mengikuti pendidikan baik formal maupun non
formal diukur dari nilai uang yang hilang karena kesempatan/peluang yang ada
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Misalnya seorang mahasiswa yang sudah
berusia produktif bisa bekerja sebagai karyawan, staf namun kesempatan itu tidak
bisa diambilnya karena focus untuk menyelesaikan pendidikan. Biaya pendidikan
selanjutnya dikenal dengan istilah resource cost versus money costs. Dimana
resource cost itu merupakan adalah biaya pendidikan yang diukur dalam bentuk
unit fisik, seperti: jam guru mengajar, jumlah buku yang dipergunakan, luas lantai
yang dibangun, dan lain-lainnya. Sedangkan money cost atau financial cost
merupakan biaya yang harus dibayar untuk setiap siswa melalui sistem
pembiayaan pendidikan. Biaya pendidikan lainnya disebut juga factors cost yang
dibayar oleh sistem pendidikan untuk beberapa faktor produksi sebagai resource
inputs, seperti: gaji guru, pembelian perlengkapan, pengadaan peralatan,
pembangunan gedung.

Dalam hal layanan pendidikan, kita bisa mengategorikan biaya pendidikan dalam
bentuk current cost versus capital costs. Kedua biaya pendidikan itu, didasarkan
atas lamanya pemberian layanan pendidikan terhadap resource input (peserta
didik), dimana current cost berhubungan dengan pengeluaran yg dikeluarkan
dalam memberikan pelayananterhadap resource input dan perlengkapan yang
digunakan dalam satu tahun fiskal, serta ada pembaharuan secara reguler. Begitu
juga capital cost berhubungan dengan pengeluaran yang terdiri dari berbagai item-
item yang menyumbangkan kegunaan pelayanan pendidikan yang berlangsung
lebih dari satu tahun fiskal, contoh: biaya pembangunan gedung, renovasi ruang
kelas. Capital cost harus diamortisasi sesuai umurnya dan dibebankan pada
periode pelayanan (Ferdi, W.P., 2013).
II.2 Model dan Formulasi Pembiayaan Pendidikan

Model pembiayaan pendidikan di Indonesia sebenarnya merupakan modifikasi


dan gabungan dari berbagai model pembiayaan pendidikan di Negara lain di
dunia. Model-model pembiayaan pendidikan itu pada prinsipnya memiliki dua sisi
yaitu sisi pengalokasian dan sisi penghasilan (Armida, 2011:145). Sisi
pengalokasian biaya pendidikan ditentukan dari penerimaan atau perolehan biaya,
yang besarannya ditentukan dari dana yang diterima oleh lembaga pendidikan
yang bersumber dari pemerintah, orang tua dan masyarakat (Nanang Fattah,
2006:48). Dimensi alokasi biaya pendidikan juga terkait dengan target populasi
yang disesuaikan dengan program layanan pendidikan, kelengkapan untuk
mencapai layanan pendidikan. Perhitungan unit biaya masing-masing program
yang dibiayai, ditentukan oleh kemampuan pemerintah lokal dan usaha yang
disepakati Negara bagian (Model Amerika Serikat). Sedangkan sisi penghasilan
(revenue) merupakan persentase dari penghasilan yang ditetapkan dari berbagai
sumber seperti negara bagian, pemerintah pusat dan pemerintah local (Kabupaten
dan Kota).

Formulasi biaya pendidikan adalah proses pengaturan dan perhitungan biaya yang
diperlukan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan atau program pendidikan
tertentu. Ini melibatkan identifikasi dan estimasi semua elemen biaya yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan, baik itu biaya langsung maupun tidak
langsung. Formulasi biaya pendidikan penting dalam pengelolaan keuangan
pendidikan, baik itu di tingkat individual seperti sekolah atau perguruan tinggi,
maupun di tingkat lembaga atau sistem pendidikan yang lebih besar seperti
departemen pendidikan di suatu negara atau daerah. Dengan memahami dan
mengelola biaya dengan baik, lembaga pendidikan dapat memastikan penyediaan
layanan pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan. Tujuan dari formulasi
biaya pendidikan adalah untuk:

1) Memastikan bahwa semua biaya yang diperlukan untuk operasi dan


pengembangan program pendidikan telah diperhitungkan secara tepat.
2) Membantu dalam merencanakan dan mengalokasikan sumber daya keuangan
dengan efisien dan efektif.
3) Memberikan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan terkait dengan
kebijakan pendidikan, termasuk penetapan tarif, alokasi anggaran, dan
pengembangan strategi keuangan jangka panjang.

Formulasi model pembiayaan pendidikan melibatkan desain sistem atau struktur


yang memungkinkan pendanaan pendidikan secara efisien dan berkelanjutan.
Formulasi pembiayaan pendidikan berbeda satu sama lainnya. Ada beberapa jenis
formulasi model pembiayaan pendidikan yang digunakan oleh pemerintah,
institusi pendidikan, dan lembaga lainnya. Berikut adalah beberapa jenis formulasi
model pembiayaan pendidikan yang umum:
a. Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model) yang dikembangkan
oleh Hambers dan Parish menerapkan suatu prototype pembiayaan pendidikan
yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah.
Model ini menurut Sergiovanni tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak
maupun kekayaan suatu daerah.
b. Model Surat Bukti/Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans)
memberikan corak pembiayaan pendidikan yang langsung kepada individu
atau institusi rumah tangga berdasarkan kebutuhan pendidikan. Mereka
diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem
voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang
membutuhkan yaitu murid dan orang tua peserta didik. Indonesia tahun 2004
pernah memberlakukan cara pembiayaan berupa voucher ke lembaga-lembaga
pendidikan, tapi pada akhirnya menimbulkan persoalan karena seringkali
pejabat yang membantu memperjuangkan anggaran tersebut menginginkan
diberikan komisi atas usahanya.
c. Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan) merupakan model
pembiayaan pendidikan yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan
proporsinya. Contoh siswa yang cacat (disabilitas), siswa program kejuruan
atau siswa yang pandai dua bahasa (akselerasi).
d. Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding) model ini sering disebut
incrementalism, dimana biaya yang diterima satu sekolah mengacu pada
penerimaan tahun yang lalu, dengan hanya penyesuaian.
e. Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model) ini sekolah mengajukan usulan
pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana meneliti
usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria.
f. Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Discretion Model) ini memberikan
formulasi dimana penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk
mengetahui komponen-komponen apa yang perlu dibantu berdasarkan
prioritas pada suatu tempat dari hasil eksplorasinya.

II.3 Pengukuran Biaya Pendidikan

Keterkaitan antara kinerja manajemen dengan kewajaran biaya yang dibebankan


kepada peserta didik, didasarkan pada suatu dugaan sementara, bahwa mutu
penyelenggaraan pendidikan memiliki hubungan timbal balik dengan kewajaran
biaya pendidikan yang dibebankan kepada peserta didik.
a. Pembebanan biaya dan perhitungan biaya harus dilakukan secara cermat dan
hati-hati, karena biaya merupakan faktor penting dalam memenangkan
persaingan. Peserta didik akan memilih sekolah yang mampu menghasilkan
layanan akademik yang memiliki mutu tinggi dengan harga yang termurah.
Harga murah hanya dapat dihasilkan oleh sekolah yang secara terus menerus
melakukan perbaikan terhadap aktivitas-penambah nilai (value-added
activities), dan yang senantiasa berusaha menghilangkan aktivitas-bukan
penambah nilai (non-value-added activities). Dengan demikian, cost
effectiveness menjadi salah satu faktor untuk memenangkan persaingan
jangka panjang.
b. Identifikasi Sumber Dana, Sekolah harus mampu menghasilkan layanan
akademik yang bermutu dengan harga yang rendah untuk dapat tetap bertahan
di pasar. Sekolah berlomba untuk menghasilkan layanan akademik yang
bermutu dengan harga yang rendah dengan berpedoman bahwa pesera didik
hanya dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitaspenambah nilai (value-
added activities). Dengan demikian dalam persaingan yang semakin tajam,
manajemen memerlukan informasi biaya yang teliti, yang memperhitungan
secara cermat sumber dana (resources) yang dikorbankan untuk aktivitas
penambah nilai bagi peserta didik. Sumber dana ini dapat berasal dari modal
sendiri, dana pihak ketiga, dan dari masyarakat.
c. Struktur Pentaripan. Dengan semakin mudahnya peserta didik memperoleh
informasi mengenai mutu, harga, dan peringkat akreditasi, maka peserta didik
hanya memilih sekolah yang mampu memberikan layanan akademik yang sesuai
dengan kebutuhannya, dengan harga yang terendah diantara harga berbagai yang
ditawarkan oleh sekolah-sekolah. Keadaan ini memaksa para penyelenggara
pendidikan hanya membebani peserta didik dengan harga yang benar-benar
wajar. Dalam situasi seperti ini, struktur pentaripan harus ditentukan berdasarkan
biaya penuh layanan akademik yang dihitung secara cermat. Biaya yang
Dibebankan kepada Peserta didik. Titik berat strategi untuk memenangkan
persaingan yaitu pada usaha-usaha untuk menghilangkan non-value added
activities. Non-value added activities merupakan aktivitas yang tidak seharusnya
menjadi beban peserta didik, sehingga seharusnya dihilangkan dari
proses/aktivitas. Dengan demikian, manajemen memerlukan informasi biaya
penuh yang dikaitkan dengan berbagai aktivitas untuk mempertahankan dan
memperbaiki mutu layanan agar sesuai dengan mutu yang diharapkan oleh
peserta didik sebagai pemakai layanan.
d. Mutu Penyelenggaraan. Agar peserta didik terjamin hanya akan dibebani
dengan biaya yang wajar, maka penyelenggara pendidikan harus senantiasa
melakukan penyempurnaan aktivitas secara berkesinambungan (continual
improvement) yang digunakan untuk menghasilkan layanan pendidikan.
Pengumpulan informasi biaya penuh masa lalu ditujukan untuk memberikan
kemudahan dalam menghilangkan berbagai pemborosan yang terjadi dalam
aktivitas untuk menghasilkan layanan pendidikan. Ukuran mutu yang
digunakan ditetapkan berdasarkan empat perspektif, yaitu kualitas dan
kapabilitas personal, kualitas proses penyelenggaraan, layanan kepada
mahasiswa, dan kinerja keuangan.
e. Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik
yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomis, efisiensi, dan
efektifitas (Lailiana, 2013). 1) Rasio Ekonomi. Rasio ini menggambarkan
kehematan dalam penggunaan anggaran dan kecermatan dalam pengelolaan
serta menghindari pemborosan. Kegiatan operasional dikatakan ekonomis
jika dapat mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu (Darmiyati & Purwanto,
2013; Pramadhany, 2011; Iswari, 2011). 2) Rasio Efisiensi.Rasio ini
menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang digunakan untuk
memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan (Pramadhany, 2011;
Anonim, 1996). 3) Rasio Efektivitas.Efektivitas merupakan hubungan antara
output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian
tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan (Lailiana,
2013).

II.4 Konsep Investasi Pendidikan

Pendidikan adalah awal dari kebangkitan semua aspek masyarakat misalnya


bidang teknologi, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Investasi pendidikan
merupakan investasi jangka panjang yang sangat bermanfaat dan sudah
seharusnya menjadi prioritas. Seseorang yang berhasil dalam dunia pendidikan
akan sukses pula mengembangkan bidang-bidang di atas. Pendidikan yang baik
sangat penting untuk masa depan anak dan orang tua. Menurut Jack Clark Francis
(1991), investasi adalah penanaman model yang diharapkan dapat menghasilkan
tambahan dana di masa yang akan datang. Selanjutnya menurut Farnk Reilly
(2009), mengatakan investasi adalah komitmen satu dolar dalam satu periode
tertentu, akan mampu memenuhi kebutuhan investor di masa yang akan datang
dengan : (1) waktu dana tersebut digunakan, (2) tingkat inflasi yang terjadi, (3)
ketidakpastian kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Berdasarkan definisi-
definis di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu bentuk
pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk mendapatkan keuntungan di masa
depan dengan tingkat resiko tertentu. Sedangkan UU RI No 20 Tahun 2003 bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pengertian investasi dan
pendidikan maka dapat disimpulkan bahwa investasi pendidikan adalah menanam
modal dalam lembaga pendidikan guna memperoleh dana pada masa mendatang
sehingga sehingga dapat tercapai tujuan yang diinginkan.

Terdapat beberapa teori dan konsep yang dikemukakan oleh para ahli. Cohn
(1979) mengemukakan bahwa individu yang mengikuti pendidikan akan
memperoleh banyak peluang untuk mendapatkan pekerjaan, meningkatkan
produktivitas, dan peningkatan pendapatan di dalam kehidupannya, serta
masyarakat memperoleh manfaat dari produktivitas tenaga kerja terdidik.

Becker (1993) juga mengemukakan bahwa investasi di bidang pendidikan mampu


memberikan dampak manfaat (benefit) lebih besar dibandingkan dengan investasi
di bidang ekonomi maupun bidang lainnya. Karena manfaat yang diperoleh
individu dan masyarakat tidak hanya berbentuk materi (penghasilan), tetapi juga
berbentuk non materi (seperti perilaku produktif, perilaku sehat, perilaku
berbudaya).

Ahmed (1975) menyatakan bahwa dalam pengelolaan investasi pendidikan,


hubungan antara proses pendidikan dengan manfaat pendidikan adalah bersifat
tidak langsung. Manfaat pendidikan (seperti peningkatan pengetahuan,
keterampilan, pemahaman, dan perubahan sikap) akan diperoleh jika output
pendidikan digunakan secara efektif di masyarakat.

II.5 Fungsi Investasi Pendidikan

Investasi dalam pendidikan memiliki banyak fungsi yang penting dalam


pembangunan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Anggaran 20% dari
APBD atau APBN yang telah disetujui oleh MPR mengindikasikan bahwa saat
ini, Indonesia mulai melirik investasi jangka panjang. Keuntungan yang diperoleh
dari investasi jangka panjang dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1) Fungsi Teknis Ekonomis

Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar


pertumbuhan ekonomi. Pada praktik manajemen pendidikan modern, salah satu
fungsi pendidikan adalah fungsi teknis ekonomis baik pada tataran individual
hingga tataran global. Fungsi teknis ekonomis merujuk pada kontribusi
pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu
siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat


pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang
berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak
berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya
keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu, salah satu
tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan
hidup.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai
investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-
moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja
yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa
pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan
kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan
pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu
dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (McMahon and
Geske, 1982: 121)

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama


pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak
orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk
membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah
lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.

2) Nilai Balik Pendidikan


Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari
pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan
antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total
pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia
kerja.
Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap
investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 %
dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi
pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13
%. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang
terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya
dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan
menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.(Ace Suryadi, 2006).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan.


Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan
menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat
sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan
manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat
kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi.
Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah
Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya
sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di
Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan.
Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa
alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar.
Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan
pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan
individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa


kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN
adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan
selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada
kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari
keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang
berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia
equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di


Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses
pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu
learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang
dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis,
mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran
pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan
dasar 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan
dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar
12 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia
pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya,
barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.

3) Fungsi Non Ekonomi


Investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-
ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan
fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi
pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai
tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik
dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin
Cheong Cheng, 1996)

Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan


politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual,
pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan
kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan
bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan
kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu
orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab
terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang
berpendidikan.

Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan


perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat
individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya,
kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan
keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu
menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki
sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian
semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah
terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya
nasional atau regional.

Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap


perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda.
Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan
membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki
kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa
ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong
untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin


berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan
masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang
berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan
pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang.
Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi
materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.
PENUTUP

Dengan memperhatikan uraian analisis pembiayaan dan investasi pendidikan yang


dibahas dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu sumber daya baik berupa uang,
tenaga atau barang yang secara langsung dapat dan tidak langsung menunjang
efektivitas dan penerapan penyelenggaraan pengelolaan pendidikan
2. Konsep pembiayaan pendidikan, yaitu suatu unsur yang menentukan dalam
mekanisme penganggaran. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat
efisiensi dan efektivitas kegiatan dalam suatu organisasi mencapai tujuannya.
3. Model pembiayaan pendidikan itu pada prinsipnya memiliki dua sisi yaitu sisi
pengalokasian dan sisi penghasilan.
4. Formulasi pembiayaan pendidikan berbeda satu sama lainnya; a) model
sumber pembiayaan, menerapkan suatu prototype pembiayaan pendidikan
yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah;
b) model surat bukti atau penerimaan memberikan corak pembiayaan
pendidikan yang langsung kepada individu atau institusi rumah tangga
berdasarkan kebutuhan pendidikan; c) model rencana bobot siswa merupakan
model pembiayaan pendidikan yang mempertimbangkan siswa-siswa
berdasarkan proporsinya; d) model berdasarkan pengalaman (incrementalism),
dimana biaya yang diterima satu sekolah mengacu pada penerimaan tahun
yang lalu, dengan hanya penyesuaian; e) model usulan dengan mengajukan
usulan pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana
meneliti usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria; f) model
kebijaksanaan dengan memberikan formulasi dimana penyandang dana
melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui komponen-komponen apa
yang perlu dibantu berdasarkan prioritas pada suatu tempat dari hasil
eksplorasinya.
5. Pengukuran pembiayaan pendidikan melalui kewajaran dan kebijakan.
6. Investasi pendidikan adalah menanam modal dalam lembaga pendidikan guna
memperoleh jaminan masa depan yang lebih baik sesuai tujuan yang
diinginkan. Tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi
jangka panjang: Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi, nilai
balik pendidikan, dan fungsi non ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Datumula, S. (2020). Peraturan Kebijakan Pendidikan Di Indonesia Pada Masa


Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, Dan Kabinet Kerja. Moderasi: Jurnal
Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(2), 56-78.

Dewi, R. (2016). Kebijakan pendidikan di tinjau dari segi hukum kebijakan


publik. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI.

Elwijaya, F., Mairina, V., & Gistituati, N. (2021). Konsep dasar kebijakan
pendidikan.

M.C, Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta PT Serambi Ilmu


Semesta, 2008

Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


Rosdakarya, 2013.

Oktavia, L. S., Nurhidayati, N., & Gistituati, N. (2021). Kebijakan pendidikan:


kerangka, proses dan strategi.

Rozak, A., & Az-Ziyadah, A. I. (2021). Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. Alim|


Journal of Islamic Education, 3(2), 197-208.

Anda mungkin juga menyukai